Makalah Teori Stress Dan Adaptasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara


berpikir dalam pola hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa
pada kosekuensi di bidang kesehatan fisik dan bidang kesehatan jiwa.

Manusia harus selalu menyesuaikan diri dengan kehidupan dunia yang selalu
berubah-ubah. Manusia sebagaimana dia ada pada suatu ruang dan waktu,
merupakan hasil interaksi antara jasmani, rohani, dan lingkungan. Ketiga unsur
tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Dalam segala masalah, kita
harus mempertimbangkan ketiganya sebagai suatu keseluruhan (holistik) sehingga
manusia disebut makhluk somato-psiko-sosial.

Setiap individu memiliki intensitas atau derajat perasaan yang berbeda


walaupun menghadapi stimulus yang sama. Perasaan dan emosi biasanya
disifatkan sebagai keadaan dari diri individu pada suatu saat, misalnya orang
merasa terharu melihat banyaknya warga masyarakat yang tertimpa musibah
kebanjiran.(Drs.Sunaryo, M.Kes , 2004 : 149)

Meningkatnya tuntutan dan kebutuhan hidup akan sesuatu yang lebih baik,
menyebabkan individu berlomba untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkannya.
Tapi pada kenyataannya sesuatu yang diinginkan tersebut kadangkala tidak dapat
tercapai sehingga dapat menyebabkan individu tersebut bingung, melamun hingga
stres.

Sumber gangguan jasmani (somatik) maupun psikologis adalah stress.


Penyesuaian yang berorientasi pada tugas disebut adaptasi dan yang berorientasi
pada pembelaan ego disebut mekanisme pertahanan diri.

1
Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan
maupun pencegahan gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering dihubungkan
dengan kehidupan modern dan nampaknya kehidupan modern merupakan sumber
gangguan stress lainya. Perlu diperhatikan bahwa kepekaan orang terhadap stress
berbeda. Hal ini juga bergantung pada kondisi tubuh individu yang turut
menampilkan gangguan jiwa.

Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari, karena
merupakan bagian dari kehidupan. . Stres dapat timbul karena adanya konflik dan
frustrasi. Sebagian besar orang beranggapan bahwa yang dimaksud stres adalah
sesuatu yang tidak menyenangkan dan membuat orang tersebut merasa tidak
nyaman, bingung,mudah marah, tekanan darah meningkat, detak jantung lebih
cepat, gangguan pencernaan, dsb. Sebagian besar stres dapat dipicu karena
pengaruh eksternal dan ada pula yang dipengaruhi oleh faktor internal individu
tersebut. Stres sebenarnya dapat dicegah dan diatasi dengan cara-cara tertentu.
Tapi melihat hal-hal tersebut,tampaknya tidak banyak orang yang mengetahui
tentang stres, bagaimana mencegahnya, mengatasi, ataupun memanfaatkan stres
tersebut sebagai salah satu bagian dari hidup kita. Pemahaman yang baik terhadap
stres akan membantu kita dalam menghadapi stres ketika stres tersebut menyerang
kita, melalui penanganan yang tepat dengan adanya pemahaman yang baik
mengenai stres, maka individu tidak akan terkena dampak negatif dari stres
tersebut.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini
duraikan sebagai berikut.
1.2.1. Bagaimanakah konsep teori stres?
1.2.2. Bagaimanakah konsep teori adaptasi?
1.2.3. Bagaimanakah mekanisme koping terhadap stres?
1.2.4. Bagaimanakah cara mencegah stres?

2
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini
diuraikan sebagai berikut.
1.3.1. Untuk menjelaskan konsep teori stress
1.3.2. Untuk menjelaskan konsep teori adaptasi
1.3.3. Untuk menjelaskan mekanisme koping
1.3.4. Untuk menguraikan cara menceha stress

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Konsep Stress


2.1.1. Pengertian Stres

Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar terhadap


bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni perubahan fisiologis
dan psikogis yakni bagaimana seseorang merasakan keadaan dalam hidupnya.
Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini disebut sebagai stresor (pengalaman
yang menginduksi respon stres) (Pinel, 2009).

Stres adalah suatu reaksi tubuh yang dipaksa, di mana ia boleh menganggu
equilibrium (homeostasis) fisiologi normal (Julie K., 2005). Sedangkan menurut
WHO (2003) Stres adalah reaksi/respons tubuh terhadap stresor psikososial
(tekanan mental/beban kehidupan). Stres dewasa ini digunakan secara bergantian
untuk menjelaskan berbagai stimulus dengan intensitas berlebihan yang tidak
disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks
yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat
stres semua sebagai suatu sistem.

2.1.2. Tahapan-Tahapan Stres dan Tingkatannya


Suatu stimulus (stressor) yang dating tidak akan langsung membuat individu
tersebut mengalami stress, tentunya setiap individu dibekali cara, teman atau
tempat untuk menghilangkan stress sejenak atau untuk selamanya. Tahapan-
tahapan tersebut oleh Dr. Robert J. Van amberg (1979) dibagimenjadi enam
tahapan, yaitu :

1. Stres Tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya
disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut:

4
1) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting);
2) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya;
3) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya,
namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

2. Stres Tahap II
Dalam tahapan ini dampak stres yang semula menyenangkan
sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul
keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang tidak lagi
cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat.
Istirahat yang dimaksud antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat
untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami defisit.
Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada
pada stres tahap II adalah sebagai berikut:
1) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar;
2) Merasa mudah lelah sesudah makan siang;
3) Lekas merasa capai menjelang sore hari;
4) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort);
5) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar);
6) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang;
7) Tidak bisa santai.

