Pohon Ceremai PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 21

UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK ETANOL DAUN CEREMAI

(Phyllanthus acidus (L.) Skeels) TERHADAP Staphylococcus aureus dan


Escherichia coli DAN BIOAUTOGRAFINYA

SKRIPSI

Oleh :

ANTIK BUDIYANTI
K 100.050.058

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2009

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Infeksi merupakan salah satu penyebab penyakit yang sering terjadi di
daerah beriklim tropis, seperti Indonesia. Hal ini ditunjang dengan keadaan udara
yang lembab, berdebu serta temperatur yang hangat sehingga mikroba dapat
tumbuh dengan subur. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme
seperti bakteri, virus, riketsia, jamur dan protozoa (Gibson, 1996).
Penyakit infeksi yang banyak diderita masyarakat diantaranya infeksi
Enterobakteria, dari golongan Escherichia, Salmonella, Shigella, Klebsiela.
Infeksi Enterobakteria dari golongan Escherichia yang sering terjadi, yaitu
Escherichia coli (E. coli). E. coli secara alami hidup dalam saluran pencernaan. E.
coli pada umumnya tidak menyebabkan penyakit bila masih berada dalam usus,
tetapi dapat menyebabkan penyakit pada saluran kencing, paru-paru, dan saluran
empedu, peritorium, saluran otak (Jawetz et al., 1986).
Staphyllococcus aureus (S. aureus) merupakan penyebab penting penyakit
infeksi. Dalam keadaan normal S. aureus terdapat di dalam saluran pernafasan
atas, kulit, saluran cerna dan vagina. S. aureus dapat menyebabkan timbulnya
penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis, dan
pembentukan abses (Warsa, 1993).
Pada dewasa ini banyak bakteri penyebab infeksi telah resisten terhadap
antibiotik. Hal ini disebabkan karena secara alamiah bakteri resisten terhadap
antibiotik, penghentian antibiotik sebelum penyakit sembuh, dan pemberian dosis

di bawah dosis yang diberikan. Pengobatan penyakit infeksi yang disebabkan


bakteri yang resisten terhadap antibiotik memerlukan produk baru yang memiliki
potensi tinggi. Penelitian zat yang berkhasiat sebagai antibakteri perlu dilakukan
untuk menemukan produk antimikroba yang berpotensi untuk menghambat atau
membunuh bakteri yang resisten antibiotik dengan harga yang terjangkau. Salah
satu alternatif yang dapat ditempuh adalah memanfaatkan zat aktif pembunuh
bakteri yang terkandung dalam tanaman obat (Widjajanti, 1999).
Salah satu dari tanaman obat yaitu ceremai (Phyllanthus acidus (L.)
Skeels) yang

mengandung flavonoid, tanin dan saponin. Zat-zat tersebut

merupakan senyawa aktif dalam tanaman yang berkhasiat sebagai obat yang dapat
menyembuhkan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri (Robinson, 1991).
Ekstrak heksana, kloroform, etil asetat, dan etanol daun ceremai (P. acidus
(L.) Skeels) memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus serta
memiliki aktivitas antijamur pada

C. albicans dengan

metode Stokes disc

diffusion, the pour plate, well diffusion, streak plate, dan dilusi cair (Jagessar dkk.,
2008). Berdasarkan penelitian sebelumnya maka perlu dikembangkan untuk
melanjutkan penelitian uji aktivitas antibakteri daun ceremai (P. acidus (L.)
Skeels) dengan menggunakan metode dilusi padat dan untuk mengetahui senyawa
kimia ekstrak etanol daun ceremai yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1.

Apakah ekstrak etanol daun ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels)


memiliki

aktivitas

antibakteri

(Kadar

Bunuh

Minimum)

terhadap

Staphylococcus aureus dan Escherichia coli?


2. Senyawa kimia apa yang terdapat dalam ekstrak etanol daun ceremai
(Phyllanthus acidus (L.) Skeels) yang mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1.

Mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun ceremai (Phyllanthus


acidus (L.) Skeels) terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli
serta nilai KBM (Kadar Bunuh Minimum).

2.

Mengetahui senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol daun ceremai
(Phyllanthus acidus (L.) Skeels) yang mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

D. Tinjauan Pustaka
1. Tanaman ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels)
a. Klasifikasi dari tanaman ceremai sebagai berikut:
Divisio

: Spermatophyta

Sub divisio

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledoneae

Bangsa

: Euphorbiales

Suku

: Euphorbiaceae

Marga

: Phyllanthus

Jenis

: Phyllanthus acidus (L.) Skeels (Hutapea dkk.,

1991)
b. Sinonim

: Cicca disticha L. ; C. nodiflora Lamk. ;


Phyllanthus distichus Muell. Arg. ; P. cicca Muell.
Arg. ; Averroa acida L (Hutapea dkk., 1991)

c. Nama daerah
Sumatra

: ceremoi (Aceh), cerme (Gayo), cerme (Batak),


camin-camin (Minangkabau)

Jawa

: cerme (Sunda), cerme (Jawa), careme (Madura)

Bali

: carmen (Bali)

Nusa Tenggara

: saruma (Bima), cerme (Sasaki)

Sulawesi

: caramele (Makasar), tili (Gorontalo), cara-mele


(Bugis)

Maluku

: ceremin (Ternate) (Hutapea dkk., 1991).

d. Deskripsi
Pohon ceremai memiliki tinggi 10 m. Batangnya tegak, bulat, berkayu,
mudah patah, kasar, dengan percabangan monopodial, warna batang coklat muda.
Daunnya halus, tangkai silindris, majemuk, lonjong, berseling, panjang 5-6 cm,
lebar pertulangan 2-3 cm, tepi daun rata, ujung runcing, pangkal tumpul, warna
hijau muda. Bunga majemuk, bulat, diranting, tangkai silindris, panjang 1 cm,
warna hijau muda, kelopak bentuk bintang, halus, mahkota merah muda. Buah
ceremai bulat, dengan permukaan berlekuk, warna kuning keputih-putihan.
Bijinya bulat pipih, coklat muda. Akarnya tunggang dengan warna coklat muda
(Hutapea dkk., 1991).
e. Khasiat
Daun ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) berkhasiat untuk urus-urus
dan obat mual. Akar ceremai digunakan untuk obat asma dan daun muda untuk
obat sariawan (Hutapea dkk., 1991).
f. Kandungan kimia
Daun, kulit batang dan kayu ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels)
mengandung saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol, di samping itu kayunya juga
mengandung alkaloid (Hutapea dkk., 1991).
g. Ekologi dan penyebaran
Ceremai banyak ditanam orang di halaman, ladang, atau tempat lainnya
sampai ketinggian sekitar 500 m dpl. Pohon kecil, tinggi 10 m, percabangan
banyak. Kulit kayunya tebal, daun tunggal, bertangkai pendek, tersusun dalam

tangkai membentuk rangkaian seperti daun majemuk. Helaian daun bentuk bundar
telur sampai jorong, ujung runcing. Pangkal tumpul sampai bundar, tepi rata,
pertulangan menyirip, permukaan licin tidak berambut, panjang 2-7 cm, lebar 1,54 cm, warna hijau muda. Tangkai bila gugur akan menimbulkan bekas yang nyata.
Bunga majemuk tandan, panjang 1,5 cm 9 cm, keluar disepanjang cabang.
Buahnya berupa buah batu, bentuk bulat pipih, berlekuk 6-8, panjang 1,25-1,5 cm,
lebar 1,75-2,5 cm, warna kuning muda, rasanya asam (Dalimarta, 2002)
h. Sifat

: Berbau khas aromatik, tidak berasa (Dalimarta, 2002).

