Kel.7 - Uts Gizi Kesmas Analisis Kasus Di Kab. Kupang

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN

ANALISIS CAKUPAN PROGRAM INTERVENSI PENANGGULANGAN STUNTING


DI WILAYAH KABUPATEN KUPANG

Disusun untuk memenuhi ujian tengah semester mata kuliah gizi kesehatan masyarakat yang
di ampuh oleh Dr. Intjen Picauly, S.Pi.,M.Si

Disusun Oleh :
Kelompok 7
1. Raudhatul Asiyah (2307010009)
2. Iquinta Irene Pandie (2307010069)
3. Florentina Rosina Icha (2307010127)
4. Marwa Ledita Bungsu (2307010151)
5. Astriani (2307010029)
6. Maria M. K. Kerans (2307010062)

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2024
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di Kabupaten Kupang, masalah stunting menjadi perhatian serius mengingat
tingginya angka prevalensi kasus stunting. Berdasarkan data dari berbagai sumber, wilayah
ini masih menghadapi tantangan besar dalam menurunkan angka stunting, terutama di
daerah-daerah terpencil dengan akses layanan kesehatan yang terbatas.
Pemerintah pusat dan daerah telah menginisiasi berbagai upaya dan intervensi untuk
mengurangi angka stunting, baik melalui intervensi spesifik seperti program pemberian
makanan tambahan dan vitamin, serta intervensi sensitif seperti perbaikan sanitasi dan
akses air bersih. Program-program ini dijalankan melalui posyandu, puskesmas, serta
melibatkan berbagai sektor seperti kesehatan, pendidikan, dan sosial. Namun, tantangan
yang dihadapi adalah apakah intervensi tersebut telah mencakup seluruh masyarakat yang
rentan terhadap stunting, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Melalui analisis Intervensi, diharapkan dapat diperoleh gambaran yang jelas mengenai
cakupan intervensi penanggulangan stunting di Kabupaten Kupang, serta identifikasi area-area yang
perlu mendapatkan perhatian lebih untuk mempercepat penurunan angka stunting. Upaya ini
diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian target nasional
dalam mengurangi prevalensi stunting, serta meningkatkan kualitas hidup anak-anak dan
generasi masa depan di Kabupaten Kupang.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Diare


Diare merupakan suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan
konsistensi pada tinja, yang melembek atau mencair dan bertambahnya frekuensi buang air
besar lebih dari biasanya (Kemenkes RI, 2014). Penyakit ini paling sering dijumpai pada
balita, terutama pada tiga tahun pertama kehidupan, dimana seorang anak bisa mengalami
1 hingga 3 kejadian diare berat (WHO, 2011). Neonatus dinyatakan diare apabila frekuensi
buang air besar sudah lebih dari 4 kali, sedangkan untuk bayi yang berumur lebih dari satu
bulan dan anak bila frekuensinya lebih dari 3 kali Buku Ajar Neonatus Bayi dan Balita.

2.2 Etiologi Diare


Menurut Srinalesti Maharani (2019) Etiologi atau faktor yang menyebabkan kejadian
diare adalah sebagai berikut:
1. Faktor Infeksi
Infeksi enteral, yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak, meliputi infeksi bakteri (Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella,
Campylobacter, Yersinia, dan Aeromonas). Infeksi parasite (E. Hystolica, G. Lambia, T.
Hominis) dan jamur (C. Albicans). Infeksi parenteral merupakan infeksi di luar sistim
pencernaan yang dapat menimbulkan diare, seperti otitis media akut, tonsililitis,
bronkopnemonia, dan ensefalitis.
2. Faktor Malabsorpsi
Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose, dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Intoleransi laktosa
merupakan penyebab diare yang terpenting pada bayi dan anak. Di samping itu dapat
pula terjadi malapsorbsi lemak dan protein.
3. Faktor Makanan
Diare dapat terjadi karena mengonsumsi makanan basi, beracun, dan alergi
terhadap jenis makanan tertentu.
4. Faktor Psikologis
Diare dapat terjadi karena faktor psikologis (rasa takut dan cemas) jarang terjadi,
tetapi dapat ditemukan pada anak yang lebih besar (Titik, 2016). Rasa takut dan cemas
menyebabkan terjadinya hiperperistaltik pada sistim pencernaan.
5. Berat Lahir Balita
Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang dalam waktu 1 jam pertama
setelah lahir. Berat badan lahir merupakan kriteria yang paling penting untuk
menentukan kelangsungan hidup bayi. Kategori berat badan lahir bayi dikelompokkan
menjadi 3, yaitu <2500, 2500-3999 gram, dan ≥4000 gram. Bayi dengan berat lahir
<2500 gram disebut sebagai Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), sedangkan bayi dengan
berat lahir 2500-3999 gram disebut dengan bayi dengan berat lahir normal, dan bayi
dengan berat lahir ≥4000 gram disebut dengan bayi dengan berat lahir berlebih (Tazkiah
et al.,2013).
Bayi dengan berat lahir rendah memiliki daya tahan tubuh yang lebih rendah
dibandingkan bayi dengan berat lahir normal, dengan demikian, maka bayi dengan berat
badan rendah akan lebih mudah terserang penyakit, terutama penyakit infeksius.
6. Pola Pemberian ASI eksklusif
ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi dan
zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberi perlindungan terhadap diare. Pada
bayi baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI disertai dengan susu formula (Kemenkes RI,
2011). Hal ini karena ASI terutama kolostrum sangat kaya akan secrete immunoglobulin
A (SigA).
ASI mengandung laktooksidase dan asam neuraminik yang mempunyai sifat
antibakterial terhadap E.Coli dan Staphylococcus (Purnamasari, 2011). ASI
mengandung antibodi yang dapat melindungi sesorang terhadap berbagai kuman
penyebab diare, seperti: Shigella dan V cholera. Jika anak tidak disusui selama 6 bulan
atau tidak ASI eksklusif, maka kekebalan tubuh anak terhadap berbagai penyakit
akanmelemah karena antibodi yang didapatkan tidak optimal (Kemenkes RI, 2014).
7. Kebiasaan Mencuci Tangan
Mencuci tangan dengan sabun telah membuktikan bahwa kejadian penyakit diare
dapat berkurang dengan persentase kurang lebih 40%. Mencuci tangan ini lebih
dianjurkan pada saat sebelum dan sesudah makan dan setelah buang air kecil maupun
buang air besar.
8. Pengetahuan Ibu Mengenai Penanganan Diare Pada Balita
Pengetahuan adalah hal yang diketahui oleh seseorang atau responden terkait
dengan sehat dan sakit atau kesehatan, misal: tentang penyakit (penyebab, cara
penularan, cara pencegahan) (Notoatmodjo, 2014).
Tingkat pengetahuan ibu yang kurang tentang penanganan diare menjadi salah satu
faktor risiko terjadinya diare. Balita yang memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan
penanganan diare kurang berisiko mengalami kejadian diare 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan penanganan
diare baik (Yessi Arsurya, Eka Agustina Rini, dan Abdiana, 2017).
9. Lingkungan Yang Tidak Sehat
Penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan, dengan dua faktor
yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan
berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat
karena tercemar kuman diare, serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak
sehat, yaitu makanan dan minuman, dapat menimbulkan atau bahkan memperparah
kejadian diare (Kemenkes RI, 2014).
10. Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan merupakan segala aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang
dapat diamati secara langsung (observable) maupun yang tidak dapat diamati secara
langsung oleh orang lain (unobservable) yang berkaitan dengan pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan.
Oleh sebab itu perilaku kesehatan ini pada garis besarnya dikelompokkan menjadi
dua, yakni: perilaku sehat (Health Behavior) yang merupakan perilaku orang yang sehat
agar tetap sehat atau kesehatannya meningkat dan perilaku pencarian kesehatan (Health
Seeking Behavior) yang merupakan perilaku orang yang sakit atau telah terkena masalah
kesehatan untuk memperoleh penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya
(Notoatmodjo, 2014).
11. Pengetahuan Ibu
Pengetahuan adalah hal yang diketahui oleh seseorang atau responden terkait
dengan sehat dan sakit atau kesehatan, misal: tentang penyakit (penyebab, cara
penularan, cara pencegahan) (Notoatmodjo, 2014). Menurut Arikunto (2010),
pengukuran tingkat pengetahuan dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu: pengetahuan
baik, bila responden dapat menjawab 76-100% dengan benar dari total jawaban
pertanyaan, pengetahuan cukup, bila responden dapat menjawab 56-75% dengan benar
dari total jawaban pertanyaan, dan pengetahuan kurang, bila responden dapat menjawab
<56% dari total jawaban pertanyaan.
Dalam memberikan kategori, dilakukan penghitungan dengan rumus sebagai
berikut:
P=f/n
Keterangan : P : Persentase jawaban
f : frekuensi jawaban responden
n : Total frekuensi
Sumber : (Arikunto, 2010)
Tingkat pengetahuan ibu yang kurang tentang penanganan diare menjadi salah satu
faktor risiko terjadinya diare. Balita yang memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan
penanganan diare kurang berisiko mengalami kejadian diare 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan balita yang memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan penanganan
diare baik.

