Supositoria
Supositoria
Supositoria
PEMBUATAN SUPPOSITORIA
I. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui cara pembuatan suppositoria dengan metode cetak tuang.
2. Melakukan uji Quality Control (QC) terhadap suppositoria.
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan mela
lui rektal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak, atau melarut dalam suhu tubuh. Supp
ositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat atau sebagai pembawa zat terapeuti
k yang bersifat lokal atau sistemik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah lema
k coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol, dan este
rasam lemak polietilen glikol. (Depkes RI, 1995)
Bahan dasar suppositoria mempengaruhi pada pelepasan zat terapeutiknya. Lemak coklat
capat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh, sehingga mengham
bat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang diobati. Polietilen glikol adalah bahan d
asar yang sesuai dengan beberapa antiseptik, namun bahan dasar ini sangat lambat larut sehingga
menghambat pelepasan zat yang dikandungnya. Bahan pembawa berminyak, seperti lemak cokla
t, jarang digunakan dalam sediaan vagina, karena membentuk residu yang tidak dapat diserap. Se
dangkan gelatin jarang digunakan dalam penggunaan melalui rektal karena disolusinya lambat. (
Depkes RI, 1995).
Bobot suppositoria bila tidak dinyatakan lain adalah 3 gr untuk dewasa dan 2 gr untuk an
ak. Penyimpanan suppositoria sebaiknya di tempat yang sejuk dalam wadah tertutup rapat. Bentu
knya yang seperti torpedo memberikan keuntungan untuk memudahkan proses masuknya obat da
lam anus. Bila bagian yang besar telah masuk dalam anus, maka suppositoria akan tertarik masuk
dengan sendirinya. (Moh. Anief, 2007)
A. Macam-macam Suppositoria
1. Suppositoria untuk rectum (rectal)
Suppositoria untuk rektum umumnya dimasukkan dengan jari tangan. Biasanya suppositori
a rektum panjangnya 32 mm (1,5 inchi), dan berbentuk silinder dan kedua ujungnya tajam. Ben
tuk suppositoria rektum antara lain bentuk peluru, torpedo atau jari-jari kecil, tergantung kepada
bobot jenis bahan obat dan basis yang digunakan. Beratnya menurut USP sebesar 2 g untuk yang
menggunakan basis oleum cacao (Ansel, 2005).
2. Suppositoria untuk vagina (vaginal)
Suppositoria untuk vagina disebut juga pessarium biasanya berbentuk bola lonjong atau se
perti kerucut, sesuai kompendik resmi beratnya 5 g apabila basisnya oleum cacao.
3. Suppositoria untuk saluran urin (uretra)
Suppositoria untuk untuk saluran urin juuga disebut bougie, bentuknya rampiung seperti
pensil, gunanya untuk dimasukkan kesaluran urin pria atau wanita. Suppositoria saluran urin pria
bergaris tengah 3-6 mm dengan panjang 140 mm, walaupun ukuran ini masih bervariasi satu d
engan yang lainnya. Apabila basisnya dari oleum cacao beratnya 4 g. Suppositoria untuk salura
n urin wanita panjang dan beratnya dari ukuran untuk pria, panjang 70 mm dan beratnya 2 g,
inipun bila oleum cacao sebagai basisnya.
4. Suppositoria untuk hidung dan telinga
Suppositoia untuk hidung dan telinga yang disebut juga kerucut telinga, keduanya berben
tuk sama dengan suppositoria saluran urin hanya ukuran panjangnya lebih kecil, biasanya 32 mm
. Suppositoria telinga umumnya diolah dengan suatu basis gelatin yang mengandung gliserin. Se
perti dinyatakan sebelumnya, suppositoria untuk obat hidung dan telinga sekarang jarang diguna
kan.
D. Basis Suppositoria
Sediaan supositoria ketika dimasukkan dalam lubang tubuh akan melebur, melarut dan ter
dispersi. Dalam hal ini, basis supositoria memainkan peranan penting. Maka dari itu basis suposit
oria harus memenuhi syarat utama, yaitu basis harus selalu padat dalam suhu ruangan dan akan
melebur maupun melunak dengan mudah pada suhu tubuh sehingga zat aktif atau obat yang dika
ndungnya dapat melarut dan didispersikan merata kemudian menghasilkan efek terapi lokal mau
pun sistemik. Basis supositoria yang ideal juga harus mempunyai beberapa sifat seperti berikut:
1. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi.
2. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat.
3. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna dan bau serta pemisahan obat.
