Parasitologi Minggu 1-8-2

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 138

Sylvia Rianissa Putri

Dwi Dominica
• Membahas tentang definisi parasitologi, parasit, istilah-istilah
penting dalam parasitologi, ciri-ciri nematoda, trematoda, dan
cestoda serta perbedaan antara nematoda, trematoda,
cestoda, dan protozoa.
• UTS 40%, UAS 40%, tugas dan atau kuis 20%.
• Minggu 1, 2, 3:
• Definisi parasitologi dan parasit.
• Pembagian parasit.
• Istilah-istilah penting dalam parasit.
• Ciri-ciri nematoda, trematoda, dan cestoda.
• Perbedaan antara nematoda, trematoda, dan cestoda.
• Minggu 4,5:
• Anggota nematoda usus yang termasuk soil transmitted helminthes.
• Nama lain, habitat, distribusi, morfologi, siklus hidup, patogenesis, dan
pencegahan penyakit akibat Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, dan
cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale).
• Minggu 6, 7:
• Nama lain, habitat, distribusi, morfologi, siklus hidup, patogenesis, dan
pencegahan penyakit akibat Enterobius vermicularis.
• Nama lain, habitat, distribusi, morfologi, siklus hidup, patogenesis, dan
pencegahan penyakit akibat Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia
timori, dan Loa-loa.
• Minggu 8: UTS
• Wajib mematuhi kode etik mahasiswa Universitas Bengkulu
(lihat Peraturan Rektor Universitas Bengkulu No. 13/2016).
• Dilarang makan di ruang kelas, menggunakan gadget, dan
merekam proses perkuliahan.
• Hanya dapat mengikuti ujian bila kehadiran minimal 80%.
• Alasan ketidakhadiran yang sah:
• Sakit (dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang sah).
• Meninggalnya keluarga inti.
• Tugas dari Fakultas/Universitas (dibuktikan dengan surat tugas dari
Fakultas/Universitas).
• Parasit adalah organisme yang termasuk dalam kerajaan
binatang (animal kingdom) yang untuk dapat mempertahankan
hidupnya membutuhkan makhluk hidup lain sebagai sumber-
sumber kehidupannya termasuk sebagai sumber makanannya.

Sangat merugikan hidup dan bahkan dapat membunuh inang


(hospes) tempatnya menumpang hidup
• Ilmu kedokteran yang mempelajari tentang parasit yang
hidup pada atau di dalam tubuh manusia atau hewan, baik
yang hidup untuk sementara waktu maupun yang hidup
parasitik sepanjang umurnya di dalam tubuh atau pada
permukaan tubuh inang tempatnya mencari makan untuk
mempertahankan hidupnya.
• Protozoa:
• Rhizopoda.
• Mastigophora.
• Ciliata.
• Sporozoa.
• Cacing:
• Platyhelminthes:
• Cestoidea (Cestoda).
• Trematoda.
• Nemathelminthes:
• Nematoda.
• Artropoda (serangga).
• Protozoa adalah parasit yang tubuhnya terdiri atas satu sel
yang sudah memiliki fungsi lengkap makhluk hidup, yaitu
mempunyai alat reproduksi, alat pencernaan makanan, sistem
pernapasan, organ ekskresi, dan organ untuk hidup lainnya.
• Berdasarkan tingkat pergerakannya protozoa dikelompokkan
menjadi:
• Rhizopoda, yang bergerak menggunakan kaki semu atau pseudopodia
(misalnya Entamoeba histolytica);
• Mastigophora, yang bergerak dengan flagel (misalnya Giardia lamblia);
• Ciliata, bergerak menggunakan cilia (misalnya Balantidium coli);
• Sporozoa, yang tidak mempunyai alat gerak (misalnya Plasmodium vivax).
• Cacing mempunyai tubuh yang simetrik bilateral dan tersusun
dari banyak sel (multiseluler).
• Platyhelminthes:
• Cestoidea (Cestoda)  berbentuk pita dengan banyak segmen.
• Trematoda  berbentuk pipih seperti daun.
• Nemathelminthes (berbentuk silindris memanjang, tidak terbagi dalam
segmen-segmen):
• Nematoda.
• Dapat menyebabkan penyakit atau gangguan kesehatan
manusia atau hewan:
• Entomofobi (rasa takut yang berlebihan terhadap serangga),
• Annoyance (gangguan hidup sehari-hari),
• Blood loss (kehilangan darah),
• Trauma (kerusakan indera mata, telinga),
• Intoksikasi (menimbulkan keracunan oleh toksin yang dihasilkannya),
• Dermatosis (kerusakan kulit, misalnya pada penyakit skabies),
• Alergi (misalnya asma bronkiale dan sesak napas karena menghirup debu
yang mengandung tungau debu rumah)
• Myiasis (miasis), yaitu infestasi larva lalat pada jaringan atau organ yang
terjadi pada orang atau hewan yang masih hidup.
• Simbiosis. • Infestasi.
• Simbiosis mutualisme. • Infeksi.
• Simbiosis komensalisme. • Parasit fakultatif.
• Parasitisme (simbiosis • Parasit obligat.
parasitisme). • Parasit insidental.
• Hospes/host/inang. • Parasit temporer.
• Definitive host/final host. • Parasit permanen.
• Reservoir host/hospes • Patogenik.
cadangan. • Pseudoparasit.
• Ektoparasit. • Parasit koprosoik (spurious
• Endoparasit. parasite).
• Hubungan timbal balik antara dua organisme atau makhluk
hidup.
• Dapat berlangsung untuk sementara waktu, namun juga dapat
berlangsung terus-menerus atau permanen.
• Jenis: mutualisme, komensalisme, parasitisme.
• Dua organisme mendapatkan keuntungan dari simbiosis
tersebut.

