Kelompok 2 Analisis Jurnal

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 42

ANALISIS JURNAL

Transstruktural Nursing

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

psikososial dan budaya dalam keperawatan

Dosen Pengampu :

Ns . Muhammad Fauzi,m.kep

Disusun Oleh Kelompok 11:

1. Ratna Dwi Haryanti NIM:231004614201025


2. Livia Chesa Rossa NIM:231004614201013
3. Mutya Salviani NIM:231004614201018
4. Permata Edriani NIM:231004614201023
5. Lailatul Hanifah NIM: 231004614201012
6. Nova Wulandari NIM:231004614201020
7. Putri Ayu Sentosa NIM:231004614201024
8. Maria Ulfa NIM:231004614201014
9. Jahfal Wiharzam Nim:231004614201011

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS PRIMA NUSANTARA BUKITTINGGI

TP 2023/2024
Analisis Jurnal
Masalah yag terkait dengan Transkultural Nursing

A. IDENTITAS JURNAL
1. Nama Jurnal : Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA
2. Volume 3
3. Nomor 1
4. Halaman : 1-10
5. Tahun Penerbit 2015
6. Judul Jurnal : Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA
7. Nama Penulis : Dina Andriani BR Karo, Bakhtiar Teuku Tahlil

B. ISI JURNAL
1. Masalah Penelitian :
Bagaimana pengaruh faktor-faktor transkultural terhadap persepsi ibu dengan balita ISPA
2. Lokasi Penelitian (jika ada) :

Banda Aceh
3. Metode Penelitian :
a. Penelitian kuantitatif dengan desain korelasional
b. Teknik pengumpulan data: Proportional sampling dengan sampel 100 ibu dengan
balita ISPA
c. Teknik analisis data: Uji regresi logistik
4. Teori yang dipakai :

Teori Transkultural Nursing Giger and Davidhizar (2009)


5. Hasil Penelitian :
a. Faktor teknologi, nilai budaya dan gaya hidup, peraturan dan kebijakan,
ekonomi dan pendidikan berpengaruh terhadap persepsi ibu dengan balita
ISPA (p< 0.05).
b. Faktor keagamaan dan falsafah hidup, sosial dan kekerabatan tidak
berpengaruh terhadap persepsi ibu dengan balita ISPA (p>0.05)

2
C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

1. Kelebihan :

a. Penelitian ini menggunakan desain yang kuat untuk meneliti hubungan antara faktor
transkultural dan persepsi kesehatan ibu dengan balita ISPA.

b. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menginformasikan praktik keperawatan


transkultural dalam rangka meningkatkan persepsi kesehatan ibu dengan balita ISPA.

2. Kekurangan:

a. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menginformasikan praktik keperawatan


transkultural dalam rangka meningkatkan persepsi kesehatan ibu dengan balita ISPA.

b. Penelitian ini tidak meneliti faktor-faktor transkultural lain yang mungkin mempengaruhi
persepsi kesehatan ibu dengan balita ISPA.

D. ANALISIS

Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor transkultural dapat memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap persepsi kesehatan ibu dengan balita ISPA. Temuan ini penting bagi perawat
untuk dipertimbangkan ketika memberikan asuhan keperawatan kepada ibu dengan balita ISPA.
Perawat harus peka terhadap perbedaan budaya dan nilai-nilai yang dimiliki oleh ibu, dan
mereka harus menyesuaikan asuhan keperawatan mereka dengan sesuai.

Beberapa implikasi dari penelitian ini untuk praktik keperawatan transkultural meliputi:

1. Perawat harus melakukan pengkajian budaya yang komprehensif untuk memahami nilai-
nilai, keyakinan, dan praktik budaya ibu.

2. Perawat harus bekerja sama dengan ibu untuk mengembangkan rencana asuhan
keperawatan yang sesuai dengan budaya dan kebutuhan ibu.

3. Perawat harus mendidik ibu tentang ISPA dan bagaimana cara mencegah dan
mengobatinya dengan cara yang sesuai dengan budaya.

4. Perawat harus menyediakan layanan yang ramah budaya dan sensitif.

Penelitian ini juga memiliki beberapa implikasi untuk penelitian lebih lanjut. Penelitian di
masa depan dapat meneliti faktor-faktor transkultural lain yang mungkin mempengaruhi persepsi

3
kesehatan ibu dengan balita ISPA. Penelitian juga dapat meneliti efektivitas intervensi
keperawatan transkultural dalam meningkatkan persepsi kesehatan ibu dengan balita ISPA.

Secara keseluruhan, penelitian ini merupakan kontribusi yang berharga untuk literatur
tentang keperawatan transkultural. Temuan penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan
asuhan keperawatan kepada ibu dengan balita ISPA.

E. KESIMPULAN

Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor transkultural dapat memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap persepsi kesehatan ibu dengan balita ISPA. Perawat harus peka terhadap
perbedaan budaya dan nilai-nilai yang dimiliki oleh ibu, dan mereka harus menyesuaikan asuhan
keperawatan mereka dengan sesuai. Penelitian ini juga memiliki beberapa implikasi untuk
penelitian lebih lanjut.

4
Analisis Jurnal
Masalah yag terkait dengan Transkultural Nursing

A. IDENTITAS JURNAL
1. Nama Jurnal : Pengetahuan perawat dan Penerapan Transcultural Nursing
2. Volume 6
3. Nomor 1
4. Halaman : 8 halaman
5. Tahun Penerbit : Desember 2022
6. Judul Jurnal : Pengetahuan perawat dan Penerapan Transcultural Nursing
7. Nama Penulis : Yellyanda,Ernawati,Mursidah Dewi,Abbasiah,

B. ISI JURNAL
1. Masalah Penelitian :
Bagaimana hubungan Pengetahuan perawat dengan penerapan transcultural
nursing
2. Lokasi Penelitian (jika ada) :

Rumah sakit Abdul Manap ( Jambi )


3. Metode Penelitian :
Menggunakan metode Analitik Observsional menggunakan desain
cross sectional .
4. Teori yang dipakai :

Berdasarkan dari komunikasi Terapeutik


5. Hasil Penelitian :
Transcultural Nursing berhubungan dengan pengetahuan perawat
tentang komunikasi terapeutik di RSUD H.Abdul Manap Kota Jambi.

C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


1. Kelebihan :
- Dapat memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan dapat
mencapai harapan pasien.
- Sebagai pengukuran untuk menilai tingkat keberhasilan mutu
pelayanan kesehatan .
- Dapat membantu memcahkan masalah dengan
memperjelas,mengurangi beban pikiran.
2. Kekurangan
- Sulit dalam mengartikan bahasa saat berkomunikasi dengan pasien.
- Kurangnya kesadaran perawat dalam menerapkan komunikasi terapeutik.
- Kurangnya pengetahuan seorang perawat tentang pengetahuan
keperawatan transcultural.

D. Analisi

Penelitian ini bertujuan untuk menganalis hubungan pengetahuan perawat dengan


penerapan transcultural Nursing diruang rawat inap rumah sakit.penelitian menggukan
desain cross sectional.Pengetahuan yang baik tentang komunikasi terapeutik akan
berdampak positif pada perilaku perawat.Perawat yang komunikatif akan berdampak
pada perilaku perawat.
Berdasarkan hasil penelitian penelitian sebagian pengetahuan perawat tentang
komunikasi terapeutik kurang baik,didukung oleh data tingkat pendidikan perawat yang
dominan adalah pendidikan D3 dan berdasarkan penelitian dipengaruhi jumlah perawat
yang kurang sehingga beban kerja perawat bertambah.

D. Kesimpulan
Transcultural Nursing berhubungan dengan pengetahuan perawat tentang
komunikasi perawat tentang komunikasi terapeutik di RSUD H.Abdul manap kota
JAMBI.
Analisis Jurnal
Masalah yag terkait dengan Transkultural Nursing

A. IDENTITAS JURNAL
1. Nama Jurnal : jurnal keperawatan galuh
2. Volume : Vol.5
3. Nomor : No.1 (2023)
4. Halaman :4 halaman
5. Tahun Penerbit 2023
6. Judul Jurnal : pendekatan transkultural nursing terhadap persepsi
masyarakat tentang perawatan paliatif di kampung
adat kuta kecamatan tambaksari

7. Nama Penulis : 1.Asri Aprilia Rohman


2. Yoga Ginanjar
3. Irfan Permana
4. Asep Wahyudin4

B. ISI JURNAL
1. Masalah Penelitian :
masalah yang diangkat adalah tentang persepsi masyarakat Kampung Adat Kuta
di Kecamatan Tambaksari terhadap perawatan paliatif. Masyarakat Kampung
Kuta masih memiliki budaya dan kepercayaan tradisional yang mempengaruhi
cara mereka dalam mengatasi masalah kesehatan, termasuk dalam hal
perawatan paliatif. Mereka lebih memilih merawat pasien dengan penyakit
terminal di rumah daripada di rumah sakit, karena mereka percaya pasien akan
lebih tenang dan damai jika dirawat di lingkungan keluarga. Hal ini
menunjukkan adanya perbedaan persepsi antara masyarakat Kampung Kuta
dengan konsep perawatan paliatif yang umum dipahami. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat pengaruh pendekatan transkultural nursing dalam mengubah
persepsi masyarakat Kampung Kuta tentang perawatan paliatif.

2. Lokasi Penelitian (jika ada) : Kampung Adat Kuta, Kecamatan Tambaksari,


Kabupaten Ciamis.

3. Metode Penelitian :
metode penelitian yang digunakan adalah quasi
eksperimen dengan pendekatan one group pre post-test design. Hal ini
dijelaskan dalam paragraf berikut:
"Jenis penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan pendekatan
one group pre post-test design, yaitu jenis penelitian yang memberikan tes
awal (pest-test) sebelum diberikan perlakuan, setelah diberikan perlakuan
barulah memberikan tes akhir (post-test) (Arikunto, 2010)."
Jadi, metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan
desain one group pre-post test.

4. Teori yang dipakai :


teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori transcultural nursing.
Hal ini dapat dilihat dari beberapa kutipan berikut:

"Teori transcultural nursing yang berasal dari disiplin ilmu antropologi dan
dikembangkan dalam konteks keperawatan, teori ini menjabarkan konsep
keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan-
perbedaan cultural yang melekat dalam masyarakat."

"Pendekatan trasnkultural merupakan suatu perspektif yang unik karena


bersifat kompleks dan sistematis secara ilmiah, yang secara konstektal
melibatkan banyak hal, seperti bahasa yang digunakan tradisi, nilai historis
yang teraktualisasikan, serta ekonomi."

5. Hasil Penelitian :
 Rata-rata skor persepsi masyarakat sebelum intervensi adalah 3,65.
 Rata-rata skor persepsi masyarakat setelah intervensi adalah 10,26.
 Hasil uji paired t-test menunjukkan nilai p=0,00 (p<0,05), artinya terdapat
pengaruh signifikan pendekatan transcultural nursing terhadap persepsi
masyarakat tentang perawatan paliatif.

C. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN


1. Kelebihan:
a. Penggunaan pendekatan transcultural nursing:
 Penelitian ini menggunakan pendekatan transcultural
nursing yang memperhatikan aspek budaya masyarakat
dalam memberikan asuhan keperawatan.
 Pendekatan ini sesuai dengan kondisi masyarakat Kampung Adat
Kuta yang masih kental dengan tradisi dan budaya lokal.
b. Peningkatan persepsi masyarakat tentang perawatan paliatif:

 Hasil penelitian menunjukkan adanya peningkatan persepsi


masyarakat tentang perawatan paliatif setelah diberikan
intervensi dengan pendekatan transcultural nursing.
 Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan ini efektif dalam
mengubah persepsi masyarakat yang sebelumnya kurang
memahami perawatan paliatif.
c. Penggunaan bahasa lokal:
 Penelitian ini menggunakan bahasa daerah (Bahasa
Makassar) dalam penyuluhan kesehatan untuk
mempermudah pemahaman lansia.
 Penggunaan bahasa lokal ini merupakan salah satu kelebihan
karena dapat meningkatkan keterlibatan dan pemahaman
masyarakat.
d. Rekomendasi untuk keberlanjutan:
 Peserta menyarankan agar penyuluhan kesehatan
dilakukan secara berkelanjutan.
 Hal ini menunjukkan adanya antusiasme dan kebutuhan
masyarakat akan kegiatan serupa di masa depan.
2. Kekurangan :
a.) Tidak ada informasi mengenai jumlah sampel yang digunakan dalam
penelitian. Hanya disebutkan bahwa sampel berjumlah 59 orang, tanpa
penjelasan lebih lanjut.
b.) Tidak ada informasi mengenai karakteristik responden, seperti usia, jenis
kelamin, atau latar belakang sosial-ekonomi. Hal ini dapat mempengaruhi
pemahaman dan persepsi mereka terhadap perawatan paliatif.
c.) Tidak ada pembahasan lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi persepsi masyarakat tentang perawatan paliatif.
Penelitian hanya berfokus pada perubahan persepsi sebelum dan
sesudah intervensi.
d.) Tidak ada informasi mengenai durasi intervensi transcultural nursing yang
diberikan.
Hal ini dapat mempengaruhi efektivitas intervensi dalam mengubah
persepsi masyarakat.
e.) Tidak ada pembahasan mengenai kendala atau hambatan yang dihadapi
selama pelaksanaan intervensi transcultural nursing. Hal ini dapat
memberikan wawasan yang lebih komprehensif.
f.) Tidak ada informasi mengenai rencana tindak lanjut atau rekomendasi
untuk penelitian selanjutnya. Hal ini dapat membantu pengembangan
penelitian di masa depan.

D. Analisi
1. Tujuan Penelitian:
 Mengetahui pengaruh pendekatan transcultural nursing terhadap
perubahan persepsi masyarakat tentang perawatan paliatif di Kampung
Adat Kuta, Kecamatan Tambaksari.
2. Metode Penelitian:
 Jenis penelitian quasi eksperimen dengan one group pre-post test design.
 Sampel penelitian berjumlah 59 orang masyarakat di Kampung Adat Kuta.
 Instrumen yang digunakan adalah kuesioner untuk mengukur persepsi
masyarakat tentang perawatan paliatif.
3. Hasil Penelitian:

 Rata-rata persepsi masyarakat sebelum intervensi transcultural nursing adalah


3,65.
 Rata-rata persepsi masyarakat setelah intervensi transcultural nursing
meningkat menjadi 10,26.
 Hasil uji statistik menunjukkan ada pengaruh signifikan pendekatan
transcultural nursing terhadap persepsi masyarakat tentang perawatan
paliatif (p<0,05).
4. Kesimpulan:
 Pendekatan transcultural nursing dapat meningkatkan persepsi
masyarakat Kampung Adat Kuta terhadap perawatan paliatif.
 Penggunaan pendekatan budaya lokal dalam pemberian asuhan
keperawatan efektif untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan
masyarakat.
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Faktor Transkultural Persepsi Kesehatan Ibu Dengan Balita ISPA


Transcultural Factors Towards The Mother Perception Of The Helath Of Toddler Whith
Acute RRespiration Disease (ARD)

Dina Andriani BR Karo 1, Bakhtiar2, Teuku Tahlil1


1
Magister Keperawatan, Program Pascasarjana, Universitas Syiah Kuala
2
Bagaian Pediatri, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala

Abstrak

Keperawatan transkultural merupakan suatu area utama keperawatan yang berfokus pada aspek budaya
dan sub budaya yang berbeda, yang menghargai perilaku caring, layanan keperawatan, nilai-nilai,
keyakinan tentang sehat dan sakit, serta pola-pola tingkah laku yang bertujuan mengembangkan body of
knowledge yang ilmia dan humanistik guna memberi tempat praktik keperawatan pada budaya tertentu.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor transkultural terhadap persepsi
tentang kesehatan pada ibu dengan balita ISPA. Penelitian ini bersifat kuantitatif yang menggunakan desain
korelasional dengan pendekatan cross sectional. Tehnik pengumpulan sampel yang digunakan propotional
sampling terhadap 100 ibu dengan balita ISPA di Kota Banda Aceh.Analisa data dilakukan dengan uji Regresi
Logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor teknologi, nilai budaya dan gaya hidup, peraturan dan
kebijakan, ekonomi dan pendidikan berpengaruh terhadap persepsi ibu dengan balita ISPA (p< 0.05) ,
sedangkan faktor keagamaan dan falsafah hidup, sosial dan kekerabatan tidak berpengaruh terhadap
persepsi ibu dengan balita ISPA (p>0.05). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak
semua faktor transkultural mempengaruhi persepsi ibu dengan Balita ISPA. Direkomendasikan kepada
Puskesmas dan pihak terkait dapat meningkatkan persepsi kesehatan terhadap ibu dalam penanganan ISPA
pada Balita.

Kata kunci:Transkultural, ISPA, Ibu

Abstract

Transcultural nursing is a main area of nursing that focuses on different cultural and sub-cultural aspects,
that appreciates caring behaviors, nursing services, values, beliefs about health and illnes, and behaviorel
patterns that aim to develop scientific and humanistic body of knowledge, in order to give a nursing
practice in particular cultures. The purpose of this study was to find out the influence of transcultural
factors towards the mother perception of the health of toddlers with Acute Respiratory Disease (ARD). This
study was qualitative study that used correlational design with cross sectional approach. Sampling
technique used was propotional sampling with the number of respondents of 100mothers with toddler
with ARD in Banda Aceh City. Data was analyzed by logistic regression. The results of the study showed that
the technology, cultural value and life style, rules and policies, economic, and education factors influenced
the mother perception of the health toddlers with ARD (p<0.05), while the religion and philosophy of life,
social and kinship factors did not influence the mother perception of the health toddlers with ARD (p>0.05).
Based on this study, it can be conclude that not all transcultural factors influences the mother perception of
the health toddlers with ARD. It is recommended to community health centers and related institutions to
be able to improve the mother perception of the health in handling the ARD of toddlers.

Keywords: Transcultural, ARD, Toddler, and Mother

* Korespondensi :
Mariyati, Magister Keperawatan Program Pascasarjana Universitas Syiah Kuala,
Banda Aceh. Email : [email protected]
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Pendahuluan menular pada balita di Kota Banda Aceh


(Dinas Kesehatan Aceh, 2013).
Infeksi Saluran Pernafasan Akut(ISPA)
merupakan masalah utama yang paling
Prevalensi ISPA pada balita yang tinggi
umum terjadi di pelayanan kesehatan seperti
merupakan masalah kesehatan yang serius.
puskesmas dan rumah sakit.World Health
Kebiasaan masyarakat yang menganggap
Organization (WHO) menyatakan bahwa
penyakit ISPA atau lebih dikenal sebagai
pada tahun 2012 di dunia kasus ISPA pada
penyakit batuk dan pilek sebagai akibat
balita sebanyak 78%. WHO juga melapor
pergantian musim yang biasa dan ringan
bahwa pada tahun 2012 seperlima dari
memberikan kontribusi meningkatnya
kematian balita atau sekitar 12 juta balita di
prevalensi penyakit ISPA secara signifikan.
negara berkembang seperti Bangladesh,
Padahal penyakit ISPA apabila tidak ditangani
India, Indonesia, Myanmar dan Nepal
dengan serius dapat mengakibatkan
disebabkan ISPA. Angka kematian balita
komplikasi yang fatal terutama pada balita
akibat ISPA di negara berkembang tersebut
(Depkes RI, 2002).
merupakan 40% dari angka kematian balita
akibat ISPA didunia (WHO, 2012). Selain dari pada itu peningkatan prevalensi
ISPA pada balita tidak terlepas dari kebiasaan
Persentase balita yang mengalami ISPA di
atau budaya yang diyakini oleh masyarakat
Indonesia pada tahun 2012 adalah 18.2% dan
dalam merawat balita yang menderita ISPA.
meningkat pada tahun 2013 menjadi 38.8%.
Umumnya masyarakat atau keluarga dengan
Di Provinsi Aceh, prevalensi ISPA pada tahun
anak balita yang mengalami ISPA cenderung
2012 tercatat sebesar 63,78% dan meningkat
melakukan pengobatan sendiri seperti
menjadi 70,36%, pada tahun 2013. ISPA
membeli obat batuk dan pilek di toko obat
merupakan urutan pertama dari 10 jenis
atau memberikan pengobatan tradisional.
penyakit menular pada balita di Aceh. Data
Padahal penyakit ISPA dengan gejala batuk
dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh,
dan pilek yang tidak sembuh dalam tiga hari
menunjukkan bahwa prevalensi ISPA di Kota
memerlukan antibiotik dalam
Banda Aceh adalah 50,91% pada tahun 2012
penanganannya, melalui pemeriksaan
dan 46,8% pada tahun 2013, ISPA menduduki
kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan
urutan pertama dari 10 jenis penyakit
seperti Puskesmas. Perilaku masyarakat atau
keluarga dalam memanfaatkan fasilitas
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

pelayanan kesehatan yang ada seperti membantu keluarga untuk merawat balita,
Puskesmas sangat dipengaruhi oleh budaya sehingga memberikan kontribusi untuk
atau kultur masyarakat ditempat keluarga meningkatkan kualitas kesehatan keluarga
tersebut tinggal (Depkes RI, 2002).
Model yang paling tepat untuk memahami
Kondisi seperti yang digambarkan di atas juga pengaruh faktor-faktor dimensi sosial budaya
diperkuat dengan studi pendahuluan melalui terhadap kesehatan khususnya balita dengan
wawancara yang peneliti lakukan terhadap ISPA adalah Sunrise Modelyang dikemukakan
10 orang ibu yang memiliki balita dengan oleh Madeleine Leininger(1981, dikutip
ISPA atau batuk dan pilek diwilayah Tomey & Alligood, 2006). Model ini
KecamatanBanda Raya dan Kecamatan Jaya mengidentifikasi sejumlah faktor sosial
BaruKota Banda Aceh. Hasil wawancara budaya (transkultural) yang dapat
tersebutmengidentifikasikan bahwa 30% mempengaruhi kesehatan dan terjadinya
besar ibu-ibu yang memiliki balita dengan penyakit pada individu, keluarga dan
ISPA atau batuk dan pilek akan membeli obat masyarakat yaitu faktor teknologi, agama dan
sendiri ke toko obat karena mereka filsafat, hubungan kekerabatan dan sosial,
menganggap ISPA merupakan penyakit yang nilai-nilai budaya dan gaya hidup, politik dan
biasa dan ringan. Selanjutnya juga 50% besar hukum, ekonomi dan pendidikan ini penting
ibu-ibu tersebut mengatakan bahwa penyakit terutama dalam perawatan balita dengan
batuk dan pilek menandakan anaknya mau ISPA, karena lingkungan dan budaya secara
bertambah besar, 20% ibu membawa langsung berpengaruh pada standar
anaknya kedokter untuk mengobatan lebih perawatan yang diberikan keluarga kepada
lanjut. balita dengan ISPA (Sagar, 2012).

