Askep CA Ovarium Individu

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 69

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa di dunia setiap


tahunnya ada 6,25 juta penderita tumor dalam 20 tahun terakhir ini ada 9 juta
manusia meninggal karena tumor. Dan perlu dicatat bahwa 2/3 kejadian ini terjadi
di Negara yang sedang berkembang (Bustan, 2007). Penelitian di Amerika
Serikat yang dilakukan Schwortz, angka kejadian mioma uteri 2-12,8 orang per
1000 wanita setiap tahunnya. Schwortz menujukan angka kejadian mioma uteri 2-3
lebih tinggi pada wanita kulit hitam dibandingkan kulit putih (Victory, 2006).
Mioma uteri merupakan tumor paling umum pada traktus genetalis. Mioma terjadi
pada kira-kira 5% pada wanita selama masa reproduksi. Tumor ini tumbuh dengan
lambat dan mungkin baru dideteksi secara klinis pada kehidupan decade ke 4. Pada
dekade ke 4 ini insiden mencapai kirakira 20% . Mioma lebih sering terjadi pada
wanita nulipara atau wanita yang hanya mempunyai satu anak. (Derek, 2002).
Mioma uteri dikenal juga dengan istilah leiomoma uteri, fibromioma uteri
fibroid, ditemukan sekurang-kurangnya pada 20-25% wanita diatas usia 30
tahun. Laporan dari suatu studi melalui pemeriksaan post mortem pada jenazah
wanita, menunjukkan angka kejadian mioma uteri yang lebih tinggi yaitu mencapai
50% atau lebih (Djuwantono, 2004). Pengobatan mioma uteri degan gejala klinik
pada umumnya adalah tindakan operasi yaitu histerektomi (pengangkatan rahim)
atau pada wanita yang ingin mempertahankan kesuburannya dengan
miomektomi(pengangkatan mioma ) dapat menjadi pilihan. (We R miomiess, 2005).
Di Indonesia mioma uteri ditemukan 3%-12% pada tahun 2004 dari semua
penderitan ginekologi yang dirawat (Prawirohardjo, 2002). Menurut penelitian
yang dilakukan Karel Tangkudung (2004) di Surabaya angka kematian mioma uteri
adalah sebesar 10,30%. Sebelum tahun 2001 di Surabaya penelitian yang dilakukan
Susilo Rahardjo angka kejadian mioma uteri sebesar 11,87 % dari 1000 wanita
setiap tahunnya. (Yuad H, 2009).
Mioma uteri belum pernah ditemukan sebelum terjadinya menarche dan
setelah menopause hanya kira-kira 10% mioma yang masih tumbuh, sebagian besar
ditemukan pada wanita usia reproduksi sebanyak 20-25%.4,5. Diperkirakan insiden
mioma uteri sekitar 20%-30% dari seluruh wanita.6 Studi prevalensi yang
dilakukan di delapan negara pada tahun 2009 melaporkan kejadian mioma uteri
sebanyak 4,5% pada wanita Inggris, 4,6% Perancis, 5,5% Kanada, 6,9% Amerika
Serikat, 7% Brazil, 8% Jerman, 9% Korea, dan 9,8% di Italia.Prevalensi mioma uteri
mengalami peningkatan hingga 14,1% pada kelompok umur 40 tahun ke atas. Rata-
rata mioma uteri didiagnosis pada rentang usia 33,5 hingga 36,1 tahun. Mioma uteri
merupakan tumor jinak terbanyak pada wanita dan merupakan indikasi histerektomi
tersering di Amerika Serikat. Tercatat sebanyak 39% dari 600.000 histerektomi
yang dilakukan di Amerika Serikat tiap tahunnya.
Studi yang dilakukan di Amerika Serikat dengan teknik random sampling
pada wanita usia 35-49 tahun menemukan bahwa 60% kasus terjadi pada usia
35 tahun dan meningkat sebanyak 80% di usia 50 tahun pada wanita Afro-Amerika.
Sedangkan pada wanita Kaukasian insiden mioma uteri mencapai 40% pada usia 35
tahun dan 70% pada usia 50 tahun. Resiko mioma uteri meningkat seiring
dengan peningkatan umur. Penelitian di Italia (2004) melaporkan 73 kasus mioma
uteri dari 341 wanita pada usia 30-60 tahun dengan prevalensi 21,4%. Di India
(2006) terdapat 150 kasus mioma uteri, 77 kasus (51%) terjadi pada wanita usia 40-
49 tahun dan 45 kasus (30%) terjadi pada wanita umur lebih dari 50 tahun.9 Di
Nigeria (2014) melaporkan prevalensi mioma uteri sebanyak 44,41% pada wanita
dengan usia 31-40 tahun dengan usia rata-rata terjadi pada wanita usia 30,5
tahun.
Jumlah kejadian penyakit ini diIndonesia menempati urutan kedua
setelah kanker serviks. Mioma uteri ditemukan pada 2,39%-11,7% pada semua
penderita ginekologi yang dirawat, sering ditemukan pada wanita nulipara atau
kurang subur daripada wanita yang sering melahirkan. 6 Prevalensi mioma
uteri di Surabaya dan Riau masing-masing sebanyak 10,03% dan 8,03% dari
semua pasien ginekologi yang dirawat.11,12. Data di RSUP Prof. Dr. R.D.
Kandou Manado menyatakan bahwa mioma uteri menempati urutan pertama
penyakit ginekologi tersering.
Sebanyak 408 kasus mioma uteri ditemukan pada tahun 2011- 2013, dengan
rincian 112 kasus (16%) pada tahun 2011, 168 kasus (25%) pada tahun 2012, dan
128 kasus (25,6%) pada tahun 2013.13,14,15 Sekitar dua per tiga kasus mioma uteri
asimtomatik dan hampir setengah dari kasus ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologi.
Diperkirakan hanya 20-50% mioma saja yang menimbulkan gejala klinik
seperti menoragia, ketidaknyamanan pelvis, serta disfungsi reproduksi. Sehingga
tidak ada korelasi antara besarnya mioma dengan keluhan yang muncul.6,16,17
Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa mioma uteri termasuk dalam
neoplasma jinak ginekologi asimtomatik tersering dengan insiden satu dari empat
wanita selama masa reproduksi aktif. Oleh karena itu, wanita usia subur
diharapkan partisipasinya untuk melakukan pemeriksaan ginekologi secara teratur
agar terhindar dari kejadian tumor jinak ini serta penegakkan diagnosis dan
penanganan dini dapat dilakukan. Pengobatan mioma uteri dengan gejala klinik di
Indonesia pada umumnya adalah tindakan operasi yaitu histerektomi (pengangkatan
rahim) atau padawanita yang ingin mempertahankan kesuburannya, miomektomi
(pengangkatan mioma) dapat menjadi pilihan. Histerektomi perabdominal dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu total abdominal histerektomi dan subtotal
abdominal histerektomi. Baik keduanya akan mengakibatkan luka insisi yang akan
menimbulkan nyeri. Menurut International Association for Study of Pain (IASP),
nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang
didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau
menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Tamsuri, 2007).

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan masalah
Mioma Uteri + kista ovarium multiple + bekas SC a/i CPD, post laparatomi
eksplorasi Histerectomy Salpingectomy Ovarium Bilateral di Ruang Cilamaya
RSUD Karawang mengunakan metode ilmiah proses keperawatan mulai dari
pengkajian sampai dengan pembuatan dokumentasi keperawatan.
2. Tujuan Khusus

a. Mampu pengkajian pada pasien dengan kasus Mioma Uteri + kista ovarium
multiple + bekas SC a/i CPD, post laparatomi eksplorasi Histerectomy
Salpingectomy Ovarium Bilateral di ruang Cilamaya RSUD Karawang.
b. Mampu menentukan diagnosa pada pasien dengan kasus Mioma Uteri +
kista ovarium multiple + bekas SC a/i CPD, post laparatomi eksplorasi
Histerectomy Salpingectomy Ovarium Bilateral di ruang Cilamaya RSUD
Karawang.
c. Mampu menyusun intervensi pada pasien dengan kasus Mioma Uteri + kista
ovarium multiple + bekas SC a/i CPD, post laparatomi eksplorasi
Histerectomy Salpingectomy Ovarium Bilateral di ruang Cilamaya RSUD
Karawang.
d. Mampu melakukan tindakan sesuai intervensi pada pasien dengan kasus
Mioma Uteri + kista ovarium multiple + bekas SC a/i CPD, post laparatomi
eksplorasi Histerectomy Salpingectomy Ovarium Bilateral di ruang
Cilamaya RSUD Karawang.
e. Mampu mengevaluasi pasien dengan kasus Mioma Uteri + kista ovarium
multiple + bekas SC a/i CPD, post laparatomi eksplorasi Histerectomy
Salpingectomy Ovarium Bilateral di ruang Cilamaya RSUD Karawang.
f. Mampu melakukan pendokumentasian pada pasien dengan kasus Mioma
Uteri + kista ovarium multiple + bekas SC a/i CPD, post laparatomi
eksplorasi Histerectomy Salpingectomy Ovarium Bilateral di Ruang
Cilamaya RSUD Karawang

C. Manfaat penulisan
1. Laporan kasus ini dapat mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan penyusun dalam menerapkan asuhan keperawatan
pada pasien dengan kasus Mioma Uteri + kista ovarium multiple + bekas SC a/i
CPD, post laparatomi eksplorasi Histerectomy Salpingectomy Ovarium
Bilateral
2. Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran dalam
menerapakan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Mioma Uteri +
kista ovarium multiple + bekas SC a/i CPD, post laparatomi eksplorasi
Histerectomy Salpingectomy Ovarium Bilateral
3. Laporan kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk
pengembangan ilmu dalam penerapan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus Mioma Uteri + kista ovarium multiple + bekas SC a/i CPD, post
laparatomi eksplorasi Histerectomy Salpingectomy Ovarium Bilateral
BAB II
TINJAUAN TEORI
KONSEP DASAR MIOMA UTERI