Beberapa jenis Escherichia coli dapat memproduksi vitamin K dan B kompleks


• Salah satu organisme mendapatkan keuntungan dari hubungan
tersebut.
Flora Normal pada Manusia
• Hubungan timbal balik yang bersifat sementara atau
permanen antara dua organisme hidup di mana salah satu
organisme (disebut parasit) tergantung sepenuh hidupnya
pada organisme lainnya (disebut inang atau hospes).
• Berdasarkan tempat hidup:
• Ektoparasit (di permukaan tubuh hospes, menimbulkan infestasi).
• Endoparasit (di dalam tubuh hospes, menyebabkan infeksi).
• Berdasarkan cara hidupnya:
• Parasit fakultatif (selain hidup parasitik pada tubuh hospes, mampu hidup
bebas di luar tubuh hospes).
• Parasit obligat (harus selalu hidup parasitik pada hospes karena selama
hidupnya sangat tergantung pada makanan yang didapatnya dari
hospes).
• Parasit insidental (hidup parasitik pada hospes yang sebenarnya bukan
hospes alaminya).
• Berdasarkan waktunya:
• Parasit temporer (hanya hidup parasitik pada tubuh hospes pada waktu
ia membutuhkan makanan, dan hidup bebas/free-living di luar tubuh
hospes jika sedang tidak membutuhkan makanan dari hospes).
• Parasit permanen (seluruh masa hidup parasit berada di dalam tubuh
hospes yang menyediakan makanan selama hidupnya, akan mati bila
berada di luar tubuh hospes)
• Berdasarkan sifat hidupnya:
• Patogenik (menimbulkan kerusakan pada organ atau jaringan tubuh
hospes, baik secara mekanis, traumatik, maupun karena racun atau toksin
yang dihasilkannya).
• Pseudoparasit (benda asing yang pada pemeriksaan bentuknya mirip
seperti parasit).
• Parasit koprosoik/spurious parasite (spesies asing yang berada di dalam
usus hospes lalu melewati saluran pencernaan tanpa menimbulkan gejala
infeksi pada hospes).
• Adalah hospes yang menjadi tempat hidup parasit dewasa
atau parasit matang seksual (sexually mature).
• Manusia dapat bertindak sebagai:
• Satu-satunya hospes definitif (sehingga merupakan satu-satunya sumber
penularan penyakit parasit)
• Salah satu hospes definitif selain hewan lain yang juga bertindak
sebagai hospes definitif.
• Hanya menjadi hospes insidental dari parasit yang secara alami hidup
pada hewan.
• Hewan yang dapat bertindak sebagai hospes definitif bagi
parasit yang hidup pada manusia disebut hospes cadangan
(reservoir host).
• Kadang-kadang parasit membutuhkan hewan lain yang
bertindak selaku hospes perantara (intermediate host) tempat
berkembangnya stadium muda parasit, misalnya bentuk
larvanya.
• Dapat lebih dari satu (disebut sebagai hospes perantara primer,
sekunder, dst).
• Dipengaruhi tiga faktor, yaitu adanya sumber infeksi, cara
penularan parasit, dan adanya hospes yang peka atau sensitif.
• Infeksi adalah invasi yang disebabkan oleh endoparasit.
• Infestasi adalah invasi yang disebabkan oleh ektoparasit.
• Gejala
• Tergantung pada:
• Adanya hospes yang peka.
• Kondisi lingkungan yang sesuai.
• Daerah pertanian.
• Peternakan.
• Kebiasaan menggunakan tinja untuk pupuk.
• Kebersihan lingkungan.
• Higiene perorangan yang buruk.
• Kemiskinan.
• Migrasi penduduk dari satu daerah ke daerah lain.
• Agama dan kepercayaan tertentu.
• Daerah-daerah tropis yang basah dan temperaturnya optimal bagi
kehidupan parasit.
• Parasit dengan daur hidup yang sederhana akan menyebar
lebih luas dibanding parasit yang daur hidupnya sangat
kompleks (mis. Membutuhkan hospes perantara).
• Faktor lain (terutama untuk penyakit parasit yang ditularkan
melalui tanah):
• Kurangnya sarana air bersih.
• Sempitnya lahan tempat tinggal keluarga.
• Kebiasaan makan dengan tangan yang tidak dicuci lebih dahulu.
• Pemakaian ulang daun-daun dan pembungkus makanan yang sudah
dibuang ke tempat sampah.
• Sayur-sayuran yang dimakan mentah.
• Penggunaan air sungai untuk berbagai kebutuhan hidup (mandi, mencuci
bahan makanan, mencuci pakaian, berkumur, gosok gigi, dan juga
digunakan sebagai kakus),
• Penggunaan tinja untuk pupuk sayuran.
• Pekerjaan:
• Pekerja-pekerja perkebunan yang jumlah sarana kakusnya tidak
memadai.
• Pekerja-pekerja bidang pengairan dan irigasi.
• Pekerja tambang dan kehutanan.
• Petani.
• Peternak.
• Cacing mempunyai tubuh yang simetrik bilateral dan tersusun
dari banyak sel (multiseluler).
• Platyhelminthes:
• Cestoidea (Cestoda)  berbentuk pita dengan banyak segmen.
• Trematoda  berbentuk pipih seperti daun.
• Nemathelminthes (berbentuk silindris memanjang, tidak terbagi dalam
segmen-segmen):
• Nematoda.
• Hermafrodit (biseksual).
• Setiap segmen tubuh memiliki alat reproduksi yang sempurna.
• Hermafrodit, kecuali Schistosoma.
• Membutuhkan 2 hospes:
• Hospes definitif (manusia atau mamalia).
• Hospes perantara: moluska (siput), ikan, ketam, atau tumbuhan.
• Infeksi dapat terjadi dengan masuknya stadium infektif berupa
metaserkaria (infeksi per oral) atau serkaria (menembus kulit).
• Uniseksual (diecious).
• Ada yang vivipar (melahirkan larva), ovipar (bertelur), ovovivipar
(larva keluar dari telur segera sesudah berada di luar tubuh
induknya).
• Pada daur hidup nematoda yang parasitik untuk manusia, manusia
merupakan hospes definitif utama.
• Pada umumnya tidak membutuhkan hospes perantara untuk
melengkapi daur hidup, kecuali filaria dan Dracunculus medinensis.
• Infeksi pada manusia dapat terjadi akibat menelan telur infektif
(telah berisi embrio cacing) atau menelan larva infektif yang
terdapat dalam badan atau daging hospes, kulit ditembus oleh larva
filariform, melalui gigitan serangga yang memasukkan stadium
infektif cacing (mis. filariasis), atau menginhalasi stadium infektif (mis.
Enterobius vermicularis).
Morfologi Cestoda Trematoda Nematoda

