CYBERLOAFING

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Internet merupakan bagian dari bidang informasi dan teknologi yang semakin

canggih dari masa ke masa. Ozler dan Polat (2012) mengemukakan bahwa

internet dapat memberikan keuntungan dan kemudahan bagi manusia dalam

mengerjekan berbagai macam urusan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

internet memberikan pengaruh dan manfaat bagi kehidupan manusia.

State Connectivity (2015) dalam A Report on Global Internet Access

melaporkan bahwa jumlah pengguna internet di dunia terus meningkat hingga

mencapai 3,2 milyar orang. APJII (2016) melaporkan bahwa peningkatan

penggunaan internet juga dirasakan di Indonesia, yang melonjak dari tahun

sebelumnya hingga mencapai setengah dari jumlah penduduk yang sebanyak

132,7 juta orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya penggunaan

internet kini telah menjadi suatu kebutuhan masyarakat.

Rasjid (2014) mengemukakan bahwa setiap negara merasakan dampak dari

perkembangan internet. Internet telah mempengengaruhi persaingan sektor

industri dan organisasi secara global. Lim (2002) mengemukakan bahwa bagi

perusahaan, internet dapat memberikan motivasi untuk menemukan cara baru agar

tujuan perusahaan dapat tercapai. Selain itu, internet memberikan peluang bagi

dunia industri untuk melakukan pekerjaan agar lebih mudah, karena jangkauannya

yang luas dan tidak terbatas waktu. Oleh karena adanya fasilitas internet,

perusahaan berharap dapat mempermudah karyawan dalam bekerja.

1
Berdasarkan hasil survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia

tahun 2016, diketahui bahwa komposisi pengguna internet Indonesia paling tinggi

diduduki oleh kalangan karyawan yaitu sebesar 62%. Blanchard dan Henle (2008)

mengemukakan bahwa apabila mengakses internet saat ini dianggap menjadi hal

yang biasa bagi karyawan, maka kecenderungan karyawan untuk menggunakan

internet sebagai tujuan hiburan dan tidak berkaitan dengan pekerjaan juga akan

semakin meningkat. Al-Shuhaibi, Shamsudin, dan Subramnaiam (2013)

mengemukakan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kansas

State University tahun 2013, terdapat 60% sampai 80% karyawan yang

mengakses internet yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.

Johnson dan Ugray (2007) mengemukakan bahwa selain memberikan

keuntungan bagi perusahaan, internet dapat memberikan dampak buruk bagi

perusahaan. Salah satu kerugian dengan adanya internet di tempat kerja ialah

cyberloafing. Lim (2002) mengemukakan bahwa cyberloafing merupakan

tindakan karyawan yang menggunakan akses internet perusahaan untuk

kepentingan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Tindakan penggunaan

akses internet tersebut dapat dilakukan dengan teknologi dari perusahaan misalnya

komputer atau bisa juga dari gadget miliki pribadi yang dibawa karyawan saat

bekerja.

Prasad (2010) mengemukakan bahwa cyberloafing yang dilakukan dapat

menyebabkan karyawan tidak fokus dalam menjalankan pekerjaannya. Hal ini

mengakibatkan adanya penundaan pekerjaan yang akan mengarah pada penurunan

produktivitas perusahaan. Oswalt dan Howard (2003) mengemukakan bahwa

selain penurunan produktivitas karyawan, cyberloafing juga dapat mengurangi

2
tanggung jawab karyawan, mengancam keamanan perusahaan, bahkan dapat

menghabiskan sumber daya di perusahaan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka masalah yang dapat penulis

rumuskan adalah sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan cyberloafing ?

2. Apa sajakah jenis-jenis cyberoloafing?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya cyberloafing?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai beirkut:

1. Untuk mengetahui definisi dari cyberloafing.

2. Untuk mengetahui jenis-jensi cyberloafing.

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya

perilaku cyberloafing.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Cyberloafing

Lim (2002) mengemukakan bahwa cyberloafing merupakan tindakan

karyawan yang disengaja dengan penggunaan akses internet milik perusahaan

untuk hal yang tidak berkaitan dengan pekerjaan selama jam kerja. Definisi

konstruk cyberloafing diperjelas menjadi tindakan karyawan yang disengaja

dengan penggunaan akses internet miliki perusahaan selama jam kerja untuk

browsing situs-situs untuk tujuan pribadi dan memeriksa (termasuk meneruma dan

mengirim) email personal. Kelompok situs hiburan seperti Facebook dan Youtube

dikategorikan sebagai “situs yang tidak berkaitan dengan pekerjaan”.