A. Respon Tubuh Terhadap Perubahan Fisiologis


Berikut beberapa perubahan yang dapat terjadi pada pada tubuh karena mioma uteri.
1. Degenerasi hialin, merupakan perubahan degeneratif yang paling umum
ditemukan.
a. Jaringan ikat bertambah
b. Berwarna putih dan keras
c. Sering disebut “mioma durum”.
2. Degenerasi kistik
a. Bagian tengah dengan degenerasi hialin mencair.
b. Menjadi poket kistik.
3. Degenerasi membantu (calcareous degeneration)
a. Terdapat timbunan kalsium pada mioma uteri.
b. Padat dan keras.
c. Berwarna putih.
4. Degenerasi merah (carneus degeneration )
a. Paling sering terjadi pada masa kehamilan.
b. Estrogen merangsang perkembangan mioma.
c. Aliran darah tidak seimbang karena terjadi edema sekitar tungkai dan tekanan
hamil.
d. Terjadi kekurangan darah yang menimbulkan nekrosis, pembentukan
trombus, bendungan darah dalam mioma, warna merah hemosiderosis atau
hemofusin.
e. Biasanya disertai rasa nyeri, tetapi dapat hilang dengan sendirinya.
Komplikasi lain yang jarang ditemukan meliputi kelahiran prematur, ruptur
tumor dengan perdarahan peritoneal, dan shock.
5. Degenerasi mukoid
Daerah hyalin digantikan dengan bahan gelatinosa yang lembut dan biasa terjadi
pada tumor yang besar, dengan aliran arterial yang tergangu.
6. Degenerasi lemak
Lemak ditemukan dalam serat otot polos.
7. Degenerasi sarkomatous (transformasi maligna)
Terjadi pada kurang dari 1% mioma. Kontraversi yang ada saat ini adalah apakah
hal ini mewakili sebuah perubahan degeneratif ataukah sebuah neoplasma
spontan. Leimiosarkoma merupakan sebuah tumor ganas yang jarang terdiri dari
sel-sel yang mempunyai diferensiasi otot polos.
8. Gambaran Klinis Mioma
Hampir separuh dari kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan pelvik rutin. Penderita memang tidak mempunyai keluhan apa- apa
dan tidak sadar bahwa mereka sedang mengalami penyakit mioma uteri dalam
rahim.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya gejala klinik meliputi hal-hal
berikut :
1) Besarnya mioma uteri.
2) Lokalisasi mioma uteri.
3) Perubahan-perubahan pada mioma uteri
4) Gejala klinik terjadi hanya sekitar 35%-50% dari pasien yang terkena.
b. Gejalah klinis lain yang dapat timbul pada mioma uteri adalah sebagai
berikut :
1) Perdarahan abnormal merupakan gejala klinik yang sering ditemukan
(30%). Bentuk perdarahan yang ditemukan berupa menoragia,
metroragia, dan hipermenorhe. Perdarahan dapat menyebabkan anemia
defisiensi Fe. Perdarahan abnormal ini dapat dijelaskan oleh karena
bertambahnya areah permukaan dari endometrium yang menyebabkan
gangguan kontraksi otot rahim, distorsi, dan kongesti dari pembuluh
darah disekitarnya dan ulserasi dari lapisan endometrium.
2) Penekanan rahim yang membesar.
3) Terasa berat di abdomen bagian bawah.
4) Terjadi gejalah traktus urinarius: urine freqency, retensi urine,
obstruksi ureter, dan hidronefrosis.
5) Terjadi gejalah intestinal: kontipasi dan obstruksi intestinal.
6) Terasa nyeri karena saraf tertekan.
c. Sedangkan rasa nyeri pada kasus mioma dapat disebabkan oleh beberapa
hal berikut :
1) Penekanan saraf
2) Torsi bertangkai.
3) Submukosa mioma terlahir.
4) Infeksi pada mioma.
d. Perdarahan kontinu pada pasien dengan mioma submukosa dapat berakibat
pada hal-hal berikut :
1) Menghalangi implantasi terdapat peningkatan insiden aborsi dan
kelahiran prematur pada pasien dengan mioma intramural dan
submukosa. Kongesti vena terjadi karena kompresi tumor yang
menyebabkan edema ekstermitas bawah, hemorrhoid, nyeri, dan
dyspareunia. Selain itu terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan
kelahiran.
2) Kehamilan dengan disertai mioma uteri menimbulkan proses saling
mempengaruhi.
3) Keguguran dapat terjadi.
4) Persalinan prematuritas.
5) Gangguan proses persalinan.
6) Tertutupnya saluran indung telur menimbulkan infentiritas. g. Gangguan
pelepasan plasenta dan perdarahan.
7) Biasanya mioma akan mengalami involusi yang nyata setelah
kelahiran.

B. Adaptasi Fisiologi Post Partum


1. Involusio uterus
Secara berangsur–angsur menjadi kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali
seperti sebelum hamil, setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras,
karena kontraksi dan retraksi otot-ototnya. Fundus uteri  3 jari dibawah pusat.
Selama 2 hari berikutnya, besarnya tidak seberapa berkurang tetapi sesudah 2 hari
ini uterus mengecil dengan cepat sehingga pada hari ke-10 tidak teraba dari luar.
Setelah 6 minggu tercapainya lagi ukurannya yang normal. Epitelerasi siap dalam
10 hari, kecuali pada tempat plasenta dimana epitelisasi memakan waktu tiga
minggu.

2. Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks agak mengganggu seperti corong berwarna
merah kehitaman. Konsistensinya lunak, kadang-kadang terdapat perlukaan-
perlukaan kecil setelah bayi lahir, tangan masih bisa masuk rongga rahim, setelah
2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
3. Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama wanita
hamil (estrogen, progesterone, HCG, prolaktin, kortisol dan insulin) menurun
dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-hormon ini
untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu
menyusui atau tidak.
4. Sistem Urinary
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada (1)
Keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya partus kala II dilalui (3) besarnya
tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan. Disamping itu, dari hasil
pemeriksaan sistokopik segera setelah persalinan tidak menunjukkan adanya
edema dan hyperemia diding kandung kemih, akan tetapi sering terjadi
exstravasasi (extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh
darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).
5. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut.
Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus
kembali ke bentuk normal. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin
tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang
ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin
menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer
bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi
estrogen dan progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan
menstruasi.

Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya


secara penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot
halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum dan vulva, serta vagina.
6. Sistem Gastrointestinal
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan.Hal ini umumnya
karena makan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Seorang wanita
dapat merasa lapar dan siap menyantap makanannya dua jam setelah persalinan.
Kalsium sangat penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada
masa ini terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya
kebutuhan kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses
pertumbuhan juga pada ibu dalam masa laktasi (Saleha, 2009).
7. Sistem musculoskeletal
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum
antara lain:
a. Nyeri punggung bawah
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering
terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung
sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran
perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari penting
diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik dikontraindikasikan selama
kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa nyaman
pada pasien.
b. Sakit kepala dan nyeri leher
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan
migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan
ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang
jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi umum.

c. Nyeri pelvis posterior


Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area
sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan
disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada
bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan tubuh di
tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat
membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat
istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang dapat
memacu rasa nyeri.
d. Disfungsi simfisis pubis
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi
simfisis pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi.
Fungsi sendi simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang
pelvis dan memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini
tidak menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis
yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang dapat
mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis pubis
untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri;
perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk latihan
abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi secara
bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.
e. Diastasis rekti
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5
cm pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh
hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding
abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli
hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu, juga
disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga ibu dan
anak mengalami diastasis.

Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar


celah antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika
perlu), dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan transversus
dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi, kecuali posisi
telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up;
mengatur ulang kegiatan sehari–hari, menindaklanjuti pengkajian oleh ahli
fisioterapi selama diperlukan.
f. Osteoporosis akibat kehamilan
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini ditandai
dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya hendaya
(tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau menyusui bayi pasca
natal, berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang buruk. .
8. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa
nifas.
Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea cruenta, terdiri atas darah
segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks
kaseosa, lanugo dan mekonium.
a. Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban, sel-sel
dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
b. Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir hari ke
3-7 pasca persalinan
c. Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari ke 7-14
pasca persalinan.
d. Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
e. Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau busuk.
f. Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.
9. Pembuluh Darah Rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh darah yang
besar, karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran darah yang
banyak. Bila pembuluh darah yang besar, tersunbat karena perubahan pada
dindingnya dan diganti oleh pembuluh-pembuluh yang kiri.

10. Vagina dan perineum


Setelah persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama, tetapi
biasanya akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis menjadi
diastasis dari otot-otot rectus abnominis sehingga sebagian dari dinding perut di
garis tengah terdiri dari perineum, fascia tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan
menonjol kalau berdiri atau mengejan.
Perubahan vagina, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau
kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Bila ada
laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi
kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan
perawatan dengan baik (Suherni, 2009).
11. Sistem Kardiovaskuler
a. Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa factor misalnya kehilangan
darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan
ekstravaskuler.
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat
tetapi terbatas. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume
darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil.
Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan menyebabkan kebanyakan ibu bisa
mentoleransi kehilangan darah saat melahirkan. Pasca melahirkan, shunt akan
hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini
akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia.
Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya
hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada
umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum.
b. Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang melindungi wanita :
1) Hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh
darah maternal 10%-15%.
2) Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus
vasodilatasi
3) Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita
hamil.

c. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama
masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat
bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya melintasi
sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.
12. Tanda-tanda Vital
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat menjadi 38ºC, sebagai
akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal jika terjadi
peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka
perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post
partum), infeksi saluran kemih, endometritis (peradangan endometrium),
pembengkakan payudara, dan lain-lain.
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya
bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat
berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering
terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses
persalinan yang lama.
Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera
setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran
tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan
sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit
kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami preeklamsia
dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut.
Fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada
bulan ke enam setelah melahirkan (Maryunani, 2009).
13. Endometrium
Timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis, di tempat implantasi plasenta.
Pada hari-hari pertama, endometrium setebal 12,5 mm akibat pelepasan desidua
dan selaput janin.

