Pohon Ceremai PDF
Pohon Ceremai PDF
Pohon Ceremai PDF
SKRIPSI
Oleh :
ANTIK BUDIYANTI
K 100.050.058
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Infeksi merupakan salah satu penyebab penyakit yang sering terjadi di
daerah beriklim tropis, seperti Indonesia. Hal ini ditunjang dengan keadaan udara
yang lembab, berdebu serta temperatur yang hangat sehingga mikroba dapat
tumbuh dengan subur. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai mikroorganisme
seperti bakteri, virus, riketsia, jamur dan protozoa (Gibson, 1996).
Penyakit infeksi yang banyak diderita masyarakat diantaranya infeksi
Enterobakteria, dari golongan Escherichia, Salmonella, Shigella, Klebsiela.
Infeksi Enterobakteria dari golongan Escherichia yang sering terjadi, yaitu
Escherichia coli (E. coli). E. coli secara alami hidup dalam saluran pencernaan. E.
coli pada umumnya tidak menyebabkan penyakit bila masih berada dalam usus,
tetapi dapat menyebabkan penyakit pada saluran kencing, paru-paru, dan saluran
empedu, peritorium, saluran otak (Jawetz et al., 1986).
Staphyllococcus aureus (S. aureus) merupakan penyebab penting penyakit
infeksi. Dalam keadaan normal S. aureus terdapat di dalam saluran pernafasan
atas, kulit, saluran cerna dan vagina. S. aureus dapat menyebabkan timbulnya
penyakit dengan tanda-tanda yang khas, yaitu peradangan, nekrosis, dan
pembentukan abses (Warsa, 1993).
Pada dewasa ini banyak bakteri penyebab infeksi telah resisten terhadap
antibiotik. Hal ini disebabkan karena secara alamiah bakteri resisten terhadap
antibiotik, penghentian antibiotik sebelum penyakit sembuh, dan pemberian dosis
merupakan senyawa aktif dalam tanaman yang berkhasiat sebagai obat yang dapat
menyembuhkan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri (Robinson, 1991).
Ekstrak heksana, kloroform, etil asetat, dan etanol daun ceremai (P. acidus
(L.) Skeels) memiliki aktivitas antibakteri terhadap E. coli dan S. aureus serta
memiliki aktivitas antijamur pada
C. albicans dengan
diffusion, the pour plate, well diffusion, streak plate, dan dilusi cair (Jagessar dkk.,
2008). Berdasarkan penelitian sebelumnya maka perlu dikembangkan untuk
melanjutkan penelitian uji aktivitas antibakteri daun ceremai (P. acidus (L.)
Skeels) dengan menggunakan metode dilusi padat dan untuk mengetahui senyawa
kimia ekstrak etanol daun ceremai yang berpotensi sebagai antibakteri terhadap
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut :
1.
aktivitas
antibakteri
(Kadar
Bunuh
Minimum)
terhadap
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1.
2.
Mengetahui senyawa kimia yang terdapat dalam ekstrak etanol daun ceremai
(Phyllanthus acidus (L.) Skeels) yang mempunyai aktivitas antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
D. Tinjauan Pustaka
1. Tanaman ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels)
a. Klasifikasi dari tanaman ceremai sebagai berikut:
Divisio
: Spermatophyta
Sub divisio
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Bangsa
: Euphorbiales
Suku
: Euphorbiaceae
Marga
: Phyllanthus
Jenis
1991)
b. Sinonim
c. Nama daerah
Sumatra
Jawa
Bali
: carmen (Bali)
Nusa Tenggara
Sulawesi
Maluku
d. Deskripsi
Pohon ceremai memiliki tinggi 10 m. Batangnya tegak, bulat, berkayu,
mudah patah, kasar, dengan percabangan monopodial, warna batang coklat muda.
Daunnya halus, tangkai silindris, majemuk, lonjong, berseling, panjang 5-6 cm,
lebar pertulangan 2-3 cm, tepi daun rata, ujung runcing, pangkal tumpul, warna
hijau muda. Bunga majemuk, bulat, diranting, tangkai silindris, panjang 1 cm,
warna hijau muda, kelopak bentuk bintang, halus, mahkota merah muda. Buah
ceremai bulat, dengan permukaan berlekuk, warna kuning keputih-putihan.