Bentuk tubuh Tubuh berbentuk Tubuh berbentuk seperti Tubuh berbentuk bulat
pita yang daun, tidak bersegmen panjang, silindris,
bersegmen-segmen filariform, tidak
bersegmen, dan bilateral
simetris
Alat Hermafrodit Hermafrodit, kecuali Uniseksual
reproduksi (monoecious) Schistosoma(diecious)
Kepala Mempunyai alat Mempunyai alat isap, Memiliki mulut
isap, seringkali tidak berkait
berkait
Usus Tidak mempunyai Mempunyai usus yang tak Sistem pencernaannya
usus sempurna, tidak beranus lengkap (memiliki mulut,
usus, dan anus
Tidak mempunyai Tidak mempunyai Mempunyai rongga tubuh
Rongga tubuh rongga tubuh rongga tubuh semu
Nama Lain, Habitat, Distribusi, Morfologi, Siklus Hidup, Patogenesis, dan Pencegahan Penyakit Akibat Cacing
• Nama lain: cacing gelang.
• Distribusi: tersebar luas di seluruh dunia, terutama di daerah
tropis dan subtropis yang kelembaban udaranya tinggi.
• Tempat hidup: usus halus manusia, tetapi kadang dijumpai
mengembara di bagian usus lainnya.
Cacing Dewasa
• Berukuran besar:
• Jantan: 10-31 cm.
• Betina: 22-35 cm.
• Berwarna putih kecokelatan
atau kuning pucat.
• Seluruh permukaan badan
ditutupi kutikula halus
bergaris-gais tipis.
• Memiliki mulut dengan 3
buah bibir (1 di dorsal, 2 di
subventral).
• Jantan:
• Ujung posterior runcing,
terdapat banyak papil
berukuran kecil.
• Di bagian posterior memiliki 2
buah spikulum (+ 2 mm)
• Ekor melengkung ke arah
ventral.
• Betina:
• Bentuk tubuh membulat (conical),
diameter lebih besar (f: 4-6 mm;
m: 2-4 mm).
• Bagian ekor lurus, tidak
melengkung.
1. Bibir.
2. Esofagus.
3. Usus.
4. Uterus dan ovarium.
5. Anus.
6. Testis dan alat
reproduksi jantan.
7. Spikulum
Telur yang Sudah Dibuahi Telur yang Belum Dibuahi
• Berbentuk lonjong. • Dapat ditemukan bila di
• 40-70 mikron x 35-50 mikron.
• Kulit telur tidak berwarna: dalam usus hanya ditemukan
• Bagian luar tertutup lapisan albumin cacing betina saja.
yang permukaannya bergerigi
(mamillation) dan berwarna cokelat
karena menyerap zat warna empedu.
• Lebih lonjong dan lebih
• Bagian dalam terdapat selubung vitelin panjang.
yang tipis namun kuat sehingga dapat
bertahan sampai 1 tahun dalam tanah. • Ukuran sekitar 80 mikron x
• Mengandung sel telur yang tidak
bersegmen. 55 mikron.
• Di kedua kutub telur terdapat • Tidak memiliki rongga udara
rongga udara berbentuk bulan sabit.
di kedua kutubnya.
Keterangan:
1. Telur telah dibuahi.
2. Telur tidak dibuahi.
3. Telur dengan kulit terkelupas (Lapisan albumin terkadang sudah hilang saat
ditemukan di feses, sulit dibedakan dari telur cacing lain, kecuali ukuran yang
besar).
4. r.u. : rongga udara.
• Telur yang telah dibuahi
dapat berkembang
menjadi telur infektif
(mengandung larva
cacing) di tanah.
• Berkisar antara beberapa
minggu hingga bulan.
• Infeksi terjadi per oral
(makanan atau minuman
yang terkontaminasi,
tangan yang kotor)
• Dinding telur pecah di usus
halus bagian atas, larva
keluar, menembus dinding
usus halus dan memasuki
vena porta hati.
• Larva beredar menuju
jantung  paru-paru 
menembus dinding kapiler
 alveoli.
• Lung migration berlangsung
sekitar 15 hari.
• Larva merambat ke bronki
 trakea  laring 
faring  esofagus 
lambung  usus halus.
• Larva berganti kulit dan
tumbuh menjadi cacing
dewasa.
• Dua bulan sejak masuknya
telur infektif, cacing betina
mulai mampu bertelur.
• 200.000 butir per hari.
Keterangan:
A. Telur mati; B. Telur mengandung larva nekrotik; C. Telur berembrio; D. Telur berembrio; E.
Telur belum dibuahi; F. Telur yang tidak berkembang setelah dibuahi.
• Proses migrasi larva dan keberadaan cacing dewasa di usus 
perubahan patologis pada jaringan dan organ.
• Larva di paru-paru dapat menyebabkan pneumonia dengan
gejala demam, batuk, sesak, dan dahak yang berdarah.
• Ditemukan juga urtikaria disertai eosinofilia sampai 20% pada
gambaran darah tepi.
• Disebut sindrom Loeffer atau Ascaris pneumonia.
• Cacing dapat mengeluarkan cairan toksik  gejala mirip tifoid
disertai tanda-tanda alergi (mis. urtikaria, edema pada wajah,
konjungtivitis, iritasi saluran napas atas).
• Hiperinfeksi, terutama pada anak, menyebabkan gangguan
pencernaan dan penyerapan protein  gangguan
pertumbuhan dan anemia.
• Sejumlah besar cacing dewasa di lumen usus  gangguan
mekanis  obstruksi usus dan intususepsi.
• Cacing dewasa dapat menyebabkan perforasi ulkus di usus.
• Pada penderita yang mengalami demam tinggi  cacing
dewasa melakukan migrasi ke organ lain (askariasis ektopik) ke
lambung, esofagus, mulut, hidung, rima glottis, bronkus, saluran
empedu, apendiks, hati, dan pankreas.
• Melaksanakan prinsip-prinsip kesehatan lingkungan yang baik:
• Membuat kakus.
• Mencegah telur mencemari makanan atau minuman.
• Selalu memasak makanan dan minuman sebelum dimakan atau diminum.
• Menjaga kebersihan perorangan.
• Mengobati penderita secara massal dengan obat cacing
berspektrum lebar di daerah endemis.
• Pendidikan kesehatan pada penduduk.
• Nama lain: cacing cambuk,
whip worm.
• Distribusi: di daerah tropis
berhawa panas dan
lembab.
• Tempat hidup: mukosa usus
manusia (membenamkan
kepala di dinding usus),
terutama di daerah
caecum dan kolon, namun
dapat ditemukan juga di
apendiks dan ileum distal.
Cacing Dewasa
• Bentuk dewasa seperti cambuk:
• 3/5 bagian anterior berbentuk
langsung seperti tali cambuk, 2/5
posterior lebih tebal mirip
pegangan cambuk.
• Panjang jantan 4 cm, betina 5
cm.
• Ekor jantan melengkung ke arah
ventral, memiliki satu spikulum
retraktil yang terselubung.
• Bagian kaudal betina
membulat, tumpul, berbentuk
seperti koma.
Keterangan:
(a) Cacing betina.
(b) Cacing jantan.
(c) Telur.