4. Kadar air mencukupi.
5. Untuk basis lemak, maka bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan harus diketah
ui jelas.
a) Persayaratan Basis Suppositoria
1) Secara fisiologi netral (tidak menimbulkan rangsangan pada usus, hal ini dapat disebabkan oleh m
assa yang tidak fisiologis ataupun tengik, terlalu keras, juga oleh kasarnya bahan obat yang diraci
k).
2) Secara kimia netral (tidak tersatukan dengan bahan obat).
3) Tanpa alotropisme (modifikasi yang tidak stabil).
4) Interval yang rendah antara titik lebur dan titik beku (pembekuan dapat berlangsung cepat dalam c
etakan, kontraksibilitas baik, mencegah pendinginan mendaak dalam cetakan).
5) Interval yang rendah antara titik lebur mengalir denagn titik lebur jernih (ini dikarenakan untuk k
emantapan bentuk dan daya penyimpanan, khususnya pada suhu tinggi sehingga tetap stabil).
b) Macam-macam Basis Suppositoria
1) Basis berlemak.
Contohnya, oleum cacao.
2) Basis pembentuk emulsi dalam minyak.
Contohnya, campuran tween dengan gliserin laurat)
3) Basis yang bercampur atau larut dalam air.
Contohnya, gliserin-gelatin, PEG (polietien glikol).
F. Evaluasi Sediaan
1. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah bahan aktif dapat tercampur rata
dengan bahan dasar suppo atau tidak, jika tidak dapat tercampur maka akan mempengaruhi prose
s absorbsi dalam tubuh. Obat yang terlepas akan memberikan terapi yang berbeda. Cara menguji
homogenitas yaitu dengan cara mengambil 3 titik bagian suppo (atas-tengah-bawah atau kanan-
tengah-kiri) masing-masing bagian diletakkan pada kaca objek kemudian diamati dibawah mikro
skop, cara selanjutnya dengan menguji kadarnya dapat dilakukan dengan cara titrasi.
2. Bentuk
Bentuk suppositoria juga perlu diperhatikan karena jika dari bentuknya tidak seperti sedia
an suppositoria pada umunya, maka seseorang yang tidak tahu akan mengira bahwa sediaan terse
but bukanlah obat. Untuk itu, bentuk juga sangat mendukung karena akan memberikan keyakina
n pada pasien bahwa sediaa tersebut adalah suppositoria. Selain itu, suppositoria merupakan sedi
aan padat yang mempunyai bentuk torpedo.
3. Uji Waktu Hancur
Uji waktu hancur ini dilakukan untuk mengetahui berapa lama sediaan tersebut dapat han
cur dalam tubuh. Cara uji waktu hancur dengan dimasukkan dalam air yang di set sama dengan s
uhu tubuh manusia, kemudian pada sediaan yang berbahan dasar PEG 1000 waktu hancurnya 1
5 menit, sedangkan untuk oleum cacao dingin 3 menit. Jika melebihi syarat diatas maka sediaan t
ersebut belum memenuhi syarat untuk digunakan dalam tubuh. Menggunakan media air dikarena
kan sebagian besar tubuh manusia mengandung cairan.
4. Keseragaman Bobot
Keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui apakah bobot tiap sediaan sudah sama
atau belum, jika belum maka perlu dicatat. Keseragaman bobot akan mempengaruhi terhadap ke
murnian suatu sediaan karena dikhawatirkan zat lain yang ikut tercampur. Caranya dengan ditim
bang saksama 10 suppositoria, satu persatu kemudian dihitung berat rata-ratanya. Dari hasil pene
tapan kadar, yang diperoleh dalam masing-masing monografi, hitung jumlah zat aktif dari masin
g-masing 10 suppositoria dengan anggapan zat aktif terdistribusi homogen. Jika terdapat sediaan
yang beratnya melebihi rata-rata maka suppositoria tersebut tidak memenuhi syarat dalam kesera
gaman bobot. Karena keseragaman bobot dilakukan untuk mengetahui kandungan yang terdapat
dalam masing-masing suppositoria tersebut sama dan dapat memberikan efek terapi yang sama p
ula.
5. Uji titik lebur
Uji ini dilakukan sebagai simulasi untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sediaan sup
ositoria yang dibuat melebur dalam tubuh. Dilakukan dengan cara menyiapkan air dengan suhu
37C. Kemudian dimasukkan supositoria ke dalam air dan diamati waktu leburnya. Untuk basis
oleum cacao dingin persyaratan leburnya adalah 3 menit, sedangkan untuk PEG 1000 adalah 15
menit.