Merujuk pada hasil studi pendahuluan Leininger (1981, dikutip Tomey & Alligood,
tentang penanganan ISPA pada balita oleh 2006) mengatakan bahwa budaya
keluarga di atas, makadirasa perluuntuk mempunyai pengaruh luas terhadap
memperdalam konteks sosial budaya yaitu kehidupan suatu keluarga. Hal ini dapat
memahami kontribusi faktor-faktor sosial memberikan pengaruh terhadap perilaku
budaya dalamperawatanbalita dengan ISPA, kesehatan keluarga tersebut yang meliputi
khususnya di Kota Banda Aceh. Dengan kebiasaan hidup sehari-hari, pekerjaan,
memahamisituasi ini, diharapkan dapat pergaulan sosial, praktik kesehatan,
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

pendidikan anak, ekspresi perasaan, kerentanan anak-anak terhadap ISPA. Selain


hubungan keibuaan, peranan masing-masing itu, perawatan yang diberikan ibu pada balita
orang menurut umur. Lebih lanjut Leininger dengan ISPA. Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa bentuk dari keyakinan, mengidentifikasi bahwa beberapa ibu tidak
nilai-nilai, kultur dan norma yang ada didalam peduli terhadap paparan pada anak-anak
keluarga dapat mempengaruhi derajat yang rentan terhadap reaksi alergi, seperti
kesehatan keluarga tersebut. asma dan rinitis alergi seperti debu, kutu, dan
bulu binatang (Silva, Silva dan Reis, 2010).
Penelitian tentang transkultural dan
perawatan balita dengan ISPA yang dilakukan Melihat pentingnya pengaruh aspek sosial
oleh Silva, Silva dan Reis (2010) menunjukkan budaya keluarga terhadap kesehatan balita
bahwa dimensibudaya dan sosialibu-ibu dengan ISPA seperti yang telah diuraikan di
dengan anak yang menderita ISPA atas, maka peneliti tertarik untuk lebih
dipengaruhiolehfaktor teknologi, agama, mendalami dan mengetahui pengaruh faktor-
filsafat, kekerabatan, nilai-nilai budaya, gaya faktor transkultural terhadap persepsi
hidup, sertafaktorekonomi dan pendidikan. tentang kesehatan pada keluarga balita
Hasil penelitian tersebut juga dengan ISPA di Kota Banda Aceh tahun 2014.
menggambarkan bahwa faktor teknologi,
agama dan filsafat, kekerabatan dan Metodelogi

kehidupan sosial memfasilitasi atau


Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif
mendukung ibu-ibu di Distrik Cascadura, Rio
yang menggunakan desain korelasional
de Janeiro, Brazil untuk memberikan
dengan pendekatan cross sectional. Pada
perawatan kepada balita dengan ISPA.
penelitian ini pengukuran dilakukan satu kali
Sedangkan faktor nilai-nilai budaya dan gaya
dalam waktu yang bersamaan dengan
hidup, lingkungan rumah, faktor ekonomi
menggunakan alat ukur berupa kuesioner
dan pendidikan menghambat ibu dalam
untuk mengetahui pengaruh faktor-
memberikan perawatan kepada balita
faktortranskultural terhadap persepsi
dengan ISPA. Faktor-faktor sosial dan
tentang kesehatan pada ibuPopulasi dan
ekonomi yang menghambat proses
sampel
perawatan balita dengan ISPA karena tingkat
pendidikan yang rendah dan pendapatan Populasi adalah keseluruhan objek penelitian
keluarga yang rendah sangat terkait dengan yang akan diteliti (Dharma, 2011). Jumlah
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

balita yang menderita ISPA dari bulan Mei sangat banyak yang berpendidikan SMA
2013 sampai dengan April 2014 untuk (83%) serta bersuku Aceh (89%).
masing-masing Puskesmas di Kota Banda
Tabel 1 - Karakteristik Ibu Dengan Balita ISPA diKota
Aceh adalah 13.042. Penelitian ini Banda Aceh Tahun 2014 (n = 100)
menggunakan perhitungan besar sampel Karakteristik Jumlah
menggunakan rumus Slovin (1960), dalam F %
Usia
Dharma 2011) yang berjumlah 100 ibu, 1. 20-35 Tahun 71 71
Teknik pengambilan menggunakan rumus 2. 36-45 Tahun 17 17
3. 46-60 Tahun 12 12
propotional sampling(Dharma, 2011). Tingkat
Pendidikan
Instrumen dari penelitian ini berbentuk 1. SMP 5 5
lembar kuesioner telah melewati uji validitas 2. SMA 83 83
3. Perguruan 12 12
dan reliabilitas dengan menggunakan Tinggi (PT)
Penghasilan
Cronbach alfa dengan nilai >0,80. perbulan
1. < 1.550.000 10 10
Penelitian ini dilaksanakan di beberapa 2. 1.550.000- 69 69
3.100.000
Puskesmas di Kota Banda Aceh. Penelitian 3. > 3.100.000 21 21
Suku
dilakukan pada bulan Januari sampai
1. Aceh 89 89
Oktober 2014 dimulai penyusunan proposal, 2. Non Aceh 11 11

pengumpulan data dilanjutkan dengan


pengolahan hasil serta penulisan laporan Persepsi Ibu yang mempunyai balita ditunjukkan
pada Tabel 2 berikut ini.
penelitian. Adapun waktu pengambilan data
penelitian adalah dari tanggal 8 sampai 22
Tabel 2 - Ibu Dengan Balita ISPA berdasarkan Persepsi
September2014 Kesehatan Di Kota Banda Aceh 2014
Persepsi Kesehatan Frekuensi Persentase

Hasil Ibu (f) (%)

Baik 60 60
Karakteristik responden penelitian Kurang 40 40
ditunjukkan pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel
1 diketahui bahwa dari 100 orang ibu dengan Berdasarkan tabel 2 di atas, maka dapat
balita ISPA yang menjadi responden, diketahui bahwa kebanyakanibu dengan
mayoritas berumur antara 20-35 tahun balita ISPA (60%) mempunyai persepsi
(71%), dan mempunyai pendapatan ibu per kesehatan yang baik.
bulan 1.550.000-3.100.000 ( 69%), dan
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Faktor-faktor Transkultural Terhadap Banda Aceh mempunyai pemahaman yang


Persepsi Kesehatan Pada Ibu Dengan Balita baik terhadap faktor peraturan dan kebijakan
ISPA ditunjukkan pada Tabel 3. (58%), namun hanya beberpa yang memiliki
pandangan yang baik terhadap faktor
Tabel 3 - Faktor-faktor Transkultural Terhadap
Persepsi Kesehatan Pada Ibu Dengan Balita ISPA Di teknologi (42%), keagamaan dan falsafah
Kota Banda Aceh
hidup (39%), social dan kekerabatan (46%),
Variabel Jumlah
nilai budaya dan gaya hidup (38%), ekonomi
F %
Faktor Teknologi (34%), danpendidikan (42%).
1. Baik 42 42
2. Cukup 24 24
Hubungan faktor-faktor transkultural dengan
3. Kurang 34 34
Faktor Keagamaan dan persepsi Ibu Balita ISPA digambarkan pada
Falsafah Hidup
1. Baik 39 39
Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa ada
2. Cukup 23 23 hubungan yang signifikan antara persepsi
3. Kurang 38 38
kesehatan ibu dengan faktor teknologi
Faktor Sosial dan Kekerabatan
1. Baik 46 46 (p=0.000), keagamaan dan falsafah hidup
2. Cukup 26 26 (p=0.000), sosial dan kekerabatan (p=0.001),
3. Kurang 28 28
Faktor Nilai Budaya dan Gaya nilai budaya dan gaya hidup (p=0.000),
Hidup
peraturan dan kebijakan (p=0.011), ekonomi
1. Baik 38 38
2. Cukup 32 32 (p=0.000) dan pendidikan (p=0.013).
3. Kurang 30 30
Faktor Peraturan dan Tabel 4 - Hubungan Faktor-faktor Transkultural
Kebijakan Dengan Persepsi Ibu Di Kota Banda Aceh (n = 60)
1. Baik 58 58
2. Cukup 22 22 Faktor- faktor Persepsi Ibu
p-
3. Kurang 20 20 Kuran Total value
Faktor Ekonomi Transkultura Baik
l g
n(%) n(%) n(%)
1. Baik 34 34
1. Teknologi
2. Cukup 30 30
a. Baik 37(61.7) 5(12.5) 42(42)
3. Kurang 36 36
0.000
Faktor Pendidikan b. Cukup 18(30) 6(15) 24(24)
1. Baik 42 42 c. Kurang 5(8.3) 29(72.5) 34(34)
2. Cukup 34 34
2. Keagamaan dan falsafah hidup
3. Kurang 24 24
a. Baik 31(51.7 8(20) 39(39)
) 0.000
Tabel 3 diatas menunjukkan bahwa b. Cukup 21(35) 2(5) 23(23)
kebanyakan ibu yang mempunyai balita c. Kurang 8(13.3) 30(5) 38(38)
dengan ISPA di wilayah kerja Puskesmas 3. Sosial dan kekerabatan
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

11.48)a. mempunyai
Baik pengaruh
31(51.7) 15 yang signifikan (p ≤ 0.05) terhadap persepsi kesehatan pada ibu
46(46)
(37.5) 0.001
dengan
b. BalitaISPA .
Cukup 20(33.3) 6 (15) 2626)
c. Kurang 9(15) 19 (47).5 28(280
Tabel 5 - Pengaruh Faktor-faktor Transkultural Terhadap Persepsi Tentang Kesehatan Pada Ibu Dengan Balita ISPA Di
4. Nilai budaya dan gaya hidup
Kota Banda Aceh
a. Baik 35(58.3) 3(7.5) 38(38)
0.000 No Variabel B 95% C.I p-
b. Cukup 22(36.7) 10(25) 32(32)
Value
c. Kurang 3(5) 27(67.5) 30(30)
5. Peraturan dan kebijakan
1 Teknologi 1.246 1.28-9.42 0.014
a. Baik 42(70) 16(40) 58(58)
0.011 2 Agama dan 0.282 0.50-3.50 0.569
b. Cukup 9(15) 13(2.5) 22(22)
falsafah hidup
c. Kurang 9(15) 11(27.5) 20(20) 3 Sosial dan 0.497 0.63-4.32 0.313
6. Ekonomi kekerabatan
a. Baik 28(46.7) 6(15) 34(34) 4 Nilai budaya 1.373 1.27-12.21 0.017
0.000
b. Cukup 26(43.3) 4(10) 30(30) dan gaya hidup
c. Kurang 6(10) 30(75) 36(36) 5 Peraturan dan 1.225 1.24-9.32 0.017
7. Pendidikan kebijakan
a. Baik 32(53.3) 10(25) 42(42) 6 Ekonomi 1.283 1.10-11.81 0.034
0.013
b. Cukup 18(30) 16(40) 34(34) 7 Pendidikan 1.349 1.29-11.48 0.015

Pengaruh
c. Kurang faktor-faktor
10(16.7) 14(35) Transkultural
24(24)

Terhadap Persepsi Tentang Kesehatan Pada Pembahasan

Ibu Dengan Balita ISPA digambarkan dalam


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa secara
pengaruh faktor-faktor transkultural yaitu
statistik faktor Agama (B = 0.28, 95% CI =
faktor teknologi, keagamaan dan falsafah
0.50-3.50) dan sosial (B = 0.49, 95% CI =
hidup, sosial dan kekerabatan, nilai budaya
0.63-4.32) tidak memberikan pengaruh yang
dan gaya hidup, peraturan dan kebijakan,
signifikan terhadap persepsiibu dengan Balita
ekonomi dan pendidikan terhadap persepsi
ISPA (p>0.05), sedangkan faktor teknologi (B
tentang kesehatan pada ibu dengan balita
= 1.24, 95% CI = 1.28-9.42), nilai budaya dan
ISPA di Kota Banda Aceh. Secara umum hasil
gaya hidup (B = 1.37, 95% CI = 1.27-12.21) ,
penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-
peraturan dan kebijakan (B = 1.25, 95% CI =
faktor transkultural mempengaruhi persepsi
1.24-9.32), ekonomi (B = 1.28, 95% CI = 1.10-
tentang kesehatan pada ibu dengan balita
11.81) pendidikan (B = 1.34, 95% CI = 1.29-
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