a. Anus.
e. Esofagus.
h. Kepala.
i. Usus.
o. Ovarium.
p. Penutup.
s. Spikulum.
t. Testis.
u. Uterus.
v. Vulva.
Telur
• Mirip biji melon/kuaci atau
bola rugby/American
football.
• Berwarna cokelat.
• Berukuran 50 mikron x 25
mikron.
• Mempunyai dua kutub jernih
yang menonjol.
• Telur mengalami
pematangan dan
menjadi infektif di tanah
dalam 3-4 minggu.
• Infeksi per oral.
• Dinding telur pecah di
usus halus  larva
keluar menuju caecum 
dewasa.
• Cacing dewasa melekat pada usus dengan menembus dinding
usus  trauma dan kerusakan jaringan usus.
• Cacing dewasa menghasilkan toksin  iritasi dan inflamasi
usus.
• Infeksi ringan: tidak menimbulkan gejala.
• Infeksi berat: anemia berat dengan Hb dapat mencapai < 3
g/dL, eosinofilia dengan eosinofil > 3%, diare berdarah, nyeri
perut, mual, muntah, berat badan menurun.
• Kadang ditemukan prolapsus rektum.
• Mengobati pasien.
• Pengobatan massal untuk mencegah reinfeksi di daerah
endemis.
• Menjaga higiene perorangan dan sanitasi lingkungan:
• Tujuan: mencegah pencemaran lingkungan oleh tinja pasien.
• Membuat WC yang baik di setiap rumah.
• Makanan dan minuman selalu dimasak dengan baik.
• Nama lain: cacing tambang, hookworm.
• Tempat hidup: usus halus, terutama jejunum dan duodenum
(menggigit membran mukosa menggunakan gigi, mengisap
darah yang keluar dari luka gigitan).
Cacing Dewasa
• Berbentuk silindris.
• Berwarna putih keabu-
abuan.
• Panjang: betina 9-13 mm,
jantan 5-11 mm.
• Di ujung posterior cacing
jantan terdapat bu5sa
kopulatriks (bursa copulatris).
Keterangan:
(a) Betina.
(b) Jantan.