2.3 Diagnosis Diare


Diagnosis diare ditetapkan berdasarkan tanda dan gejala diare, berdasarkan bagan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) tahun 2015, tanda dan gejala diare berdasarkan
derajat dehidrasinya dibedakan menjadi tiga:
1. Diare Tanpa Dehidrasi :
Jika tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi ringan, sedang, atau berat, maka
diklasifikasikan diare tanpa dehidrasi.
2. Diare Dengan Dehidrasi Ringan/Sedang
a. Rewel/mudah marah
b. Mata cekung
c. Haus/minum dengan lahap
d. Cubitan kulit perut kembali lambat
3. Diare Dengan Dehidrasi Berat
a. Letargis/tidak sadar
b. Mata cekung
c. Tidak bisa minum/malas minum
d. Cubitan perut kembali sangat lambat

Jika diare terjadi 14 hari atau lebih, maka tanda dan gejala bserta klasifikasinya
adalah sebagai berikut:

a. Disentri : Terdapat darah di dalam tinja


b. Diare Persisten : Berlangsung selama 14 hari atau lebih tanpa dehidrasi
c. Diare Persisten Berat : Berlangsung selama 14 hari atau lebih tanpa dehidrasi.

2.4 Klasifikasi Diare


a. Berdasarkan Jenis Diare
Menurut Kemenkes RI (2014) jenis-jenis diare adalah sebagai berikut:
1) Diare Akut
Diare akut adalah buang air besar yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (pada
umumnya dikatakan diare akut bila terjadi diare selama minimal 3 kali atau lebih) per
hari dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari.
2) Diare Bermasalah
Diare bermasalah terdiri dari diare berdarah, kolera, diare berkepanjangan (prolonged
diarrhea), diare persisten/kronik, dan diare dengan malnutrisi.
3) Diare Berdarah
Diare berdarah atau disentri adalah diare dengan darah dan lendir dalam tinja dan
dapat disertai dengan adanya tenesmus.
4) Kolera
Kolera adalah diare diare terus menerus, cair seperti cucian, tanpa sakit perut, disertai
mual dan muntah di awal penyakit.
5) Diare Berkepanjangan
Diare berkepanjangan (prolonged diaarhea) yaitu diare yang berlangsung lebih dari 7
hari dan kurang dan kurang dari 14 hari. Penyebab diare berkepanjangan berbeda
dengan diare akut. Pada keadaan ini kita tidak lagi memikirkan infeksi virus
melainkan infeksi bakteri, parasit, malabsorpsi, dan beberapa penyebab lain dari diare
persisten.
6) Diare Kronik
Diare kronik adalah diare dengan atau disertai darah, dan berlangsung selama 14 hari
atau lebih. Bila sudah terbukti disebabkan oleh infeksi disebut dengan diare persisten.
Jika terdapat dehidrasi sedang atau berat, diklasifikasikan sebagai diare kronik.
b. Berdasarkan Derajat Dehidrasi
Kemenkes RI (2011) membagi derajat dehidrasi diare menjadi tiga bagian, yaitu :
1) Diare Tanpa Dehidrasi
Kehilangan cairan <5% berat badan, dengan tanda-tanda anak keadaan umum baik,
sadar, mata tidak cekung, keinginan minum normal, turgor (cubitan perut) segera
kembali.
2) Diare Dengan Dehidrasi Ringan
Kehilangan cairan 5-10% berat badan ditandai dengan anak menjadi rewel, gelisah,
mata cekung, rasa haus atau ingin minum terus, turgor kembali lambat.
3) Diare Dengan Dehidrasi Berat
Kehilangan cairan >10% berat badan, penderita akan lesu,
lunglai, atau tidak sadar, mata cekung, malas minum, dan turgor
kembali sangat lambat (>2 detik).
c. Berdasarkan Penyebab Kejadian Diare
1) Diare Osmotik
Diare osmotik terjadi apabila bahan-bahan tertentu (missal heksitol, sorbitol, dan
manitol yang merupakan pengganti gula dalam makanan dietetik permen, dan permen
karet) tidak dapat diserap di dalam darah dan tertinggal di usus. Kekurangan laktase
juga bisa menyebabkan diare osmotik. Laktase adalah enzim yang secara alami
ditemukan dalam usus halus, yang mengubah gula susu (laktosa) menjadi glukosa dan
galaktosa sehingga dapat diserap ke dalam aliran darah.
2) Sekretorik
Diare sekretorik adalah diare yang disebabkan oleh usus kecil dan usus besar
yang mengeluarkan garam dan air ke dalam tinja. Hal ini disebabkan oleh toksin
tertentu seperti pada kolera dan diare infeksius.
Pengeluaran tinja bisa sangat banyak, bahkan pada kolera bisa lebih dari 1 liter
perhari. Bahan lain yang juga menyebabkan pengeluaran air dan garam adalah
minyak kastor dan asam empedu (yang terbentuk setelah pengangkatan sebagian usus
kecil). Tumor tertentu (misal, karsinoid, gastrinoma, vipoma juga dapat menyebabkan
diare sekretorik.
3) Malabsorpsi
Malabsorpsi terjadi akibat dari penderita yang tidak dapat mencerna makanan
dengan normal. Pada malabsorpsi yang menyeluruh, lemak tertinggal di usus besar
dan menyebabkan diare sekretorik, sedangkan adanya karbohidrat dalam usus besar
menyebabkan diare osmotic. Malabsorpsi dapat disebabkan oleh:
a) Sariawan nontropikal
b) Insufisiensi pankreas
c) Pengangkatan sebagian usus
d) Aliran darah ke usus besar yang tidak adekuat
e) Kekurangan enzim tertentu di usus halus
f) Penyakit hati
4) Diare Eksudatif
Diare eksudatif terjadi apabila usus besar mengalami peradangan atau
membentuk tukak, lalu melepaskan protein, darah, lendir, dan cairan lainnya yang
meningkatkan kandungan serat dan cairan pada tinja. Diare ini dapat disebabkan oleh
beberapa penyakit, yaitu:
a) Kolitis ulserativa
b) Penyakit crohn (enteritis regional)
c) Tuberkolusis
d) Limfoma
e) Kanker

2.5 Patofisiologi Diare


Pada diare yang disebabkan oleh infeksi, infeksi yang berkembang diusus
menyebabkan hipersekresi air dan elektrolit yang berada di usus, sehingga terjadilah diare.
Apabila disebabkan oleh toksin, toksin yang masuk tidak dapat diserap sehingga terjadi
hiperperistaltik menyebabkan penyerapan di usus menurun dan terjadilah diare. Psikologi
juga menimbulkan ansietas, sehingga menyebabkan hiperperistaltik dan timbullah diare.
Malabsorpsi kakarbohidrat, lemak, dan protein menyebabkan pergeseran air dan elektrolit
ke usus kemudian terjadi diare.
Diare juga dapat menyebabkan frekuensi buang air besar meningkat menimbulkan
hilangnya cairan dan elektrolit, sehingga menyebabkan gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit dan terjadi dehidrasi danmunculah masalah kekurangan volume cairan dan risiko
syok hipovolemi, kerusakan integritas kulit, asidosis metabolik yang menyebabkan sesak
sehingga menyebabkan gangguan pertukaran gas dan distensi abdomen, mual muntah, dan
nafsu makan menurun.

2.6 Komplikasi Diare


Menurut Maryuani (2010) sebagai akibat dari diare akan terjadibeberapa hal berikut:
1. Kehilangan Air (dehidrasi)
Dehidrasi adalah kehilangan cairan tubuh yang berlebihan karena penggantian
cairan yang tidak cukup akibat asupan yang tidak memenuhi kebutuhan tubuh dan terjadi
peningkatan pengeluaran air. Dehidrasi berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan
fungsi ginjal (Sari, 2017).
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah gangguan kesehatan yang terjadi ketika kadar gula di dalam
darah berada di bawah kadar normal (Kemenkes, 2017). Glukosa adalah sumber energi
bagi tubuh, termasuk otak sebagai pengguna energi glukosa yang cukup banyak. Bila
kadarnya rendah, dan suplainya tak sampai ke otak, bisa menyebabkan koma (Agus,
2013).
3. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh
makanan sering dihentikan orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah
hebat, walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer diberikan
terlalu lama, makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan
diabsorpsi dengan baik karena hiperperistaltik.
4. Gangguan Sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfungsi
jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dan mengakibatkan
perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi penderita akan
meninggal.