ISPA. Adapun penjelasan rinci mengenai berkualitas atau sumber yang tepat dengan
pengaruh faktor-faktor transkultural menggunakan teknologi informasi kesehatan.
terhadap persepsi tentang kesehatan pada Masyarakat bisa mencari informasi kesehatan
ibu dengan balita ISPA untuk setiap melalui media elektronik maupun media
variabelnya adalah sebagai berikut. sosial dan melakukan komunikasi dengan
orang lain bahkan bergabung dalam jejaring
Hasil analisa statistik untuk faktor teknologi
sosial tentang kesehatan. Teknologi informasi
diketahui bahwa sebagian besar ibu balita
memegang peranan penting dalam sektor
dengan ISPA yaitu 61.7%memiliki pandangan
kesehatan sehingga sangatlah penting bagi
yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat untuk peningkatan kemampuan
sebahagian besar ibu balita dengan ISPA
dalam penguasaan teknologi informasi.
sudah memanfaatkan teknologi dengan baik
untuk memperoleh informasi tentang Hasil analisa statistik untuk faktor keagamaan
penyakit ISPA. Hasil penelitian ini sesuai dan falsafah hidup menunjukkan bahwa
dengan hasil penelitian Melo (2011) yang sebahagian besaribu dengan balita ISPA yaitu
menyatakan bahwa faktor teknologi dalam 51.7 memiliki pandangan yang baik untuk
transkultural nursing bermanfaat bagi faktor keagamaan dan falsafah hidup. Hal ini
masyarakat untuk memperoleh akses pada mengidentifikasi bahwa sebahagian besar ibu
teknologi informasi, akses komunikasi, akses balita dengan ISPA memiliki cara pandang
ke media cetak dan elektronik dan akses yang baik terhadap pengobatan dan
kepada teknologi pelayanan kesehatan. penanganan ISPA. Hasil Penelitian ini sesuai
dengan penelitian sebelumnya (Paul dan
(Depkes RI, 2002) menyatakan bahwa salah
Corolyn, 2007) yang melaporkan bahwa
satu manfaat teknologi dalam bidang
pandangan hidup (falsafah hidup)
kesehatan bagi masyarakat adalah untuk
mempengaruhi kesehatan masyarakat.
mendapatkan informasi kesehatan dan
keluarga dengan balita ISPA dalam merawat
pelayanan kesehatan. Saat ini, banyak
dan memanfaatkan pelayanan kesehatan
masyarakat mencari informasi tentang
memperhatikan aspek agama dan falsafah
kesehatan melalui sumber-sumber teknologi
yang diyakini oleh keluarga. Potter dan Perry
seperti media elektronik dan internet. Oleh
(2010) menyatakan bahwa praktik yang
karena itu perawat perlu memfasilitasi pasien
berhubungan dengan pelayanan kesehatan
dalam mencari informasi kesehatan yang
mempunyai makna keagamaan bagi
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

sebahagian masyarakat atau keluarga. penelitian ini menggambarkan bahwa ibu


Spiritualitas mempengaruhi perilaku balita dengan ISPA mempersepsikan
masyarakat atau ibu dalam bidang kesehatan penanganan ISPA pada balita yang diberikan
(Tahlil, dkk, 2013). oleh Puskesmas memperhatikanaspek
budaya masyarakat.
Hasil analisa statistik untuk faktor sosial dan
kekerabatan diketahui bahwa sebahagian Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Erson
besar ibu dengan balita ISPA yaitu 51.7% (2005), yaitu pemahaman terhadap keadaan
memiliki pandangan yang baik tentang faktor sehat dan keadaan sakit tentunya berbeda di
sosial dan kekerabatan. Hasil ini memberikan setiap masyarakat tergantung dari
kesimpulan bahwa ibu dengan balita ISPA kebudayaan yang mereka miliki. Perpaduan
mempersepsikan bahwa pelayanan antara pengalaman empirical dengan konsep
kesehatan yang diberikan oleh Puskesmas kesehatan ditambah juga dengan konsep
untuk mengobati ISPA pada balita telah budaya dalam hal kepercayaan merupakan
memperhatikan aspek sosial budaya dan konsep sehat tradisional secara kuratif.
hubungan keluarga..
Hasil analisa statistik untuk faktor peraturan
Tomey dan Alligood (2006) mengatakan dan kebijakan diketahui bahwa sebahagian
bahwa aspek sosial budaya dalam pelayanan besar ibu dengan balita ISPA yaitu 70%,
kesehatan khususnya keperawatan adalah memiliki pandangan yang baik tentang faktor
penting menerapkan pendekatan antropologi peraturan dan kebijakan. Hal ini memberikan
yang berorientasi pada keaneka ragaman makna bahwa ibu dengan balita ISPA
budaya baik antar budaya maupun lintas beranggapan bahwa peraturan dan kebijakan
budaya dengan yang tidak membedakan yang ada di Puskesmas membantu
perbedaan budaya dan dilaksanakan sesuai masyarakat dalam pelayanan kesehatan
dengan hati nurani dan standar tanpa terutama dalam penanganan penyakit ISPA.
membedakan suku, ras, budaya, dan lain-lain.
Menurut Tomey dan Alligood (2006),
Hasil statistik untuk faktor nilai budaya dan kebijakan dan peraturan yang berlaku di
gaya hidup diketahui bahwa fasilitas pelayanan kesehatan mempengaruhi
sebahagianbesaribu balita dengan ISPA yaitu kegiatan individu dalam asuhan keperawatan
58.3%memiliki pandangan yang baik tentang lintas budaya. Faktor budaya dapat
faktor nilai budaya dan gaya hidup.Hasil mempengaruhi kebijakan kesehatan.
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Perbedaan bahasa dapat menyebabkan apabila anggota ibunya sakit. Variabel


kelompok tertentu memiliki informasi yang ekonomi dapat mempengaruhi tingkat
tidak memadai tentang hak‐hak kesehatan kesehatan seseorang dengan cara
mereka, atau menerima layanan kesehatan meningkatkan resiko terjadinya penyakit dan
yang tidak sesuai dengan kebutuhan khusus mempengaruhi cara bagaimana atau dimana
mereka. Terkait dengan penelitian ini, oleh seseorang masuk ke dalam sistem pelayanan
karena mayoritas ibu dengan balita SPA kesehatan. Penerimaan seseorang terhadap
bersuku Acehmaka informasi terkait dengan pengobatan yang bertujuan untuk
peraturan dan kebijakan pelayanan memelihara atau meningkatkan
kesehatan di Puskesmas tidak menjadi kesehatannya juga dapat dipengaruhi oleh
masalah. status ekonomi.

Hasil penelitian tentang faktor ekonomi Mubarak dan Chayatin (2009) juga
diketahui bahwa sebahagian besa ribu menyatakan bahwa status ekonomi atau
dengan balita ISPA yaitu 46.7% memiliki tingkat penghasilan keluarga akan
pandangan yang baik tentang faktor mempengaruhi cara hidup/gaya hidup
ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa ibu seseorang dan cara memperoleh pelayanan
dengan balita ISPA memiliki tingkat ekonomi kesehatan bila ada anggota keluarga yang
yang baik untuk mengobati dan merawat menderita sakit. Seseorang yang berasal dari
balita dengan ISPA. Tingkat ekonomi atau keluarga dengan penghasilan tinggi
pendapatan masyarakat akan mempengaruhi cenderung lebih mudah dalam memperoleh
cara masyarakat tersebut memelihara pelayanan dan fasilitas kesehatan,
kesehatannya dan memanfaatkan fasilitas dibandingkan dengan orang yang berasal dari
pelayanan kesehatan. keluarga dengan penghasilan rendah.
keluarga dengan penghasilan tinggi
Lebih lanjut Potter dan Perry (2010)
cenderung mendapatkan kesempatan yang
mengatakan bahwa pendapatan merupakan
lebih tinggi untuk mendapatkan pengetahuan
salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
dan informasi tentang arti kesehatan dan
wawasan masyarakat mengenai sanitasi,
manfaat dari pelayanan kesehatan.
lingkungan dan perumahan. Kemampuan
anggaran rumah tangga juga mempengaruhi Hasil analisa statistik untuk faktor pendidikan
kecepatan untuk meminta pertolongan diketahui bahwa sebahagian besar ibu
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

dengan balita ISPA yaitu 53.36% memiliki pendidikan seseorang maka semakin tinggi
pandangan yang baik tentang faktor pula motivasi untuk memanfaatkan fasilitas
pendidikan. Hal ini menggambarkan bahwa kesehatan karena telah memiliki
ibudengan balita ISPA memiliki pemahaman pengetahuan dan wawasan yang lebih luas
dan kesadaran yang baik terkait dengan dibandingkan dengan orang yang
pengobatan dan perawatan balita dengan berpendidikan rendah. Pendidikan seseorang
ISPA. Menurut Edelman dan Mandle (1994, dapat meningkatkan kematangan intelektual
dalam Potter & Perry, 2010), keyakinan sehingga dapat membuat keputusan yang
seseorang terhadap kesehatan sebagian lebih baik dalam bertindak. Tingkat
terbentuk oleh variabel intelektual, yang pendidikan dipercaya mempengaruhi
terdiri dari pengetahuan (atau informasi yang permintaan akan pelayanan kesehatan.
salah) tentang berbagai fungsi tubuh dan Pendidikan yang tinggi akan memungkinkan
penyakit, latar belakang pendidikan dan seseorang untuk mengetahui atau mengenal
pengalaman masa lalu. Variabel-variabel ini gejala awal dari suatu penyakit, sehingga
mempengaruhi pola pikir seseorang. berkeinginan untuk segera mendapatkan
Kemampuan kognitif akan membentuk cara perawatan.
berfikir seseorang, termasuk membentuk
kemampuan untuk memahami faktor-faktor Ukuran pendidikan juga penting untuk

yang berkaitan dengan penyakit dan mewakili kesadaran akan perlunya pelayanan

menggunakan pengetahuan tentang kesehatan. Orang dengan pendidikan formal

kesehatan dan penyakit yang dimilikinya lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan

untuk menjaga kesehatan diri sendiri. yang lebih tinggi dibanding orang dengan

Kemampuan kognitif juga berhubungan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah,

dengan tahap perkembangan seseorang. karena akan lebih mampu dan mudah
memahami arti dan pentingnya kesehatan
Notoatmodjo (2007), mengatakan bahwa serta pemanfaatan pelayanan kesehatan.
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang Tingkat pendidikan mempengaruhi kesadaran
maka semakin tinggi pula kesadaran akan pentingnya arti kesehatan bagi diri dan
terhadap kesehatan, baik untuk dirinya lingkungan yang dapat mendorong
maupun orang lain dan ibu. Latar belakang kebutuhan akan pelayanan kesehatan
pendidikan mempengaruhi seseorang dalam (Mubarak & Chayatin, 2009).
berpikir dan bertindak. Semakin tinggi tingkat
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Latar belakang pendidikan klien adalah dalam keterbatasan dan mencapai kematian
pengalaman klien dalam menempuh jalur dengan damai.
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin
tinggi pendidikan klien maka keyakinannya Leininger (Tomey & Alligood, 2006) meyakini

didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang bahwa kesehatan merupakan suatu

rasional dan individu tersebut dapat belajar keyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks

beradaptasi terhadap budaya yang sesuai budaya yang digunakan untuk menjaga dan

dengan kondisi kesehatannya (Tomey & memelihara keadaan seimbang/sehat yang

Alligood, 2006). dapat diobservasi dalam aktivitas sehari-hari.