2. Metode Penyarian
Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif
larut dalam cairan penyari. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik jika
permulaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin luas
(Anonim, 1988).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Anonim, 2000). Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau
hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan.
Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan
kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimum dari zat aktif dan
seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1989).

Metode dasar penyarian ada beberapa yaitu maserasi, perkolasi dan


soxhletasi. Pemilihan dalam metode penyarian tersebut sebaiknya disesuaikan
dengan kepentingan untuk memperoleh sari yang baik (Anonim, 1986).
a.

Maserasi
Istilah maceration berasal dari bahasa Latin macerare, yang artinya

merendam. Maserasi yaitu proses penyarian dengan cara merendam simplisia


dalam penyari sampai meresap dan melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat
yang mudah larut akan melarut. Serbuk simplisia yang akan disari ditempatkan
pada wadah bejana bermulut besar, ditutup rapat kemudian dikocok berulangulang sehingga memungkinkan pelarut masuk ke seluruh permukaan serbuk
simplisia. Maserasi biasanya dilakukan pada temperatur 15- 20C dalam waktu 3
hari sampai bahan-bahan yang larut akan melarut (Ansel, 1989).
Maserasi merupakan metode penyarian yang sangat sederhana dan paling
banyak digunakan untuk menyari bahan obat yang berupa serbuk simplisia yang
halus. Remaserasi merupakan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
penyaringan maserat pertama, dan seterusnya (Anonim, 2000).
b.

Perkolasi
Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut yang

selalu baru sampai didapatkan ekstraksi yang sempurna (exhaustive extraction)


dan dilakukan pada suhu ruangan. Tahapan dari perkolasi meliputi tahapan
pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak


(perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Anonim, 2000).
c.

Soxhletasi
Bahan yang akan disari berada dalam sebuah kantong ekstraksi (kertas,

karton) di dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu. Wadah gelas
yang mengandung kantong diletakkan di antara labu suling dan suatu pendingin
alir balik dan dihubungkan melalui pipet. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang
menguap dan jika diberi pemanasan akan menguap mencapai ke dalam pendingin
aliran balik melalui pipa pipet, pelarut itu berkondensasi di dalamnya, menetes ke
bahan yang disari larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai
tinggi maksimum secara otomatis ditarik ke dalam labu dengan demikian zat yang
tersari tertimbun di dalam labu tersebut (Voight, 1995).
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan beberapa faktor. Cairan
penyari yang baik harus memenuhi kriteria yaitu murah dan mudah diperoleh,
stabil fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah
terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat dan diperbolehkan oleh
peraturan (Anonim, 1986).
3.

Bakteri
Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang berkembang biak dengan

pembelahan menjadi dua sel. Bakteri dibagi menjadi kelas-kelas menurut


bentuknya yaitu kokus (berbentuk bulat), basil (batang lurus), kokobasil (bentuk

antara kokus dan basil), vibrio (batang lempeng), dan spiroceta (spiral) (Gibson,
1996).
Berdasarkan sifat bakteri terhadap cat Gram, bakteri dapat digolongkan
menjadi Gram positif dan Gram negatif, contoh dari Gram positif ialah
Staphylococcus dan Streptococcus, sedangkan bakteri Gram negatif contohnya
yaitu E. coli dan Shigella sp (Salle, 1961).
4. Staphylococcus aureus
Klasifikasi dari Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:
Divisio

: Schizomycota

Kelas

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacteriales

Famili

: Micrococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Spesies

: Staphylococcus aureus (Salle, 1961)

Staphylococcus aureus adalah salah satu contoh dari bakteri Gram positif,
tumbuh dalam kelompok menyerupai buah anggur (Gibson, 1996). Sel
Staphylococcus aureus berbentuk bulat dengan diameter antara 0,8 -1,0 m,
tersusun dalam kelompok tidak teratur, tidak bergerak, tidak membentuk spora
(Jawetz et al., 1991).
S. aureus mudah tumbuh pada kebanyakan pembenihan bakteriologik dalam
keadaan aerobik atau mikroaerobik. Bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu
37 C, tapi paling baik membentuk pigmen pada suhu kamar (20 C). Koloni S.