Blanchard dan Henle (2008) mengemukakan bahwa cyberloafing merupakan

penggunaan email dan internet yang tidak berhubungan dengan pekerjaan oleh

karyawan secara sengaja saat bekerja. Henle dan Kedhanath (2012)

mengemukakan bahwa cyberloafing merupakan penggunaan internet secara

sengaja selama jam kerja untuk keperluan pribadi dengan teknologi internet yang

disediakan oleh perusahaan maupun yang karyawan bawa ke tempat kerja

(misalnya: smartohone, iPad).

Berdasarkan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

cyberloafing merupakan perilaku menggunakan internet pada saat jam kerja untuk

kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan dan dilakukan dengan internet

miliki perusahaan ataupun milik pribadi.

4
2.2 Jenis-jenis Cyberloafing

Lim (2002) mengemukakan bahwa perilaku cyberloafing dikelompokkan

menjadi dua kategori utama, yaitu aktivitas browsing dan emailing. Aktivitas yang

termasuk aktivitas browsing adalah menggunakan internet perusahaan untuk

melihat hal-hal yang tidak berhubungan dengan pekerjaan pada saat jam kerja.

Sedangkan aktivitas emailing meurpakan aktivitas mengirim, menerima, dan

memeriksa email yang tidak berhubungan dengan pekerjaan pada sata jam kerja.

Blanchard dan Henle (2008) mengemukakan bahwa terdapat dua jenis

cyberloafing, yaitu minor dan serious.

a. Minor Cyberloafing meliputi penggunaan email dan internet pada saat

kerja. Misalnya mengirim dan menerima pesan pribadi atau mengunjungi

situs berita, keuangan, dan olahraga. Dengan demikinan minor

cyberloafing mirip dengan perilaku lain yang tidak sesuai dengan

pekerjaan namun diberi toleransi. Meskipun minor cyberloafing merupajan

perilaku yang masih dapat di toleransi, namun jenis cyberloafing ini tetap

dapat memberikan dampak yang merugikan bagi perusahaan, misalnya

mengurangi produktivitas.

b. Serious Cyberolafing merupakan bentuk cyberloafing terdiri dari bentuk-

bentuk yang lebih serius. Perilaku ini kasar dan berpotensi melakukan hal-

hal yang tidak baik seperti perjudian online, mengunduh lagu, dan

membuka situs-situs dewasa. Jenis cyberloafing ini memiliki dampak yang

serius bagi perusahaan.

Blanchard dan Henle (2008) mengemukakan bahwa karyawan yang

melakukan minor cyberloafing biasanya tidak percaya bahwa mereka melakukan

5
hal yang menyimpang. Sementara karyawan yang melakukan serious

cyberloafing menyadari bahwa perbuatannya menyimpang dan mungkin tidak

akan dimaafkan dan diterima oleh pihak perusahaan.

Adapun Li dan Chung (2006) membagi cyberloafing kedalam empat jenis,

yaitu sebagai berikut:

a. Aktivitas sosial, yaitu penggunaan internet untuk berkomunikasi dengan

teman. Aktivitas sosial yang melibatkan pengekspresian diri (misalnya

facebook, twitter) atau berbagai informasi melalui blog (blogger).

b. Aktivitas informasi, yaitu menggunakan internet untuk mendapatkan

informasi. aktivitas ini terdiri dari pencarian informasi seperti situs berita.

c. Aktivitas kesenangan, yaitu internet untuk menghibur. Aktivitas

kesenangan ini terdiri dari aktivitas game online atau mengunduh musik

(youtube) atau software untuk tujuan kesenangan pribadi.

d. Aktivitas emosi virtual, yaitu sisa dari aktivitas internet lainnya seperti

berjudi atau berkencan. Aktivitas emosi virtual mendeskripsikan aktivitas

online yang tidak dapat dikategorisasikan dengan aktivitas lainnya

misalnya berbelanja online atau mencari pacar secara online.

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cyberloafing

Ozler dan Polat (2012) mengemukakan bahwa faktor pemicu munculnya

perilaku cyberloafing terbagi menjadi tiga, yaitu faktor individual, faktor

organisasional, dan faktor situasional.

a. Faktor individual

1. Persepsi dan Sikap

6
Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki sikap

yang positif terhadap komputer cnderung menggunakan komputer untuk

alasan pribadi dan ada hubungan positif antara sikap positif terhadap

cyberloafing dengan cyberloafing. Karyawan yang memiliki persepsi

bahwa penggunaan internet dapat mendatangkan keuntungan bagi

performa kerjanya, maka secara keseluruhan cenderung lebih melakukan

cyberloafing dibanding dengan karyawan lainnya.