C. Pengertian
Mioma uteri adalah suatu tumor jinak berbatas tegas tidak berkapsul yang
berasal dari otot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri,
leiomioma uteri atau uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak
yang sering ditemukan pada traktus genitalia wanita, terutama wanita sesudah
produktif (menopouse). Mioma uteri jarang ditemukan pada wanita usia produktif
tetapi kerusakan reproduksi dapat berdampak karena mioma uteri pada usia
produktif berupa infertilitas, abortus spontan, persalinan prematur dan
malpresentasi (Aspiani, 2017).
D. Etiologi
1. Menurut Aspiani ada beberapa faktor yang diduga kuat merupakan faktor
predisposisi terjadinya mioma uteri.
a. Umur
Mioma uteri ditemukan sekitar 20% pada wanita usia produktif dan sekitar
40%-50% pada wanita usia di atas 40 tahun. Mioma uteri jarang
ditemukan sebelum menarche (sebelum mendapatkan haid).
b. Hormon Endogen (endogenous hormonal)
Konsentrasi estrogen pada jaringan mioma uteri lebih tinggi dari pada jaringan
miometrium normal.
c. Riwayat keluarga
Wanita dengan garis keturunan dengan tingkat pertama dengan penderita
mioma uteri mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma
dibandingkan dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.
d. Makanan
Makanan di laporkan bahwah daging sapi, daging setengah matang (red
meat), dan daging babi meningkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran
hijau menurunkan insiden menurunkan mioma uteri.
e. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen
dalam kehamilan dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Hal ini
mempercepat pembesaran mioma uteri. Efek estrogen pada pertumbuhan
mioma mungkin berhubungan dengan respon dan faktor pertumbuhan lain.
Terdapat bukti peningkatan produksi reseptor progesteron, dan faktor
pertumbuhan epidermal.

f. Paritas
Mioma uteri lebih sering terjadi pada wanita multipara dibandingkan dengan
wanita yang mempunyai riwayat melahirkan 1 (satu) kali atau 2 (2) kal
2. Faktor terbentuknya tomor:
a. Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang terjadinya reflikasi pada saat sel- sel yang
mati diganti oleh sel yang baru merupakan kesalahan genetika yang
diturunkan dari orang tua. Kesalahan ini biasanya mengakibatkan kanker pada
usia dini. Jika seorang ibu mengidap kanker payudara, tidak serta merta
semua anak gandisnya akan mengalami hal yang sama, karena sel yang
mengalami kesalahan genetik harus mengalami kerusakan terlebih dahulu
sebelum berubah menjadi sel kanker. Secara internal, tidak dapat dicegah
namun faktor eksternal dapat dicegah. Menurut WHO, 10% – 15% kanker,
disebabkan oleh faktor internal dan 85%, disebabkan oleh faktor eksternal
(Apiani, 2017).
b. Faktor eksternal
Faktor eksternal yang dapat merusak sel adalah virus, polusi udara, makanan,
radiasi dan berasala dari bahan kimia, baik bahan kimia yang ditam,bahkan
pada makanan, ataupun bahan makanan yang bersal dari polusi.
Bahan kimia yang ditambahkan dalam makanan seperti pengawet dan
pewarna makanan cara memasak juga dapat mengubah makanan menjadi
senyawa kimia yang berbahaya.
Kuman yang hidup dalam makanan juga dapat menyebarkan racun, misalnya
aflatoksin pada kacang-kacangan, sangat erat hubungannya dengan kanker
hati. Makin sering tubuh terserang virus makin besar kemungkinan sel normal
menjadi sel kanker. Proses detoksifikasi yang dilakukan oleh tubuh, dalam
prosesnya sering menghasilkan senyawa yang lebih berbahaya bagi
tubuh,yaitu senyawa yang bersifat radikal atau korsinogenik. Zat korsinogenik
dapat menyebabkan kerusakan pada sel.
3. Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tumor pada
mioma, disamping faktor predisposisi genetik.
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarke. Sering kali, pertumbuhan tumor
yang cepat selama kehamilan terjadi dan dilakukan terapi estrogen eksogen.

Mioma uteri akan mengecil pada saat menopouse dan oleh pengangkatan
ovarium. Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi
ovarium dan wanita dengan sterilitas. Enzim hidrxydesidrogenase
mengungbah estradiol (sebuah estrogen kuat) menjadi estrogen (estrogen
lemah). Aktivitas enzim ini berkurang pada jaringan miomatous, yang
juga mempunyai jumlah reseptor estrogen yang lebih banyak dari pada
miometrium normal.
b. Progesteron
Progesteron merupakan antogonis natural dari estrogen. Progesteron
menghambat pertumbuhan tumor dengan dua cara, yaitu mengaktifkan
hidroxydesidrogenase dan menurunkan jumlah reseptor estrogen pada tumor.
c. Hormon pertumbuhan (growth hormone)
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon
yang mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, yaitu HPL, terlihat
pada periode ini dan memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat
dari leimioma selama kehamilan mungkin merupakan hasil dari aksi
sinergistik antara HPL dan estrogen.
4. Klasifikasi Mioma
Mioma umunya digolongkan berdasarkan lokasi dan kearah mana mioma
tumbuh.
a. Lapisan Uterus
b. Mioma uteri terdapat pada daerah korpus. Sesuai dengan lokasinya, mioma ini
dibagi menjadi tiga jenis.
1) Mioma Uteri Intramural
Mioma uteri merupakan yang paling banyak ditemukan. Sebagian
besar tumbuh diantara lapisan uterus yang paling tebal dan paling
tengah (miometrium). Pertumbuhan tumor dapat menekan otot
disekitarnya dan terbentuk sampai mengelilingi tumor sehingga akan
membentuk tonjolan dengan konsistensi padat. Mioma yaang terletak pada
dinding depan uterus dalam pertumbuhannya akan menekan dan
mendorong kandung kemih ke atas, sehingga dapat menimbulkan keluhan
miksi.

2) Mioma Uteri Subserosa


3) Mioma uteri ini tumbuh keluar dari lapisan uterus yang paling luar
yaitu serosa dan tumbuh ke arah peritonium. Jenis mioma ini
bertangkai atau memiliki dasar lebar. Apa bila mioma tumbuh keluar
dinding uterus sehingga menonjol kepermukaan uterus diliputi oleh
serosa. Mioma serosa dapat tumbuh di antara kedua lapisan
ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter. Mioma subserosa yang
tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke ligamentum atau
omentum kemudian membebaskan diri dari uterus sehingga disebut
wandering parasitis fibroid.
4) Mioma Uteri Submukosa
Mioma ini terletak di dinding uterus yang paling dalam sehingga menonjol
ke dalam uterus. Jenis ini juga dapat bertangkai atau berdasarkan lebar.
Dapat tumbuh bertangkai menjadi polip, kemudian di keluarkan melalui
saluran seviks yang disebut mioma geburt. Mioma jenis lain meskipun
besar mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma
submukosa walaupun kecil sering memberikan keluhan gangguan
perdarahan.
Tumor jenis ini sering mengalami infeksi, terutama pada mioma
submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata adalah jenis
mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat keluar dari
rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau mioma
yang dilahirkan.
E. Tanda dan Gejala
1. Periode menstruasi sangat panjang dan berat
2. Rasa sakit pada bagian perut atau punggung bawah atau belakang kaki.
3. Rasa tidak nyaman atau sakit saar berhubungan sex
4. Sering buang air kecil
5. Mengalami konstipasi
6. Keguguran, mengalami kemandulan, atau bermasalah pada masa kehamilan
(sangat jarang terjadi)
7. Perut membesar
F. Patofisiologi
Mioma uteri mulai tumbuh sebagai bibit yang kecil didalam miometrium dan
lambat laun membesar karena pertumbuhan itu miometrium mendesak menyusun
semacam pseudokapsula atau sampai semua mengelilingi tumor didalam uterus
mungkin terdapat satu mioma akan tetapi mioma biasanya banyak. Bila ada satu
mioma yang tumbuh intramural dalam korpus uteri maka korpus ini tampak
bundar dan konstipasi padat. Bila terletak pada dinding depan uterus mioma
dapat menonjol kedepan sehingga menekan dan mendorong kandung kemih keatas
sehingga sering menimbulkan keluhan miksi (Aspiani, 2017).
Secara makroskopis, tumor ini biasanya berupa massa abu-abu putih, padat,
berbatas tegas dengan permukaan potongan memperlihatkan gambaran kumparan
yang khas. Tumor mungkin hanya satu, tetapi umumnya jamak dan tersebar di dalam
uterus, dengan ukuran berkisar dari benih kecil hingga neoplasma masif yang jauh
lebih besar dari pada ukuran uterusnya. Sebagian terbenam didalam miometrium,
sementara yang lain terletak tepat di bawah endometrium (submukosa) atau tepat
dibawah serosa (subserosa). Terakhir membentuk tangkai, bahkan kemudian melekat
ke organ disekitarnya, dari mana tumor tersebut mendapat pasokan darah dan
kemudian membebaskan diri dari uterus untuk menjadi leimioma “parasitik”.
Neoplasma yang berukuran besar memperlihatkan fokus nekrosis iskemik disertai
daerah perdarahan dan perlunakan kistik, dan setelah menopause tumor menjadi
padat kolagenosa, bahkan mengalami kalsifikasi (Robbins, 2007).
Pathway Mioma Uteri