Hasil ini menunjukkan bahwa secara umum Hasil analisa multivariat dengan

pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas menggunakan uji regresi logistic di atas

dalam Kota Banda Aceh sudah diketahui bahwa p value = 0,000 yang

memperhatikan aspek-aspek budaya dalam bermakna Ho ditolak, sehingga faktor

pelayanannya.Pendapat di atas sejalan transkultural (faktor teknologi, faktor

dengan yang dikemukakan oleh Leininger keagamaan dan falsafah hidup , faktor sosial

(Tomey & Alligood, 2006) menyatakan bahwa dan kekerabatan, faktor nilai budaya dan

konsep utama yang mendasari terbentuknya gaya hidup, faktor peraturan dan kebijakan,

teori keperawatan transkultural adalah faktor ekonomi dan faktor pendidikan) secara

budaya yaitu norma atau aturan tindakan parsial terdapat pengaruh yang signifikan

dari anggota kelompok masyarakat yang terhadap persepsi sehat pada keluarga balita

dipelajari, dan dibagi serta memberi petunjuk dengan ISPA, namun untuk setiap variabel

dalam berfikir, bertindak dan mengambil faktor-faktor transkultural dilihat dari setiap

keputusan. Selanjutnya juga Cultural Care faktor dengan uji regresi logistic diperoleh

yaitu yang berkenaan dengan kemampuan hasil faktor agama dan sosial tidak

kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan berpengaruh terhadap persepsi tentang

dan pola ekspresi yang digunakan untuk kesehatan pada ibu dengan BalitaISPA. Hal

membimbing, mendukung atau memberi ini menunjukkan bahwa tidak semua hal-hal

kesempatan individu, ibu atau kelompok mengenai persepsi kesehatan khususnya

untuk mempertahankan kesehatan, sehat, pada ibu balita dengan ISPA mampu

berkembang dan bertahan hidup, hidup dijelaskan atau dipengaruhi oleh variabel
faktor transkultural.
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Hasil penelitian di atas berbeda dengan perawatanbalita dengan ISPA karena tingkat
pendapat yang dikemukakan oleh Leininger pendidikan yang rendah dan pendapatan
(Tomey & Alligood, 2006), yaitu dimensi keluarga yang rendah sangat terkait dengan
budaya dan struktur sosial dalam sunrise kerentanan anak-anak terhadap ISPA. Selain
model dalam pelayanan kesehatan dan itu, lingkungan rumah dan gaya hidup juga
keperawatan dipengaruhi oleh 7 faktor, yaitu memiliki dampak negatif yang besar
faktor teknologi, faktor keagamaan dan berkaitan dengan perawatan yang diberikan
falsafah hidup, faktor sosial dan kekerabatan, ibu terhadap balita dengan ISPA.Hasil
faktor nilai budaya dan gaya hidup, faktor penelitianini menemukan beberapa ibu yang
peraturan dan kebijakan, faktor ekonomi dan tidak peduli terhadap paparan pada anak-
faktor pendidikan. anak yang rentan terhadap reaksi alergi,
seperti asma dan rinitis alergi seperti debu,
Hasil penelitian ini juga berbeda dengan
kutu, dan bulu binatang(Silvadan Reis et al,
penelitian yang dilakukan oleh Silva, dan
2010).
Reis(2010) menunjukkan bahwa dimensi
budaya dan sosial ibu-ibu dengan anak yang Kesimpulan
menderita ISPA dipengaruhi oleh faktor
teknologi, agama, filsafat, kekerabatan, nilai- Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

nilai budaya, gaya hidup, serta faktor sebagian besar faktor transkultural

ekonomi dan pendidikan. Hasil penelitian mempengaruhi persepsi tentang kesehatan

tersebut juga menggambarkan bahwa faktor pada ibu dengan Balita ISPA.Secara

teknologi, agama dan filsafat, kekerabatan keseluruhan, pengaruh dari faktor-faktor

dan kehidupan sosial memfasilitasi atau transkultural terhadap persepsi kesehatan

mendukung ibu-ibu di Distrik Cascadura, Rio pada ibu dengan balita ISPA di Kota Banda

de Janeiro, Brazil untuk memberikan Aceh adalah sebagai berikut:

perawatan kepada balita dengan ISPA.


Faktor teknologi, nilai budaya dan gaya
Sedangkan faktor nilai-nilai budaya dan gaya
hidup, peraturan dan kebijakan, ekonomi dan
hidup, lingkungan rumah, faktor ekonomi
pendidikan mempunyai pengaruh yang
dan pendidikan menghambat ibu dalam
signifikan terhadap persepsi tentang
memberikan perawatan kepada balita
kesehatan ibu dengan balita ISPA di Kota
dengan ISPA. Faktor-faktor sosial dan
Banda Aceh (p < 0.05)
ekonomi yang menghambat proses
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Faktor keagamaan dan social dan Friedman, M. M. (2010). Buku ajar


kekerabatan tidak berpengaruh terhadap keperawatan ibu : riset, teori dan
praktek. Jakarta : EGC
persepsi tentang kesehatan ibu dengan balita
ISPA di Kota Banda Aceh, (p > 0.05)
Ghozali, I. (2009). Aplikasi analisis
multivariate dengan program SPSS.
Referensi Edisi Keempat, Semarang : Penerbit
Universitas Diponegoro
Bowling, A. (2012). The measurement of
Harsono, A. (2007). Diagnosa komunitas dan
patients’expectations for health care: a
program kesehatan. Jakarta : Yayasan
review and psychometric testing of a
Esentia Medika.
measure of patients’ expectations.
Journal of Health Technology Henry, Beth A, Nicolau, Ana IO (2010). Socio-
Assessment 16. cultural factors influencing
breastfeeding practices among low-
Buse, K., Mays, N. & Walt, G. (2012). Making
income women in Fortaleza-Ceará-
health policy : understanding public
Brazil: a Leininger’s Sunrise Model
health. 2nd Edition, New York : Open
Perspective. Diakses tanggal 18
University Press.
November 2013, Dari
Corwin, E. J. (2009). Patofisiologi. Jakarta: www.um.es/eglobal.
EGC.
Koentjoro, S. (2002). Dukungan sosial pada
Depkes RI.(2002), Kebijakan dan strategi ibu. Diakses 16 Agustus 2014. dari http :
pengembangan sistem informasi //www. e-psikologi.com.
kesehatan nasional. Jakarta.
Layuk, R. R. Noer, Wahiduddin (2012). Faktor-
Depkes RI. (2002), Pedoman Pemberantasan faktor yang berhubungan dengan
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan kejadian ISPA pada balita di Lembang
Akut untuk Penanggulangan Batu Sura. Diakses tanggal 18
Pneumonia Balita. Jakarta. November 2013, dari
Dharma, K. K. (2011). Metodologi penelitian http://repository.unhas.ac.id.
keperawatan. Cetakan Pertama, Jakarta Maulana (2009). Promosi kesehatan. Jakarta :
Timur : CV. Trans Info Media. EGC.
Dinas Kesehatan Aceh (2013). Profil Mubarak, W. I. dan Chayatin, N. (2009). Ilmu
kesehatan provinsi Aceh tahun kesehatan masyarakat : teori dan
2012.Diakses tanggal 18 November aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
2013, dariwww.dinkes.acehprov.go.id.
Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh (2012).
Murwani, A. (2009). Perawatan pasien
Profil kesehatan Kota Banda Aceh
penyakit dalam. Yogyakarta : Mitra
tahun 2012.Diakses tanggal 18
Cendikia.
November 2013,
dariwww.dinkes.bandaaceh.go.id. Melo, L.P. (2011). The Sunrise model: a
contribution to the teaching of nursing
Erson (2005). Antropologi kesehatan.
consultation in collective health.
Yogyakarta : UGM Press.
American Journal Of Nursing Research I
Jurnal Ilmu Keperawatan (2015) 3:1
ISSN: 2338-6371 Andriani, Bachtiar, Tahlil

Nelson, W.E. (2000). Ilmu kesehatan anak. WHO (2013).Acute respiratory track infection
Edisi 15, Jakarta : EGC. data.Diakses tanggal 18 November
2013, dari http://www.who.int.
Notoatmodjo,S (2007). Promosi kesehatan
dan ilmu prilaku kesehatan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Potter, P.A & Perry, A. G. (2010),
Fundamental keperawatan. Edisi 7,
Jakarta : Salemba Medika.
Prasetyo, B. & Jannah, L. M. (2008). Metode
penelitian kuantitatif : teori dan
aplikasi. Edisi I, Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
Paul ,S. & Carolyn, W (2007). A Companion to
Art Theory. Libgen. Org. Diakses tanggal
17 November 2014, dari
Libgen.org/book/index.phppmds.
Sagar, P. L. (2012). Transcultural nursing
theory and models : application in
nursing education, practice, and
administration. New York : Springer
Publishing Company.
Silva M.D.B., Silva L.R. da & Reis A.T. (2010).
Socioeconomic and cultural factors of
maternal care in children's respiratory
disease in the district of Cascadura, Rio
de Janeiro, Brazil. Journal of Nursing
UFPE, Octobre 2012, Brazil.
Tahlil,T. Woodman,R.W., Coveny, J.
Ward,P.R (2013). Exploring
Recommendation for an Effective
smoking prevention program for
Indonesian Adolescent. Asian Pacific
Journal Of Cancer Prevention. Vol 14.
diakses 5 Agustus di
http://dx.doi.org/10.7314/APJCP.2013.
14.2.865
Tomey, A.M and Alligood, M.R
(2006).Nursing theorists and their
work. 6th Ed. United States of America :
Mosby, Inc.
Walgito. (2004).Pengantar

psikologi umum.Yogyakarta. Andi


Yogyakarta.
Jurnal Keperawatan Silampari
Volume 6, Nomor 1, Desember 2022
e-ISSN: 2581-1975
p-ISSN: 2597-7482
DOI: https://doi.org/10.31539/jks.v6i1.4650

PENGETAHUAN PERAWAT DAN PENERAPAN


TRANSCULTURAL NURSING

Yellyanda1, Ernawati2, Mursidah Dewi3, Abbasiah4


Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jambi1,2,3,4
[email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan perawat dengan


penerapan transcultural nursing di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Abdul Manap Kota
Jambi. Metode penelitian ini adalah penelitian analitik observsional menggunakan
desain cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 13 responden yang
memiliki pengetahuan baik, didapatkan 12 responden (92,3%) memiliki transcultural baik
dan dari 30 responden yang memiliki pengetahuan kurang baik, terdapat 22 responden
(73,3%) memiliki transcultural kurang baik. Simpulan, transcultural nursing
berhubungan dengan pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik di RSUD
H.Abdul Manap Kota Jambi.

Kata Kunci: Pengetahuan, Perawat, Transcultural Nursing

ABSTRACT

This study aims to analyze the relationship between nurses' knowledge and the
application of transcultural nursing in the Inpatient Room of Abdul Manap Hospital,
Jambi City. This research method is an observational analytic study using a cross-
sectional design. The results showed that of the 13 respondents who had good
knowledge, 12 respondents (92.3%) had good transcultural, and of the 30 respondents
who had poor knowledge, 22 respondents (73.3%) had poor transcultural. In conclusion,
transcultural nursing is related to nurses' knowledge of therapeutic communication at the
H.Abdul Manap Hospital, Jambi City.