3. Stres Tahap III

Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa


menghiraukan keluhan-keluhan pada stres tahap II, maka akan
menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu,
yaitu:
1) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan
maag(gastritis), buang air besar tidak teratur (diare);
2) Ketegangan otot-otot semakin terasa;

5
3) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin
meningkat;
4) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai
masuk tidur (early insomnia), atau terbangun tengah malam dan
sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi
atau dini hari dan tidak dapat kembali tidur (Late insomnia);
5) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa loyo dan serasa mau
pingsan). Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi
pada dokter untuk memperoleh terapi, atau bisa juga beban
stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan
untuk beristirahat guna menambah suplai energi yang mengalami
defisit.

4. Stres Tahap IV
Gejala stres tahap IV, akan muncul:
1) Untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit;
2) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah
diselesaikan menjadi membosankan dan terasa lebih sulit;
3) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan
kemampuan untuk merespons secara memadai (adequate);
4) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari;
5) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang
menegangkan; Seringkali menolak ajakan (negativism) karena
tiada semangat dan kegairahan;
6) Daya konsentrasi daya ingat menurun;
7) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat
dijelaskan apa penyebabnya.

5. Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V,
yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut:
1) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan
psychological exhaustion);

6
2) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang
ringan dan sederhana;
3) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal
disorder);
4) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat,
mudah bingung dan panik.

6. Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan
panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang
mengalami stres tahap VI ini berulang dibawa ke Unit Gawat Darurat
bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak
ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah
sebagai berikut:
1) Debaran jantung teramat keras;
2) Susah bernapas (sesak dan megap-megap);
3) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran;
4) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan;
5) Pingsan atau kolaps (collapse). Bila dikaji maka keluhan atau
gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh
keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal
(fungsional) organ tubuh, sebagai akibat stresor psikososial yang
melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.

Selain tahapan, stress juga memiliki tingkatan-tingkatan.Stuart dan Sundeen


(2005) mengklasifikasikan tingkat stres, yaitu:
1) Stres ringan

Pada tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan kondisi ini
dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana mencegah berbagai
kemungkinan yang akan terjadi.

7
2) Stres sedang

Pada stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat ini dan
mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan persepsinya.

3) Stres berat

Pada tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan cenderung
memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk
mengurangi stres. Individu tersebut mencoba memusatkan perhatian pada lahan
lain dan memerlukan banyak pengarahan.

2.1.3. Sumber Stres (Stresor)

Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan


menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis nonspesifik
yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stres reaction acute (reaksi
stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa
adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental
yang sangat berat, biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan
kemampuan koping (coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam
terjadinya reaksi stres akut dan keparahannya (Sunaryo, 2002).

Bayi, anak-anak dan dewasa semua dapat mengalami stres. Sumber stres bisa
berasal dari diri sendiri, keluarga, dan komunitas sosial (Alloy, 2004). Menurut
Maramis (2009) dalam bukunya, ada empat sumber atau penyebab stres
psikologis, yaitu frustasi, konflik, tekanan, dan krisis.

Frustasi timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral
melintang, misalnya apabila ada mahasiswa yang gagal dalam mengikuti ujian
osca dan tidak lulus. Frustasi ada yang bersifat intrinsik (cacat badan dan
kegagalan usaha) dan ekstrinsik (kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang
dicintai, kegoncangan ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).

8
Konflik timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-
macam keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis konflik, yaitu :

1) Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih satu


diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja seseorang yang
sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir yang sama-sama
diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya kesempatan untuk menikmati alternatif
yang tidak diambil. Jenis konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat
diselesaikan.
2) Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu dihadapkan pada dua
pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda yang hamil
diluar pernikahan, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi disisi lain ia belum
mampu secara mental dan finansial untuk membesarkan anaknya nanti.
Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan dan memerlukan lebih banyak tenaga
dan waktu untuk menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memiliki
konsekuensi yang tidak menyenangkan
3) Approach-avoidance conflict, merupakan situasi dimana individu merasa
tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari seseorang atau
suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang berniat berhenti merokok,
karena khawatir merusak kesehatannya tetapi ia tidak dapat membayangkan
sisa hidupnya kelak tanpa rokok.

Tekanan timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat


berasal dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi.
Tekanan yang berasal dari luar individu, misalnya orang tua menuntut anaknya
agar disekolah selalu rangking satu, atau istri menuntut uang belanja yang
berlebihan kepada suami.
Krisis yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada individu,
misalnya kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus
segera dioperasi.

9
2.1.4. Penggolongan Stres
Menurut Selye (2005) dalam menggolongkan stres menjadi dua golongan
yang didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya yaitu :
1) Distres (stres negatif)
Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres
dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas,
ketakutan, khawatir atau gelisah. Sehingga individu mengalami keadaan
psikologis yang negatif, menyakitkan dan timbul keinginan untuk
menghindarinya.