Faktor predisposisi:
a. Usia penderita
b. Hormon endogen
c. Riwayat keluarga
d. Makanan, kehamilan dan paritas

Mioma Uteri

Mioma Intramural mioma submukosa mioma Subserosa

Tumbuh didinding uterus berada dibawah endometrium & tumbuh keluar dinding
Menonjol kedalam rogga uterus uterus

Mk: Resiko Syok Hipovolemik Gejala/Tanda

Anemia Perdarahan pembesaran uterus

suplai darah Gg Hematologi Kurang Pengetahuan Gg sirkulasi Penekanan Syaraf

Mk: Gg Perfusi penurunan respon imun Nekrosis


Jaringan perifer Mk: Ansietas
Radang Nyeri

Mk: Resiko Infeksi Mk: Nyeri Akut/Kronis

Penekanan
Kandung kemih uretra Ureter Rektum kolon sigmoid

Poli Uria Retensio Urine Hidronefrosis obstipasi kolon desenden dan ileum

Mk: Gangguan Eliminasi Urine Mk: Konstipasi Kolon asendens


Kolostomy Mk: resiko gangguan identitas pribadi
Kolon tranversum dan duodenum
usus membusuk terjadi infeksi pada usus

Fungsi pencernaan menurun Terjadi pendarahan pada usus

Mk: Ketidak keseimbangan Anemia Kelemahan


nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Mk: Resiko Syok Hipovolemik

(Aspiani,2017
G. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Identitas Klien: meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa, status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, alamat.
2) Identitas Penanggung jawab: Nama, umur, jenis kelamin, hubungan
dengan keluarga, pekerjaan, alamat.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan yang paling utama dirasakan oleh pasien mioma uteri, misalnya
timbul benjolan diperut bagian bawah yang relatif lama. Kadang-kadang
disertai gangguan haid
2) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan yang di rasakan oleh ibu penderita mioma saat dilakukan
pengkajian, seperti rasa nyeri karena terjadi tarikan, manipulasi jaringan
organ. Rasa nyeri setelah bedah dan adapun yang yang perlu dikaji pada
rasa nyeri adalah lokasih nyeri, intensitas nyeri, waktu dan durasi serta
kualitas nyeri.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Tanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita dan jenis
pengobatan yang dilakukan oleh pasien mioma uteri, tanyakan
penggunaan obat-obatan, tanyakan tentang riwayat alergi, tanyakan
riwayat kehamilan dan riwayat persalinan dahulu, penggunaan alat
kontrasepsi, pernah dirawat/dioperasi sebelumnya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Tanyakan kepada keluarga apakah ada anggota keluarga mempunyai
penyakit keturunan seperti diabetes melitus, hipertensi, jantung, penyakit
kelainan darah dan riwayat kelahiran kembar dan riwayat penyakit
mental.
5) Riwayat Obstetri

6) Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien mioma uteri yang perlu
diketahui adalah
a) Keadaan haid
Tanyakan tentang riwayat menarhe dan haid terakhir, sebab mioma
uteri tidak pernah ditemukan sebelum menarhe dan mengalami atrofi
pada masa menopause.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Kehamilan mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri, dimana mioma
uteri tumbuh cepat pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon
estrogen, pada masa ini dihasilkan dalam jumlah yang besar.
c) Faktor Psikososial
 Tanyakan tentang persepsi pasien mengenai penyakitnya, faktor-
faktor budaya yang mempengaruhi, tingkat pengetahuan yang
dimiliki pasien mioma uteri, dan tanyakan mengenai
seksualitas dan perawatan yang pernah dilakukan oleh pasien
mioma uteri.
 Tanyakan tentang konsep diri : Body image, ideal diri, harga diri,
peran diri, personal identity, keadaan emosi, perhatian dan
hubungan terhadap orang lain atau tetangga, kegemaran atau jenis
kegiatan yang di sukai pasien mioma uteri, mekanisme pertahanan
diri, dan interaksi sosial pasien mioma uteri dengan orang lain.
a) Pola Kebiasaan sehari-hari
Pola nutrisi sebelum dan sesudah mengalami mioma uteri yang harus
dikaji adalah frekuensi, jumlah, tanyakan perubahan nafsu makan
yang terjadi.
b) Pola eliminasi
Tanyakan tentang frekuensi, waktu, konsitensi, warna, BAB terakhir.
Sedangkan pada BAK yang harus di kaji adalah frekuensi, warna, dan
bau.
c) Pola Aktivitas, Latihan, dan bermain
Tanyakan jenis kegiatan dalam pekerjaannya, jenis olahraga dan
frekwensinya, tanyakan kegiatan perawatan seperti mandi, berpakaian,
eliminasi, makan minum, mobilisasi
d) Pola Istirahat dan Tidur
e) Tanyakan waktu dan lamanya tidur pasien mioma uteri saat siang dan
malam hari, masalah yang ada waktu tidur.
1) Pemeriksaan Fisik
a) Keadaan Umum
Kaji tingkat kesadaran pasien mioma uteri
b) Tanda-tanda vital : Tekanan darah, nadi,suhu, pernapasan
c) Pemeriksaan Fisik Head to toe
 Kepala dan rambut : lihat kebersihan kepala dan keadaan
rambut.
 Mata : lihat konjungtiva anemis, pergerakan bola mata simetris
 Hidung : lihat kesimetrisan dan kebersihan, lihat adanya
pembengkakan konka nasal/tidak.
 Telinga : lihat kebersihan telinga.
 Mulut : lihat mukosa mulut kering atau lembab, lihat
kebersihan rongga mulut, lidah dan gigi, lihat adanya
penbesaran tonsil.
 Leher dan tenggorokan : raba leher dan rasakan adanya
pembengkakan kelenjar getah bening/tidak.
 Dada atau thorax : paru-paru/respirasi, jantung/kardiovaskuler dan
sirkulasi, ketiak dan abdomen.
 Abdomen :
 Infeksi: bentuk dan ukuran, adanya lesi, terlihat menonjol,
Palpasi: terdapat nyeri tekan pada abdomen
 Perkusi: timpani, pekak
 Auskultasi: bagaimana bising usus
 Ekstremitas/ muskoluskletal terjadi pembengkakan pada
ekstremitas atas dan bawah pasien mioma uteri
 Genetalia dan anus perhatikan kebersihan,adanya lesi,
perdarahan diluar siklus menstruasi.
2. Kemungkinan Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan nekrosis atau trauma jaringan dan
refleks spasme otot sekunder akibat tumor
b. Resiko syok berhubungan dengan perdarahan
c. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imun tubuh sekunder akibat
gangguan hematologis (perdarahan)
d. Retensi urine berhubungan dengan penekanan oleh massa jaringan neoplasma
pada organ sekitarnya, gangguan sensorik motorik.
e. Resiko Konstipasi berhubungan dengan penekanan pada rectum
(prolaps rectum)
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status peran, ancaman pada
status kesehatan, konsep diri (kurangnya sumber informasi terkait penyakit)
H. Rencana keperawatan

NO Intervensi
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
1. Nyeri akut berhubungan NOC : Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri
dengan nekrosis atau trauma keperawatan selama 1 x 24 jam, pasien mioma
1. Lakukan pengkajian nyeri
jaringan dan refleks spasme otot uteri mampu mengontrol nyeri dibuktikan
komprehensip yang meliputi lokasi,
sekunder akibat tumor dengan kriteria hasil :
karakteristik, onset/durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas atau beratnya nyeri dan
Definisi: Mengontrol Nyeri
faktor pencetus
1. Mengenali kapan nyeri terjadi
Pengalaman sensori dan 2. Observasi adanya pentunjuk nonverbal
2. Menggambarkan faktor penyebab nyeri
emosional tidak menyenangkan mengenai ketidak nyamanan terutama pada
3. Menggunakan tindakan pencegahan nyeri
yang muncul akibat kerusakan mereka yang tidak dapat berkomunikasi
4. Menggunakan tindakan pengurangan
jaringan aktual atau potensial secara efektif
nyeri tanpa analgesic
atau yang digambarkan sebagai 3. Pastikan perawatan analgesik bagi
5. Menggunakan analgesik
kerusakan (International pasien dilakukan dengan pemantauan yang
yang direkomendasikan
Association for the Study of ketat
6. Melaporkan perubahan terhadap
4. Gunakan strategi komunikasi
gejalah nyeri pada professional kesehatan
pain) awitan yang tiba-tiba atau 6. Melaporkan gejalah yang tidak terkontrol terapeutik untuk mengetahui
pada profesional kesehatan pengalaman nyeri dan sampaikan
lambat dari intensitas ringan
7. Menggunakan sumber daya yang tersedia penerimaan pasien terhadap nyeri
hingga berat dengan akhir yang
untuk menangani nyeri 7. Gali pengetahuan dan kepercayaan
dapat diantisipasi atau
8. Mengenali apa yang terkait dengan gejala pasien mengenai nyeri
diprediksi.
nyeri 8. Pertimbangkan pengaruh budaya
9. Melaporkan nyeri yang terkontrol terhadap respon nyeri