Keywords: Knowledge, Nurse, Transcultural Nursing

PENDAHULUAN
Pelayanan dasar pada rumah sakit berbentuk pelayanan rawat jalan dan inap,
pelayanan gawat darurat,serta pelayanan spesialis bentuk pelayanan yang secara
langsung diberikan pada pasien oleh pelaksanakeperawatan dan anggota keperawatan
lainnya, pelayanan keperawatan yang diberikan yang memberikan pelayanan kepada
pasien sesuai dengan profesi dan standar keperawatan yang telah ditetapkan yang
ditujukan untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan dapat mencapai
harapan pasien.
Pelayanan keperawatan yang dimaksud adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
pelayanan kesehatan dari rumah sakit maupun pelayanan kesehatan lainnya,dimana
keperawatan adalah bagian integral dari pelayanan kesehatan, untuk itu pelayanan
keperawatan yang baik dan berkualitas merupakan indikator untuk dapat menilai mutu
pelayanan kesehatan tersebut (Kumajas & Stevi, 2019). Pada standar akreditas rumah
sakit kepuasan pasien menjadi salah satu Indikator Mutu Nasional Kementerian
Kesehatan yang
Jurnal Keperawatan Silampari
593
2022. Jurnal Keperawatan Silampari 6 (1) 593-600

bertujuan sebagai pengukuran untuk menilai tingkat keberhasilan mutu pelayanan


kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (Raya et al., 2021).
Mutu pelayanan kesehatan dirumah sakit tidak semata dinilai dari kemewahan
fasilitas dan teknologi yang tersedia namun dari sikap dan prilaku tenaga kesehatan
yang berperan seperti cara berkomunikasi terhadap pasien yang ikut berperan
dalamproses pelayanan yang pelaksanaannya penilaian kepuasan pasien dapat
memperbaiki lingkungan rumah sakit,fasilitas yang diterima pasien serta fasilitas dalam
konteks konsumerisme (Sasmito et al., 2019).
Komunikasi keperawatan merupakan dasar penting dari seorang perawat untuk
dapat menjalankan perannya, dimana komunikasi suatu proses yang dijakankan untuk
menciptakan hubungan perawat dan pasien serta dengan tenaga kesehatan lainnya, tanpa
adanya komunikasi antar perawat dan pasien maka tidak terjadi hubungan dimana
seseorang akan merasa asing tindakan keperawatan yang untuk memenuhi kebutuhan
pasien akan mengalami kesulitan dan kecanggungan antar keduanya (Sasmito et al.,
2019).
Komunikasi terapeutik sendiri berperan penting membantu pasien memecahkan
masalah dengan memperjelas,mengurangi beban pikiran yang tidak diketahui sebelumya
serta membantu mengambil keputusan dan meningkatkan pengetahuan pasien dan
diharapkan dapat membantu pasien dalam memotivasi diri untuk kepatuhan dalam
menjalankan pengobatan yang sudah dianjurkan (Djala, 2021). Perawat yang
professional dalam keterampilan komunikasi secara terapeutik berusaha untuk menjalin
hubungan rasa percaya dengan pasien, memberikan kepuasan dalam pelayanan
keperawatan yang diberikan danmeningkatkan citra profesi keperawatan serta citra
rumah sakit (Hidayatullah, 2020).
Rumah Sakit Umum Abdul Manap merupakan Rumah Sakit Umum milik
Pemerintah Kota Jambi yang dijadikan rujukan bagi Puskesmas dan Rumah Sakit yang
ada diwilayah kerja Kota Jambi. Jumlah perawat pelaksana di ruang rawat inap
sebanyak 43 perawat. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di ruang rawat
inap kepada beberapa perawat pelaksana hasil wawancara didapatkan bahwa dari 10
perawat hanya 5 perawat yang mengetahui secara umum tentang pengertian komunikasi
terapeutik yang diberikan untuk pasien dan dalam pemberian asuhan keperawatan
perawat ruangan dari 10 perawat terdapat 4 perawat yang memiliki suku budaya yang
berbeda mengatakan sulit mengartikan bahasa saat berkomunikasi dengan pasien yang
memiliki persepsi dan bahasa berkomunikasi yang berbeda.
Berdasarkan penelitian Lestari et al., (2021) didapatkan mayoritas responden
dengan penerapan komunikasi terapeutik dengan kategori diterapkan (76,3%), usia
responden dikategorikan muda (86,8%), jarak rumah responden dikategorikan jauh
(71,1%), sebagian besar responden sudah menikah (68,4%), kepuasan kerja responden
dengan kategori puas dan tidak puas memiliki presentase yang sama (50%),
pengetahuan yang tinggi (76,3%), dan perilaku yang baik (71,1%). Hasilnya
menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja pengetahuan
dan perilaku dengan penerapan komunikasi terapeutik, sedangkan usia, jarak rumah dan
status pernikahan tidak mempunyai hubungan yang signifikan dengan penerapan
komunikasi terapeutik.
Berdasarkan pemaparan tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang Gambaran Pengetahuan dan transcultural nursing perawat tentang komunikasi
terapeutik pada pasien di Rumah Sakit Abdul Manap Kota Jambi Tahun 2022. Dengan
fenomena yang terdapat dari data Ruang pengaduan terdapat adanya pengaduan yang
diajukan oleh keluarga pasien mengenai komunikasi atau terjadi misskomunikasi yang
terjadi ruang rawat inap sebanyak 30% bentuk aduan. Fokus pada penelitian ini adalah
untuk menganalisis
2022. Jurnal Keperawatan Silampari 6 (1) 593-600
594
2022. Jurnal Keperawatan Silampari 6 (1) 593-600

hubungan pengetahuan perawat dengan transcultural nursing di ruang rawat inap Rumah
Sakit Abdul Manap Kota Jambi.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian analitik observsional menggunakan desain cross
sectional yang telah dilaksanakan di ruang rawat inap Rumah Sakit Abdul Manap Kota
Jambi pada tanggal 19 Juni-03 Juli 2022 melibatkan 43 perawat dengan kriteria perawat
pelaksana yang berkerja diruang rawat inap di RSU Abdul Manap dan bersedia menjadi
responden.
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah transcultural nursing sedangkan
independen variabelnya adalah pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik. Kedua
variabel diukur menggunakan kuesioner, untuk variabel transcultural nursing memiliki
10 point pertanyaan dengan rentang skor 0-10. Sedangkan variabel pengetahuan perawat
memiliki 10 point pertanyaan dengan rentang skor 0-15.
Dalam pengumpulan data penelitian dibantu oleh 2 mahasiswa yang sebelumnya
tidak pernah bertemu dengan perawat yang menjadi responden penelitian. Dalam penelitian
ini partisipan tidak mendapatkan reward berupa hadiah.
Data penelitian dianalisis menggunakan uji chi square, dimana jika hasil uji
statistic menunjukkan P-value < 0,05, maka dianggap signifikan. Dalam pengolahan dan
analisis data menggunakan aplikasi SPSS versi 16.0.

HASIL PENELITIAN
Tabel. 1
Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden

Variabel Frekuensi Persentase


Usia (Tahun)
25-35 33 76.7
36-45 10 23.3
Jenis kelamin
Perempuan 36 83.7
Laki-Laki 7 16.3
Lama bekerja (tahun)
1-5 12 27.9
>5 31 72.1
Tingkat Pendidikan
D3 Keperawatan 34 79.1
Ners 9 20.9
Suku bangsa
Melayu 28 65.1
Batak 3 7.0
Jawa 9 20.9
Minang 3 7.0

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa responden mayoritas berusia 25-35


tahun sebanyak 33 orang (76,7%), bejerni kelamin perempuan sebanyak 36 orang
(83,7%), lama bekerja >5 tahun sebanyak 31 orang (27,9%), tingkat pendidikan D3
keperawatan sebanyak
31 orang (72,1%) dan suku bangsa Melayu sebanyak 28 orang (65,1%). Hal ini
menunjukkan bahwa perawat karakteristik beragam yang pada akhirnya dapat
memengaruhi pengetahuan maupun transculturalnya.

595
2022. Jurnal Keperawatan Silampari 6 (1) 593-600

Tabel. 2
Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian

Variabel Frekuensi Persentase


Pengetahuan
Baik 13 30,2
Kurang baik 30 69,8
Transcultural nursing
Baik 20 46,5
Kurang baik 23 53,5

Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan


kurang baik dan transcultural kurang baik pula. Hal ini menunjukkan bahwa
pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik yang berhubungan dengan budaya
masih minim.
Tabel. 3
Hubungan Pengetahuan dengan Transcultural Nursing Perawat

Transcultural nursing
Pengetahuan Baik Kurang baik P-value
N % N %
Baik 12 92,3 1 7,7 0,000
Kurang baik 8 26,7 22 73,33
Total 20 46,5 23 53,5

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa dari 13 responden yang memiliki


pengetahuan baik, didapatkan 12 responden (92,3%) memiliki transcultural baik dan
dari 30 responden yang memiliki pengetahuan kurang baik, terdapat 22 responden
(73,3%) memiliki transcultural kurang baik. Hasil uji chi-square diperoleh P-value
<0,05.
PEMBAHASAN
Pengetahuan merupakan salah satu dari beberapa faktor yang mempengaruhi
berhasilnya komunikasi terapeutik yang dilakukan, seorang perawat yang memiliki
tingkat pengetahaun kurang terhadap komunikasi terapeutik yang dilaksanakan akan
sulit untuk merespon pertanyaan yang bersifat Bahasa verbal dari pada seorang dengan
tingkat pengetahuan yang lebih baik. Penerapan komunikasi terapeutik di Rumah Sakit
akan terlaksana dengan baik apabila didukung dengan pengetahuan perawat mengenai
komunikasi terapeutik seperti tujuan, manfaat, prinsip, tahapan, maupun teknik-teknik
melakukan komunikasi terapeutik (Narayan & Mallinson, 2022; Chichirez & Purcărea,
2018).
Hal ini sejalan dengan penelitian Tosun & Sinan (2020) melaporkan bahwa
dominan perawat yang bekerja di sarana kesehatan memiliki pengetahuan kurang
tentang keperawatan trasncultural. Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar
tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan komunikasi terapeutik yang rendah
disebabkan oleh semakin tinggi tingkat pengetahuan seorang perawat maka motivasi
dan kesadaran untuk menerapkan komunikasi terapeutik akan semakin tinggi juga dan
sebaliknya pengetahuan perawat yang rendah maka mengakibatkan kecenderungan
perawat untuk tidak menerapkan komunikasi terapeutik dengan baik. Ditemukannya
pengetahuan perawat yang tinggi (22.2%) namun kurang baik dalam penerapan
komunikasi terapeutik pada pasien ini disebabkan oleh kurangnya motivasi dan tidak
adanya reward dari rumah sakit bagi perawat yang telah menerapkan asuhan
keperawatan menggunakan komunikasi
2022. Jurnal Keperawatan Silampari 6 (1) 593-600
596
2022. Jurnal Keperawatan Silampari 6 (1) 593-600

terapeutik yang baik serta dipengaruhi oleh persepsi, nilai, lingkungan, peran,
hubungan, budaya dan faktor ekonomi.
Pengetahuan yang baik tentang komunikasi terapeutik akan berdampak positif
pada perilaku perawat. Perawat yang komunikatif akan lebih disukai daripada perawat
yang terampil namun mengabaikan aspek komunikasi. Pelaksanaan komunikasi
terapeutik sesungguhnya akanberdampak pada peningkatan kepuasan klien terhadap
pelayanan kesehatan secara keseluruhan. Pentingnya menerapkan komunikasi terapeutik
karena pada dasarnya setiap individu selalu berharap untuk mendapatkan perlakuan
yang hangat dan ramah terutama ketika berada dalam keadaan lemah akibat kondisi
sakit (Enestvedt et al., 2018).
Berdasarkan hasil penelitian sebagagian besar pengetahuan perawat tentang
komunikasi terapeutik kurang baik didukung oleh data tingkat pendidikan perawat yang
dominan adalah pendidikan D3 dan berdasarkan penelitian dilakukan juga dipengaruhi
jumlah perawat yang kurang sehingga beban kerja perawat bertambah. Maka dari itu
Pengetahuan perawat pelaksana yang kurang baik dalam menerapkan komunikasi
terapeutik pada pasien akan tidak efesien begitu pula pengetahuan perawat yang Baik
akan berpengaruh pada komunikasi terapeutik yang diterapkan baik dan lebih efesien
pula. Untuk meningkatkan pengetahuan perawat di Rumah Sakit H.Abdul Manap Kota
Jambi, maka solusi atau cara yang baik dapat dilakukan adalah dengan dengan
diadakannya penyuluhan yang ditujukan untuk bimbingan, dan meningkatkan
pengetahuan hal ini dapat dilakukan berupa pelatihan, seminar, diskusi kelompok dan
penyebaran leaflet. Dalam melakukan kegiatan ini baiknya dilakukan oleh perawat yang
lebih memahami tentang komunikasi terapeutik agar dapat meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan yang lebih baik.
Hasil penelitian dapat dilaporkan perawat dengan transcultural yang baik
sebanyak 20 orang (46.5%) dan transcultural kurang baik sebanyak 23 orang (53.5%).
Hal ini dapat dilihat dari wawancara yang terjalin saat pengisian kuesioner perawat
mengatakan bahwa mayoritas pasien di rawat inap adalah suku budaya melayu begitu
juga mayoritas perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Abdul Manap, yang sesuai
hasil data adalah suku budaya Melayu sebanyak 28 orang (65.1%), suku jawa sebanyak
9 orang (20.9%), suku batak sebanyak 3 orang (7.0%), dan suku minang sebanyak 3 orang
(7.0%). Namun perawat mengatakan, meskipun pasien rawat inap banyak ditemui adalah
suku melayu akan tetapi perawat merasa sulit untuk memahami keluhan yang diberikan
pasien atau keluarga dari segi mengartikan bahasa, logat dan cara pasien menghadapi
penyakit sesuai budaya yang dianut karena sebagian pasien yang berasal dari Jambi
bagian dalam seperti daerah Kumpeh, Sarolangun, Merangin, dll yang masih
menggunakan bahasa daerah itu sendiri.
Temuan yang sama Yuarsa & Jamalullail (2022) melaporkan bahwa untuk
mencapai pelayanan keperawatan yang holistik, perawat harus mampu menerapkan
pelayanan keperawatan yang peka budaya. Budaya setiap orang berbeda tergantung
daerahnya masing-masing dan Setiap daerah memiliki karakteristiknya masing-masing
yang dapat mempengaruhi komunikasi yang ada antar individu. Adanya perbedaan
budaya yang dirasakan oleh separuh dari informan dapat menimbulkan kesalahpahaman
saat mereka berkomunikasi dengan keluarga pasien, hasil penelitian dari 10 responden 5
responden menyatakan bahwa perbedaan intonasi sering menimbulkan perbedaan
persepsi dan kesalahpahaman. Seperti pada suku batak yang memiliki khas berbicara
dengan lantang dan terjadi kesalapahaman yang ditangkap oleh perawat menjadi terkesan
marah-marah,hal ini lah yang harus dipahami perawat untuk meningkatkan transkultural
terhadap beberapa budaya yang berbeda.