2.7 Balita
Kelompok balita adalah anak usia 0-60 bulan (WHO, 2014). Perkembangan berbicara
dan berjalan di masa ini sudah bertambah baik, namun kemampuan lain masih terbatas
(Sutomo, 2018).

2.8 Agent
Agent atau faktor penyebab adalah suatu unsur, organisme hidup atau kuman infeksi
yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau masalah kesehatan lainnya (Muliani,
2010).
2.9 Host
Host atau pejamu merupakan intrinsic factors yang mempengaruhi individu untuk
terpapar, kepekaan (susceptibility), atau berespon terhadap agen penyebab penyakit.
Pejamu adalah manusia atau makhluk hidup lainnya yang menjadi tempat terjadinya proses
alamiah perkembangan penyakit.

2.10 Environment (Lingkungan)


Lingkungan adalah semua faktor diluar individu yang berupa lingkungan fisik,
biologis, sosial, dan ekonomi (Muliani, dkk., 2010). Unsur lingkungan memegang peranan
yang cukup penting dalam menentukan terjadinya sifat karakteristik individu sebagai pejamu
dan ikut memegang peranan dalam proses kejadian penyakit. Lingkungan merupakan
extrinsic factors yang mempengaruhi agen dan peluang untuk terpapar.
BAB III
HASIL ANALISIS DATA

3.1 Semau

SEMAU UITAO Bokonusan Tahun Berjalan SEMAU UITAO Otan Tahun Berjalan SEMAU UITAO Uitao Tahun Berjalan
SEMAU UITAO Huilelot Tahun Berjalan SEMAU UITAO Hansisi Tahun Berjalan SEMAU UITAO Letbaun Tahun Berjalan
SEMAU UITAO Uiasa Tahun Rencana

JUMLAH ANAK STUNTING


Cakupan desa menerapkan KRPL
Cakupan keluarga 1000 HPK kelompok miskin
100 PREVALENSI
Cakupan Bumil KEK yang mendapat PMT pemulihan
sebagai penerima BPNT
Cakupan KPM PKH yang mendapatkan FDS gizi dan
80 Cakupan Bumil mendapat IFA (TTD) minimal 90
kesehatan tablet selama kehamilan
60
Cakupan rumah tangga peserta JKN/Jamkesda Cakupan balita kurus yang mendapatkan PMT
40
Cakupan anak usia 2-6 tahun terdaftar (peserta 20 Cakupan kehadiran di posyandu (rasio yang datang
didik) di PAUD terhadap total sasaran)
0
Cakupan orang tua yang mengikuti kelas parenting Cakupan Ibu Hamil-K4

Cakupan rumah tangga yang menggunakan sanitasi


Cakupan anak 6-59 bulan yang memperoleh Vit A
layak

Cakupan rumah tangga yang menggunakan sumber Cakupan bayi 0-11 bulan telah diimunisasi dasar
air minum layak secara lengkap
Cakupan keluarga yang mengikuti Bina Keluarga Cakupan balita diare yang memperoleh
Balita suplementasi zinc
Cakupan kelas ibu hamil (ibu mengikuti konseling
Cakupan remaja putri mendapatkan TTD
gizi dan kesehatan)
Cakupan layanan Ibu Nifas

3.2 Semau Selatan

SEMAU SELATAN AKLE Naikean Tahun Berjalan


SEMAU SELATAN AKLE Akle Tahun Berjalan
SEMAU SELATAN AKLE Uitiuh Ana Tahun Berjalan

JUMLAH ANAK STUNTING


Cakupan desa menerapkan KRPL100 PREVALENSI
Cakupan keluarga 1000 HPK kelompok Cakupan Bumil KEK yang mendapat PMT
miskin sebagai penerima BPNT 80 pemulihan
Cakupan KPM PKH yang mendapatkan FDS Cakupan Bumil mendapat IFA (TTD)
gizi dan kesehatan minimal 90 tablet selama kehamilan
60
Cakupan rumah tangga peserta Cakupan balita kurus yang mendapatkan
JKN/Jamkesda 40 PMT

Cakupan anak usia 2-6 tahun terdaftar 20 Cakupan kehadiran di posyandu (rasio
(peserta didik) di PAUD yang datang terhadap total sasaran)
0
Cakupan orang tua yang mengikuti kelas
Cakupan Ibu Hamil-K4
parenting

Cakupan rumah tangga yang Cakupan anak 6-59 bulan yang


menggunakan sanitasi layak memperoleh Vit A
Cakupan rumah tangga yang Cakupan bayi 0-11 bulan telah diimunisasi
menggunakan sumber air minum layak dasar secara lengkap
Cakupan keluarga yang mengikuti Bina Cakupan balita diare yang memperoleh
Keluarga
Cakupan kelasBalita
ibu hamil (ibu mengikuti suplementasi zinc
Cakupan remaja putri mendapatkan TTD
konseling gizi dan kesehatan)
Cakupan layanan Ibu Nifas
3.3 Kupang Barat

KUPANG BARAT BATAKTE Tablolong Tahun Berjalan KUPANG BARAT BATAKTE Lifuleo Tahun Berjalan
KUPANG BARAT BATAKTE Tesabela Tahun Berjalan KUPANG BARAT BATAKTE Oemat Nunu Tahun Berjalan
KUPANG BARAT BATAKTE Kuanheum Tahun Berjalan KUPANG BARAT BATAKTE Nitneo Tahun Berjalan
KUPANG BARAT BATAKTE Manulai I Tahun Berjalan KUPANG BARAT BATAKTE Oenesu Tahun Berjalan
KUPANG BARAT BATAKTE Oenaek Tahun Berjalan KUPANG BARAT BATAKTE Sumlili Tahun Rencana

JUMLAH ANAK STUNTING


Cakupan desa menerapkan KRPL 100 PREVALENSI
Cakupan keluarga 1000 HPK kelompok Cakupan Bumil KEK yang mendapat
miskin sebagai penerima BPNT PMT pemulihan
80
Cakupan KPM PKH yang mendapatkan Cakupan Bumil mendapat IFA (TTD)
FDS gizi dan kesehatan minimal 90 tablet selama kehamilan
60
Cakupan rumah tangga peserta Cakupan balita kurus yang
JKN/Jamkesda 40 mendapatkan PMT

Cakupan anak usia 2-6 tahun terdaftar 20 Cakupan kehadiran di posyandu (rasio
(peserta didik) di PAUD yang datang terhadap total sasaran)
0
Cakupan orang tua yang mengikuti
Cakupan Ibu Hamil-K4
kelas parenting

Cakupan rumah tangga yang Cakupan anak 6-59 bulan yang


menggunakan sanitasi layak memperoleh Vit A

Cakupan rumah tangga yang Cakupan bayi 0-11 bulan telah


menggunakan sumber air minum layak diimunisasi dasar secara lengkap
Cakupan keluarga yang mengikuti Bina Cakupan balita diare yang
Keluarga Balita kelas ibu hamil (ibu
Cakupan Cakupan memperoleh suplementasi zinc
remaja putri mendapatkan
mengikuti konseling gizi dan… TTD
Cakupan layanan Ibu Nifas

3.4 Nikamnese

NEKAMESE OEMASI Bone Tahun Berjalan NEKAMESE OEMASI Taloetan Tahun Berjalan NEKAMESE OEMASI Usapisonbai Tahun Berjalan

NEKAMESE OEMASI Oepaha Tahun Berjalan NEKAMESE OEMASI Tasikona Tahun Berjalan NEKAMESE OEMASI Oenif Tahun Berjalan

NEKAMESE OEMASI Oemasi Tahun Berjalan NEKAMESE OEMASI Oelomin Tahun Berjalan NEKAMESE OEMASI Tunfeu Tahun Berjalan

NEKAMESE OEMASI Oben Tahun Berjalan NEKAMESE OEMASI Besmarak Tahun Berjalan

JUMLAH ANAK STUNTING


Cakupan desa menerapkan KRPL 100 PREVALENSI
Cakupan keluarga 1000 HPK kelompok Cakupan Bumil KEK yang mendapat PMT
miskin sebagai penerima BPNT pemulihan
80
Cakupan KPM PKH yang mendapatkan FDS Cakupan Bumil mendapat IFA (TTD)
gizi dan kesehatan minimal 90 tablet selama kehamilan
60
Cakupan rumah tangga peserta Cakupan balita kurus yang mendapatkan
JKN/Jamkesda 40 PMT