2) Eustres (stres positif)

Eustres bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang


memuaskan, frase joy of stres untuk mengungkapkan hal-hal yang bersifat positif
yang timbul dari adanya stres. Eustres dapat meningkatkan kesiagaan mental,
kewaspadaan, kognisi dan performansi kehidupan. Eustres juga dapat
meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya
menciptakan karya seni.

2.1.5. Gejala Stress


Menurut Robert S. Fieldman (1989) stress adalah suatu proses yang menilai
suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun
membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis,
emosional, kognitif dan perilaku.

Taylor (1991) menyatakan, stress dapat menghasilkan berbagai respon.


Berbagai peneliti telah membuktikan bahwa respon-respon tersebut dapat berguna
sebagai indikator terjadinya stres pada individu, dan mengukur tingkat stres yang
dialami individu. Respon stres dapat terlihat dalam berbagai aspek, yaitu:

(1) Respon fisiologis, dapat ditandai dengan meningkatnya tekanan darah,


detak jantung, detak nadi, dan sistem pernapasan.

10
(2) Respon kognitif, dapat terlihat lewat terganggunya proses kognitif
individu, seperti pikiran menjadi kacau, menurunnya daya konsentrasi,
pikiran berulang, dan pikiran tidak wajar.
(3) Respon emosi, dapat muncul sangat luas, menyangkut emosi yang
mungkin dialami individu, seperti takut, cemas, malu, marah, dan
sebagainya.
(4) Respon tingkah laku, dapat dibedakan menjadi fight, yaitu melawan
situasi yang menekan, dan flight, yaitu menghindari situasi yang
menekan.

Gejalagejala lain yang dapat dilihat dari orang yang sedang mengalami stres
antara lain:

a) Cemas
b) Depresi
c) Makan berlebihan
d) Berpikiran Negatif
e) Tidur Berlebihan
f) Diare
g) Konstipasi atau sembelit
h) Kelelahan yang terus menerus
i) Sakit kepala
j) Kehilangan Nafsu Makan
k) Marah
l) Tegang
m) Mudah Tersinggung
n) Gatal-gatal
o) Alergi
p) Merokok
q) Nyeri persendian
r) Berdebar-debar
s) Sesak napas

11
Apabila seseorang mengalami satu atau lebih dari gejala-gejala di atas, maka
kemungkinan orang tersebut mengalami stres.

Stres juga dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi pada anggota
tubuh, diantaranya:

a. Rambut

Warna rambut yang semula hitam pekat, lambat laun mengalami perubahan
warna menjadi kecoklat-coklatan serta kusam. Ubanan (rambut memutih) terjadi
sebelum waktunya, demikian pula dengan kerontokan rambut.

b. Mata

Ketajaman mata seringkali terganggu misalnya kalau membaca tidak jelas


karena kabur. Hal ini disebabkan karena otot-otot bola mata mengalami
kekenduran atau sebaliknya sehingga mempengaruhi fokus lensa mata.

c. Telinga

Pendengaran seringkali terganggu dengan suara berdenging (tinitus).

d. Daya pikir

Kemampuan bepikir dan mengingat serta konsentrasi menurun. Orang


menjadi pelupa dan seringkali mengeluh sakit kepala pusing.

e. Ekspresi wajah

Wajah seseorang yang stres nampak tegang, dahi berkerut, mimik nampak
serius, tidak santai, bicara berat, sukar untuk senyum atau tertawa dan kulit muka
kedutan (tic facialis).

f. Mulut dan Bibir

Mulut dan bibir terasa kering sehingga seseorang sering minum. Selain
daripada itu pada tenggorokan seolah-olah ada ganjalan sehingga ia sukar

12
menelan, hal ini disebabkan karena otot-otot lingkar di tenggorokan mengalami
spasme (muscle cramps) sehingga serasa tercekik.

g. Kulit

Pada orang yang mengalami stres reaksi kulit bermacam-macam, pada kulit
dari sebahagian tubuh terasa panas atau dingin atau keringat berlebihan. Reaksi
lain kelembaban kulit yang berubah, kulit menjadi lebih kering. Selain daripada
itu perubahan kulit lainnya adalah merupakan penyakit kulit, seperti munculnya
eksim, urtikaria (biduran), gatal-gatal dan pada kulit muka seringkali timbul
jerawat (acne) berlebihan; juga sering dijumpai kedua belah tapak tangan dan kaki
berkeringat (basah).

h. Sistem Pernafasan

Pernafasan seseorang yang sedang mengalami stres dapat terganggu misalnya


nafas terasa berat dan sesak disebabkan terjadi penyempitan pada saluran
pernafasan mulai dari hidung, tenggorokan dan otot-otot rongga dada. Nafas
terasa sesak dan berat dikarenakan otot-otot rongga dada (otototot antar tulang
iga) mengalami spasme dan tidak atau kurang elastis sebagaimana biasanya.
Sehingga ia harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menarik nafas. Stres juga
dapat memicu timbulnya penyakit asma (asthma bronchiale) disebabkan karena
otot-otot pada saluran nafas paruparu juga mengalami spasme.

i. Sistem Kardiovaskuler
Sistem jantung dan pembuluh darah atau kardiovaskuler dapat terganggu
faalnya karena stres. Misalnya, jantung berdebar-debar, pembuluh darah melebar
(dilatation) atau menyempit (constriction) sehingga yang bersangkutan nampak
mukanya merah atau pucat. Pembuluh darah tepi (perifer) terutama di bagian
ujung jari-jari tangan atau kaki juga menyempit sehingga terasa dingin dan
kesemutan. Selain daripada itu sebahagian atau seluruh tubuh terasa panas
(subfebril) atau sebaliknya terasa dingin.