1. Esofagus.
2. Usus.
3. Ovarium.
4. Testis.
5. Uterus.
6. Bursa kopulatriks.
Ancylostoma duodenale
• Tubuh cacing dewasa mirip
huruf C.
• Rongga mulut memiliki dua
pasang gigi dan satu pasang
tonjolan.
• Cacing betina memiliki spina
kaudalis.
Necator americanus
• Ukuran lebih kecil dan
langsing dari Ancylostoma
duodenale.
• Bagian anterior melengkung
berlawanan dengan bagian
tubuh lainnya (mirip huruf S).
• Di rongga mulut terdapat 2
pasang alat pemotong
(cutting plate).
• Cacing betina tidak memiliki
spina kaudalis.
Telur
• Sulit dibedakan antara
keduanya.
• Berbentuk lonjong.
• Berukuran sekitar 65 mikron
x 40 mikron.
• Berdinding tipis dan tembus
sinar.
• Berisi 4-8 blastomer.
Telur Ancylostoma duodenale Telur Necator americanus
Larva Rhabditiform
• Tidak infektif.
• Tubuh agak gemuk.
• Panjang sekitar 250 mikron.
• Rongga mulut tampak jelas.
• Esofagus pendek dan
membesar di posterior
sehingga berbentuk bola
(bulbus esophagus).
Larva Filariform
• Infektif.
• Bentuk langsing.
• Panjang 600 mikron.
• Rongga mulut sudah tidak jelas
(mengalami kemunduran).
• Esofagus lebih panjang.
• Memiliki selubung tembus sinar:
• Ancylostoma duodenale tidak
bergaris.
• Necator americanus: bergaris-
garis melintang.
Keterangan:
(a) Filariformis.
(b) Rabditiformis.
Keterangan:
a. Larva rabditiformis.
b. Larva filariformis.

1. Rongga mulut (buccal cavity).


2. Esofagus.
3. Bulbus esophagus.
4. Usus.
5. Ekor.
Keterangan:
Larva filariformis.
A. Necator americanus.
B. Ancylostoma duodenale.