6. Kerapuhan
Supositoria sebaiknya jangan terlalu lembek maupun terlalu keras yang menjadikannya s
ukar meleleh. Untuk uji kerapuhan dapat digunakan uji elastisitas. Supositoria dipotong horizont
al. Kemudian ditandai kedua titik pengukuran melalui bagian yang melebar, dengan jarak tidak k
urang dari 50% dari lebar bahan yang datar, kemudian diberi beban seberat 20N (lebih kurang 2k
g) dengan cara menggerakkan jari atau batang yang dimasukkan ke dalam tabung.
G. Monografi Bahan
1. Paracetamol
Rumus molekul : C8H9NO2
Berat molekul : 151,16
Pemerian : Serbuk halus, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
Kelarutan: Larut dalam air mendidih dan dalam Natrium Hidroksida 1 N, mudah larut dalam etan
ol.
Jarak lebur : Antara 168 dan 172
Khasiat : Analgetik dan Antipiretik
Alat Bahan
Mortir Paracetamol
Penangas air Vaselin album
Cetakan suppositoria Oleum cacao
Spatula/sudip Cetyl alkohol
Alumunium foil
2. Cara Kerja
a) Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
b) Menimbang bahan, sesuai perhitungan bahan
c) Siapkan air panas untuk memanaskan mortir
d) Setelah mortir panas, masukkan 1125 mg paracetamol ,lalu gerus halus.
e) Kemudian tambahkan sebagian oleum cacao, dan gerus hingga homogen.
f) Tambahkan 360 mg vaselin album , gerus sampai larut.
g) Tambahkan sisa oleum kakao, kemudian gerus sampai halus / cair.
h) Setelah semua bahan homogen, tuang bahan ke dalam cetakan suppositoria d3engan menggunaka
n pipet tetes, bagi menjadi 9 bagian sama banyak.
i) Masukkan cetakan ke dalam freezer, dinginkan selama 48 jam.
j) Setelah 48 jam, keluarkan cetakan dari freezer, lalu buka cetakan dan ambil hasil suppositoria.
k) Lakukan uji homogenitas / keseragaman bobot terhadap suppositoria.
l) Bungkus masing- masing suppositoria dengan menggunakan alumunium foil, dan simpan kembali
ke dalam freezer, untuk analisa lebih lanjut.
V. Pembahasan
Pada praktikum kali ini, dibuat suppositoria paracetamol dengan metode pencetakan tuang.
Metode ini dipilih karena lebih efektif dan efisien digunakan dalam pembuatan suppositoria skal
a lab. Sedangkan basis yang digunakan yaitu oleum kakao. Oleum kakao merupakan trigliserida
berwarna kekuninagan, memiliki bau yang khas dan bersifat polimorf (mempunyai banyak bentu
k krital). Jika dipanaskan pada suhu sektiras 30C akan mulai mencair dan biasanya meleleh seki
tar 34-35C, sedangkan dibawah 30C berupa massa semi padat. Jika suhu pemanasannya tinggi
, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan akan kehilangan semua inti kristal me
nstabil.
Keuntungan oleum cacao adalah dapat melebur pada suhu tubuh dan dapat memadat pada s
uhu kamar. Sedangkan kerugian oleum cacao adalah tidak dapat bercampur dengan cairan sekres
i (cairan pengeluaran), titik leburnya tidak menentu, kadang naik dan kadang turun apabila ditam
bahkan dengan bahan tertentu. Serta meleleh pada udara yang panas.
Pertama kali yang dilakukan dalam praktikum ini adalah penimbangan bahan. Setelah semu
a bahan ditimbang sesuai dengan perhitungan bahan, selanjutnya yaitu memanaskan mortir yang
digunakan untuk menggerus bahan. Hal ini dilakukan karena penggunaan basis oleum kakao yan
g merupakan lemak. Lemak memiliki sifat mencair pada suhu yang tinggi, sehingga untuk memu
dahkan tercampurnya semua bahan , maka dilakukan pemanasan terhadap mortir. Dengan kata la
in, pemanasan iini bertujuan untuk mencairkan oleum kakao. Setelah mortir panas, selanjutnya m
emasukkan 1125 mg paracetamol ke dalam mortir dan menggerusnya hingga halus. paracetamol
berfungsi sebagai zat aktif. Paracetamol memiliki efek analgetik dan antipiretik. obat analgesik d
an antipiretik yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengal-sengal dan sakit
ringan, serta demam. Digunakan dalam sebagian besar resep obat analgesik selesma dan flu.
Selanjutnya yaitu masukkan sebagian oleum kakao dan gerus hingga homogen. Setelah ter
campur masukkan 360 mg vaselin album ke dalam mortir. Vaselin album berfungsi sebagai zat ta
mbahan. Setelah semua tercampur homogen, tambahkan kembali sisa oleum kakao yang tersisa .