Batasan karakteristik: 9. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri


terhadap kualitas hidup pasien
1. Bukti nyeri dengan (misalnya, tidur, nafsu makan,
menggunakan standar daftar pengertian, perasaan, performa kerja
periksa nyeri untuk pasien dan tanggung jawab peran)
yang tidak dapat 10. Gali bersama pasien faktor-faktor yang
mengungkapannya dapat menurunkan atau memperberat
2. Ekspresi wajah nyeri (misal: nyeri
mata kurang bercahaya, 11. Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lalu
tampak kacau, gerakan mata yang meliputi riwayat nyeri kronik
berpencar atau tetap pada individu atau keluarga atau nyeri yang
satu fokus, meringis) menyebabkan disability/ ketidak
3.
berpikir, interaksi dengan mampuan/kecatatan, dengan tepat
orang dan lingkungan) 12. Evaluasi bersama pasien dan tim
1. Fokus pada diri sendiri kesehatan lainnya, mengenai efektifitas,
2. Keluhan tentang pengontrolan nyeri yang pernah digunakan
intensitas sebelumnya
menggunakan standars 13. Bantu keluarga dalam mencari dan
skala nyeri menyediakan dukungan
3. Keluhan 14. Gunakan metode penelitian yang sesuai
tentang karakteristik dengan tahapan perkembangan yang
nyeri dengan memungkinkan untuk memonitor
menggunakan standar perubahan nyeri dan akan dapat membantu
instrumen nyeri mengidentifikasi faktor pencetus aktual
4. Laporan tentang dan potensial (misalnya, catatan
perilaku nyeri/ perkembangan, catatan harian)
perubahan aktivitas 15. Tentukan kebutuhan frekuensi untuk
5. Perubahan posisi melakukan pengkajian ketidak nyamanan
untuk menghindari pasien dan mengimplementasikan rencana
nyeri monitor
6. Putus asa
7.
6. Agens cidera fisik 16. Berikan informasi mengenai nyeri,
7. Agens cidera kimiawi
seperti penyebab nyeri, berapa nyeri
yang dirasakan, dan antisipasi dari
ketidak nyamanan akibat prosedur
17. Kendalikan faktor lingkungan yang
dapat mempengaruhi respon pasien
dari ketidaknyamanan (misalnya, suhu
ruangan, pencahayaan, suara bising)
18. Ajarkan prinsip manajemen nyeri
19. Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri
ketika memilih strategi penurunan
nyeri
20. Kolaborasi dengan pasien, orang
terdekat dan tim kesehatan lainnya
untuk memilih dan
mengimplementasikan tindakan
penurunan nyeri nonfarmakologi,
sesuai kebutuhan
sebelum nyeri bertambah berat
20. Pastikan pemberian analgesik dan atau
strategi nonfarmakologi sebelum
prosedur yang menimbulkan nyeri
21. Periksa tingkat ketidaknyamanan
bersama pasien, catat perubahan dalam
cacatan medis pasien, informasikan
petugas kesehatan lain yang merawat
pasien
22. Mulai dan modifikasi tindakan
pengontrolan nyeri berdasarkan respon
pasien
23. Dukung istirahat/tidur yang adekuat
untuk membantu penurunan nyeri
24. Dorong pasien untuk mendiskusikan
pengalaman nyerinya, sesuai
kebutuhan
25. Beritahu dokter jika tindakan tidak
berhasil atau keluhan pasien saat ini
berubah signifikan dari pengalaman
nyeri sebelumnya
26. Gunakan pendekatan multi disiplin
untuk menajemen nyeri, jika sesuai

Pemberian analgesik

1) Tentukan lokasi, karakteris, kualitas


dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien
2) Cek perintah pengobatan meliputi obat,
dosis, dan frekuesi obat analgesik yang
diresepkan
3) Cek adanya riwayat alergi obat

4) Pilih analgesik atau kombinasi


analgesik sesuai lebih dari satu kali
pemberian
5) Monitor tanda vital sebelum dan
setelah memberikan analgesik pada
pemberian dosis pertama kali atau jika
ditemukan tanda-tanda yang tidak

biasanya

6) Berikan kebutuhan kenyamanan dan


aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi penuruna
nyeri
7) Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri yang
berat
8) Dokumentasikan respon terhadap
analgesik dan adanya efek samping
9) Lakukan tindakan-tindakan yang
menurunkan efek samping analgesik
(misalnya, konstipasi dan iritasi
lambung)
10) Kolaborasikan dengan dokter apakah
obat, dosis, rute, pemberian, atau
perubahan interval dibutuhkan, buat
rekomendasi khusus bedasarkan
prinsip analgesik
2. Resiko syok berhubungan NOC : Pencegahan Syok
dengan perdarahan Setelah dilakukan perawatan selama 1x 24
1) Monitor adanya respon konpensasi
jam diharapkan tidak terjadi syok
Definisi: beresiko
terhadap hipovolemik dengan kriteria: terhadap syok (misalnya, tekanan darah

ketidak cukupan aliran darah a. Tanda vital dalam batas normal. normal, tekanan nadi melemah,

kejaringan tubuh, yang dapat b. Tugor kulit baik. perlambatan pengisian kapiler, pucat/

mengakibatkan disfungsi seluler c. Tidak ada sianosis. dingin pada kulit atau kulit kemerahan,

yang mengancam jiwa. takipnea ringan, mual dan munta,


d. Suhu kulit hangat.
peningkatan rasa haus, dan kelemahan)
Faktor resiko e. Tidak ada diaporesis.
2) Monitor adanya tanda-tanda respon
f. Membran mukosa kemerahan.
1) Hipotensi. sindroma inflamasi sistemik (misalnya,
peningkatan suhu, takikardi, takipnea,
2) Hipovolemi
hipokarbia, leukositosis, leukopenia)
3) Hipoksemia 3) Monitor terhadap adanya tanda awal
reaksi alergi (misalnya, rinitis, mengi,
4) Hipoksia
stridor, dipnea, gatal-gatal disertai
5) Infeksi kemerahan, gangguan saluran
pencernaan, nyeri abdomen, cemas dan
6) Sepsis
gelisah

7) Sindrom respon inflamasi


sestemik
4) Monitor terhadap adanya tanda ketidak
adekuatan perfusi oksigen kejaringan
(misalnya, peningkatan stimulus,
peningkatan kecemasan, perubahan
status mental, egitasi, oliguria dan
akral teraba dingin dan warna kulit
tidak merata)
5) Monitor suhu dan status respirasi
6) Periksa urin terhadap adanya darah dan
protein sesuai kebutuhan
7) Monitor terhadap tanda/gejalah asites
dan nyeri abdomen atau punggung.
8) Lakukan skin-test untuk mengetahui
agen yang menyebabkan anaphiylaxis
atau reaksi alergi sesuai kebutuhan
9) Berikan saran kepada pasien yang
beresiko untuk memakai atau
membawa tanda informasi kondisi
medis
10) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala syok yang
mengancam jiwa
11) Anjurkan pasien dan keluarga
mengenai langkah-langkah timbulnya
gejala syok

3. Resiko Infeksi berhubungan NOC : Manajemen Alat terapi per vaginam


dengan penurunan imun tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1) Kaji ulang riwayat kontraindikasih
sekunder akibat gangguan 1 x 24 jam, pasien mioma uteri menunjukkan
pemasangan alat pervaginam pada
hematologis (perdarahan) pasien mampu melakukan pencegahan infeksi
pasien (misalnya, infeksi pelvis,
secara mandiri, ditandai dengan kriteria hasil:
laserasi, atau adanya massa sekitar
a. Kemerahan tidak ditemukan pada tubuh
Definisi: vagina)
b. Vesikel yang tidak mengeras
2) Diskusikan mengenai aktivitas-
Mengalami peningkatan resiko permukaannya
aktivitas seksual yang sesuai sebelum
terserang organisme patogenik c. Cairan tidak berbauk busuk
memilih alat yang dimasukan
d. Piuria/nanah tidak ada dalam urin
3) Lakukan pemeriksaan pelvis

Faktor yang berhubungan:


1) Penyakit kronis a. Demam berkurang ketidaknyamanan, disuria, perubahan
b. Nyeri berkurang
a. Diabetes melitus warna, konsistensi, dan frekuensi
c. Nafsu makan meningkat
b. Obesitas cairan vagina
2) Pengetahuan yang tidak 5) Berikan obat-obat berdasarkan resep
cukup untuk menghindari dokter untuk mengurangi iritasi
pemanjanan patogen 6) Kaji kemampuan pasien untuk
3) Pertahanan tubuh primer melakukan perawatan secara mandiri
yang tidak adekuat 7) Observasi ada tidaknya cairan vagina
a. Gangguan peritalsis yang tidak normal dan berbau
8) Infeksi adanya lubang, laserasi, ulserasi
b. Kerusakan integritas
pada vagina
kulit (pemasangankateter
intravena, prosedur
invasif) Kontrol Infeksi
c. Perubahan sekresi PH
1) Bersihkan lingkungan dengan baik
d. Penurunan kerja siliaris setelah digunakan untuk setiap pasien
e. Pecah ketuban dini 2) Isolasi orang yang terkena penyakit
f. Pecah ketuban lama menular
g. Merokok 3) Batasi jumlah pengunjung
i. Trauma jaringan yang benar

(misalnya, trauma 5) Anjurkan pengunjung untuk mencuci


destruksi jaringan) tangan pada saat memasuki dan
4) Ketidak adekuatan jaringan meninggalkan ruangan pasien
sekunder 6) Gunakan sabun antimikroba untuk cuci
a. Penurunan hemoglobin tangan yang sesuai
7) Cuci tangan sebelum dan sesudah
b. Supresi respon inflamasi
kegiatan perawatan pasien
5) Vaksinasi tidak adekuat 8) Pakai sarung tangan sebagaimana
dianjurkan oleh kebijakan pencegahan
6) pemajanan terhadap patogen
universal
lingkungan meningkat
9) Pakai sarung tangan steril dengan tepat
7) prosedur invasif
10) Cukur dan siapkan untuk daerah
8) malnutrisi
persiapan prosedur invasif atau opersai
sesuai indikasi
11) Pastikan teknik perawatan luka yang
tepat
12) Tingkatkan inteke nutrisi yang tepat
14) Dorong untuk beristirahat
15) Berikan terapi anti biotik yang
5) Anjurkan pasien untuk banyak minum
1. Tekanan ureter tinggi sesuai

2. Inhibishi arkus reflex 16) Ajarkan


saat makan pasien
dan waktu pagidan keluarga
hari.
mengenai tanda dan gejalah
6) Bantu pasien
infeksidalam
dan mengembangkan
kapan harus
rutinitas toileting sesuai kebutuhan.
melaporkannya kepada
7) Anjurkan pasien untuk memonitor
tanda dan gejalah infeksi saluran
kemih.