Bijinya bulat pipih, coklat muda. Akarnya tunggang dengan warna coklat muda
(Hutapea dkk., 1991).
e. Khasiat
Daun ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels) berkhasiat untuk urus-urus
dan obat mual. Akar ceremai digunakan untuk obat asma dan daun muda untuk
obat sariawan (Hutapea dkk., 1991).
f. Kandungan kimia
Daun, kulit batang dan kayu ceremai (Phyllanthus acidus (L.) Skeels)
mengandung saponin, flavonoid, tanin, dan polifenol, di samping itu kayunya juga
mengandung alkaloid (Hutapea dkk., 1991).
g. Ekologi dan penyebaran
Ceremai banyak ditanam orang di halaman, ladang, atau tempat lainnya
sampai ketinggian sekitar 500 m dpl. Pohon kecil, tinggi 10 m, percabangan
banyak. Kulit kayunya tebal, daun tunggal, bertangkai pendek, tersusun dalam
tangkai membentuk rangkaian seperti daun majemuk. Helaian daun bentuk bundar
telur sampai jorong, ujung runcing. Pangkal tumpul sampai bundar, tepi rata,
pertulangan menyirip, permukaan licin tidak berambut, panjang 2-7 cm, lebar 1,54 cm, warna hijau muda. Tangkai bila gugur akan menimbulkan bekas yang nyata.
Bunga majemuk tandan, panjang 1,5 cm 9 cm, keluar disepanjang cabang.
Buahnya berupa buah batu, bentuk bulat pipih, berlekuk 6-8, panjang 1,25-1,5 cm,
lebar 1,75-2,5 cm, warna kuning muda, rasanya asam (Dalimarta, 2002)
h. Sifat
2. Metode Penyarian
Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif
larut dalam cairan penyari. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik jika
permulaan serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin luas
(Anonim, 1988).
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua pelarut diuapkan dan serbuk yang tersisa
diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Anonim, 2000). Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau
hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan.
Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan
kemampuannya dalam melarutkan jumlah yang maksimum dari zat aktif dan
seminimum mungkin bagi unsur yang tidak diinginkan (Ansel, 1989).
Maserasi
Istilah maceration berasal dari bahasa Latin macerare, yang artinya
Perkolasi
Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut yang
Soxhletasi
Bahan yang akan disari berada dalam sebuah kantong ekstraksi (kertas,
karton) di dalam alat ekstraksi dari gelas yang bekerja kontinyu. Wadah gelas
yang mengandung kantong diletakkan di antara labu suling dan suatu pendingin
alir balik dan dihubungkan melalui pipet. Labu tersebut berisi bahan pelarut yang
menguap dan jika diberi pemanasan akan menguap mencapai ke dalam pendingin
aliran balik melalui pipa pipet, pelarut itu berkondensasi di dalamnya, menetes ke
bahan yang disari larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai
tinggi maksimum secara otomatis ditarik ke dalam labu dengan demikian zat yang
tersari tertimbun di dalam labu tersebut (Voight, 1995).
Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan beberapa faktor. Cairan
penyari yang baik harus memenuhi kriteria yaitu murah dan mudah diperoleh,
stabil fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah
terbakar, selektif yaitu hanya menarik zat berkhasiat dan diperbolehkan oleh
peraturan (Anonim, 1986).
3.
Bakteri
Bakteri merupakan organisme bersel tunggal yang berkembang biak dengan
antara kokus dan basil), vibrio (batang lempeng), dan spiroceta (spiral) (Gibson,
1996).
Berdasarkan sifat bakteri terhadap cat Gram, bakteri dapat digolongkan
menjadi Gram positif dan Gram negatif, contoh dari Gram positif ialah
Staphylococcus dan Streptococcus, sedangkan bakteri Gram negatif contohnya
yaitu E. coli dan Shigella sp (Salle, 1961).