Cakupan anak usia 2-6 tahun terdaftar 20 Cakupan kehadiran di posyandu (rasio
(peserta didik) di PAUD yang datang terhadap total sasaran)
0
Cakupan orang tua yang mengikuti kelas
Cakupan Ibu Hamil-K4
parenting

Cakupan rumah tangga yang Cakupan anak 6-59 bulan yang


menggunakan sanitasi layak memperoleh Vit A

Cakupan rumah tangga yang Cakupan bayi 0-11 bulan telah diimunisasi
menggunakan sumber air minum layak dasar secara lengkap
Cakupan keluarga yang mengikuti Bina Cakupan balita diare yang memperoleh
Keluarga
Cakupan Balita
kelas ibu hamil (ibu mengikuti suplementasi zinc
Cakupan remaja putri mendapatkan TTD
konseling gizi dan kesehatan)
Cakupan layanan Ibu Nifas
3.5 Kupang Tengah
KUPANG TENGAH TARUS Penfui Timur Tahun Berjalan KUPANG TENGAH TARUS Tarus Tahun Rencana
KUPANG TENGAH TARUS Tanah Merah Tahun Rencana

JUMLAH ANAK STUNTING


Cakupan desa menerapkan KRPL
Cakupan keluarga 1000 HPK kelompok miskin
100 PREVALENSI
Cakupan Bumil KEK yang mendapat PMT
sebagai penerima BPNT pemulihan
Cakupan KPM PKH yang mendapatkan FDS
80 Cakupan Bumil mendapat IFA (TTD) minimal
gizi dan kesehatan 90 tablet selama kehamilan
60
Cakupan rumah tangga peserta
Cakupan balita kurus yang mendapatkan PMT
JKN/Jamkesda 40
Cakupan anak usia 2-6 tahun terdaftar 20 Cakupan kehadiran di posyandu (rasio yang
(peserta didik) di PAUD datang terhadap total sasaran)

Cakupan orang tua yang mengikuti kelas


0
Cakupan Ibu Hamil-K4
parenting

Cakupan rumah tangga yang menggunakan Cakupan anak 6-59 bulan yang memperoleh
sanitasi layak Vit A
Cakupan rumah tangga yang menggunakan Cakupan bayi 0-11 bulan telah diimunisasi
sumber air minum layak dasar secara lengkap
Cakupan keluarga yang mengikuti Bina Cakupan balita diare yang memperoleh
Keluarga
Cakupan kelasBalita
ibu hamil (ibu mengikuti suplementasi zinc
Cakupan remaja putri mendapatkan TTD
konseling gizi dan kesehatan)
Cakupan layanan Ibu Nifas

3.6 Taebenu

TAEBENU BAUMATA Oeletsala Tahun Berjalan TAEBENU BAUMATA Kuaklalo Tahun Berjalan
TAEBENU BAUMATA Bokong Tahun Berjalan TAEBENU BAUMATA Oeltua Tahun Berjalan

JUMLAH ANAK STUNTING


Cakupan desa menerapkan KRPL
Cakupan keluarga 1000 HPK kelompok…
100 PREVALENSI
Cakupan Bumil KEK yang mendapat PMT…
Cakupan KPM PKH yang mendapatkan… Cakupan Bumil mendapat IFA (TTD)…

Cakupan rumah tangga peserta… 50 Cakupan balita kurus yang mendapatkan…

Cakupan anak usia 2-6 tahun terdaftar… Cakupan kehadiran di posyandu (rasio…
0
Cakupan orang tua yang mengikuti kelas… Cakupan Ibu Hamil-K4

Cakupan rumah tangga yang… Cakupan anak 6-59 bulan yang…

Cakupan rumah tangga yang… Cakupan bayi 0-11 bulan telah…


Cakupan keluarga yang mengikuti Bina… Cakupan balita diare yang memperoleh…
Cakupan kelas ibu hamil (ibu mengikuti… Cakupan remaja putri mendapatkan TTD
Cakupan layanan Ibu Nifas

3.7 Cakupan Intervensi Penanggulanan Stunting Di Wilayah Kabupaten Kupang

100%
15,43
80% 38,865 42,45
50,73

60%

40% 39,65
53,88 53,11
43,06
20%

0%
Air Bersih Pengetahuan Pendidikan KRPL
Orangtua Anak

Cakupan Intervensi Kasus


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Cakupan Program Stunting di Wilayah Kecamatan Semau


1) Cakupan Rumah Tangga Yang Menggunakan Sumber Air Minum Layak
Sumber air minum yang adalah air yang berasal dari sumber air terlindungi,
Berdasarkan data BPS, sekitar 73,7 persen penduduk di Indonesia pada tahun 2018 telah
mendapatkan sumber air layak. Hal tersebut belum mencapai target RPJMN yaitu
sebesar 100 persen akses air layak pada tahun 2019. Penduduk yang menggunakan
sumber air tidak layak akan rentan terkena penyakit khususnya penyakit yang menular
melalui air seperti diare, hepatitis, dan sebagainya.
Di Indonesia, persentase rumah tangga yang memiliki akses air minum layak baru
mencapai 72%, artinya masih terdapat 28%atau setara dengan 190 juta rumah tangga
yang belum memiliki akses air minum layak (Ikrimah et al., 2019).
Menurut Riskesdas 2018 sumber air yang digunakan oleh rumah tangga di
Indonesia sebagai air minum yaitu: sumur gali terlindung (24.7%), air ledeng (14.2%),
sumur bor/pompa (14.0%), dan air DAM (Depot Air Minum) (13.8%). Berdasarkan
tempat tinggal baikdi perkotaan maupun di pedesaan sumber utama air untuk minum
cukup bervariasi, diperkotaan rumah tangga menggunakan air dari sumur bor/pompa
(32,9%), dan air ledeng/PDAM (28,6), sedangkan dipedesaan lebih banyak
menggunakan sumur gali terlindung. Kebutuhan nasional air di tingkat rumah tangga di
Indonesia mencapai 2 L per hari bahkan bisa 100 L per hari (Zikra et al., 2018).
Masih adanya rumah dengan sumber air minum yang tidak layak merupakan
masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu:
a. Keterbatasan infrastruktur
b. Faktor Ekonomi
c. Kendala geografis
d. Keterbatasan teknologi
2. Cakupan anak usia 2-6 tahun terdaftar (peserta didik) di PAUD
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) untuk anak usia 2 sampai 6 tahun adalah fase
kritis dalam perkembangan anak. Periode ini sering disebut sebagai "golden age" karena
perkembangan otak dan kemampuan belajar anak sangat pesat dimulai dari sejak anak
di dalam kandungan hingga masuk usia prasekolah. Perkembangan anak ini meliputi
perkembangan fisik motorik, kognitif, sosial emosi, bahasa, moral dan agama, dan seni.
Metode belajar untuk anak usia dini adalah dengan bermain, bernyanyi, dan berkegiatan.
Pembelajaran yang menyenangkan dan interaktif membuat anak lebih mudah
memahami materi dan terlibat aktif dalam proses belajar. Faktor penyebabnya yaitu:
1) Faktor Keberadaan Sekolah
2) Faktor Kebaradaan Orang Tua

3. Cakupan Desa Menerapkan KRPL


Rumah Pangan Lestari (RPL) adalah rumah penduduk yang mengusahakan
pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal
secara bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah
tangga yang berkualitas dan beragam. Adanya program ini mendorong warga untuk
mengembangkan tanaman pangan maupun peternakan dan perikanan skala kecil dengan
memanfaatkan lahan pekarangan rumah.
Kawasan rumah pangan lestari adalah program pemanfaatan lahan kosong serta
program pemenuhan kebutuhan pangan di tingkat rumah tangga. Tujuan dari program
kawasan rumah pangan lestari ini adalah meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan
memotivasi warga sekitar untuk memanfaatkan lahan kosong atau pekarangan yang
dapat meningkatkan taraf ekonomi dan bisa menjadi sumber pangan keluarga dan
memberi pengetahuan tentang bagaimana penanaman secara sederhana dan teknik
pemeliharaan yang dapat diimplementasikan dengan mudah oleh Masyarakat.
Program KRPL diharapkan dapat menjadi alternatif untuk mewujudkan
kemandirian pangan, hal ini karena program berupaya memberdayakan dan
memanfaatkan sumber daya yang tersedia di sekeliling masyarakat (Atmadja dkk.,
2020). Pemanfaatan sebuah lahan yang disekitar rumah untuk ditanami tanaman pangan
maupun non pangan sudah dilakukan sejak dahulu hingga sekarang. Namun belum
dirancang dengan sebaik mungkin mulai dari sistematis pengembangannya yang
didalamnya guna untuk menjaga kelestarian sumberdaya. Oleh sebab itu, pemerintah
berupaya konsisten dalam melibatkan rumah tangga untuk mewujudkan kemandirian
pangan melalui diversifikasi tanaman pangan atau non pangan dengan menggerakkan
kembali budaya menanam di lahan pekarangan rumah. (Saliem,2011). Tujuan dari
Penerapan KRPL yaitu:
a. Memberdayakan rumah tangga dan masyarakat dalam penyediaan sumber pangan
dan gizi melalui optimalisasi pemanfaatan pekarangan dan lahan sekitar tempat
tinggal,
b. Mewujudkan kesadaran, peran dan partisipasi masyarakat dalam mewujudkan pola
konsumsi pangan yang beragam, bergizi, seimbang dan aman (B2SA).