13
j. Sistem Pencernaan
Orang yang mengalami stres seringkali mengalami gangguan pada sistem
pencernaannya. Misalnya, pada lambung terasa kembung, mual dan pedih; hal ini
disebabkan karena asam lambung yang berlebihan (hiperacidity). Dalam istilah
kedokteran disebut gastritis atau dalam istilah awam dikenal dengan sebutan
penyakit maag. Selain gangguan pada lambung tadi, gangguan juga dapat terjadi
pada usus, sehingga yang bersangkutan merasakan perutnya mulas, sukar buang
air besar atau sebaliknya sering diare.

k. Sistem Perkemihan.

Orang yang sedang menderita stres faal perkemihan (air seni) dapat juga
terganggu. Yang sering dikeluhkan orang adalah frekuensi untuk buang air kecil
lebih sering dari biasanya, meskipun ia bukan penderita kencing manis (diabetes
mellitus).

l. Sistem Otot dan tulang


Stres dapat pula menjelma dalam bentuk keluhan-keluhan pada otot dan
tulang (musculoskeletal). Yang bersangkutan sering mengeluh otot terasa sakit
(keju) seperti ditusuk-tusuk, pegal dan tegang. Selain daripada itu keluhan-
keluhan pada tulang persendian sering pula dialami, misalnya rasa ngilu atau rasa
kaku bila menggerakan anggota tubuhnya. Masyarakat awam sering mengenal
gejala ini sebagai keluhan pegal-linu.

m. Sistem Endokrin

Gangguan pada sistem endokrin (hormonal) pada mereka yang mengalami


stres adalah kadar gula yang meninggi, dan bila hal ini berkepanjangan bisa
mengakibatkan yang bersangkutan menderita penyakit kencing manis (diabetes
mellitus); gangguan hormonal lain misalnya pada wanita adalah gangguan
menstruasi yang tidak teratur dan rasa sakit (dysmenorrhoe).

14
2.1.6. Stres berdasarkan Jenis Kelamin
a. Stres pada Wanita
Fluktuasi estrogen dalam tubuh wanita dapat membuat parasaannya berubah-
ubah. Selama periode stres, kadar estrogen menurun. Kelenjar adrenalin
menghasilkan hormon stres lebih banyak dari pada estrogen. Selama fase ini,
ketika kadar estrogen menurun, terjadi pembentukan plak pembuluh darah yang
meningkatkan resiko terjadinya peyakit jantung. Setelah mencapai masa
menopouse, kadar estrogen pada wanita menurun hingga 80%. Ini adalah masa
titik balik yang penting pada kehidupan wanita. Banyak perubahan besar yang
terjadi seperti muka kemerahan dan terasa panas, masa tulang yang rendah hingga
mengalami osteoporosis. Selain itu estrogen melindungi sistem jantung dan
pembuluh darah sampai pada masa menopouse. Setelah menopouse, wanita
menjadi rentan terhadap masalah jantung, yang kemungkinan sama dengan pria.

b. Stres pada Laki-Laki

Penurunan kadar testosteron berpengaruh pada stres fisik dan psikologis.


Testosteron adalah hormon yang memberi tanda maskulinitas pada pria, seperti
rambut, suara yang berat, dan figur tubuh.

Testosteron berkaitan dengan dominan pria. Hormon ini juga berkaitan


dengan pola pikir sifat mereka dengan wanita. Cara mereka belajar, rasionalitas,
dan keengganan untuk menunjukkan perasaannya merupakan ciri khas pria.
Kedua jenis kelamin ini memang benar-benar berbeda, baik secara fisik maupun
mental.

2.1.7. Respon Fisiologi terhadap Stres

Hans Selye (1956) Mengidentifikasi dua respon fisiologis terhadap Stress,


yaitu:

15
1. Local Adaptation Syndrom (LAS)

Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon


setempat ini termasuk pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi
mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka pendek.

2. General Adaptation Syndrom (GAS)


a. Fase Alarm (Waspada) Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan
dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor. Reaksi psikologis fight
or flight dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat,
peredaran darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke
kepala dan ekstremitas. Banyak organ tubuh terpengaruh, gejala stress
memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh
menurun.
b. Fase Resistance (Melawan) Individu mencoba berbagai macam
mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan masalah serta
mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis
sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi
faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi gejala stress menurun atau
normal.
c. Fase Exhaustion (Kelelahan) Merupakan fase perpanjangan stress yang bel
um dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi penyesuaian
terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit
kepala, gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan
tidak dapat lagi diusahakan, maka kelelahan dapat mengakibatkan
kematian.