1. Esofagus.
2. Usus.
3. Selubung larva.
(larva N. americanus mempunyai
garis-garis melintang)
Larva filariformis Necator americanus
• Hospes definitif hanya
manusia.
• Tidak ada hospes
reservoir.
• Sesudah keluar dari usus
pasien, telur yang jatuh
di tanah tumbuh menjadi
larva rabditiformis
dalam 2 hari (hidup
bebas di tanah).
• Setelah berganti kulit 2 kali, • Larva menuju usus halus 
berkembang menjadi larva berganti kulit  dewasa.
filariformis dalam 1 minggu. • Dalam waktu 1 bulan, cacing
• Tidak dapat mencari makan betina sudah mampu bertelur.
dengan bebas di tanah.
• Menginfeksi kulit  menembus
pembuluh darah dan limfe 
darah  sirkulasi jantung kanan
 kapiler paru  alveoli.
• Setelah berganti kulit 2 kali
(pergantian kedua), migrasi ke
bronki  trakea  laring 
faring  esofagus.
• Di lumen esofagus berganti kulit
ketiga kalinya.
• Migrasi berlangsung 10 hari.
• Proses infeksi dan migrasi menyebabkan perubahan patologis
di jaringan.
• Cacing dewasa yang berada di usus terus-menerus mengisap
darah.
• 1 ekor Necator americanus dewasa dapat menyebabkan kehilangan
darah sampai 0,1 cc/hari.
• 1 ekor Ancylostoma duodenale dewasa dapat menyebabkan kehilangan
darah sampai 0,34 cc/hari.
• Saat larva menembus kulit  dermatitis dengan gatal-gatal
hebat.
• Proses lung migration menimbulkan bronkitis dan reaksi alergi
ringan.
• Infeksi baru dan reinfeksi dapat dicegah dengan memberikan
obat cacing dan pengobatan massal di daerah endemis.
• Pendidikan kesehatan:
• Membuat WC yang baik.
• Menggunakan alas kaki.
Nama Lain, Habitat, Distribusi, Morfologi, Siklus Hidup, Patogenesis, dan Pencegahan Penyakit Akibat Cacing
• Nama lain: Oxyuris vermicularis, cacing keremi/keruit (tidak
baku), cacing jarum (pinworm), seatworm.
• Tempat hidup:
• Cacing dewasa hidup di dalam caecum dan sekitar apendiks manusia.
• Cacing betina bermigrasi ke perianal untuk bertelur.
• Distribusi:
• Di seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun subtropis.
• Lebih banyak ditemukan di daerah beriklim dingin karena orang jarang
mandi dan tidak sering berganti pakaian dalam.
Cacing Dewasa
• Panjang betina 13 mm, jantan 5 mm.
• Berwarna putih.
• Bagian leher melebar seperti sayap
karena pelebaran kutikula (cervical
alae).
• Esofagus berbentuk khas karena
adanya pembesaran ganda (double
bulb esophagus).
• Tidak memiliki rongga mulut.
• Memiliki 3 buah bibir.
• Ekor jantan melingkar, ekor betina
lurus dan runcing.
• Di ujung posterior jantan terdapat
spikulum dan papil-papil.
Keterangan:
a. Cacing jantan.
b. Cacing betina.
c. Telur.
Telur
• Bentuk asimetris.
• Tidak berwarna.
• Dinding telur tipis dan
tembus sinar.
• Ukuran 50-60 mikron x 30
mikron.
• Hospes definitif: hanya
manusia.
• Hospes perantara: tidak
ada.
• Dalam waktu 6 jam setelah
dikeluarkan induk di
daerah perianal, sudah
terbentuk larva hidup.
• Produksi telur 11.000 butir
per hari.
• Penularan: per oral,
inhalasi, retroinfeksi.
Per Oral/Inhalasi Retroinfeksi
• Telur masuk ke mulut atau • Telur menetas di perianal.
jalan napas  usus. • Larva masuk ke usus.
• Telur menetas di duodenum • Cacing tumbuh dewasa.
 larva rhabditiform.
• Tumbuh dewasa di jejunum
dan bagian atas ileum.
• Migrasi ke perianal dan perineum menimbulkan gatal (pruritus
ani):
• Mengganggu tidur.
• Bila digaruk dapat menimbulkan infeksi sekunder.
• Migrasi ke vagina dan tuba Fallopii  radang ringan.
• Cacing dewasa di apendiks jarang menimbulkan infeksi
apendiks.
• Migrasi ke usus halus bagian atas, lambung, atau esofagus 
gangguan ringan.
• Apabila tidak mengalami reinfeksi, enterobiasis dapat sembuh
sendiri karena cacing betina akan mati 2-3 minggu setelah
bertelur.
• Pemberantasan sumber infeksi:
• Mengobati penderita dan keluarganya/orang yang hidup dalam satu
rumah.
• Infeksi sering menjangkiti seluruh anggota keluarga, penghuni-
penghuni panti asuhan atau panti jompo, asrama, dan tempat
berkumpulnya banyak orang dalam waktu lama.
• Pencegahan penularan:
• Kebersihan perorangan.
• Kebersihan lingkungan, terutama kamar tidur.
• Upayakan sinar matahari dapat masuk secara langsung ke dalam
kamar tidur.
Nama Lain, Habitat, Distribusi, Morfologi, Siklus Hidup, Patogenesis, dan Pencegahan Penyakit Akibat Cacing
• Termasuk superfamili Filarioidea:
• Terdiri dari Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Onchocerta
volvulus, Loa loa, Acanthochelonema (Mansonella) perstans, Mansonella
ozzardi.
• Mikrofilaria hidup di dalam darah tepi, cacing dewasa hidup di
jaringan (saluran limfe dan pembuluh limfe)  mikrofilaria
lebih mudah ditemukan.
• Daur periodik: periodik nokturnal (hanya di malam hari), subperiodik
diurnal (terutama siang hari), subperiodik nokturnal (terutama malam
hari).
• Di Indonesia, penyebab filariasis adalah Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi, dan Brugia timori.
Keterangan:
1. Kepala.
2. Cincin saraf.
3. Lubang ekskresi.
4. Sel ekskresi.
5. Inti.
6. Sel Genital 1 (G1).
7. G2.
8. G3.
9. G4.
10. Anus.
11. Ekor.
12. Selubung (sheath).
Spesies Filaria Selubung Panjang Inti
(sheath) (mikron)