2. Kepribadian

Kepribadian individu dapat mempengaruhi cara penggunaan internet.

Individu dengan kepribadian yang pemalu cenderung melakukan

cyberloafing sedangkan individu dengan kepercayaan diri rendah dan

individu dengan orientasi eksternal kurang, dapat mengontrol penggunaan

internet. Penelitian menunjukkan hubungan negatif antara

conscientiousness dan penyimpangan perilaku kerja. Dimana individu

dengan conscientiousness yang rendah maka akan cenderung melakukan

cyberloafing.

3. Kebiasaan dan Kecanduan Internet

Kebiasaan merupakan rangkaian perilaku dan situasi yang terjadi

secara otomatis tanpa instruksi diri, kognisi, dan pertimbangan dalam

merespon lingkungan. Hubungan antara kebiasaan media dan cyberloafing

memiliki peran yang signifikan dalam memprediksi perilaku tersebut.

Tingginya adiksi (kecanduan) terhadap internet bisa menyebabkan

penyalahgunaan internet.

4. Demografis

7
Garret dan Danziger (Ozler & Polat, 2012)) menemukan bahwa status

pekerjaan, persepsi otonomi dalam organisasi, tingkat pemasukan, dan

gender merupakan prediktor cyberloafing yang signifikan. Penelitian

menunjukkan bahwa orang-orang yang berpendidikan cenderung

melibatkan dirinya dalam aktivitas-aktivitas seperti mencari informasi

secara online, sementara orang-orang yang berpendidikan rendah

cenderung menggunakan internet untuk bermain game online. Penelitian

lain menunjukkan bahwa pria cenderung melakukan cyberloafing lebih

sering dan durasi yang lebih lam dibanding perempuan.

5. Intensi, Norma Sosial, dan Etika Pribadi

Intensi merupakan predictor yang akurat untuk perilaku dalam banyak

studi. Meskipun demikian, penelitian juga menunjukkan bahwa intensitas

tidak selalu berujung pada munculnya sebuah perilaku, namun hubungan

antara intensi dan perilaku merupakan sebuah hubungan kompleks.

Persepsi tentang pentingnya larangan etis akan cyberloafing berhubunga

negatif dengan perilaku cyberloafing. Kepercayaan idnividu (mislanya

secara moral cyberloafing salah) mengurangi intensi untuk terlibatt dalam

perilaku cyberloafing.

b. Faktor organisasional

1. Pembatasan penggunaan internet

Peraturan perusahaan atas penggunaan internet atau mekanisme

monitoring yang digunakan untuk menghalangi karyawan melakukan

cyberloafing seperti pembetasan akses internet dapat mempengaruhi

8
aktifitas itu sendiri. Sanksi yang diberikan pada karyawan yang melakukan

perilaku menyimpang dapat mengurangi kecenderungan cyberliafing.

2. Hasil yang diharapkan

Karyawan dalam melakukan cyberloafing akan membandingkan antara

kepuasan pemenuhan kebutuhan individu dan konsekuensi yang

didapatkan. Penelitian menemukan bahwa karyawan cenderung akan lebih

jarang melakukan cyberloafing bila mempersepsikan konsekuensi negatif

bagi organisasi dan kepentingan pribadi karyawan.

3. Dukungan manajerial

Rasa percaya karyawan mengenai penggunaan teknologi dapat

dipengaruhi oleh dukungan dari manajer. Tanpa adanya spesifikasi

penggunaan internet dapat membuat karyawan salah paham terhadap

dukungan manajerial sehingga karyawan menggukan internet untuk

keperluan bisnis dan pribadi yang termasuk cyberloafing.

4. Persepsi rekan kerja mengenai norma cyberloafing

Cyberloafing dapat dipelajari dengan meniru perilaku individu lain

dalam lingkungan kerja. Karyawan yang menyalahgunakan internet karena

meniru rekan kerja menganggap hal tersebut sebagai bentuk keadilan dala

orgnisasi.

5. Sikap kerja karyawan

Sikap kerja individu terhadap pekerjaan berhubungan dengan

ketidakpuasan di tempat kerja. Sikap kerja dapat mempengaruhi terjadinya

cyberloafing sebagai respon emosional individu terhadap pekerjaannya.