Sedangkan menurut Dadang Hawari (2001) respon tehadap stress dapat


mengenai hampir seluruh sistem tubuh, seperti:

a. Perubahan warna rambut dari hitam menjadi kecoklat-coklatan, ubanan


atau kerontokan.
b. Gangguan ketajaman penglihatan

16
c. Thinitus (pendengaran berdenging)
d. Daya mengingat, konsentrasi, dan berpikir menurun.
e. Wajah tegang, serius, tidak santai, sulit tersenyum, dan kedutan pada kulit
wajah (tic facialis).
f. Bibir dan mulut terasa kering, tenggorokan terasa tercekik.
g. Kulit dingin atau panas, banyak berkeringat, kulit kering timbul
eksim, biduran (urtikaria), gatal-gatal, tumbuh jerawat (acne), telapak
tangan dan kaki berkeringat dan kesemutan.
h. Napas terasa berat dan sesak.
i. Jantung berdebar-debar, muka merah atau pucat.
j. Lambung mual, kembung dan pedih, mulas, sulit defekasi, atau diare.
k. Sering berkemih
l. Otot sakit, seperti ditusuk-tusuk, pegal, dan tegang.
m. Kadar gula meninggi, pada wanita terjadi gangguan menstruasi.
n. Libido menurun atau bisa juga meningkat

Kemudian reaksi psikologis individu terhadap stress, adalah

a. Kecemasan adalah respon yang paling umum. Merupakan tanda bahaya


yang menyatakan diri dengan suatu penghayatan yang khas, yang sukar
digambarkan Adalah emosi yang tidak menyenangkan seperti jantung
berdebar, keluar keringat dingin, mulut kering, tekanan darah tinggi dan
susah tidur.
b. Kemarahan dan agresi, adalah perasaan jengkel sebagai respon terhadap
kecemasan yang dirasakan sebagai ancaman. Merupakan reaksi umum lain
terhadap situasi stress yang mungkin dapat menyebabkan agresi, agresi
ialah kemarahan yang meluap-luap, dan orang melakukan serangan secara
kasar dengan jalan yang tidak wajar. Kadang-kadang disertai perilaku
kegilaan, tindak sadis dan usaha membunuh orang.

17
c. Depresi Keadaan yang ditandai dengan hilangnya gairah dan semangat.
Terkadang disertai rasa sedih.

2.2. Konsep Adaptasi


2.2.1. Pengertian adapatasi
Adaptasi adalah proses dimana dimensi fisiologis dan psikososial berubah
dalam berespon terhadap stress. Karena banyak stressor tidak dapat dihindari,
promosi kesehatan sering difokuskan pada adaptasi individu, keluarga atau komu-
nitas terhadap stress.

Ada banyak bentuk adaptasi. Adaptasi fisiologis memungkinkan homeostasis


fisiologis. Namun demikian mungkin terjadi proses yang serupa dalam dimensi
psikososial dan dimensi lainnya.

Suatu proses adaptif terjadi ketika stimulus dari lingkungan internal dan
eksternal menyebabkan penyimpangan keseimbangan organisme. Dengan demi-
kian adaptasi adalah suatu upaya untuk mempertahankan fungsi yang
optimal. Adaptasi melibatkan refleks, mekanisme otomatis untuk perlindungan,
mekanisme koping dan idealnya dapat mengarah pada penyesuaian atau pengua-
ssan situasi (Selye, 1976, ; Monsen, Floyd danBrookman,1992). Stresor yang
menstimulasi adaptasi mungkin berjangka pendek, seperti demam atau berjangka
panjang seperti paralysis dari anggota gerak tubuh. Agar dapat berfungsi optimal,
seseorang harus mampu berespons terhadap stressor dan beradaptasi terhadap
tuntutan atau perubahan yang dibutuhkan. Adaptasi membutuhkan respons aktif
dari seluruh individu.

2.2.2. Dimensi Adaptasi

Stres dapat mempengaruhi dimensi fisik, perkembangan, emosional,intelek-


tual, sosial dan spiritual. Sumber adaptif terdapat dalam setiap dimensi ini. Oleh
karenanya, ketika mengkaji adaptasi klien terhadap stress, perawat harus
mempertimbangkan kondisi individu secara menyeluruh.

18
a. Adaptasi Fisiologis

Indikator fisiologis dari stress adalah objektif, lebih mudah diidenti-


fikasi dan secara umum dapat diamati atau diukur. Namun demikian, indikator
ini tidak selalu teramati sepanjang waktu pada semua klien yang mengalami
stress, dan indikator tersebut bervariasi menurut individunya. Tanda vital
biasanya meningkat dan klien mungkin tampak gelisah dan tidak mampu untuk
beristirahat berkonsentrasi. Indikator ini dapat timbul sepanjang tahap stress.

Durasi dan intensitas dari gejala secara langsung berkaitan dengan


durasi dan intensitas stressor yang diterima. Indikator fisiologis timbul
dari berbagai sistem. Oleh karenanya pengkajian tentang stress mencakup
pengumpulan data dari semua sistem.