Kateterisasi Urin

1) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan


4. DO : Retensi urine NOC: setelah dilakukan tindakan Manajemen
kateterisasi urin. eliminasi urin:
1. Tidak ada keluaran berhubungan keperawatan 2) Pasang 1) kateter
Monitorsesuai eliminasi
kebutuhan. urin
urin 3) Pertahankan teknik aseptik yang ketat.
dengan penekanan oleh 1x 24 jam diharapkan eliminasi termasuk frekuensi,
2. Distensi kandung
massa jaringan urin kembali normal dengan 4) Posisikan konsistensi,
kriteria pasien bau, dengan
volume tepat
dan
kemih (misalnya,
neoplasma pada organ hasil: warnaperempuan terlentang
urin sesuai kebutuhan.
3. Menetes
sekitarnya, gangguan 1) Pola eliminasi kembali normal dengan kedua kaki
1) Monitor diregangkan
tanda atau
dan gejala
4. Disuria fleksi pada bagian panggul dan lutut).
sensorik motorik. 2) Bau urin tidak ada retensio urin.
5. Sering berkemih 5) Pastikan
3) Jumlah urin dalam batas normal bahwapasienkateter
2) Ajarkan tanda yang
dan
6. Inkontinensia aliran
4) Warna urin normal dimasukan
gejala cukup jauh kemih.
infeksi saluran kedalam
berlebih Definisi: pengosongan
5) Intake cairan dalam batas normal 3) Anjurkan pasien atau keluarga
7. Residu urin kantung kemih tidak
6) Nyeri saat kencing tidak untuk melaporkan urin uotput
8. Sensasi kandung komplit
ditemukan sesuai kebutuhan.
kemih penuh
kandung kemih untuk mencegah

trauma pada jaringan uretra dengan


inflasi balon
6) Isi balon kateter untuk menetapkan
kateter, berdasarkan usia dan ukuran
tubuh sesuai rekomendasi pabrik
(misalnya, dewasa 10 cc, anak 5 cc)
7) Amankan kateter pada kulit dengan
plester yang sesuai.
8) Monitor intake dan output.

9) Dokumentasikan perawatan termasuk


ukuran kateter, jenis, dan pengisian
5. Konstipasi berhubungan NOC: setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 Manajemen saluran cerna
bola kateter
dengan penekanan pada
jam pasien diharapkan konstipasi tidak ada 1) Monitor bising usus
rectum (prolaps rectum)
dengan kriteria hasil:
2) Lapor peningkatan frekuensi dan bising
1) Tidak ada irita bilitas
usus bernada tinggi
Definisi: penurunan pada
2) Mual tidak ada 3) Lapor berkurangnya bising usus
frekuensi normal defekasi yang
3) Tekanan darah dalam batas normal 4) Monitor adanya tanda dan gejalah
disertai oleh kesulitan atau 4) Berkeringat diare, konstipasi dan impaksi

pengeluaran tidak lengkap feses Keparahan Gejalah 5) Catat masalah BAB yang sudah ada
atau pengeluaran feses yang 1) Intensitas gejalah sebelumnya, BAB rutin, dan
kering, keras, dan banyak. 2) Frekuensi gejalah penggunaan laksatif
Batasan karakteristik 3) Terkait ketidak nyamanan 6) Masukan supositorial rektal, sesuai
1) Nyeri abdomen 4) Gangguan mobilitas fisik dengan kebutuhan
2) Nyeri tekan abdomen dengan 5) Tidur yang kurang cukup 7) Intruksikan pasien mengenai makanan
teraba resistensi otot 6) Kehilangan nafsu makan tinggi serat, dengan cara yang tepat
3) Nyeri tekan abdomen tanpa 8) Evaluasi profil medikasi terkait dengan
teraba resistensi otot efek samping gastrointestinal
4) Anoraksia
5) Penampilan tidak khas pada Manajemen konstipasi/inpaksi
lansia
1) Monitor tanda dan gejala konstipasi
6) Darah merah pada feses
7) Perubahan pola defekasi 2) Monitor tanda dan gejala impaksi
8) Penurunan frekuensi
3) Monitor bising usus
9) Penurunan volume feses
10) Distensia abdomen 4) Jelaskan penyebab dari masalah dan
rasionalisasi tindakan pada pasien
11) Rasa rektal penuh
5) Dukung peningkatan asupan cairan,
jika tidak ada kontraindikasi
12) Rasa tekanan rektal 6) Evaluasi pengobatan yang memiliki

13) Keletihan umum efek samping pada gastrointestinal

14) Feses keras dan berbentuk 7) Intruksikan pada pasien dan atau
keluarga untuk mencatat warna,
15) Sakit kepala
volume, frekuensi dan konsistensi dari
16) Bising usus hiperaktif feses
8) Intruksikan pasien atau keluarga
17) Bising usus hipoaktif
mengenai hubungan antara diet latihan

18) Peningkatan tekanan dan asupan cairan terhadap kejadian

abdomen konstipasi atau impaksi

19) Tidak dapat makan, mual 9) Evaluasi catatan asupan untuk apa saja
nutrisi yang telah dikonsumsi
20) Rembesan feses cair 10) Berikan petunjuk kepada pasien untuk
dapat berkonsultasi dengan dokter jika
21) Nyeri pada saat defekasi
konstipasi atau impaksi masih tetap
22) Massa abdomen yang dapat terjadi
diraba 11) Informasukan kepada pasien mengenai
Faktor yang berhubungan prosedur untuk mengeluarkan feses
secara manual jika di perlukan
d. Kebiasaan defekasi tidak 12) ajarkan pasien atau keluarga mengenai

teratur proses pencernaan normal

2) Psikologis

a. Defresi, stres, emosi


b. Konfusi mental
3) Farmakologi

Sumber : NANDA International, (2015 - NIC-NOC (2013)


I. Penatalaksanaan
Penanganan mioma uteri dilakukan tergantung pada umur, paritas, lokasi, dan
ukuran tumor. Oleh karena itu penanganan mioma uteri terbagi atas kelompok-
kelompok berikut :
1. Penanganan konservatif dilakukan jika mioma yang kecil muncul pada pra dan
postmenopause tanpa adanya gejala. Cara penanganan konsevatif adalah sebagai
berikut.
a. Observasi dengan pemeriksaan pelvis secara periodik setiap 3-6 bulan.
b. Jika terjadi anemia kemungkinan Hb menurun.
c. Pemberian zat besi.
d. Penggunaan agonis GnRH (gonadotropin-releasing hormone) leuprolid
asetat 3,75 mg IM pada hari pertama sampai ketiga menstruasi setiap
minggu, sebanyak tiga kali. Obat ini mengakibatkan pengerutan tumor dan
menghilangkan gejala. Obat ini menekan sekresi gonodotropin dan
menciptakan keadaan hipoestrogenik yang serupa ditemukan pada periode
postmenopause. Efek maksimum dalam mengurangi ukuran tumor
diobsevasi dalam 12 minggu.
2. Penanganan operatif, dilakukan bilah terjadi hal-hal berikut.
a. Ukuran tumor lebih besar dari ukuran uterus 12-14 minggu.
b. Pertumbuhan tumor cepat.
c. Mioma subserosa bertangkai dan torsi.
d. Dapat mempersulit kehamilan berikutnya.
e. Hiperminorea pada mioma submukosa.
f. Penekanan organ pada sekitarnya.
3. Jenis operasi yang dilakukan untuk mengatasi mioma uteri dapat berupa langkah-
langkah berikut.
a. Enukleusi Mioma
b. Enuklesia mioma dilakukan pada penderita yang infertil yang masih
menginginkan anak, atau mempertahankan uterus demi kelangsungan
fertilitas. Enukleasi dilakukan jika ada kemungkinan terjadinya karsinoma
endometrium atau sarkoma uterus dan dihindari pada masa kehamilan.
Tindakan ini seharusnya dibatasi pada tumor dengan tangkai dan tumor yang
dengan mudah dijepit dan diikat.
Bila miomektomi menyebabkan cacat yang menembus atau sangat berdekatan
dengan endometrium, maka kehamilan berikutnya harus dilahirkan dengan
seksio sesarea.
4. Menurut american college of Obstetricans gynecologists (ACOG), kriteria
preoperasi adalah sebagai berikut :
a. Kegagalan untuk hamil atau keguguran berulang.
b. Terdapat leimioma dalam ukuran yang kecil dan berbatas tegas.
c. Alasan yang jelas dari penyebab kegagalan kehamilan dan keguguran yang
berulang tidak ditemukan.
5. Histeroktomi
Histerektomi dilakukan jika pasien tidak menginginkan anak lagi dan pada pasien
yang memiliki leimioma yang simptomatik atau yang sudah bergejala. Kriteria
ACOG untuk histerektomi adalah sebagai berikut :
a. Terdapat satu sampai tiga leimioma asimptomatik atau yang dapat
teraba dari luar dan dikelukan oleh pasien.
b. Perdarahan uterus berlebihan.
c. Perdarahan yang banyak, bergumpal-gumpal, atau berulang-ulang
selama lebih dari delapan hari.
d. Anemia akut atau kronis akibat kehilangan darah.
6. Rasa tidak nyaman pada daerah pelvis akibat mioma meliputi hal-hal
berikut.
a. Nyeri hebat dan akut.
b. Rasa tertekan yang kronis dibagian punggung bawah atau perut bagian
bawah.
c. Penekanan buli-buli dan frekuensi urine yang berulang-ulangdan tidak
disebabkan infeksi saluran kemih.
7. Penanganan radioterapi
Tujuan dari radioterapi adalah untuk menghentikan perdarahan. Langkah ini
dilakukan sebagai penanganan dengan kondisi sebagai berikut :
a. Hanya dilakukan pada pasien yang tidak dapat dioperasi (bad risk
patient).
b. Uterus harus lebih kecil dari usia kehamilan 12 minggu.
c. Bukan jenis submukosa.
d. Tidak disertai radang pelvis atau penekanan pada rektum.
e. Tidak dilakukan pada wanita muda karena dapat menyebabkan
menopause.
ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS
DENGAN GANGGUAN REPRODUKSI