10

aureus pada pembenihan padat berbentuk bulat halus menonjol berkilau-kilauan,


membentuk pigmen berwarna kuning emas (Jawetz et al., 1991).
S. aureus bersifat meragikan banyak karbohidrat dengan lambat,
menghasilkan asam laktat tetapi tidak menghasilkan gas. Bakteri tersebut dapat
menimbulkan penyakit melalui kemampuannya berkembang biak dan menyebar
luas dalam jaringan karena kemampuannya menghasilkan banyak zat ekstraseluler
(Jawetz et al., 1991).
5. Escherichia coli
E. coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam usus besar
manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi
primer pada usus misalnya diare pada anak-anak dan travelers diarrhea, seperti
juga kemampuannya menimbulkan infeksi pada jaringan tubuh lain diluar usus
(Karsinah dkk., 1994).
Klasifikasi dari Escherichia coli sebagai berikut :
Kingdom

: Prokaryotae

Divisio

: Protophyta

Sub divisi

: Schizomycetea

Classis

: Schizomycetes

Ordo

: Eubacterials

Famili

: Enterobacteriaceae

Genus

: Escherichia

Spesies

: Escherichia coli (Salle, 1991)

11

E. coli berbentuk batang gemuk berukuran 2,4 m x 0,4 m sampai 0,7 m,


termasuk Gram negatif tidak bersimpai, bergerak aktif dan tidak berspora. Bersifat
aerob atau fakultatif aerob dan tumbuh pada pembenihan biasa. Suhu optimum
pertumbuhannya yaitu 37 C. E. coli meragi laktosa, glukosa, sukrosa, maltosa dan
manitol dengan asam dan gas. Pada uji indol dan uji merah metil menunjukkan
hasil positif (+), sedangkan pada uji Proskauer dan uji sitrat menunjukkan hasil
negatif (-). E. coli tidak menghidrolisis urea dan tidak membentuk H2S (Gupte,
1990).
Dinding sel bakteri Gram negatif merupakan struktur yang berlapis-lapis
dan sangat kompleks. Komponen khusus dinding sel merupakan selaput ganda
fosfolipid ini diganti dengan molekul polisakarida. Bakteri E. coli pada umumnya
tidak menyebabkan penyakit bila masih berada dalam usus, tetapi dapat
menyebabkan penyakit pada saluran kencing, paru-paru, saluran empedu,
peritonium dan saluran otak bila mencapai jaringan di luar saluran pencernaan,
pada keadaan yang kurang baik seperti prematur, usia tua, terserang penyakit lain,
setelah imunisasi, bakteri ini dapat mencapai saluran darah dan akan terjadi sepsis
(Jawetz et al., 1986).
E. coli dapat menyebabkan infeksi pada traktus urinarius juga dapat
menyebabkan meningitis pada bayi prematur dan neonatal. Strain entero
patogenik E. coli sering menyebabkan diare akut pada anak-anak di bawah umur 2
tahun (Salle, 1961). E. coli tumbuh baik pada hampir semua media yang biasa
dipakai di laboratorium mikrobiologi. Pada media yang dipergunakan untuk
isolasi kuman enterik, sebagian besar strain E. coli tumbuh sebagai koloni yang

12

meragi laktosa. E. coli bersifat mikroaerofilik. Beberapa strain bila ditanam pada
agar darah menunjukkan hemolisis tipe (Anonim, 1996).
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh E. coli adalah :
1).

Diare

2).

Infeksi saluran kemih mulai dari sistitis sampai pielonefritis

3).

Pneumonia

4).

Meningitis pada bayi baru lahir

5).