Indikator fisiologis stress, yaitu kenaikan tekanan darah, peningkatan


ketegangan di leher, bahu, punggung, peningkatan denyut nadi dan frekwensi
pernapasan, telapak tangan berkeringat, tangan dan kaki dingin, postur tubuh
yang tidak tegap, keletihan, sakit kepala, gangguan lambung, suara yang
bernada tinggi, mual, muntah dan diare, perubahan nafsu makan, perubahan
berat badan perubahan frekwensi berkemih, dilatasi pupil, gelisah, kesulitan
untuk tidur atau sering terbangun saat tidur temuan hasil laboratorium ab-
normal, yaitu peningkatan kadar hormone adrenokortikotropik, kortisol dan
katekolamin dan hiperglikemia.

b. Adaptasi Psikologis

Emosi kadang dikaji secara langsung atau tidak langsung dengan menga
mati perilaku klien. Stress mempengaruhi kesejahteraan emosional dalam
berbagai cara. Karena kepribadian individual mencakup hubunganyang
kompleks di antara banyak faktor, maka reaksi terhadap stress
yang berkepanjangan ditetapkan dengan memeriksa gaya hidup dan
stresor klien yang terakhir, pengalaman terdahulu dengan stressor, mekanisme

19
koping yang berhasil di masa lalu, fungsi peran, konsep diri dan ketabahan
yang merupakan kombinasi dari tiga karakteristik kepribadian yang di duga
menjadi media terhadap stress. Ketiga karakteristik ini adalah rasa control
terhadap peristiwa kehidupan, komitmen terhadap aktivitas yang berhasil, dan
antisipasi dari tantangan sebagai suatu kesempatan untuk pertumbuhan (Wiebe
dan Williams, 1992 ; Tarstasky, 1993).

Indikator emosional / psikologi dan perilaku stress :

Ansietas
Depresi
Kepenatan
Peningkatan penggunaan bahan kimia
Perubahan dalam kebiasaan makan, tidur, dan pola aktivitas.
Kelelahan mental
Perasaan tidak adekuat
Kehilangan harga diri
Peningkatan kepekaan
Kehilangan motivasi.
Ledakan emosional dan menangis.
Penurunan produktivitas dan kualitas kinerja pekerjaan.
Kecenderungan untuk membuat kesalahan (misalnya
buruknya penilaian).
Mudah lupa dan pikiran buntu
Kehilangan perhatian terhadap hal-hal yang rinci.
Preokupasi (mis. mimpi siang hari )
Ketidakmampuan berkonsentrasi pada tugas.
Peningkatan ketidakhadiran dan penyakit
Letargi
Kehilangan minat
Rentan terhadap kecelakaan.

20
c. Adaptasi Perkembangan

Stres yang berkepanjangan dapat mempengaruhi kemampuan


untuk menyelesaikan tugas perkembangan. Pada setiap tahap perkembangan,
seseorang biasanya menghadapi tugas perkembangan dan menunjukkan karak-
teristik perilaku dari tahap perkembangan tersebut. Stress yang
berkepanjangan dapat mengganggu atau menghambat kelancaran menyelesai-
kan tahap perkembangan tersebut. Dalam bentuk yang ekstrem, stress yang
berkepanjangan dapat mengarah pada krisis pendewasaan.

Bayi atau anak kecil umumnya menghadapi stressor di rumah. Jika


diasuh dalam lingkungan yang responsive dan empati, mereka mampu mengem
bangkan harga diri yang sehat dan pada akhirnya belajar respons koping
adaptif yang sehat (Haber et al, 1992).

Anak-anak usia sekolah biasanya mengembangkan rasa kecukupan.


Mereka mulai menyadari bahwa akumulasi pengetahuan dan penguasaan kete-
rampilan dapat membantu mereka mencapai tujuan, dan harga diri berkembang
melalui hubungan berteman dan saling berbagi diantara teman. Pada tahap ini,
stress ditunjukkan oleh ketidakmampuan atau ketidakinginan untuk mengem-
bangkan hubungan berteman.

Remaja biasanya mengembangkan rasa identitas yang kuat tetapi pada


waktu yang bersamaan perlu diterima oleh teman sebaya. Remaja
dengan sistem pendukung sosial yang kuat menunjukkan suatu peningkatan
kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap stressor,
tetapi remaja tanpa sistem pendukung sosial sering menunjukkan peningkatan
masalah psikososial (Dubos, 1992).

Dewasa muda berada dalam transisi dari pengalaman masa remaja ke


tanggung jawab orang dewasa. Konflik dapat berkembang antara tanggung
jawab pekerjaan dan keluarga. Stresor mencakup konflik antara harapan dan
realitas.

21
Usia setengah baya biasanya terlibat dalam membangun keluarga,
menciptakan kasrier yang stabil dan kemungkinan merawat orang tua mereka.
Mereka biasanya dapat mengontrol keinginan dan pada beberapa kasus meng-
gantikan kebutuhan pasangan, anak-anak, atau orang tua dari kebutuhan
mereka. Namun demikian dapat timbul stress, jika mereka merasa terlalu
banyak tanggung jawab yang membebani mereka.