4.2 Cakupan Program Stunting di Wilayah Kecamatan Semau Selatan


1. Cakupan Ibu Hamil-K4
Jumlah kematian ibu di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun
2018 berjumlah 158 kasus. Adapun wilayah yang tergolong tinggi jumlah kematian salah
satunya adalah di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang menduduki urutan
pertama yakni 24 kasus. Puskesmas Sei merupakan salah satu sarana pelayanan
kesehatan di Kecamatan Kolbano, Kabupaten TTS. Puskesmas ini tergolong salah satu
yang memiliki jumlah kasus kematian ibu pada tahun 2018 yaitu tiga kasus. Dilihat
secara indikator pelayanan, tingkat kesehatan ibu dan anak masih rendah. Salah satu
indikator tersebut adalah cakupan antenatal care. Berdasarkan data cakupan ANC
Puskesmas Sei tahun 2019, cakupan K1 sebesar 68%, cakupan kunjungan K4 sebesar
59%. Sementara pada tahun sebelumnya (2018) cakupan K1 sebesar 64% dan cakupan
K4 sebesar 45%. Data ini menunjukkan bahwa pada tahun 2019, cakupan K1 mengalami
kenaikan 6% dan cakupan K4 9%. Akan tetapi kenaikan ini belum mencapai target yang
dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2019 yakni cakupan K1 sebesar
96% dan cakupan K4 sebesar 95%.
Hasil survei pendahuluan menunjukkan bahwa masih ada ibu hamil yang
mempercayai atau mengikuti kebiasaan-kebiasaan yang harus dipatuhi seperti pada saat
hamil seperti masih ada keyakinan bahwa sering memeriksakan kehamilan akan
membuat kehamilan bermasalah, menghindari jenis makanan tertentu karena menurut
budaya tidak baik mengonsumsi makanan tersebut dan masih banyak ibu hamil yang
belum memahami dengan baik tentang manfaat pemeriksaan kehamilan. Akibatnya, ibu
hamil tidak berkunjung ke fasilitas kesehatan untuk mendapat pelayanan sesuai dengan
standar. Adapun faktor yang mempengaruhi perilaku pemeriksaan ANC pada ibu hamil
di wilayah kerja Puskesmas Sei Kabupaten Timor Tengah Selatan yaitu:
a. Umur
b. Pengetahuan
c. Sosial budaya

2. Cakupan orang tua yang mengikuti kelas parenting


Program parenting merupakan salah satu sarana yang dapat dimanfaatkan dalam
meningkatkan kualitas sebagai orangtua di dalam keluarga. Salah satunya dengan
penanaman sikap atau perilaku orangtua ramah anak seperti ramah pendidikan, ramah
gizi, ramah pengasuhan dan ramah perlindungan agar kebutuhan anak-anaknya dengan
baik akan mempengaruhi fase-fase perkembangan anak yang secara terstuktur dan
teratur. Cakupan orang tua yang mengikuti kelas parenting di Wilayah Jawa Timur
menunjukkan perkembangan yang positif, terutama dalam konteks program-program
yang diadakan oleh berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah. Adapun indikator
keberhasilan dari cakupan ini yaitu:
a. Partisipasi tinggi
b. Metode pelaksanaan yang rutin
c. Profesionalisme tenaga pendamping

3. Cakupan Anak Usia 2-6 Tahun Terdaftar (Peserta Didik) Di PAUD


Strategi pembelajaran yang efektif untuk anak usia dini melibatkan aktivitas
bermain, bernyanyi, dan berkegiatan. Pembelajaran yang menyenangkan dan interaktif
membantu anak lebih mudah memahami materi dan terlibat aktif dalam proses belajar.
Model-model pendekatan seperti Montessori, High Scope, dan pendekatan berbasis
proyek telah terbukti efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran di PAUD.
Adapun faktor penghambat dari cakupan ini yaitu:
a. Kendala Aksesibilitas
b. Kesadaran Orang Tua
c. Keterbatasan Sumber Daya

4. Cakupan KPM PKH yang mendapatkan FDS gizi dan kesehatan


Cakupan KPM (Keluarga Penerima Manfaat) PKH yang mendapatkan FDS
(Family Development Sessions) gizi dan kesehatan dapat dilihat dari beberapa aspek
penting yang terkait dengan program tersebut. Berikut adalah analisis yang terintegrasi:
a. Pentingnya Gizi dan Layanan Kesehatan
b. Pendampingan Aktif

5. Cakupan keluarga 1000 HPK kelompok miskin sebagai penerima BPNT


Cakupan keluarga 1000 HPK dari kelompok miskin sebagai penerima BPNT
memiliki potensi signifikan dalam mencegah stunting, tetapi tantangan seperti asupan
nutrisi yang tidak memadai, sanitasi yang buruk, dan rendahnya tingkat pendidikan harus
ditangani secara bersamaan. Program sosial seperti BPNT perlu dioptimalkan dengan
pendekatan holistik yang mencakup edukasi gizi dan peningkatan layanan kesehatan
untuk mencapai hasil yang lebih baik dalam pencegahan stunting. Faktor-faktor yang
mempengaruhi efektivitas Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dalam mengurangi
stunting yaitu:
a. Penyediaan Bahan Pangan Bernutris
b. Partisipasi aktif orang tua
c. Intervensi Gizi Spesifik dan Sensitif
d. Cakupan desa menerapkan KRPL
Cakupan desa dalam menerapkan KRPL sebagai determinan penyebab stunting
menunjukkan bahwa meskipun program ini memiliki potensi besar dalam meningkatkan
ketahanan pangan dan gizi keluarga, keberhasilannya sangat bergantung pada partisipasi
aktif masyarakat, kualitas pendampingan, kondisi sanitasi, serta akses terhadap sumber
daya yang memadai. Integrasi antara program KRPL dengan upaya peningkatan
kesehatan lingkungan dan edukasi gizi akan menjadi kunci dalam pencegahan stunting
di wilayah desa. Adapun tantangan dalam implementasi yaitu:
a. Kendala Sumber Daya
b. Perubahan Kebiasaan Masyarakat

4.3 Cakupan Program Stunting di Wilayah Kecamatan Kupang Barat


1. Cakupan Bumil Mendapat IFA (TTD) Minimal 90 Tablet Selama Kehamilan
Dengan mengonsumsi TTD, ibu hamil dapat mencegah terjadinya anemia, yang
merupakan kondisi umum yang dapat memengaruhi kesehatan mereka. TTD membantu
meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah, sehingga memastikan pasokan oksigen
yang cukup untuk ibu dan janin. Selain itu, konsumsi TTD juga mendukung
pertumbuhan dan perkembangan janin yang sehat, mengurangi risiko komplikasi selama
kehamilan dan persalinan. Dengan demikian, TTD menjadi salah satu langkah penting
untuk menjaga kesehatan ibu dan janin, serta memastikan kehamilan yang lebih aman
dan berkualitas.

2. Cakupan Ibu Hamil-K4


Cakupan ibu hamil K4 merujuk pada jumlah ibu hamil yang telah menerima
pelayanan antenatal sesuai standar, yaitu minimal empat kali selama kehamilan.
Pelayanan ini mencakup berbagai pemeriksaan kesehatan, seperti pengukuran berat
badan, tekanan darah, dan pemberian Tablet Tambah Darah (TTD). Pentingnya cakupan
K4 terletak pada kemampuannya untuk mendeteksi dan mencegah masalah kesehatan,
termasuk anemia, yang dapat memengaruhi kesehatan ibu dan janin. Dengan demikian,
pemantauan yang baik melalui cakupan K4 sangat penting untuk memastikan kehamilan
yang aman dan sehat.