597
2022. Jurnal Keperawatan Silampari 6 (1) 593-600

Persepsi tentang pengetahuan tentang budaya, sikap perawat dalam menanggapi


pasien dengan budaya berbeda, dan pendekatan budaya pada pasien yang akan
dilakukan itu sangat penting. Pengetahuan tentang suatu budaya dan dampaknya
terhadap interaksi dengan pelayanan kesehatan merupakan hal esensial bagi perawat,
karena pengetahuan dan ketrampilan tersebut akan makin menguatkan dan meluaskan
system pemberian pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengetahui tentang bagaimana
kelompok budaya tertentu memahami proses kehidupan, mendefinisikan sehat-sakit,
mempertahankan kesehatan dan keyakinan mereka tentang penyebab penyakit dan
sebagainya begitu dengan perawat yang bersikap menghargai budaya kliennya atau
keluarganya, dengan berusaha untuk memahami budaya-budaya klien yang sangat
variatif. Menurut Leninger budaya pasien perlu dipertahankan bila budaya pasien tidak
bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan Implementasi keperawatan diberikan
sesuai nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat
meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya. Tetapi perawat juga akan
bernegosiasi dan atau melarang keluarga atau pasien apabila mereka melakukan suatu
kegiatan yang tidak terjamin keamanannya atau tidak diijinkan dokter (Larsen et al.,
2021; Tosun & Sinan, 2020). Negosiasi atau akomodasi perawatan kultural mengacu
pada semua bantuan, fasilitas dan dukungan atau pembuatan keputusan dan tindakan
profesional yang menolong masyarakat sesuai adaptasi kebudayaan mereka untuk
mencapai hasil kesehatan yang menguntungkan (Sagar & Sagar, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian kurang baiknya komunikasi terapeutik perawat
pelaksana yang terjadi di RSUD H.Abdul Manap Kota Jambi pada pasien yang
disebabkan perbedaan Budaya masalah yang sering terjadi seperti bahasa yang
digunakan berbeda mengakibatkan komunikasi yang terjalin tidak tersampaikan dengan
makna dan maksud yang sama, kemudian sering kali terjadi kesalahpahaman saat
berbicara dengan intonasi suara yang meninggi. Peran perawat saat menghadapi pasien
dengan berbeda suku yang masih menggunakan bahasa daerah adalah dengan cara untuk
lebih mengerti pasien dan untuk meminta bantuan keluarga untuk melakukan asuhan
keperawatan dengan baik tanpa hambatan perbedaan budaya yang terjadi.
Adanya hubungan antara pengetahuan perawat tentang komunikasi terapeutik dengan
transcultural nursing menunjukkan bahwa perawat yang ada di RSUD H.Abdul Manap
Kota Jambi harus lebih banyak memahami konsep transcultural nursing sehingga dapat
memberikan pelayanan keperawatan yang maksimal. Komunikasi lintas budaya
mencakup faktor-faktor tertentu yang harus dipertimbangkan ketika perawat berinteraksi
dengan pasien dan anggota keluarga mereka dari latar belakang budaya yang berbeda
dari mereka sendiri (Listerfelt et al., 2019).
Komunikasi lintas budaya melibatkan beberapa aspek yang harus dipahami untuk
mencapai kompetensi budaya, yang diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan
yang optimal (Chichirez & Purcărea, 2018; Ozkara San, 2019). Memahami isyarat
komunikasi ini dan artinya bagi orang-orang dari budaya yang berbeda diperlukan agar
perawat mencapai dan mempertahankan kompetensi budaya (Im & Lee, 2018).
Sejalan dengan hasil studi kualitatif terbaru menunjukkan bahwa masalah
komunikasi adalah alasan utama perawat tidak mampu memberikan asuhan keperawatan
yang kompeten secara budaya (Viken et al., 2018). Perawat melaporkan bahwa mereka
tidak nyaman dengan pasien dari budaya selain budaya mereka sendiri karena hambatan
bahasa. Perawat menyatakan kebutuhan untuk menerima pendidikan dan pelatihan
dalam keterampilan komunikasi transkultural untuk memberikan perawatan yang efektif
untuk pasien mereka dari berbagai budaya (Lin et al., 2019).

598
2022. Jurnal Keperawatan Silampari 6 (1) 593-600

SIMPULAN
Transcultural nursing berhubungan dengan pengetahuan perawat tentang komunikasi
terapeutik di RSUD H.Abdul Manap Kota Jambi.

SARAN
Sebagai masukan bagi petugas kesehatan perlunya untuk menambah wawasan dan
memahami mengenai pengetahuan serta sikap yang diambil saat mengatasi perbedaan
budaya pada pasien yang menghambat proses komunikasi terapeutik yang berjalan.

DAFTAR PUSTAKA
Chichirez, C. M., & Purcărea, V. L. (2018). Interpersonal Communication in Healthcare.
Journal of Medicine and Life, 11(2), 119.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6101690/
Djala, F. L. (2021). Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat terhadap Kepuasan
Pasien Rawat Inap di Ruangan Interna Rumah Sakit Umum Daerah Poso. Journal
of Islamic Medicine, 5(1), 41–47. https://doi.org/10.18860/jim.v5i1.11818
Enestvedt, R. C., Clark, K. M., Freborg, K., Miller, J. P., Leuning, C. J., Schuhmacher,
D. K., McHale, K. M., Baumgartner, K. A., & Loushin, S. L. (2018). Caring in the
Margins: A Scholarship of Accompaniment for Advanced Transcultural nursing
Practice. Advances in Nursing Science, 41(3), 230–242.
https://doi.org/10.1097/ANS.0000000000000201
Hidayatullah, M. S. (2020). Hubungan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien
Rawat Inap Puskesmas Tapen Kabupaten Bondowoso. Jurnal Keperawatan
Profesional, 8(1), 62–73. https://doi.org/10.33650/jkp.v8i1.1022
Im, E.. O., & Lee, Y. (2018). Transcultural nursing : Current Trends in Theoretical Works.
Asian Nursing Research, 12(3), 157–165. https://doi.org/10.1016/j.anr.2018.08.006
Kumajas, & Stevi, S. (2019). Hubungan Pengetahuan Perawat tentang Komunikasi
Terapeutik dengan Kepuasan Pasien di Ruang Cendana Rumah Sakit Tingkat III
Wolter Mongisidi. Nursing Inside Community, 2(1), 34–41.
https://doi.org/10.35892/nic.v2i1.270
Larsen, R., Mangrio, E., & Persson, K. (2021). Interpersonal Communication In
Transcultural nursing Care in India: A Descriptive Qualitative Study. Journal of
Transcultural nursing , 32(4), 310–317. https://doi.org/10.1177/1043659620920693
Lestari, Y. D., Widuri, W., & Sari, D. A. (2021). Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik Perawat di Ruang Rawat Inap Anak
Rumah Sakit JIH Yogyakarta. Mikki: Majalah Ilmu Keperawatan dan kesehatan
Indonesia, 10(1).
https://jurnal.stikeswirahusada.ac.id/mikki/article/download/338/245
Lin, M. H., Wu, C. Y., & Hsu, H. C. (2019). Exploring the Experiences of Cultural
Competence among Clinical Nurses in Taiwan. Applied Nursing Research, 45, 6–
11. https://doi.org/10.1016/j.apnr.2018.11.001
Listerfelt, S., Fridh, I., & Lindahl, B. (2019). Facing the Unfamiliar: Nurses’
Transcultural Care in Intensive Care–A Focus Group Study. Intensive and Critical
Care Nursing, 55, 102752. https://doi.org/10.1016/j.iccn.2019.08.002
Narayan, M. C., & Mallinson, R. K. (2022). Transcultural Nurse Views On Culture-
Sensitive/Patient-Centered Assessment And Care Planning: A Descriptive Study.
Journal of Transcultural nursing , 33(2), 150–160.
https://doi.org/10.1177/10436596211046986

599
2022. Jurnal Keperawatan Silampari 6 (1) 593-600

Raya, N. A. J., Winarta, I. W., Rosdiana, I. W., Purnata, I. W., & Widiari, N. K. (2021).
Pengalaman Perawat Kamar Bedah dalam Penerapan Keperawatan Transkultural di
Bali, Indonesia: Studi Deskriptif Analisis Kualitatif-Kuantitatif. Jurnal
Keperawatan, 13(2), 147–158. https://doi.org/10.32583/keperawatan.v13i2.1490
Sagar, P. L., & Sagar, D. Y. (2018). Current State of Transcultural nursing Theories,
Models, and Approaches. Annual Review of Nursing Research, 37(1), 25–41.
https://doi.org/10.1891/0739-6686.37.1.25
San, E. O. (2019). Effect of The Diverse Standardized Patient Simulation (DSPS)
Cultural Competence Education Strategy on Nursing Students’ Transcultural Self-
Efficacy Perceptions. Journal of Transcultural nursing , 30(3), 291–302.
https://doi.org/10.1177/1043659618817599
Sasmito, P., Majadanlipah, M., Raihan, R., & Ernawati, E. (2019). Penerapan Teknik
Komunikasi Terapeutik oleh Perawat pada Pasien. Jurnal Kesehatan Poltekkes
Ternate, 11(2), 58. https://doi.org/10.32763/juke.v11i2.87
Tosun, B., & Sinan, Ö. (2020). Knowledge, Attitudes and Prejudices of Nursing
Students about the Provision of Transcultural nursing Care to Refugees: A
Comparative Descriptive Study. Nurse Education Today,
85(2), 104294.
https://doi.org/10.1016/j.nedt.2019.104294
Viken, B., Solum, E. M., & Lyberg, A. (2018). Foreign Educated Nurses’ Work
Experiences and Patient Safety—A Systematic Review of Qualitative Studies.
Nursing Open, 5(4), 455–468. https://doi.org/10.1002/nop2.146
Yuarsa, T. A., & Jamalullail, J. (2022). Komunikasi Terapeutik Pada Pasien dan
Keluarga Pasien COVID-19. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(1), 1473–
1481. https://doi.org/10.36418/syntax-literate.v7i1.6120

600
Jurnal Keperawatan Galuh, Vol.5 No.1 (2023)

https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/JKG/

PENDEKATAN TRANSKULTURAL NURSING TERHADAP PERSEPSI MASYARAKAT


TENTANG PERAWATAN PALIATIF DI KAMPUNG ADAT KUTA KECAMATAN
TAMBAKSARI

Asri Aprilia Rohman1 Yoga Ginanjar2 Irfan Permana 3 Asep Wahyudin4


1, 2, 3, 4
Prodi Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Galuh, Indonesia
(Sejarah artikel: Diserahkan November 2022, Diterima Desember 2022, Diterbitkan Januari 2023)