Usia lansia biasanya menghadapi adaptasi terhadap perubahan dalam


keluarga dan kemungkinan terhadap kematian dari pasangan atau teman hidup.
Usia dewasa tua juga harus menyesuaikan terhadap perubahan penampilan
fisik dan fungsi fisiologis. Perubahan besar dalam kehidupan seperti memasuki
masa pension juga menegangkan.

d. Adaptasi Sosial Budaya

Mengkaji stressor dan sumber koping dalam dimensi sosial mencakup


penggalian bersama klien tentang besarnya, tipe, dan kualitas dari interaksi
sosial yang ada. Stresor pada keluarga dapat menimbulkan efek disfungsi yang
mempengaruhi klien atau keluarga secara keseluruhan (Reis & Heppner, 1993).

Perawat juga harus waspada tentang perbedaan cultural dalam respon


stress atau mekanisme koping. Misalnya klien dari suku Afrika-Amerika
mungkin lebih menyukai mendapatkan dukungan sosial dari anggota keluarga
ketimbang dari bantuan professional (Murata, 1994).

e. Adaptasi Spritual

Orang menggunakan sumber spiritual untuk mengadaptasi stress


dalam banyak cara, tetapi stress dapat juga bermanifestasi dalam dimensi
spiritual. Stress yang berat dapat mengakibatkan kemarahan pada
Tuhan, atau individu mungkin memandang stressor sebagai hukuman. Stresor

22
seperti penyakit akut atau kematian dari orang yang disayangi dapat
mengganggu makna hidup seseorang dan dapat menyebabkan depresi. Ketika
perawatan pada klien yang mengalami gangguan spiritual, perawat tidak boleh
menilai kesesuaian perasaan atau praktik keagamaan klien tetapi harus
memeriksa bagaimana keyakinan dan nilai telah berubah.

2.2.3. Tujuan Adaptasi


1) Menghadapi tuntutan keadaan secara sadar.
2) Menghadapi tuntutan keadaan secara realistik
3) Menghadapi tuntutan keadaan secara obyektif
4) Menghadapi tuntutan keadaan secara rasional

2.3. Mekanisme Koping

Individu dari semua umur mengalami stress dan mencoba untuk mengatasiny
a. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stress
menimbulkan ketidaknyamanan, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan
sesuatu untuk mengurangi stress.

Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam menyelesaikan masalah,


menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan respons terhadap
situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu. Mekanisme koping merupakan
sekumpulan strategi mental baik disadari maupun tidak disadari yang
digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi mengancam dan membuat
kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).

Setiap individu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menahan


stres. Hal tersebut bergantung pada :

a. Sifat dan hakikat stres, yaitu intensitas, lamanya, lokal, danumum


(general).
b. Sifat individu yang terkait dengan proses adaptasi. Strategi koping klien
merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas emosional, menguasai
lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan
masalah yang ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Beberapa contoh

23
perilaku koping adalah humor, distraksi, bertanya untuk suatu informasi
berbicara dengan yang lain tentang keluhan/perasaan-perasaannya,
mendefinisikan kembali masalah kedalam istilah yang lebih disukai,
menghadapi masalah dengan dengan melakukan beberapa tindakan,
negosiasi kemungkinan pilihan/alternatif, menurunkan ketegangan dengan
minum, makan atau menggunakan obat, menarik diri, menyalahkan
seseorangatau sesuatu, menyalahkan diri sendiri menghindar dan
berkonsultasi denganahli agama

Cara yang dapat dilakukan adalah:

1. Individu
a. Kenal diri sendiri
Merupakan tahap awal yang harus dilakukan. Karena individu yang sudah
kenal akan dirinya, akan siap untuk menghadapi stressor yang ada. Cara
yang dapat dilakukan adalah:
Identifikasi diri
Tanyakan pada orang lain siapa anda
Mintalah umpan balik jika anda sudah kenal diri anda
b. Turunkan kecemasan
Identifikasi penyebab cemas
Cari tindakan yang menurut anda dapat menurunkan kecemasan
Lakukan teknik relaksasi

c. Tingkatkan harga diri


Identifikasi aspek positif yang dimiliki
Mulai gali kemampuan positif yang dimiliki
Pertahankan aspek positif yang dimiliki
d. Persiapan diri
Tingkatkan kemampuan kognitif atau pengetahuan diri(belajar)
Berdoa
Mencari informasi
Diskusi dengan orang yang sudah punya pengalaman bekerja
Identifikasi kebutuhan yang perlu dipersiapkan
e. Pertahankan dan tingkatkan cara yang sudah baik

2. Dukungan sosial (keluarga, teman dan masyarakat)


a. Pemberian dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif
b. Ciptakan lingkungan keluarga yang sehat, misalnya waktu berdikusi
dengan anggota keluarganya

24
c. Berikan bimbingan mental dan spiritual untuk individu tersebut
darikeluarga
d. Berikan bimbingan khusus untuk individu, misalnya konseling