4. Staphylococcus aureus
Klasifikasi dari Staphylococcus aureus adalah sebagai berikut:
Divisio
: Schizomycota
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Famili
: Micrococcaceae
Genus
: Staphylococcus
Spesies
Staphylococcus aureus adalah salah satu contoh dari bakteri Gram positif,
tumbuh dalam kelompok menyerupai buah anggur (Gibson, 1996). Sel
Staphylococcus aureus berbentuk bulat dengan diameter antara 0,8 -1,0 m,
tersusun dalam kelompok tidak teratur, tidak bergerak, tidak membentuk spora
(Jawetz et al., 1991).
S. aureus mudah tumbuh pada kebanyakan pembenihan bakteriologik dalam
keadaan aerobik atau mikroaerobik. Bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu
37 C, tapi paling baik membentuk pigmen pada suhu kamar (20 C). Koloni S.
10
: Prokaryotae
Divisio
: Protophyta
Sub divisi
: Schizomycetea
Classis
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacterials
Famili
: Enterobacteriaceae
Genus
: Escherichia
Spesies
11
12
meragi laktosa. E. coli bersifat mikroaerofilik. Beberapa strain bila ditanam pada
agar darah menunjukkan hemolisis tipe (Anonim, 1996).
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh E. coli adalah :
1).
Diare
2).
3).
Pneumonia
4).
5).
13
14
kehidupan normal sel. Hal ini berarti bahwa gangguan apapun yang terjadi pada
pembentukan atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan
total pada sel (Pelczar dan Chan, 1998).
Tetrasiklin merupakan salah satu antibiotik yang dapat menghambat sintesis
protein dengan cara menghalangi terikatnya RNA (RNA transfer aminoasil) pada
situs spesifik ribosom, selama pemanjangan rantai peptida (Pelczar dan Chan,
1988).
7. Uji aktivitas antibakteri
Pengujian terhadap aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan berbagai
cara, yaitu :
a. Agar difusi
Media yang dipakai adalah agar Mueller Hinton. Pada metode difusi ini ada
beberapa cara, yaitu:
1). Cara Kirby Bauer
Suspensi bakteri yang telah ditambahkan akuades hingga konsentrasi 108
CFU per ml dioleskan pada media agar hingga rata, kemudian kertas samir (disk)
diletakkan di atasnya. Hasilnya dibaca:
15
a). Radical zone yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana sama sekali tidak
ditemukan adanya pertumbuhan bakteri. Potensi antibakteri diukur dengan
mengukur diameter dari zona radikal.
b). Irradical zone yaitu suatu daerah di sekitar disk dimana pertumbuhan bakteri
dihambat oleh antibakteri, tetapi tidak dimatikan (Lorian, 1980).
2). Cara Sumuran
Suspensi bakteri yang telah ditambahkan akuades hingga konsentrasi 108
CFU per ml dioleskan pada media agar hingga rata, kemudian media agar dibuat
sumuran, diteteskan ke dalam larutan antibakteri. Hasilnya dibaca seperti cara
Kirby Bauer (Lorian, 1980).
3). Cara Pour Plate
Suspensi bakteri yang telah ditambahkan dengan akuades dan agar base,
dituang pada media agar Mueller Hinton, disk diletakkan di atas media. Hasilnya
dibaca sesuai standar masing-masing antibakteri (Lorian, 1980).
b. Dilusi Cair/Dilusi Padat
Metode dilusi cair adalah metode untuk menentukan konsentrasi minimal
dari suatu antibakteri yang dapat menghambat atau membunuh mikroorganisme.
Pada prinsipnya antibakteri diencerkan sampai diperoleh beberapa konsentrasi.
Pada dilusi cair, masing-masing konsentrasi obat ditambah suspensi kuman dalam
media. Sedangkan pada dilusi padat tiap konsentrasi obat dicampur
media
dengan
16
Pewarnaan Bakteri
Tujuan dari pewarnaan bakteri adalah untuk mempelajari morfologi,
17
9. Media
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran makanan yang
diperlukan untuk pertumbuhan, isolasi dan identifikasi suatu mikroorganisme.
