Pedoman Penyimpanan Obat Rumah Sakit
Pedoman Penyimpanan Obat Rumah Sakit
Pedoman Penyimpanan Obat Rumah Sakit
Kegiatan:
a. penelusuran riwayat penggunaan Obat kepada pasien/keluarganya; dan
b. melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan Obat pasien.
Mencatat data dan memverifikasi Obat yang sedang dan akan digunakan pasien,
meliputi nama Obat, dosis, frekuensi, rute, Obat mulai diberikan, diganti,
dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi pasien serta efek samping Obat yang
pernah terjadi. Khusus untuk data alergi dan efek samping Obat, dicatat tanggal
kejadian, Obat yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek
yang terjadi, dan tingkat keparahan.
Data riwayat penggunaan Obat didapatkan dari pasien, keluarga pasien, daftar
Obat pasien, Obat yang ada pada pasien, dan rekam medik/medication chart.
Data Obat yang dapat digunakan tidak lebih dari 3 (tiga) bulan sebelumnya.
Semua Obat yang digunakan oleh pasien baik Resep maupun Obat bebas
termasuk herbal harus dilakukan proses rekonsiliasi.
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah, sedang dan akan
digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah bilamana ditemukan
ketidakcocokan/perbedaan diantara data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat
pula terjadi bila ada Obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa
ada penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien.
Ketidakcocokan ini dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat
penulisan Resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu
adanya perbedaan pada saat menuliskan Resep.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan ketidaksesuaian
dokumentasi.
-32-
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal
lain yang harus dilakukan oleh Apoteker adalah:
1) menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau tidak disengaja;
2) mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau pengganti; dan
3) memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya rekonsilliasi Obat.
d. Komunikasi
Petunjuk teknis mengenai Pelayanan Informasi Obat akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.
5. Konseling
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran terkait terapi
Obat dari Apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau keluarganya. Konseling
untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di semua fasilitas kesehatan dapat
dilakukan atas inisitatif Apoteker, rujukan dokter, keinginan pasien atau
keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien
dan/atau keluarga terhadap Apoteker.
Pemberian konseling Obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko reaksi Obat yang tidak dikehendaki (ROTD), dan
meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan keamanan
penggunaan Obat bagi pasien (patient safety).
Secara khusus konseling Obat ditujukan untuk:
a. meningkatkan hubungan kepercayaan antara Apoteker dan pasien;
b. menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien;
c. membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan Obat;
d. membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan Obat
dengan penyakitnya;
e. meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan;
f. mencegah atau meminimalkan masalah terkait Obat;
-34-
g. meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam hal terapi;
h. mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan; dan
i. membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan Obat sehingga dapat
mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien.
Petunjuk teknis mengenai konseling akan diatur lebih lanjut oleh Direktur
Jenderal
-35-
6. Visite
Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang mencakup kegiatan
untuk memastikan terapi Obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien.
Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko
Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).
Kegiatan dalam PTO meliputi:
a. pengkajian pemilihan Obat, dosis, cara pemberian Obat, respons terapi, Reaksi
Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD);
b. pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat; dan
c. pemantauan efektivitas dan efek samping terapi Obat.
Tahapan PTO:
a. pengumpulan data pasien;
b. identifikasi masalah terkait Obat;
c. rekomendasi penyelesaian masalah terkait Obat;
d. pemantauan; dan
e. tindak lanjut.
-36-
Faktor yang harus diperhatikan:
a. kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti terkini
dan terpercaya (Evidence Best Medicine);
b. kerahasiaan informasi; dan
c. kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat).
Petunjuk teknis mengenai pemantauan terapi Obat akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Petunjuk teknis mengenai monitoring efek samping Obat akan diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal.
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
Petunjuk teknis mengenai evaluasi penggunaan Obat akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal
10. Dispensing Sediaan Steril
3) HEPA filter;
4) Alat Pelindung Diri (APD);
Petunjuk teknis mengenai dispensing sediaan steril akan diatur lebih lanjut oleh
Direktur Jenderal.
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Petunjuk teknis mengenai pemantauan Kadar Obat dalam Darah akan diatur
lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
B. Manajemen Risiko Pelayanan Farmasi Klinik
Faktor risiko yang terkait karakteristik kondisi klinik pasien akan berakibat
terhadap kemungkinan kesalahan dalam terapi. Faktor risiko tersebut adalah
umur, gender, etnik, ras, status kehamilan, status nutrisi, status sistem imun,
fungsi ginjal, fungsi hati.
2. Faktor risiko yang terkait terkait penyakit pasien
Faktor risiko yang terkait penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu: tingkat
keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan, tingkat cidera yang
ditimbulkan oleh keparahan penyakit.
3. Faktor risiko yang terkait farmakoterapi pasien
Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang terlibat dalam setiap tahap manajemen
risiko perlu menjadi salah satu prioritas perhatian. Semakin besar risiko dalam suatu pemberian
layanan dibutuhkan SDM yang semakin kompeten dan kerjasama tim (baik antar tenaga kefarmasian
dan tenaga kesehatan lain/multidisiplin) yang solid. Beberapa unit/area di Rumah Sakit yang
memiliki risiko tinggi, antara lain Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat (UGD), dan kamar
operasi (OK).