2.4. Cara Mencegah Stress


1. Suport Sistem
Peribahasa no man is an island terutama penting untuk penatalaksanaan
stress. Sistem pendukung seperti keluarga , teman atau rekan kerja yang
akan mendengarkan dan memberikan nasihat dan dukungan emosional
akan sangat bermamfaat bagi seseorang yang mengalami stress. Sistem
pendukung dapat mengurangi reaksi stress dan meningkatkan
kesejahteraan fisik dan mental (Revenson dan Majerovitz, 1991).
2. Time Management
Seseorang yang menggunakan waktu secara efisien biasanya mengalami
lebih sedikit stress karena mereka merasa lebih terkontrol dalam hidupnya.
Penstrukturan waktu yang realistic diperlukan jika klien tidak menyisikan
waktu yang cukup untuk setiap aktivitas. Fungsi peran klien harus
dianalisis secara berkaitan untuk menentukan apakah modifikasi dapat
dibuat sehingga dapat mengurangi tuntutan waktu (Peddicord,1991).
Mengendalikan tuntutan dari orang lain penting untuk penatalaksanaan
waktu yang efektif. Sedikit orang yang mampu mengikuti semua
permintaan yang diajukan oleh orang lain. penting artinya untuk belajar
mengenali permintamaan mana yang dapat dipenuhi secara realistic,
kebutuhan mana yang akan dinegosiasi, dan kebutuhan mana yang dapat
ditolak secara asertif. Menghambat periode waktu untuk menunjukkan
tujuan spesifik juga mengurangi rasa keterburuan dan meningkatkan
perasaan kontrol.
3. Humor
Humor adalah terapi yang terkenal dalam literatur umum oleh Norman
Cousins (1979). Kemampuan untuk menerima hal-hal lucu dan tertawa

25
melenyapkan stress (Robinson, 1990; Dahl dan ONeal, 1993). Hipotesis
fisiologis menyatakan bahwa tertawa melepaskan endorphin ke dalam
sirkulasi dan perasaan stress di lenyapkan.
4. Istirahat
Pola istirahat dan tidur yang tetap, dan kebaisaan juga penting untuk
menangani stress. Seseorang yang mengalami stress harus di dorong
meluangkan waktunya untuk istirahat dan tidur. Tidur tidak hanya
menyegarkan tubuh, Tetapi juga membantu seseorang menjadi rileks
secara mental.
5. Tehnik Relaksasi
Relaksasi progresif dengan dan tanpa ketegangan otot dan tehnik
manipulasi pikiran mengurangi komponen fisiologis dan emodional stress.
Tehnik relaksasi adalah perilaku yang dipelajari dan membutuhkan waktu
pelatihan dan praktek. Setelah klien menjadi terampil dalam tehnik ini ,
ketegangan dikurangi dan parameter fisiologis berubah

26
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar


terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni
perubahan fisiologis dan psikogis yakni bagaimana seseorang merasakan
keadaan dalam hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini
disebut sebagai stresor (pengalaman yang menginduksi respon stres)
Adaptasi adalah proses penyesuaian diri terhadap beban lingkungan agar
organisme dapat bertahan hidup (Sarafino, 2005). Sedangkan menurut
Gerungan (2006) menyebutkan bahwa adapatasi atau penyesuaian diri
adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga
mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan (keinginan diri).
Koping adalah cara yang dilakukan individu, dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan keinginan yang akan dicapai, dan
respons terhadap situasi yang menjadi ancaman bagi diri individu.
Mekanisme koping merupakan sekumpulan strategi mental baik disadari
maupun tidak disadari yang digunakan untuk menstabilkan situasi
yang berpotensi mengancam dan membuat kembali ke dalam
keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).
Cara mencegah stress dapat dilakukan dengan : support sistem, time
management, humor, istirahat, dan teknik relaksasi.

3.2. Saran

Dalam setiap mengerjakan suatu tugas makalah diperlukan


banyak referensi agar materi yang disajikan lengkap.pada saat akan
mempresentasikan materi perlu banyak belajar agar dapat menguasai materi
yang dibawakan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Anonim . 2014 . Teori Stres dan Adaptasi . Dapat diakses di:


(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/153/jtptunimus-gdl-marisalael-
7626-3-babii.pdf) . Diakses pada : 5 Maret 2017.
Anonim . 2015 . Kajian Teoritik Stres dan Adaptasi . Dapat diakses di:
(http://digilib.uinsby.ac.id/8084/4/bab%202.pdf) . Diakses pada: 5 Maret
2017 .
Edhu . 2012 . Stres dan Adaptasi . Dapat diakses di:
(https://id.scribd.com/doc/28886142/Stress-Dan-Adaptasi) . Diakses pada :
9 Maret 2017 .
Nursalam . 2013 . Stres dan Adaptasi . Dapat diakses di:
(https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=
2&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjvxeTtkMjSAhVBHpQKHTijDg8QF
ggfMAE&url=http%3A%2F%2Fbaruna-
husada.ac.id%2Fnew%2Fdownlot.php%3Ffile%3DSTRESS%2520ADAP
TASI.pdf&usg=AFQjCNHYmS01SJu2aBiHhtoVy5fChpXegQ&bvm=bv.
149093890,d.dGo) . Diakses pada : 5 Maret 2017 .
Ratnasari, Linda . 2015 . Konsep Stres dan Adaptasi . Dapat diakses di:
(https://www.academia.edu/8823511/konsep_stres_dan_adap
tasi) . Diakses pada : 5 Maret 2017 .
Saleh, Nuramin . 2014 . Tahap Tahap Stres . Dapat diakses di :
(http://www.nuraminsaleh.com/2012/12/tahap-tahap-stress.html) . Diakses
pada : 9 Maret 2017 .

28

Anda mungkin juga menyukai