Infeksi luka terutama luka di dalam abdomen (Anonim, 1994)

6. Mekanisme kerja antibakteri


Target antibakteri adalah sebagai berikut:
a. Dinding sel
Bakteri memiliki lapisan luar yang kaku, disebut dinding sel yang dapat
mempertahankan bentuk bakteri dan melindungi membran protoplasma di
bawahnya (Jawetz et al., 2001). Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara
menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk.
Antibiotik yang bekerja dengan mekanisme ini diantaranya adalah penisilin
(Pelczar dan Chan, 1998).
b. Perubahan permeabilitas sel
Membran sitoplasma mempertahankan bahan-bahan tertentu di dalam sel
serta mengatur aliran keluar masuknya bahan-bahan lain. Membran memelihara
integritas komponen-komponen seluler. Kerusakan pada membran ini akan

13

mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan sel atau matinya sel (Pelczar dan


Chan, 1998).
Polimiksin bekerja dengan merusak struktur dinding sel, dan kemudian
antibiotik tersebut dengan membran sel, sehingga menyebabkan disorientasi
komponen-komponen lipoprotein serta mencegah berfungsinya membran sebagai
perintang osmotik (Pelczar dan Chan, 1988).
c. Molekul protein dan asam nukleat
Hidup suatu sel bergantung pada terpeliharanya molekul-molekul protein
dan asam nukleat dalam keadaan alamiahnya. Suatu antibakteri dapat mengubah
keadaan ini dengan mendenaturasikan protein dan asam-asam nukleat sehingga
sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Salah satu antimikrobial kimiawi yang bekerja
dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel adalah fenolat dan
persenyawaan fenolat (Pelczar dan Chan, 1988).
d. Enzim
Setiap enzim dari beratus-ratus enzim berbeda-beda yang ada di dalam sel
merupakan sasaran potensial bagi bekerjanya suatu penghambat. Penghambat ini
banyak mengakibatkan terganggunya metabolisme atau matinya sel. Sulfonamid
merupakan zat kemoterapeutik sintesis yang bekerja dengan cara bersaing dengan
PABA (asam p-aminobenzoat) di dalam reaksi, karena molekul PABA dan
sulfonamid hampir sama, sehingga dapat menghalangi sintesis asam folat yang
merupakan koenzim esensial yang berfungsi dalam sintesis purin dan pirimidin,

14

dengan demikian karena tidak adanya koenzim,

maka aktivitas seluler yang

normal akan terganggu (Pelczar dan Chan, 1988).


e. Asam nukleat dan protein
DNA, RNA dan protein memegang peranan

penting dalam proses

kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada
pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
total pada sel (Pelczar dan Chan, 1998).
Tetrasiklin merupakan salah satu antibiotik yang dapat menghambat sintesis
protein dengan cara menghalangi terikatnya RNA (RNA transfer aminoasil) pada
situs spesifik ribosom, selama pemanjangan rantai peptida (Pelczar dan Chan,
1988).
7. Uji aktivitas antibakteri
Pengujian terhadap aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu :
a. Agar difusi
Media yang dipakai adalah agar Mueller Hinton. Pada metode difusi ini ada
beberapa cara, yaitu:
1). Cara Kirby Bauer
Suspensi bakteri yang telah ditambahkan akuades hingga konsentrasi 108
CFU per ml dioleskan pada media agar hingga rata, kemudian kertas samir (disk)
diletakkan di atasnya. Hasilnya dibaca:

15

a). Radical zone yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana sama sekali tidak
ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Potensi antibakteri diukur dengan
mengukur diameter dari zona radikal.
b). Irradical zone yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana pertumbuhan bakteri
dihambat oleh antibakteri, tetapi tidak dimatikan (Lorian, 1980).
2). Cara Sumuran
Suspensi bakteri yang telah ditambahkan akuades hingga konsentrasi 108
CFU per ml dioleskan pada media agar hingga rata, kemudian media agar dibuat
sumuran, diteteskan ke dalam larutan antibakteri. Hasilnya dibaca seperti cara
Kirby Bauer (Lorian, 1980).
3). Cara Pour Plate
Suspensi bakteri yang telah ditambahkan dengan akuades dan agar base,
dituang pada media agar Mueller Hinton, disk diletakkan di atas media. Hasilnya
dibaca sesuai standar masing-masing antibakteri (Lorian, 1980).
b. Dilusi Cair/Dilusi Padat
Metode dilusi cair adalah metode untuk menentukan konsentrasi minimal
dari suatu antibakteri yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme.
Pada prinsipnya antibakteri diencerkan sampai diperoleh beberapa konsentrasi.
Pada dilusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman dalam
media. Sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur
media

dengan

agar, kemudian ditanami bakteri. Konsentrasi terendah yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri ditunjukkan dengan tidak adanya kekeruhan

16

disebut Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) atau Minimum Inhibitory


Concentration (MIC) (Anonim, 1994).
8.

Pewarnaan Bakteri
Tujuan dari pewarnaan bakteri adalah untuk mempelajari morfologi,

struktur, sifat-sifat bakteri serta identifikasinya. Jenis-jenis pewarnaan bakteri


yang dikenal adalah :
a. Pewarnaan negatif. Suspensi bakteri dibuat dalam zat warna
negrosin/tinta bakteri sehingga tampak sebagai benda-benda terang
dengan latar belakang gelap.
b. Pewarnaan sederhana. Pewarnaan ini hanya menggunakan satu macam
zat warna, misal biru metilen, air flukhsin, atau ungu kristal selama 12 menit (Assani, 1994)
c. Pewarnaan diferensial. Pewarnaan diferensial menggunakan lebih dari
satu macam zat warna terdiri atas : 1) Pewarnaan Gram yang
ditemukan oleh Christian Gram pada tahun 1884 untuk membedakan
bakteri yang bersifat Gram positif dan Gram negatif, 2) Pewarnaan
tahan asam, misalnya pewarnaan Ziehl Neelsen dan Kinyoun-Gabbet
untuk membedakan bakteri yang tahan asam dan yang tidak tahan
asam.
d. Pewarnaan khusus. Pewarnaan ini dipakai untuk mewarnai bagianbagian sel bakteri atau bakteri tertentu yang sulit diwarnai dengan
pewarnaan biasa, misalnya pewarnaan Gray untuk mewarnai flagel
dan pewarnaan Klein untuk mewarnai spora.

17

9. Media
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran makanan yang
diperlukan untuk pertumbuhan, isolasi dan identifikasi suatu mikroorganisme.
Untuk mendapatkan suatu lingkungan kehidupan yang cocok bagi pertumbuhan
bakteri maka suatu media harus memenuhi syarat dalam hal:
a. Susunan makanan
Media yang digunakan untuk pertumbuhan harus mempunyai air, mineral,
sumber karbon, sumber nitrogen, vitamin, dan gas (Anonim, 2007).
b. Tekanan osmose
Mengingat sifat-sifat bakteri juga sama seperti sifat-sifat sel yang lain
terhadap tekanan osmose, maka dalam pertumbuhannya membutuhkan media
yang isotonis (Anonim, 2007).
c. Derajat keasaman
Pada umumnya bakteri membutuhkan pH sekitar netral, namun ada bakteri
tertentu yang membutuhkan pH yang sangat alkalis (Anonim, 2007).
d. Temperatur
Untuk

mendapatkan

pertumbuhan

optimal,

bakteri

membutuhkan

temperatur tertentu. Umumnya untuk bakteri yang patogen membutuhkan


temperatur sekitar 37 C, sesuai dengan temperatur tubuh. Namun ada bakteri
patogen yang membutuhkan sekitar 42 C yaitu Camphylobacter (Anonim, 2007).