3. Cakupan Kelas Ibu Hamil (Ibu Mengikuti Konseling Gizi Dan Kesehatan)
Antenatal Care (ANC) memiliki peranan penting dalam meningkatkan kesehatan
ibu dan anak dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan untuk menjalani
kehamilan yang aman. Dalam pelaksanaan ANC, ibu hamil diharapkan menjalani
pemeriksaan secara rutin dan menerima penyuluhan kesehatan. Cakupan ibu hamil K4,
yang mencakup minimal empat kunjungan antenatal, sangat penting untuk memastikan
bahwa ibu hamil mendapatkan pelayanan yang memadai. Di Desa Tellumpoccoe,
meskipun ibu hamil rutin memeriksakan kehamilan dan menerima buku KIA,
pelaksanaan kelas ibu hamil yang mendukung peningkatan pengetahuan masih belum
ada. Oleh karena itu, peningkatan cakupan K4 dan penyuluhan yang lebih baik sangat
diperlukan untuk mencapai tujuan kesehatan nasional, yaitu penurunan angka
kematian ibu dan bayi.

4. Cakupan Rumah Tangga Yang Menggunakan Sumber Air Minum Layak


Tujuan keenam dari Sustainable Development Goals adalah menjamin
ketersediaan dan manajemen air serta sanitasi yang berkelanjutan untuk semua. Adanya
komitmen SDGs ini, meluncurkan agenda nasional yaitu 100 % akses universal air
minum dan sanitasi yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2015-2019. Tak terkecuali untuk Provinsi Lampung yang juga menargetkan
seluruh Kabupaten/Kota di Lampung meraih 100% universal air minum dan akses
sanitasi layak pada tahun 2019.
Hal ini didasari dari data Badan Pusat Statistik pada tahun 2018, akses air minum
layak untuk Provinsi Lampung sebesar 56,78 persen. Dalam hal air minum layak,
Provinsi Lampung hanya unggul dari tetangganya yaitu Provinsi Bengkulu yang berada
diposisi terbawah dengan persentase 49,37 persen. Sedangkan untuk akses sanitasi
layak, Provinsi Lampung juga berada pada posisi 4 terendah di Indonesia dengan
persentase 52,48 persen. Kemudian adanya ketimpangan dan kesenjangan antar
Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung juga mengakibatkan rendahnya akses air minum
dan sanitasi layak. Di Daerah Perkotaan, yaitu di Kota Bandar Lampung dan Kota Metro,
akses air minum layak cukup tinggi, masing masing sebesar 83,80 persen dan 79,48
persen. Kedua Kota tersebut memiliki akses air minum layak tertinggi di Provinsi
Lampung. Sementara itu, Kabupaten yang memiliki akses air minum layak terendah
adalah Kabupaten Lampung utara dan Kabupaten Way kanan yaitu sebesar 22,19 persen
dan 27,93 persen.

5. Cakupan Rumah Tangga Yang Menggunakan Sanitasi Layak


Pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals memiliki
agenda global yang harus disikapi secara bijak dan sesuai dengan kondisi setiap negara
di dunia. Air bersih dan sanitasi layak merupakan salah satu agenda global yang menjadi
tujuan ke-enam dari SDGs, dimana air dan sanitasi merupakan hak dasar bagi setiap
manusia untuk mendapatkan pemenuhan standar hidup yang layak. Laju pertumbuhan
penduduk mengakibatkan persediaan lahan dan air bersih menjadi akibat minimnya
fasilitas sanitasi. Menurut Adam padatnya penduduk terutama di perkotaan dapat
mempengaruhi ketersediaan lahan semakin langka. Indikator untuk sanitasi yang layak
dapat dilihat pada ketersediaan dan aksesibilitas masyarakat terhadap air bersih, serta
sarana pembuangan limbah domestik dan jamban keluarga. Pada tahun 2030, dunia
menargetkan salah satu tujuan ke-enam pembangunan berkelanjutan untuk
meningkatkan akses kebersihan dan sanitasi yang layak bagi semua orang serta
mengakhiri BAB Sembarangan atau Open Defecation Free.

6. Cakupan Orang Tua Yang Mengikuti Kelas Parenting


Kegiatan parenting class dilaksanakan oleh pelaksana pengabdian kepada
masyarakat dengan tujuan untuk memberikan pemahaman kepada orang tua siswa Paud
di Desa Sambi Kecamatan Reok Barat Kabupaten Manggarai NTT tentang pengasuhan
positif dan perawatan anak sejak usia 0 sampai usia pendidikan anak usia dini. Kegiatan
ini dilaksanakan berdasarkan beberapa hasil studi yang mengatakan bahwa dengan
tingkat pemahaman yang memadai tentang pengasuhan positif, orang tua mampu
memberikan pengasuhan yang baik kepada anak. Dalam kaitan dengan itu, peran
keluarga menjadi sangat strategis dalam membantu anak mengalami pertumbuhan dan
perkembangan ideal sesuai usianya. Menerapkan pengasuhan positif sejak anak berusia
0 tahun berdampak positif juga terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.
Kegiatan ini dalam rangka menguatkan peran keluarga di desa Sambi sebagai pondasi
utama pertumbuhan dan perkembangan anak agar terhindar dari stunting di masa depan.

7. Cakupan Rumah Tangga Peserta Jkn/Jamkesda


Kesehatan merupakan hak dasar yang harus terpenuhi agar setiap individu dapat
melakukan aktivitas dan produktif dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.
Indikator kesehatan diwakili oleh umur harapan hidup sejak lahir, indikator pendidikan
diwakili oleh angka melek huruf sedangkan indikator kesejahteraan diwakili oleh
kemampuan daya beli.
Indonesia mengadopsi konsep UHC melalui jaminan sosial yang diwujudkan
dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional yang mengamanatkan pelaksanaan jaminan sosial yang pertama kali
harus dilaksanakan adalah jaminan kesehatan yang dimulai sejak 1 Januari 2014.
Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu Kabupaten dengan penduduk
berjumlah 1.588.082 jiwa . Sampai saat ini, baru 47,06% penduduk Banyuwangi yang
telah terjamin kesehatannya atau menjadi peserta penjaminan kesehatan. Faktanya
perlindungan terhadap risiko finansial pada masyarakat yang mempunyai jaminan sosial,
lebih berdampak positif daripada mereka yang tidak mempunyai jaminan sosial.

8. Cakupan Desa Menerapkan Krpl


Kawasan rumah pangan lestari merupakan sebuah program yang memanfaatkan
pekarangan rumah dan dirancang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan gizi. KRPL
dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga berbasis rumah tangga industri kreatif
pengolahan makanan lokal. Masalah yang dihadapi oleh masyarakat Dusun Banjarsari
Desa Bareng Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang adalah kurangnya pengetahuan
dari segi konsep kawasan rumah pangan lestari dan pembuatan media tanam yang
memanfaatkan bahan yang ada disekitar.
Tujuan dari program KRPL ini adalah meningkatkan pengetahuan, ketrampilan
dan memotivasi warga sekitar untuk memanfaatkan lahan kosong atau pekarangan yang
dapat meningkatkan taraf ekonomi dan bisa menjadi sumber pangan keluarga dan
memberi pengetahuan tentang bagaimana penanaman secara sederhana dan teknik
pemeliharaan yang dapat diimplementasikan dengan mudah oleh masyarakat.
Pemanfaatan lahan kosong ini dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman
sesuai kebutuhan pangan antara lain berbagai jenis umbu, sayuran buah dan budidaya
ternak guna sebagai penambahan ketersedian pangan bagi keluarga pada suatu lahan
kawasan rumah pangan lestari. Pelaksanaan kegiatan ini memiliki peranan penting
dalam mewujudkan gerakan percepatan penganekaragaman konsumsi pangan,
khususnya terhadap satuan kerja perangkat daerah sebagai agen pembawa perubahan.
4.4 Cakupan Program Stunting di Wilayah Kecamatan Nikamnese
1. Cakupan Orang Tua Yang Mengikuti Kelas Parenting
Program parenting adalah pendidikan yang diberikan kepada anggota keluarga,
khususnya bagi orang tua yang memiliki kemampuan untuk mendidik dan merawat
anak untuk dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sehingga dapat menciptakan
sumber manusia yang berkualitas bagi negara dan masa yang akan datang. Hal tersebut
sesuai dengan pengertian parenting yang dikemukakan dalam Juknis Orientasi Teknis
Peningkatan Program Parenting tahun 2011.
Manfaat kegiatatan parenting, yaitu dapat membangun komunikasi yang baik
antara lembaga dengan orangtua. Sehingga pola pengasuhan yang dijalankan di lembaga
dengan yang diterapkan orang tua dirumah selaras, melalui kegiatan parenting juga
orangtua dapat mengetahui capaian perkembangan anak, hak-hak dasar apa saja yang
harus dipenuhi orangtua dalam kelangsungan hidup anak, dan memberikan pengetahuan
kepada orangtua.