Wuchereria bancrofti Ada 300 Tidak mencapai ujung


ekor

Brugia malayi/ Ada 260 Mencapai ujung ekor


Brugia timori 310 Mencapai ujung ekor

Onchocerca volvulus Tidak ada 360 Tidak mencapai ujung


ekor

Loa loa Ada 300 Mencapai ujung ekor

Acanthocheilonema Tidak ada 200 Mencapai ujung ekor


perstans

Mansonella ozzardi Tidak ada 240 Tidak mencapai ujung


ekor
• Umumnya hospes definitif
adalah manusia, kecuali
Brugia malayi dan
Onchocerca volvulus 
parasit zoonotik.
• Hospes perantara: nyamuk
atau lalat pengisap darah.
Spesies Filaria Hospes Definitif Hospes Perantara

Wuchereria bancrofti Manusia Aedes, Culex, Anopheles


Brugia malayi Manusia Anopheles
Brugia malayi Manusia, hewan* Mansonia
Brugia timori Manusia Anopheles
Onchocerca volvulus Manusia, simpanse Simulium
Loa loa Manusia, primata Chrysops
Acanthocheilonema perstans Manusia Culicoides
M.ozzardi Manusia Culicoides

*hewan mamalia dapat bertindak sebagai hospes cadangan (reservoir host)