A. Pengkajian
1. Biodata
a. Nama pasien : Ny. U
b. Tanggal Lahir : 18 juni 1978
c. Umur : 40 tahun 9 bulan
d. Jenis kelamin : perempuan
e. Suku : Sunda
f. Bahasa yang digunakan : Bahasa sunda
g. Status perkawinan : menikah
h. Pendidikan terakhir : SD/sederajat
i. Pekerjaan : ibu rumah tangga
j. Tanggal masuk RS : 04/12/2018
k. Tanggal dikaji : 20/12/2018
l. Penanggung jawab : Tn. S
m. NRM : 00 75 14 87
n. Alamat : Rawamerta Karawang
o. Diagnosa Medis : Kanker Ovarium
.
2. Keluhan Utama (saat ini)
Klien saat ini mengeluh nyeri pada daerah area perut dan menyebar sekitar
pinggang, terasa seperti diremas-remas dan terus menerus. Nyeri agak berkurang
saat klien posisi diam atau tidur.
3. Riwayat menstruasi
a. Menarche :
1) Umur menarche pertama : usia 10 tahun
2) Tanggal haid terakhir :-
3) Lama haid : 4 hari
4) Jumlah : dalam sehari ganti 5 kali pembalut kecil
5) Lama siklus haid : 5 hari tidak teratur dua minggu sekali
6) Keluhan lain : Dysmenorae
b. Menopause : belum ada tanda-tanda menopause
4. Riwayat obstetric
klien memiliki 2 anak yaitu perempuan dan laki-laki dengan usia kehamilan 30-31
minggi partus spontan di bidan, tidak ada perdarahan
5. Riwayat ginekologi dan penyakit/pembedahan sebelumnya
a. Masalah obsgyn/ infertilitas :-
b. Operasi yang pernah dialami : tidak pernah
c. Penyakit berat lainya : tidak ada
6. Riwayat kesehatan/penyakit keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti kanker, DM, hipertensi.
7. Riwayat kesehatan keluarga
Keluarga tidak ada yang mengalami penyakit berat seperti hipertensi, diabetes
mellitus, jantung, kanker.
8. Riwayat KB
Klien tidak pernah KB, menggunakan metode kalender
9. Riwayat psikososial dan spiritual
a. Orang yang terdekat dengan pasien : suami dan keluarga
b. Interaksi dalam keluarga : klien tampak rukun dengan keluarga
c. Persepsi pasien terhadap penyakitnya :
1) Hal yang dipikirkan saat ini : klien mengatakan ingin segera sembuh
2) Harapan setelah menjalani pertawatan/pengobatan : segera sembuh
3) Perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit : nyeri
d. Mekanisme koping : klien menerima penyakitnya, pasrah dan bersyukur
kepada Tuhan apapun yang terjadi.
e. Aktifitas agama/kepercayaan yang dilakukan
Klien beragama Islam dan menjalankan sholat 5 waktu
10. Kebutuhan dasar
NO URAIAN SEBELUM SESUDAH
Kebutuhan Aman dan Nyaman
1 Apakah ada rasa nyeri? Ya, daerah perut Klien saat ini mengeluh nyeri pada
Dibagian mana? daerah area perut dan menyebar sekitar
Jelaskan secara rinci : PQRST pinggang, terasa seperti diremas-remas
dan terus menerus. Nyeri agak
berkurang saat klien posisi diam atau
tidur.

2 Apakah ada rasa Ya, daerah perut seperti hamil Ya, sekitar daerah perut, karena masih
ketidaknyamanan terdapat jaringan ca d rongga abdomen
?
Di bagian mana ?
Kebutuhan aktifitas-istirahat dan Tidur
Bagaimana pola tidur klien? Siang : kadang-kadang selama 1 jam Kadang – kadang terbangun karena saat
(jam, berapa lam, nyenyak/tidak Malam : dari jam 21.00 – 04.00 WIB berubah posisi terasa nyeri dan banyak
menjelang tidur? sekitar 8 jam. orang di kamar perawatan.
Apakah klien sering terjaga saat ya ya
tidur?
Pernahkan mengalami tidak Ya, saat berubah posisi nyeri
gangguan tidur? Jenis nya?
Apa hal yang ditimbulkan akibat Tidak ada Tidak ada
gangguan tersebut?

Kebutuhan cairan
Berapa banyak klien minum 3 liter/hari 1,5 liter per hari
perhari? Gelas?
Minuman apa yang disukai klien Air putih, kadang the manis Air putih
dan yang biasa diminum klien?
Apakah ada minuman yang Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan
disukai/ dipantang?
Bagainama pola pemenuhan Dalam batas normal
cairan perhari?
Balance Cairan

Intake = output + IWL


Kebutuhan Nutrisi
Apa yang biasa di makan Nasi, sayur, lauk Sesuai diit yang diberikan rs, nasi
klien tiap hari?
Bagaimana pola 3 x/ hari 1 porsi 3 x / hari 1/2 porsi, nasi
pemenuhan nutrisi klien?
Apakah ada makanan kesukaan, Tidak ada pantangan Tidak ada pantangan
makanan yang dipantang?
Apakah ada riwayat alergi Tidak ada Tidak ada
terhadap makanan?
Apakah ada mual? Muntah? Tidak ada Tidak ada
Eliminasi urin-fecal
Bagaimana pola klien dalam BAB 1 x/ hari, konsistensi lembek Selama dirawat belum pernah BAB
defekasi? Kapan, pola dan
karakteristik
Apakah terbiasa Tidak pernah menggunakan obat pencahar Tidak pernah menggunakan obat
menggunakan obat pencahar
pencahar?
Apakah ada kesulitan? Tidak ada Belum terasa BAB
Apakah BAK klien teratur? Ya Terpasang kateter
Bagaimana pola , frekuensi, 5-6 x/ hari 1300 cc / 24 jam
waktu,karakteristik serta
perubahan yang terjadi
Bagaimana perubahan pola normal normal
miksi klien?
Oksigenasi
Apakah ada kesulitan Tidak ada, tidak ada bunyi nafas tambahan Tidak ada, tidak ada bunyi nafas
dalam bernafas? tambahan

Bunyi nafas?
Apakah yang dilakukan klien Klien bercerita ke suami dan sholat Klien bercerita ke suami dan sholat
untu mengatasi masalah?
Apakah klien mengguanakan Tidak Tidak
alat bantu pernafasan? (Ya,
jelaskan apa jenisnya)
Posisi yang nyaman bagi klien? - Tidur telentang atau setengah duduk
Apakah ada alergi? terhadap Tidak ada Tidak ada
apa?
Personal Hygiene
Bagaimana pola Mandi : 2x/hari Mandi 2x/hari diseka
personal hygiene? Gosok gigi 2x /hari Gosok gigi, hanya kumur-kumur
Berapa kali mandi, gosok gigi
dll?
Berapa hari klien terbiasa 3 x/minggu Selama sakit belum pernah keramas
cuci rambut
Apakah klien memerlukan tidak Ya, oleh suami dan kakak
bantuan dalam melakukan
personal hygiene?
Seksualitas
Apakah ada kesulitan Tidak ada Tidak melakukan hubungan sex selama
dalam hubungan sakit
seksual?
Apakah keadaan sekarang tidak Tidak terkaji
mempengaruhi /
mengguangggu fungsi seksual?
Masalah Keperawatan Nyeri Nyeri, gangguan mobilisasi fisik, resiko
infeksi
11. Pemeriksaan fisik
a. Pemariksaan umum
1) Keadaan umum : klien sampak sakit sedang, klien tampak menyeringai
menahan sakit saat bergerak, tampak luka bekas pasang drain di perut.
2) System penglihatan :
a) Posisi : simetris
b) Kelopak mata : normal
c) Pergerakan bola mata : normal
d) Konjungtiva : ananemis
e) Kornea : normal
f) Sklera : an ikterik
3) System pendengaran
a) Fungsi pendengaran : dalam batas normal
b) Lain-lain :-
4) System wicara : tidak ada kesulitan/gangguan wicarta
5) System pernafasan
a) Jalan nafas : bersih
b) RR : 24 x/menit
c) Kedalaman : normal
d) Sesak : tidak ada
e) Suara nafas : normal
6) System kardiovaskuler
a) Sirkulasi perifer
 HR : 86 x/menit
 Denyut : kuat
 Tekanan darah : 120/80 mmHg
 Suhu : 380C
 Distensi vena jugularis : tidak ada
b) Sirkulasi jantung
 Irama : teratur
 Kelainan bunyi jantung : tidak ada
 Sakit dada : tidak ada
7) System pencernaan
a) Keadaan gigi dan mulut
 Stomatitis : tidak ada
 Lidah : Bersih
 Gigi palsu : tidak ada
b) Nafsu makan : kurang
c) Kesulitan menelan : tidak ada
d) Mual : tidak ada
e) Muntah : tidak ada
f) Nyeri perut : ya
g) Karakteristik nyeri : seperti diremas-remas disekitar perut
sampai kepinggang, nyeri akan hilang bila klien posisi diam.
h) Bising usus :-
i) Konstip[asi : tidak ada
j) Diare : tidak ada
8) System saraf pusat : tingkat kesadaran compos mentis
9) System perkemihan
a) Perubahan pola kemih : tidak ada
b) Jumlah urine : 1300 cc/24 jam, warna kuning kecoklatan
c) Distensi kandung kemih : tidak ada
10) System integument
a) Turgor kulit : baik
b) Warna kulit : kemerahan
c) Keadaan kulit : kemerahan
d) Keadaan ramput : tidak mudah rontok
e) Kebersihan : tampak bersih
11) System musculoskeletal
a) Kesulitan dalam pergerakan : ya, klien mengatakan ingin bergerak
tetapi nyeri jadi belum bisa bergerak bebas.
b) Sakit pada tulang/sendi : tidak ada
b. Pemeriksaan payudara dan axila
1) Buah dada
 Bentuk : simetris
 Konsistensi : lembek
 Massa : tidak ada
2) Putting susu : normal
3) Pengeluaran : tidak ada
4) Axilla : tidak menonjol
5) Pengetahuan tentang SADARI : tahu
c. Pemeriksaan abdomen
1) Abdomen : Membesar, lingkar Perut : 38cm
2) Massa : ada masa di dalam rongga abdomen
d. Pemeriksaan genetalia eksterna dan inguinal
1) Vulva
a) Keadaan : bersih
b) Rambut pubis : normal
c) Ulkus : tidak ada
d) Nyeri : ya, nyeri perut sampai ke atas simpisis pubis
e) Kelenjar bartolini : tidak ada
2) Massa : tidak ada
12. Hasil pemeriksaan penunjang
HASIL NILAI KET
TANGGAL PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN NORMAL
14/12/2018 Laboratorium
HB 12,6 g/dl 11,7 – 15,5 g/dl
Leukosit 14,17 4,4 – 11,3
Trombosit 542 150 - 400
Hematocrit 26,8 35 - 47
BT 2 menit 1 – 3 menit
CT 10 menit 4 – 11 menit
Golongan darah B/RH +
HBsAg Non reaktif Non reaktif
GDS 82 mg/dl 70 - 110
SGOT 15,2 u/L  31
SGPT 27,9 u/L  33
Ureum 29,2 mq/dl 15,0 – 50,0
Creatinin 0,92 mq/dl 0,50 – 0,90
18/12/2018 HB 10,1 g/dl 11,7 – 15,5 g/dl
Hematokrit 31,3 35 - 47
Trombosit 494 150 - 400
Leukosit 16,19 4,4 – 11,3
Diagnostik
04/12/2018 Foto Thorak Dalam batas
normal