Untuk mendapatkan suatu lingkungan kehidupan yang cocok bagi pertumbuhan
bakteri maka suatu media harus memenuhi syarat dalam hal:
a. Susunan makanan
Media yang digunakan untuk pertumbuhan harus mempunyai air, mineral,
sumber karbon, sumber nitrogen, vitamin, dan gas (Anonim, 2007).
b. Tekanan osmose
Mengingat sifat-sifat bakteri juga sama seperti sifat-sifat sel yang lain
terhadap tekanan osmose, maka dalam pertumbuhannya membutuhkan media
yang isotonis (Anonim, 2007).
c. Derajat keasaman
Pada umumnya bakteri membutuhkan pH sekitar netral, namun ada bakteri
tertentu yang membutuhkan pH yang sangat alkalis (Anonim, 2007).
d. Temperatur
Untuk
mendapatkan
pertumbuhan
optimal,
bakteri
membutuhkan
18
e. Sterilitas
Sterilitas media merupakan suatu syarat yang sangat penting. Media yang
tidak steril tidak dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan mikrobiologis,
karena tidak dapat dibedakan dengan pasti apakah bakteri berasal dari material
yang diperiksa atau hanya kontaminan. Untuk mendapatkan suatu media yang
steril maka setiap tindakan serta alat-alat yang digunakan harus disterilkan dahulu
dan dalam pengerjaannya haruslah aseptik (Anonim, 2007).
10.
yang memisahkan terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat ditaruh di dalam bejana
tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan
terjadi selain penambahan kapiler (pengembang), selanjutnya senyawa yang tidak
berwarna harus ditampakkan atau dideteksi (Stahl, 1985).
Di antara berbagai jenis kromatografi, kromatografi lapis tipis adalah yang
paling cocok untuk analisis obat di laboratorium farmasi. Metode ini hanya
memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang
singkat untuk menyelesaikan analisis (15-60 menit) dan memerlukan jumlah
cuplikan yang sedikit, kebutuhan ruangan minimum dan pelaksanaannya
sederhana (Stahl, 1985).
19
Pemilihan fase gerak baik tunggal maupun campuran tergantung pada solut
yang dianalisis dan fase diam yang digunakan. Bila fase diam telah ditentukan
maka memilih fase gerak dapat berpedoman pada kekuatan elusi fase gerak
tersebut (Sumarno, 2001).
Pada kromatogram kromatografi lapis tipis dikenal istilah atau pengertian
faktor retardasi, (Rf) oleh tiap-tiap noda kromatogram yang didefinisikan sebagai:
Rf =
dR
dM
hRf
100
10. Bioautografi
Metode spesifik untuk mendeteksi bercak pada kromatogram hasil KLT
yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri, antifungi dan antiviral disebut
bioautografi (Djide, 2003). Bioautografi dapat juga digunakan untuk mendeteksi
antibiotik yang belum diketahui karena metode kimia atau fisika hanya terbatas
untuk senyawa murni. Adapun deteksi kimia dengan warna spesifik digunakan
sebagai pembanding hasil bioautografi sehingga kedua metode tersebut saling
melengkapi (Djide, 2003).
Bioatografi dilakukan dengan meletakkan kromatogram senyawa yang diuji
pada permukaan media agar di dalam petri yang telah ditumbuhi dengan bakteri
dan dibiarkan kontak selama waktu tertentu. Setelah diinkubasi selama 15-24 jam
pada temperatur kira-kira 37C akan tampak zona yang jernih pada lapisan media
agar yang antibakterinya berdifusi ke lapisan tersebut dan menghambat
20
pertumbuhan bakteri, sedangkan lapisan media agar yang ditumbuhi bakteri akan
tampak buram (Zweig dan Whitaker, 1971).
E. Landasan Teori
Telah dilakukan penelitian uji aktivitas antijamur daun ceremai
(Phyllanthus acidus (L.) Skeels) terhadap C. albicans serta memiliki aktivitas
antibakteri terhadap E. coli, dan S. aureus dengan menggunakan metode Stokes
disc diffusion, well diffusion, streak
F.
Hipotesis