2. Cakupan Anak Usia 2-6 Tahun Terdaftar (Peserta Didik) Di PAUD


Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan ruang ekspresi yang dapat
membantu proses perkembangan anak lebih optimal. Tujuannya adalah untuk
membentuk anak yang berkualitas sebelum memasuki pendidikan dasar, serta
mengarungi kehidupan setelah dewasa kelak. Adapun faktor penghambat yang
menyebabkan cakupan ini rendah yaitu:
a. Factor sosial budaya
b. Faktor Sumber Daya

3. Cakupan KPM PKH Yang Mendapatkan FDS Gizi Dan Kesehatan


Pemerintah melakukan segala upaya untuk mengatasi masalah yang
diakibatkan oleh kemiskinan. Salah satu program khusus yang dikeluarkan
pemerintah dalam rangka percepatan penanggulangan kemiskinan adalah Program
Kelurga Harapan (PKH). Program keluarga harapan (PKH) adalah program bantuan
non tunai bersyarat atau dikenal juga dengan Conditional Cash Transfers (CCT).
PKH bernuansa pemberdayaan yakni menguatkan keluarga penerima manfaat (KPM)
agar mampu keluar dari kemiskinan melalui peningkatan kesehatan dan pendidikan.
Sasaran PKH merupakan keluarga yang miskin dan rentan serta terdaftar
dalam data terpadu program penanganan fakir miskin yang memiliki
komponen kesehatan (ibu hamil dan balita).

4. Cakupan desa menerapkan KRPL


Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) merupakan model dalam
kawasan, di mana rumah penduduk yang mengusahakan pekarangan secara intensif
untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal secara bijaksana yang
menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas
dan beragam
Program KRPL telah dilaksanakan di berbagai daerah di Indonesia sala satu
daera di Indonesia yang telah menerapkan KPRL adalah di Jawa Timur. Banyak daerah
di Jawa Timur telah menerapkan KRPL, terutama di daerah pedesaan. Jawa Timur
memiliki potensi besar dalam pengembangan KRPL karena:
a. Luas lahan
b. Keragaman iklim
c. Minat masyarakat

4.5 Cakupan Program Stunting di Wilayah Kecamatan Kupang Tengah


1. Cakupan Bumil Mendapat IFA (TTD) Minimal 90 Tablet Selama Kehamilan
IFA atau Tablet Tambah Darah (TTD) merupakan suplemen zat besi yang sangat
krusial bagi ibu hamil. Dengan mengonsumsi IFA secara teratur, ibu hamil dapat
mencegah anemia yang berisiko menyebabkan komplikasi kehamilan seperti bayi lahir
prematur, berat badan lahir rendah, dan kematian bayi.
Penelitian menyebutkan bahwa apabila diasumsikan dalam sehari seorang ibu
hamil memiliki pola makan sebanyak tiga kali/hari dengan perhitungan kalori sebesar
1000-2500 kkal, maka zat besi yang dihasilkan dalam sehari sebesar 10 – 15 mg zat besi.
Akan tetapi, dari jumlah tersebut hanya 1 – 2 mg yang diabsorpsi oleh tubuh. Oleh
karena itu, dibutuhkan suplementasi zat besi yang bertujuan melengkapi peningkatan
kebutuhan Fe pada ibu hamil.

2. Cakupan Ibu Hamil-K4


Ibu hamil K4 merupakan ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal
sesuai standar paling sedikit empat kali, dengan distribusi pemberian pelayanan yang
dianjurkan adalah minimal satu kali pada triwulan pertama (umur kehamilan 0-12
minggu), satu kali pada triwulan kedua (umur kehamilan ≥12-24 minggu) dan dua kali
pada triwulan ketiga umur kehamilan ≥24 minggu.
Indikator kunjungan ibu hamil K4 bertujuan untuk mengukur kemampuan
manajemen program KIA dalam melindungi ibu hamil sehingga kesehatan janin terjamin
melalui penyediaan pelayanan antenatal.

3. Cakupan Rumah Tangga yang Menggunakan Sanitasi Layak


Sanitasi layak mengacu pada kondisi lingkungan yang bersih dan sehat,
khususnya terkait dengan pengelolaan tinja dan limbah cair. Rumah tangga yang
memiliki sanitasi layak umumnya memiliki toilet yang terhubung dengan septic tank
atau saluran pembuangan yang aman, serta fasilitas cuci tangan dengan air bersih dan
sabun.
Cakupan rumah tangga yang menggunakan sanitasi layak menjadi indikator
penting dalam upaya pencegahan stunting. Semakin tinggi cakupan sanitasi layak,
semakin rendah risiko stunting pada anak. Beberapa penelitian telah menunjukkan
korelasi yang kuat antara akses terhadap sanitasi layak dengan penurunan prevalensi
stunting.

4.6 Cakupan Program Stunting di Wilayah Kecamatan Taebenu


1. Cakupan Orang Tua Mengikuti Kelas Parenting & Cakupan Anak Usia 2-6 Tahun
Terdaftar (Peserta Didik) Di PAUD
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Indonesia mulai diperhatikan oleh
pemerintah secara sungguh-sungguh sejak tahun 2002 dengan rentang usia 0-6 tahun.
Dengan demikian pengembangan PAUD yang menyangkup rentang usia 0-6 tahun
secara Nasional baru berjalan selama 9 tahun. Namun, karena persepsi dan kemauan
masyarakat selama ini sudah sangat bagus, terhitung sejak tahun 2009 Angka Partipasi
Kasar APK-PAUD sudah mencapai 15.3 juta atau 53.6 persen (Sunha, Novianti &
Hukmi, 2016).
Hasil penelitian menunjukkan beberapa alasan Orangtua menyekolahkan anak di
Lembaga PAUD, pertama, para orangtua tertarik dengan Kurikulum dan model
pembelajaran yang ditawarkan di Sekolah tersebut, dan kemudian adalah alasan sarana
prasarana yang lengkap, bersih (Ronaldo & Sofino, 2017), adanya perubahan pola pikir,
kebutuhan dan gaya hidup, dan juga didukung oleh faktor ekonomi (Yani & Indrawati,
2016).
Untuk itu Lembaga PAUD sebagai wadah yang tepat untuk memberikan stimulus
yang tidak ditemukan dilingkungan keluarga perlu memperhatikan faktor-faktor yang
menjadi alasan Orangtua termotivasi menyekolahkan anak ke sebuah Lembaga
pendidikan. Untuk menghasilkan Sekolah yang diminati banyak Orangtua. Sekolah
perlu mengembangakan enam aspek perkembangan anak Orangtua, memperhatikan
sarana prasarana, hubungan guru dengan anak. Kurikulum dan juga saling bekerja sama
karena salah satu faktor keberhasilan anak secara akademik maupun emosi adalah
adanya kerja sama yang baik antara sekolah dan orangtua untuk memantau sudah sejauh
apakah perkembangan yang ditampilkan anak sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.

2. Cakupan Desa Menerapkan KRPL


Program Kawasan Rumah Pangan Lestari sendiri memiliki arti adalah rumah
penduduk yang mengusahakan pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan
berbagai sumber daya lokal secara bijaksana yang menjamin kesinambungan
penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan beragam.
Keberhasilan didalam program ini bukan ditentukan dari besaran dana yang
digelontorkan akan tetapi dari keinginan masyarakatnya untuk melaksanakannya. Dana
yang telah didapatkan oleh Daerah melalui Dana Dekonsentrasi dari Pusat, Digunakan
untuk dibelikan barang-barang seperti bibit, pot, polybag, dan Green House yang dapat
dimanfaatkan masyarakat.
Pemanfaatan lahan seadanya atau lahan kosong dapat diolah menjadi sumber
yang bermanfaat. Pada beberapa hasil penelitian, implementasi dari KRPL (Kawasan
Rumah Pangan Lestari) penyebaran tanaman ditempatkan di depan rumah masing-
masing warga, bibit yang digunakan sebagai calon tanaman adalah cabai (varietas
Nirmala), terong ungu (varietas SS 963), dan tomat (varietas Permata F1), dengan
menggunakan media tanam tanah bertekstur liat yang mana diambil dari bekas
pembuangan kotoran sapi dengan harapan tanah tersebut mengandung unsur hara yang
cukup untuk masa pertumbuhan dan perkembangan tanaman, selain itu pemberian
kompos, kandungan organik pada kompos dapat menjaga kualitas air dan tanah, kompos
akan memberikan kandungan organik pada struktur tanah dan mempertahankan
kandungan air dalam tanah, sehingga tanaman tidak perlu terlalu sering disiram,
penambahan sekam padi yang basah dan sudah terdekomposisi bersama media tanam
terutama untuk pot atau polybag bertujuan agar tanah memiliki sifat gembur dan poros
dan akar tanaman bisa sangat banyak dan merambat ke berbagai arah.