18

e. Sterilitas
Sterilitas media merupakan suatu syarat yang sangat penting. Media yang
tidak steril tidak dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologis,
karena tidak dapat dibedakan dengan pasti apakah bakteri berasal dari material
yang diperiksa atau hanya kontaminan. Untuk mendapatkan suatu media yang
steril maka setiap tindakan serta alat-alat yang digunakan harus disterilkan dahulu
dan dalam pengerjaannya haruslah aseptik (Anonim, 2007).
10.

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


Kromatografi Lapis Tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan

yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat ditaruh di dalam bejana
tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan
terjadi selain penambahan kapiler (pengembang), selanjutnya senyawa yang tidak
berwarna harus ditampakkan atau dideteksi (Stahl, 1985).
Di antara berbagai jenis kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang
paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi. Metode ini hanya
memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang
singkat untuk menyelesaikan analisis (15-60 menit) dan memerlukan jumlah
cuplikan yang sedikit, kebutuhan ruangan minimum dan pelaksanaannya
sederhana (Stahl, 1985).

19

Pemilihan fase gerak baik tunggal maupun campuran tergantung pada solut
yang dianalisis dan fase diam yang digunakan. Bila fase diam telah ditentukan
maka memilih fase gerak dapat berpedoman pada kekuatan elusi fase gerak
tersebut (Sumarno, 2001).
Pada kromatogram kromatografi lapis tipis dikenal istilah atau pengertian
faktor retardasi, (Rf) oleh tiap-tiap noda kromatogram yang didefinisikan sebagai:

Rf =

jarak migrasi komponen


jarak migrasi fase mobil

dR
dM

hRf
100

(Mulya dan Suharman, 1995)

10. Bioautografi
Metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT
yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antifungi dan antiviral disebut
bioautografi (Djide, 2003). Bioautografi dapat juga digunakan untuk mendeteksi
antibiotik yang belum diketahui karena metode kimia atau fisika hanya terbatas
untuk senyawa murni. Adapun deteksi kimia dengan warna spesifik digunakan
sebagai pembanding hasil bioautografi sehingga kedua metode tersebut saling
melengkapi (Djide, 2003).
Bioatografi dilakukan dengan meletakkan kromatogram senyawa yang diuji
pada permukaan media agar di dalam petri yang telah ditumbuhi dengan bakteri
dan dibiarkan kontak selama waktu tertentu. Setelah diinkubasi selama 15-24 jam
pada temperatur kira-kira 37C akan tampak zona yang jernih pada lapisan media
agar yang antibakterinya berdifusi ke lapisan tersebut dan menghambat

20

pertumbuhan bakteri, sedangkan lapisan media agar yang ditumbuhi bakteri akan
tampak buram (Zweig dan Whitaker, 1971).
E. Landasan Teori
Telah dilakukan penelitian uji aktivitas antijamur daun ceremai
(Phyllanthus acidus (L.) Skeels) terhadap C. albicans serta memiliki aktivitas
antibakteri terhadap E. coli, dan S. aureus dengan menggunakan metode Stokes
disc diffusion, well diffusion, streak

plate dan dilusi cair ekstrak heksana,

kloroform, etil asetat dan etanol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa


(Phyllanthus acidus (L.) Skeels) terbukti mempunyai daya antimikrobial dan
antijamur, dimana ekstrak etanol > etil asetat > kloroform > heksana. Metode disc
diffusion pada ekstrak etanol memiliki zona hambatan 22 mm2 untuk E. coli dan
S. aureus zona hambatannya 21 mm2 dan 20 mm2 untuk C. albicans. Ekstrak
etanol daun ceremai dengan menggunakan metode dilusi cair memiliki nilai Kadar
Hambat Minimum sebesar 0,18 mg/10 ml (Jagessar dkk., 2008).

F.

Hipotesis

Ekstrak etanol daun ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) mempunyai


aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.

Anda mungkin juga menyukai