ABSTRAK
Perkembangan masyarakat menuntut adanya peningkatan pelayanan kepada masyarakat, khususnya
akan pelayanan kesehatan termasuk tuntutan asuhan keperawatan yang berkualitas. Dinamika globalisasi
yang terjadi menyebabkan perpindahan penduduk baik antar daerah maupun antar negara (migrasi)
dimungkinkan dapat terjadi dan mampu menimbulkan pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan.
Indonesia sebagai negara kepulauan dan memiliki keragaman budaya yang sangat kaya menyebabkan ada
beberapa kebiasaan kultur yang terpengaruh dalam kehidupan sehari-hari khususnya bidang kesehatan.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pendekatan transcultural nursing terhadap perubahan persepsi
masyarakat tentang perawatan paliatif di Kampung Adat Kuta Kecamatan Tambaksari. Jenis penelitian yang
digunakan adalah quasi eksperimen dengan pendekatan one group pre post-test design, yaitu jenis penelitian
yang memberikan tes awal (pre-test) sebelum diberikan perlakuan, setelah diberikan perlakuan barulah
memberikan tes akhir (post-test). sampel dalam penelitian ini yaitu 59 orang. Hasil penelitian menunjukan
rata rata persepsi masyarakat sebelum dilaksanakan pendekatan transcultural nursing yaitu 3,65 dan setelah
dilaksanakan pendekatan transcultural nursing yaitu 10.26, hasil uji paired t-test didapatkan nilai p=0,00,
karena p-value < 0,05 maka disimpulkan hipotesis diterima atau ada pengaruh pendekatan transcultural
nursing terhadap persepsi masyarakat tentang perawatan paliatif di Kampung Adat Kuta Kecamatan
Tambaksari Kabupaten Ciamis.

Kata Kunci: Transkultural Nursing, Perawatan Paliatif

ABSTRACT
Community development demands an increase in service to the community, especially health services,
including demands for quality mental care. The dynamics that occur cause population locking both between
regions and between countries (migration) to occur and can cause a shift in orphanages. Indonesia as an
archipelagic country and has a very rich cultural diversity causes several cultural habits that are affected in
daily life, especially in the health sector. The purpose of this study was to determine the transcultural nursing
approach to changing people's perceptions of palliative care in the Traditional Village of Kuta, Tambaksari
District. The type of research used is quasi-experimental with a one group pre post-test design approach,
namely a type of research that gives an initial test (pest-test) before being given treatment, after being given
treatment then gives a final test (post-test). the sample in this study were 59 people. The results showed that
the average public perception before the transcultural nursing approach was implemented was 3.65 and after
the transcultural nursing approach was implemented, namely 10.26, the results of the paired t-test obtained a
value of p = 0.00, because the p-value < 0.05, the best hope accepted or there is an influence of the
transcultural nursing approach on people's perceptions of palliative care in the Traditional Village of Kuta,
Tambaksari District, Ciamis Regency.

Keywords: Transkultural Nursing, Palliative Care

Alamat Korespondensi:
Universitas Galuh, Ciamis, eISSN: 2656-4122 13
Indonesia Email:
[email protected]
Jurnal Keperawatan Galuh, Vol.5 No.1 (2023) 13
– 16
PENDAHULUAN
Perkembangan masyarakat menuntut Masyarakat Kampung Kuta merupakan
adanya peningkatan pelayanan kepada salah satu masyarakat adat yang berada di
masyarakat, khususnya akan pelayanan Kecamatan Tambaksari Kabupaten Ciamis
kesehatan termasuk tuntutan asuhan yang masih memegang dan menjalankan
keperawatan yang berkualitas. Dinamika tradisinya yang memenuhi amanat leluhur
globalisasi yang terjadi menyebabkan dengan pengawasan kuncen dan ketua adat.
perpindahan penduduk baik antar daerah Masyarakat Kampung Kuta mengaku mereka
maupun antar negara (migrasi) dimungkinkan sebagai pemeluk agama islam yang taat,
dapat terjadi dan mampu menimbulkan namun dalam kehidupan sehari-hari
pergeseran terhadap tuntutan asuhan kepercayaan religi mereka masih diwarnai oleh
keperawatan. Indonesia sebagai negara mitos dan animisme. Menurut masyarakat
kepulauan dan memiliki keragaman budaya Kuta, penyakit muncul karena melanggar
yang sangat kaya menyebabkan ada beberapa pantangan atau adat istiadat yang
kebiasaan kultur yang terpengaruh dalam menyebabkan munculnya suatu penyakit.
kehidupan sehari-hari khususnya bidang Dalam kesehariannya masyarakat Kuta
kesehatan. telah mempunyai mekanisme sendiri dalam
Perawat memandang pasien sebagai mengatasi kondisi sakit yang sedang mereka
makhluk bio-psikososio-kultural dan spiritual hadapi. Ketika mereka sakit biasanya
yang berespon secara holistik dan unik masyarakat kuta mencoba mengobati sendiri
terhadap perubahan kesehatan. Asuhan dulu,berbekal informasi dari leluhurnya
keperawatan yang diberikan oleh perawat mereka akan mencari tanaman obat yang bisa
tidak bisa terlepas dari aspek kultural yang mengobati penyakitnya. Jika dengan tanaman
merupakan bagian integral dari interaksi obat tidak memberikan perubahan mereka
perawat dengan pasien. Perawat berupaya akan datang kepada kokolot atau orang yang
memberikan pemahaman terhadap pasien dituakan untuk di obati. Kebanyakan dari
sebagai bagian kebutuhan menyeluruh pasien proses pengobatan berhenti pada tahap ini,
dalam kaitannya dengan kesehatannya. karena berdasarkan pengakuan warga, setelah
Teori transcultural nursing yang berasal diobati oleh kokolot atau orang yang dituakan
dari disiplin ilmu antropologi dan biasanya mereka merasa sembuh kembali.
dikembangkan dalam konteks keperawatan, Akan tetapi pada beberapa penyakit akan
teori ini menjabarkan konsep keperawatan dilanjutkan ke pengobatan ke sarana kesehatan
yang didasari oleh pemahaman tentang adanya seperti Puskesmas dan Rumah Sakit. Pada
perbedaan-perbedaan cultural yang melekat beberapa kasus, proses pengobatan sampai ke
dalam masyarakat. Leinginer beranggapan tingkat Rumah sakit biasanya pada kondisi
bahwa sangatlah penting memperhatikan gawat darurat seperti kecelakaan dan pasien
keanekaragamn budaya dan nilai-nilai dala dengan diagnosa penyakit terminal.
penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Budaya yang masih melekat pada
Bila hal tersebut diabaikan maka akan terjadi masyarakat Kampung Kuta pada pasien
cultural shock. Pendekatan trasnkultural dengan penyakit terminal atau pada pasien
merupakan suatu perspektif yang unik karena dengan perawatan paliatif yaitu mereka lebih
bersifat kompleks dan sistematis secara ilmiah, memilih merawat keluarga mereka di rumah
yang secara konstektal melibatkan banyak hal, dibandingkan dirawat di Rumah Sakit,
seperti bahasa yang digunakan tradisi, nilai sedangkan pasien tersebut memerlukan
historis yang teraktualisasikan, serta ekonomi. tindakan medis yang berkelanjutan. Mereka
meyakini jika pasien dengan penyakit terminal

14
Asri Aprilia Rohman, Yoga Ginanjar, Irfan Permana & Asep Wahyudin / Pendekatan Transkultural
Nursing Terhadap Persepsi Masyarakat Tentang Perawatan Paliatif di Kampung Adat Kuta
Kecamatan Tambaksari

lebih tenang jika mereka dirawat di rumah perlakuan barulah memberikan tes akhir (post-
karena mereka ingin meninggal dengan damai test) (Arikunto, 2010). Sampel dalam
ditengah tengah keluarga. penelitian ini ini adalah masyarakat di
Kampung dengan jumlah 59 orang.
METODE PENELITIAN Instrumen dalam penelitian ini
Jenis penelitian yang digunakan adalah menggunakan kuesioner. Kuesioner ini
quasi eksperimen dengan pendekatan one dilakukan dengan mengedarkan suatu daftar
group pre post-test design, yaitu jenis pertanyaan tentang persepsi masyarakat
penelitian yang memberikan tes awal (pest- tentang perawatan paliatif.
test) sebelum diberikan perlakuan, setelah
diberikan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Gambaran Penerapan Aspek SpiritualitasPerawat Pada Pasien di Ruang Rawat Inap Puskesmas
Manonjaya Kabupaten TasikmalayaTahun 2021
Tabel 1
Perbedaan Rerata Persepsi Masyarakat Sebelum dan Sesudah Intervensi

Skor Persepsi Masyarakat


Waktu Pengamatan Nilai p
Mean Min Maks Med SD
Pre-test 3.65 1.00 8.00 3.00 1.58 0,34
Post-test 10.26 8.00 12.00 10.00 1.32 0,00
Perubahan (post-pre) 6.61 1.00 11.00 6.00 2.08 0,00

Berdasarkan hasil penelitian rata rata mengenaik keberadaan pelayanan paliatif.


persepsi masyarakat sebelum dilaksanakan Penelitian ini sejalan dengan hasil
pendekatan transcultural nursing yaitu 3,65 penelitian Rita Benya Ariani (2014) bahwa
dan setelah dilaksanakan pendekatan Perawatan paliatif dengan menggunakan
transcultural nursing yaitu 10.26 . Hasil uji pendekatan budaya terbukti mampu
paired t-test didapatkan nilai p=0,00, karena p- meningkatkan kualitas asuhan keperawatan
value < 0,05 maka disimpulkan hipotesis kepada klien. Leinginer juga menyatakan
diterima atau ada pengaruh pendekatan bahwa keperawatan transcultural dapat
transcultural nursing terhadap persepsi digunakan dalam tiga cara, dapat
masyarakat tentang perawatan paliatif di mempertahankan budaya positif, melakukan
Kampung Adat Kuta Kecamatan Tambaksari negosiasi atau mengakomodasi budaya jika
Kabupaten. budaya tidak bertentangan dengan perawatan
Persepsi merupakan suatu proses dimana kesehatan, dan merestrukturisasi budaya.
seseorang memilih, mengorganisasikan,
mengartikan masukan informasi yang diterima DAFTAR PUSTAKA
menjadi suatu gabaran dan tidak tergantung Aini, N., 2018. Teori Model Keperawatan
pada sifat sifat rangsangan fisik tapi juga pada Beserta Aplikasinya dalam Keperawatan
pengalaman dan sikap dari individu itu sendiri. Malang: Universitas Muhammadiyah
Setiap orang akan menghasilkan perbedaan Malang
pendapat terhadap suatu objek. Persepsi AIPNI., 2015. Kurikulum Inti Pendidikan
masyarakat tentang perawatan paliatif dapat Ners. Jakarta: Asosiasi Institusi
dijadikan sebagai gambaran dan evaluasi Pendidikan Ners Indonesia (AIPNI).
15
Jurnal Keperawatan Galuh, Vol.5 No.1 (2023) 13
– 16

Hasdianah et al., 2015. Buku Ajar Dasar


Dasar Riset Keperawatan,Yogyakarta:
Nuha Medika
Nursalam, 2015. Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawataan 4th ed., Jakarta BA
Prosen, M., 2015. Introducing transcultural
nursing education Implementation of
transcultural nursing in the postgraduate
nursing curriculum. Procedia — Social
and Behavioraln Sciences, 174, pp. 149
— 155.
Putri, D., 2017. Keperawatan Transkultural
Pengetahuan dan Praktik Berdasarkan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Suroso, Haryati, Rr Tutik Sri, M. &
Novieastari, E., 2015. Pelayanan
Keperawatan Prima Berbasis Budaya
Berpengaruh Terhadap Tingkat
Kepuasan Pasien. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 18(1), pp.38-44.

16

You might also like