Oleum kakao mudah tengik, sebaiknya penyimpanan dalam wadah atau tempat yang sejuk, keri
ng dan terlindung dari cahaya. Oleum cacao dapat menunjukkan polimorfisme dari bentuk kristal
nya akibat pemanasan tinggi. Diatas titik leburnya, Oleum Cacao akan meleleh sempurna seperti
minyak dan akan kehilangan inti kristal stabil yang berguna untuk membentuk kristalnya kembal
i. Untuk itu, pada pembuatan suppositoria Oleum Cacao hanya dilelehkan 2/3 saja. Penambahan
cetyl alkohol tidak dilakukan. Dimana cetyl alkohol ini berfungsi sebagai pengental (Thickening
Agent) dan pengemulsi serta sebagai zaat pengikat. Karena tidak adanya bahan, maka cetyl alkoh
ol diganti dengan menggunakan oleum kakao. Sehingga penimbangan oleum kakao dilakukan du
a kali. Setelah semua bahan tercampur homogen, lakukan pencetakan ke dalam cetakan supposa.
Bagi campuran bahan menjadi 9 bagian sama banyak. Kemudian dinginkan dalam lemari es sela
ma 48 jam. Hal ini bertujuan supaya suppositoria menjadi beku. Setelah 2 hari, diperoleh suppos
itoria padat, kemudian suppos dikeluarkan dari cetakan dan diuji keseragaman bobot.
Dari hasil suppos yang diperoleh, dilakukan uji keseragaman bobot dan didapatkan keserag
aman bobot rata- rata yaitu 0,7612 gram. Dengan berat minimal yang diperoleh yaitu 0,5841 gra
m, dan berat maksimal yaitu 0,9387 gram. Dari keseluruhan uji keseragaman bobot tersebut, dipe
roleh keseragaman bobot yang melebihi 5%, standart deviasi menunjukkan 20,01 %. Hal ini bera
rti keseragaman bobot dari suppos yang didapatkan jauh dari standart yang ditentukan. Karena su
ppositoria yang baik adalah keseragaman bobot tidak boleh melebihi 5%. Dari hasil praktikum h
anya 1 suppos yang memiliki keseragaman berat 2,2%. Terjadinya ketidakseragaman bobot ini di
sebabkan karena dalam proses pencetakan, dilakukan secara manual. Proses penuangan bahan se
harusnya menggunkan pipet tetes, sehingga volume suppos dapat terkontrol. Sedangakan pada sa
at praktikum, penuangan bahan menggunakan sudip yang tidak teratur volumenya. Sehingga di
dapatkan perbedaan yang jauh antara berat minimal dan maksimalnya.
Suppositoria yang diperoleh seluruhnya yaitu 6,8508 gram. Suppositoria paracetamol yang
didapatkan mudah rapuh, dan cepat meleleh, setelah dikeluarkan dari kulkas. Hal ini terjadi kare
na tidak adanya cetyl alkohol sebagai pengikat. Bentuk suppos juga kurang sempurna, ada yang t
inggi dan ada yang pendek. Hal ini disebabkan karena bahan yang sedikit dan tidak meratanya sa
at penuangan bahan ke cetakan suppos. Sehingga mengakibatkan suppos yang diperoleh tidak m
emenuhi syarat keseragaman bobot. Pada praktikum kali ini tidak dilakukan uji kekerasan suppos
, dikarenakan tidak adanya alat uji kekerasan. Sehingga uji yang dilakukan hanya uji keseragama
n bobot.
Setelah dilakukan evaluasi terhadap suppos, maka suppos yang telah jadi dibungkus denga
n alumunim foil agar tidak tembus cahaya dan sebaiknya dikemas dalam wadah tertutup rapat un
tuk mencegah perubahan kelembapan dalam isi suppositoria dan sangat baik bila disimpan pada
suhu dibawah 25 C.
VI. Kesimpulan
Dari hasil praktikum pembuatan suppositoria paracetamol ini maka dapat ditarik kesimpulan bah
wa
1. Diperoleh berat paracetamol 6,8500 gram, dengan nilai berat rata-rata adalah 0,7612 gram.
2. Pada uji keragaman bobot, suppositoria tidak memenuhi syarat karena uji keragaman bobot lebih
dari 5%. Hal ini disebabkan karena proses penuangan bahan yang kurang maksimal.
3. Suppositoria yang diperoleh sangat mudah rapuh dan mudah meleleh, hal ini dikarenakan proses k
urangnya zat pengikat atau penstabil yaitu acetyl alkohol.
Soetopo, dkk. 2002. Ilmu Resep dan Teori. Jakarta : Departemen Kesehatan
Tjay, Tan Hoan. 2007.Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya Edisi
VI . Jakarta : PT Elex Media Komputindo.Voigt. 1995.