• Infeksi cacing dewasa menyebabkan filariasis bancrofti.
• Infeksi mikrofilaria (mikrofilariasis) menyebabkan occult
filariasis.
• Tersebar luar di daerah tropis dan subtropis di Asia, Afrika,
Amerika, dan Eropa.
• Di Indonesia ada 26 provinsi endemis (microfilarial rate 3,1%  6 juta
penduduk).
Cacing Dewasa
• Berbentuk seperti rambut.
• Berwarna putih susu.
• Jantan 4 cm, ekor
melengkung dilengkapi dua
spikulum yang tidak sama
panjang.
• Betina 10 cm, ekor runcing.
Mikrofilaria
• Ukuran 300 mikron x 8
mikron.
• Memiliki selubung (sheath)
hialin, dengan inti atau sel
somatik berbentuk granul
yang tersusun tidak
mencapai ujung ekor.
• Umumnya periodik nokturna.
• Pasifik: subperiodik diurnal.
• Thailand: subperiodik nokturna.
• Mikrofilaria dalam darah diisap
nyamuk  berkembang menjadi
larva stadium 3 (L3) yang infektif
(10-20 hari)
• Ditemukan di selubung proboscis
nyamuk
• Gigitan nyamuk  L3 masuk tubuh
manusia  saluran limfe lipat
paha/skrotum/perut  pergantian
kulit dua kali  matang seksual
(umur 5-18 bulan).
• Kopulasi  melahirkan mikrofilaria
 menuju sirkulasi darah perifer.
• Iritasi mekanis dan sekresi toksin oleh cacing betina 
limfangitis.
• Cacing dewasa mati  limfangitis, obstruksi limfatik (kadang-
kadang) akibat fibrosis dan proliferasi endotel.
• Obstruksi menyebabkan varises saluran limfe, elefantiasis, dan hidrokel.
• Pecahnya varises saluran limfe kandung kemih atau ginjal  cairan limfe
masuk ke urin  urin berwarna putih susu (mengandung lemak, albumin,
dan fibrinogen)  chyluria.
• Terkadang dapat ditemukan mikrofilaria.
• Elefantiasis kronik dapat mengenai kedua lengan, tungkai, payudara,
testis, atau vulva.
• Occult filariasis (tropical pulmonary eosinophilia): disertai
hipersensitivitas terhadap antigen mikrofilaria  penghancuran
mikrofilaria oleh antibodi.
• Limfadenitis.
• Kelainan paru disertai batuk dan sesak.
• Demam subfebril.
• Hepatomegali.
• Splenomegali.
• Hipereosinofilia dan leukositosis.
• Peningkatan kadar IgE dan zat anti mikrofilaria.
• Biopsi kelenjar limfe/paru/limfa/hati: infiltrasi sel-sel eosinofil.
• Pengobatan massal di daerah endemis.
• Profilaksis bagi pendatang yang berasal dari daerah
nonendemis.
• Pemberantasan vektor.
• Pencegahan gigitan nyamuk: repellent atau kelambu.
• Hanya ditemukan di daerah pedesaan (rural).
• Brugia malayi tersebar di Asia (mulai dari India, Asia Tenggara, hingga
Jepang).
• Brugia timori hanya di NTT.
Cacing Dewasa
• Sulit dibedakan dari Wuchereria
bancrofti.
• Berbentuk seperti rambut.
• Berwarna putih susu.
• Ekor jantan melengkung dilengkapi
dua spikulum yang tidak sama
panjang, ekor betina runcing.
• Brugia malayi:
• Jantan hingga 23 mm.
• Betina hingga 55 mm.
• Brugia timori:
• Jantan hingga 23 mm.
• Betina hingga 39 mm.
Mikrofilaria
• Brugia malayi dapat
mencapai 260 mikron.
• Brugia timori dapat
mencapai 310 mikron.
• Ekor Brugia malayi mengecil Keterangan:
dan memiliki dua inti a. Brugia malayi.
terminal. b. Brugia timori.
• Brugia malayi: periodik
nokturnal, subperiodik
nokturnal, atau non
periodik.
• Brugia timori: periodik
nokturnal.
• Iritasi mekanis dan sekresi toksin oleh cacing betina  limfangitis.
• Cacing dewasa mati  limfangitis, obstruksi limfatik (kadang-
kadang) akibat fibrosis dan proliferasi endotel.
• Limfadenitis pada satu kelenjar inguinal dapat menjalar ke bawah
(limfagitis retrograd).
• Dapat membentuk ulkus yang bila sembuh akan meninggalkan jaringan parut
yang khas.
• Elefantiasis umumnya hanya terjadi pada tungkai bawah, jarang di
lengan bawah.
• Tidak menyebabkan limfangitis dan elefantiasis pada alat kelamin
dan payudara.
• Belum pernah dilaporkan adanya chyluria.
• Pengobatan massal di daerah endemis.
• Profilaksis bagi pendatang yang berasal dari daerah
nonendemis.
• Pemberantasan vektor.
• Pencegahan gigitan nyamuk: repellent atau kelambu.
• Nama lain: cacing mata Afrika, filaria occuli.
• Ditemukan di Afrika Barat dan Afrika Tengah.
• Hidup di jaringan subkutan manusia dan primata.
• Mikrofilaria beredar di dalam darah pada siang hari,
sedangkan pada malam hari ditemukan di kapiler paru.
Cacing Dewasa
• Berbentuk benang halus.
• Berwarna putih susu.
• Kepala cacing runcing,
dilengkapu sepasang papil
lateral dan dua pasang
papil submedia.
• Betina 7 cm, jantan 4 cm.
Mikrofilaria
• Memiliki selubung (sheath).
• Panjangnya sekitar 300
mikron.
• Susunan inti mencapai ujung
ekor.
• Periodik diurnal.
• Mikrofilaria terisap oleh
Chrysops  dalam 10 hari
menjadi larva infektif.
• Gigitan lalat  L3 masuk
tubuh manusia  saluran
limfe lipat
paha/skrotum/perut 
pergantian kulit  matang
seksual.
• Kopulasi  melahirkan
mikrofilaria  menuju
sirkulasi darah perifer.
• Cacing dewasa mengembara di jaringan subkutan  reaksi
alergi  edema subkutan  pembengkakan.
• Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan eosinofilia.
• Cacing dewasa yang berada di konjungtiva  gangguan
penglihatan (filariasis occuli)
• Pengobatan penderita secara teratur hingga tuntas.
• Pengobatan harus dengan pengawasan karena dapat menimbulkan
reaksi alergi berat akibat mikrofilaria yang mati.
• Cacing dewasa dapat dikeluarkan dengan cara pembedahan.
• Profilaksis bagi pendatang yang berasal dari daerah
nonendemis.
• Pemberantasan vektor.
• Pencegahan gigitan lalat: repellent atau kelambu.

Anda mungkin juga menyukai