4.7 Cakupan Intervensi Penanggulanan Stunting Di Wilayah Kabupaten Kupang


1. Air Bersih
Pemenuhan kebutuhan air bersih di Kecamatan Kupang Barat belum mencapai
target oleh penyedia pelayanan air bersih. Masalah tersebut disebabkan oleh kondisi
klimatis, curah hujan, kepadatan pertumbuhan penduduk, kebakaran hutan, alih fungsi
lahan, debit air yang kurang dan kurangnya pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang
optimal.
Saat ini, Sistem Penyediaan Air Bersih (SPAB) di Kecamatan Kupang Barat
dinilai masih kurang optimal dalam hal pendistribusian air bersih, di sisi lainnya
permintaan kebutuhan air bersih berbanding lurus dengan pertambahan penduduk dan
kualitas hidup masyarakat yang terus meningkat di Kecamatan Kupang Barat. Selain itu
permasalahan yang berhubungan dengan penyediaan air yang diambil dalam zona
aquifer (sumur bor) sebagai sumber air bagi kebutuhan air bersih di Kecamatan Kupang
Barat adalah kondisi hutan dan ekosistemnya yang terus memburuk akibat kemarau
panjang, kebakaran hutan, alih fungsi lahan berhutan yang pada kenyataanya diduga
telah menjadi penyebab menurunkannya fungsi hidrologis daerah tangkapan sehingga
kondidi fungsional resapan air hujan dalam zona aquifer bagi sumber mata air yang
berada di Kecamatan Kupang Barat secara sginifikan.

2. Pengetahuan Orangtua
Pola asuh anak umumnya bergantung pada peranan keluarga inti, sehingga
keluarga intimerupakan institusi sosial yang paling penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak.Hasil-hasil penelitian pun lebih menggambarkan bagaimana
posisi ibu sangat penting sertapola asuh sebagai proses sosialisasi dilanjutkan
dalam bentuk pendidikan di luar rumah, baikitu formal maupun nonformal.
Pengasuhan anak merupakan bagian yang sangat penting dari proses sosialisasi yang
dapat berakibat besar terhadap kelakuan sianak jika dia sudah menjadi dewasa
(Ruqayah, 2015).Analisis ketrampilan pola asuh pada masyarakat petani desa
Kuanheun, kecamatanKupangBarat, kabupaten Kupang.

3. Pendidikan Anak
Menurut hasil survei mengenai sistem pendidikan menengah di dunia pada tahun
2018 yang dikeluarkan oleh PISA (Programme for International Student Assesment)
pada tahun 2019 lalu, Indonesia menempati posisi yang rendah yakni ke-74 dari 79
negara lainnya dalam survei. Hal ini merupakan kondisi yang sangatlah
memprihatinkan. Tentu sangat disayangkan, dengan sumber daya manusia (SDM) yang
cukup banyak, seharusnya pendidikan bisa meningkatkan kualitas SDM Indonesia
namun nyatanya tidak seperti itu.
Dengan kondisi kualitas pendidikan Indonesia yang terbilang sangat kurang
dibandingkan negara-negara lain di dunia, banyak yang menjadi faktor pengahambat
kemajuan pendidikan di Indonesia. Menurut Kurniawan, faktor yang menjadi penentu
keberhasilan suatu sistem pendidikan juga bisa dikarenakan oleh peserta didiknya, peran
seorang guru, kondisi ekonomi, sarana dan prasarana, lingkungan, serta masih banyak
faktor yang lainnya (Kurniawan: 2016). Setiap masalah yang dihadapi disebabkan oleh
faktor-faktor pendukungnya adapun faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya
masalah tersebut adalah IPTEK, laju pertumbuhan penduduk, kelemahan tenaga
pengajar dalam menangani tugas yang dihadapinya, serta ketidakfokusan peserta didik
dalam menjalani proses pembelajaran.

4. KRPL
Kawasan Rumah Pangan Lestari merupakan Program yg memanfaatkan pekarangan
rumah dan di rancang untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan gizi ini umumnya
didukung oleh pemerintah lokal dan lembaga pertanian, yang menyediakan pelatihan
dan bantuan teknis kepada masyarakat.
Dalam konteks grafik yang Anda tunjukkan, tingginya angka kasus dibandingkan
dengan cakupan intervensi untuk KRPL mungkin menunjukkan bahwa masih banyak
rumah tangga yang belum menerapkan atau belum sepenuhnya memanfaatkan konsep
KRPL, sementara intervensi atau dukungan untuk programnya belum mencapai semua
area yang membutuhkan.
KESIMPULAN

Kesimpulan dari laporan analisis cakupan program intervensi penanggulangan stunting


di Kabupaten Kupang menunjukkan bahwa:
 Pentingnya Peran Keluarga: Keluarga memiliki peran strategis dalam mendukung
pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama melalui pengasuhan positif sejak usia dini
untuk mencegah stunting di masa depan
 Cakupan Jaminan Kesehatan: Meskipun ada upaya untuk meningkatkan jaminan kesehatan
melalui program UHC, masih terdapat tantangan dalam cakupan jaminan kesehatan di
masyarakat, yang berpengaruh pada kesehatan dan kesejahteraan individu
 Kendala dalam Implementasi Program: Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL)
menghadapi kendala dalam sosialisasi, sumber daya, dan pengawasan, yang mengakibatkan
kurangnya pemahaman dan partisipasi masyarakat dalam program tersebut
 Analisis Intervensi Stunting: Diperlukan analisis yang lebih mendalam untuk
mengidentifikasi area yang memerlukan perhatian lebih dalam penanggulangan stunting,
agar dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pencapaian target nasional dalam
mengurangi prevalensi stunting
 Kualitas Hidup Anak: Upaya penanggulangan stunting diharapkan dapat meningkatkan
kualitas hidup anak-anak dan generasi mendatang di Kabupaten Kupang, dengan fokus pada
intervensi yang tepat dan efektif
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, N. L. A. dan Muchtar, F. (2021). Pengetahuan, Sikap dan Kepatuhan Mengonsumsi


Tablet Tambah Darah (TTD) Pada Ibu Hamil Selama Masa Pandemi Covid-19. Nursing Care
and Health Technology Journal (NCHAT), 1(3), pp. 144-154.
https://doi.org/10.56742/nchat.v1i3.28
Asri, N. K. I. P., Putri, D. W. B., dan Parthasutema, I. A. M. (2023). Konsumsi TTD Terhadap
Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil Trimester III Di Puskesmas I Denpasar Utara. J. Kesehatan
STIKes Buleleng, 8(1), pp. 34-44.
Bakhtiar, R., Muladi, Y., Tamaya, A., Utari, A., Yuliana, R., dan Ariyanti, W. (2021). Hubungan
Pengetahuan dan Kepatuhan Ibu Hamil Anemia Dalam Mengkonsumsi Tablet Tambah Darah Di
Wilayah Kerja Puskesmas Lempake Kota Samarinda. J. Ked. Mulawarman, 8(3), pp. 78-88.
Yahya, H. (2017). Analisis Kandungan Vitamin C pada Buah Naga yang Diperjualbelikan Di
Sekitar Kota Makassar. Jurnal Media Laboran, 7(1), pp. 20-23.
Dawa D. Maryati & Margiani, Kristin. (2021), The Relationship Between perceptions About
PAUD Institutions and Parents Motivation To Enrolle their Children At School, Erly Childhood
Education and Development Studies, Vol. 2 No. 1.
Akbar A. Ilman & Indah Diani., (2020), Implementasi Kebijakan Program Kawasan Rumah
Pangan Lestari (KRPL) Di Desa Sidang Laya Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, Jurnal
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 25 No. 2.
Wahyudi A. Ardyan, dkk., (2022), Implementasi Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Di
Dusun Banjarsari Desa Bareng Kecamatan Bareng Kabupaten Jombang, Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, Vol. 2 No. 1.

Tando, E. (2018). Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui Pengembangan Model Kawasan


Rumah Pangan Lestari (m-KRPL) dalam Mendukung Penerapan Teknologi Budidaya Sayuran
Organik di Sulawesi Tenggara. Agroradix Vol. 2 No.1 Desember (2018.

Aguslida, Y., Masrul , M., & Firdawati. (2020). Analisis Implementasi Family Development Session
(FDS) tentang Gizi pada Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan. Jurnal
Kesehatan Perintis (Perintis’s Health Journal).

Kurniawan, F. (2022). Stunting dan Stigma Masyarakat, Studi Etnografis Penanganan Stunting pada
Masyarakat Kabupaten Malang. Jurnal Filsafat, Sains, Teknologi, dan Sosial Budaya.

Nurjanah, K. (2017). Pelaksanaan program parenting di paud terpadu yayasan putra puti godean, sleman,
daera istimewa yogyakrta. Jurnal Pendidikan Luar Sekolah.

Anda mungkin juga menyukai