Karyawan cenderung melakukan cyberloafing atau perilaku menyimpang

9
bila memiliki sikap kerja yang tidak baik. Adapun faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi sikap kerja karyawan yaitu ketidakadilan, komitmen kerja

dan kepuasan kerja karyawan.

6. Karakteristik pekerjaan

Menghabiskan waktu singkat pada tugas-tugas yang tidak

berhubungan dengan pekerjaan dapat membebaskan karyawan dari

kebosanan, kelelahan atau stress, menghasilkan kepuasan kerja atau

kreativitas yang lebih besar, meningkatkan kesejahteraan, menjadi rekreasi

dan pemulihan, dan membuat karyawan lebih bahagia. Karakteristik

pekerjaan spesifik dapat mempengaruhi munculnya perilaku cyberloafing

untuk meningkatkan kratifitas atau mengurangi kebosanan. Di sisi lain,

pekerjaan yang kreatif memiliki banyak tuntutan, tidak terasa

membosankan sehingga karyawan tidak termotivasi untuk melakukan

cyberloafing.

c. Faktor situasional

Kondisi perusahaan misalnya ketersediaan fasilitas internet dapat menjadi

salah satu sumber yang biasanya memicu terjadinya cyberloafing. Jarak fisik

antara karyawan dan supervisor juga dapat mempengaruhi cyberloafing melalui

persepsi mengenai kontrol organisasi. Selain itu, terdapat delapan faktor

situasional yang berkontribusi pada penggunaan internet yang tidak berhubungan

dengan pekerjaan yaitu kesempatan dan akses, kemampuan, anonimitas,

kenyamanan pelarian, rasa malu, penerimaan sosial, dan durasi kerja.

10
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya maka kesimpulan yang

dapat diambil adalah cyberloafing merupakan perilaku menggunakan internet

pada saat jam kerja untuk kegiatan yang tidak berkaitan dengan pekerjaan dan

dilakukan dengan internet miliki perusahaan ataupun miliki pribadi. Cyberloafing

dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor

individual, faktor organisasional, dan faktor situasional.

3.2 Saran

Saran yang dapat diberikan kepada pihak perusahaan adalah untuk bisa lebih

mnegawasi para karyawan dalam menggunakan fasilitas internet. Pihak

perusahaan juga perlu memperatikan faktor-faktor pemicu terjadinya perilaku

cyberloafing, khususnya terkaita sikap kerja dan karakterisitk pekerjaan

karyawannya. Adapun saran yang dapat diberikan kepada para karyawan baik

yang mamiliki perilaku cyberloafing maupun tidak, agar lebih bijak lagi dalam

menggunakan internet agar tidak memberikan pengaruh buruk terhadap

perkembangan perusahaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Shuaibi, A. S. I., Subramaniam, C., & Faridahwati, M. S. (2014). The


Mediating Influence of Job Satisfaction on the Relationship between HR
Practices and Cyberdeviance. Journal of Marketing and Management, 5(1),
105-119.

APJII. (2016). Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia survey 2016.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 34.

Blanchard, A. L., & C. A. Henle. (2008). The interaction of Work Stressor and
Organizational sanctions on Cyberloafing. Journal of Managerial Issues,
20(3). ISSN: 1045-3695.

Rasjid. (2014). Manfaat Internet Pada Dunia Bisnis,


http://www.ubaya.ac.id/2014/content/articles_detail/28/Manfaat-
Internetuntuk-Dunia-Bisnis.html, diakses pada tanggal 10 Desember 2017.

Johnson, J. J., & Ugray, Z. (2007). Employee internet abuse: Policy versus reality.
Issues in Information Systems, 8(2), 214-219.

Li, S. & Chung, T. (2006). Internet function and Internet addictive behavior.
Computers in Human Behavior, 22, 1067-1071.

Lim, V. (2002). The IT way of loafing on the job: cyberloafing, neutralizing and
organizational justice. Journal of Organizational Behaviour, 23, 675-694.
DOI: 10.1002/job.161.

Oswalt, B. & Howard, L. E. (2003). Cyberslacking: Legal and ethical issues


facing it managers. IACIS, 646-652.

Ozler, D. E., & Polat. (2012). Cyberloafing Phenomenon in Organizations:


Determinants and Impacts. Journal of Business and Government Studies, 4(2),
1-15.

Prasad, S., Lim, V. K. G., & Chen, D. J. Q. (2010). Self-Regulation, individual


characteristics and cyberloafing, pp.1641-1648. PACIS 2010 Proceedings.

12

Anda mungkin juga menyukai