13. Therapy
TANGGAL NAMA OBAT WAKTU DOSIS
PEMBERIAN
14/12/2018 Ceftriaxon ( IV ) Jam 16.00 WIB 1 gr (3 x 1 gr)
Provenid supp Jam 16.00 WIB 500 mg (1x 500 mg)
Keterolac ( IV ) Jam 16.00 WIB 30 mg (3 x 30 mg)
20/12/2018 Ceftriaxon ( IV ) Jam 08.00 WIB 1 gr (3 x 1 gr)
Keterolac ( IV ) Jam 08.00 WIB 500 mg (3x 500 mg)
Jam 08.00 WIB 30 mg (3 x 30 mg)
B. Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI MASALAH

1 DO : Proses Penyakit Nyeri Kronis

1. Klien tampak menyeringai menahan sakit

2. Klien tampak memegang perut saat berubah


posisi

DS :

1. Klien mengatakan nyeri di daerah luka


operasi sampai ke pinggang saat berubah
posisi.

2. Klien mengatakan terasa diremas-remas

3. Klien mengatakan nyeri hilang saat posisi


diam.

4. Skala nyeri 5
3 DO : Prosedur Inpasif Risiko infeksi

1. Tampak luka saat pasang drain di perut

2. Suhu : 38 0C

3. Hasil lab leukosit

 tanggal 4/12/2018 : 15,17

 tanggal 7/12/2018 : 16,19

DS : klien mengatakan belum diganti perban


4 DS : Tidak Terpaparnya Informasi Defisit Pengetahuan

1. klien mengatakan tidak tahu tentang


penyakitnya

2. klien mengatakan pasrah terhadap


penyakitnya

DO:

Klien tampak bingung saat ditanya penyakitnya


C. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan agen cidera fisik (prosedur bedah)
2. Resiko infeksi b.d. prosedur invasive
3. Defisit Pengetahuan tidak terpaparnya informasi

D. Rencana Keperawatan
NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI RASIONALISASI
KEPERAWATAN HASIL
NIC
NOC
1 Nyeri berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri :
adanya agen cidera fisik keperawatan selama 1 x 24 jam
1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mengkaji tingkat nyeri
(prosedur bedah) yang diharapkan skala nyeri
secara komprehensif (PQRST) pasien untuk menentukan
ditandai dengan : berrkurang sampai hilang
tindakan selanjutnya
dengan kriteria : 2. Kaji pengetahuan dan
DO :
kepercayaan klien mengenai 2. Mengkaji pengetahuan klien
1. Klien tidak tampak
3. Klien tampak meringis nyeri mengenai nyeri untuk
menahan sakit
menahan sakit langkah selanjutnya
2. Klien dapat mobilisasi
4. Klien tampak 3. Mengetahui perubahan
bertahap tanpa menahan 3. Mengobservasi tanda – tanda
memegang perut saat system tubuh.
sakit vital
berubah posisi
4. Meningkatkan pengetahuan
3. Klien mampu mengenal 4. Beri informasi mengenai nyeri klien tentang nyeri
dan melakukan manajemen
DS : 5. Ajarkan prinsip manajemen 5. Memberikan kesempatan dan
nyeri
nyeri dengan tehnik relaksasi edukasi ke klien dan keluarga
5. Klien mengatakan nyeri
4. Skala nyeri 1-3 dan distraksi. untuk mengurangi nyeri
di daerah luka operasi
sampai ke pinggang saat 6. Kolaborasi dengan dokter 6. Menentukan pengobatan
berubah posisi. untuk therapy analgetik bila yang mendukung
skala nyeri 7 – 10 kesembuhan klien
6. Klien mengatakan terasa
diremas-remas

7. Klien mengatakan nyeri


hilang saat posisi diam.

8. Skala nyeri 5

3 Risiko Infeksi b.d. prosedur Tidak terjadi infeksi setelah Identifikasi risiko :
invasif yang ditandai dilakukan tindakan
1. Kaji risiko secara rutin 1. Mengkaji faktor – faktor
dengan : keperawatan selama 3 x 24 jam
DO : dengan kriteria : 2. Identifikasi faktor risiko risiko terjadinya infeksi

4. Tampak luka operasi di 1. suhu tubuh normal 3. Edukasi nutrisi yang 2. Menidentifikasi faktor risiko
perut mengurangi risiko untuk langkah selanjutnya
2. tidak ada tanda-tanda
5. Suhu : 38 0C infeksi (Dolor, kalor, 4. Observasi tanda-tanda infeksi 3. Meningkatkan pengetahuan
tumor, rubor, fungsio laesa) klien tentang nutrisi yang
6. Hasil lab leukosit 5. Observasi TTV
pada luka operasi dan mengurangi risiko
 tanggal 14/12/2018 : sekitarnya. 6. Kolaborasi dengan analis
4. Mengetahui adanya tanda-
14,17 untuk pemeriksaan
3. hasil lab leukjosit dalam tanda infeksi
laboratorium
7. kulit teraba panas batas normal 4,4 – 11,3
5. Mengetahui perubahan
7. Kolaborasi dengan dokter
system tubuh
untuk pemberian terapi
6. Mengetahui perubahan
system tubuh melalui
pemeriksaan lab

7. Menentukan pengobatan
yang mendukung
kesembuhan klien
1. Kurang Pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Observasi : Observasi :
tidak terpaparnya keperawatan selama 2 x 24 jam
Identfikasi kesiapan dan Identfikasi kesiapan dan
informasi diharapkan kemempuan menerima informasi kemempuan menerima informasi

Kriteria hasil : Terapeutik : Terapeutik :

1. Keluarga dapat memahami 1. Sediakan materi dan media 4. Sediakan materi dan media
tentang penyakit pensisikan kesehatan pensisikan kesehatan
2. Keluarga mampu 2. Jadwalkan pendidikan 5. Jadwalkan pendidikan
melakukan pencegahan kesehatan sesuai kesepakatan kesehatan sesuai
3. Berikan kesempatan kepada
dan perawatan dirumah kesepakatan
keluarga untuk bertanya 6. Berikan kesempatan kepada
Keluarga mampu untuk segera
Edukasi : keluarga untuk bertanya
pergi berobat apabila tanda dan
Edukasi :
gejala memberat 1. Jelaskan penyebab dan faktor
resiko penyakit 7. Jelaskan penyebab dan
2. Jelaskan patofisiolohgi
faktor resiko penyakit
proses timbulnya penyakit 8. Jelaskan patofisiolohgi
3. Jelaskan tanda dan gejala
proses timbulnya penyakit
yang ditimbulkan oleh 9. Jelaskan tanda dan gejala
penyakit yang ditimbulkan oleh
4. Jelaskan kemungkinan
penyakit
terjadinya komplikasi 10. Jelaskan kemungkinan
5. Ajarkan cara meredakan atau
terjadinya komplikasi
mengatasi gejala yang 11. Ajarkan cara meredakan atau
dirasakan anjurkan cara mengatasi gejala yang
meminimalkan efek samping dirasakan anjurkan cara
dari pengobatan meminimalkan efek samping
6. Anjurkan melapor jika
dari pengobatan
merasakan tanda dan gejala
Anjurkan melapor jika
merasakan tanda dan
memberat atau tidak biasany

E. Implementasi Keperawatan dan Evaluasi

No Hari Tgl Waktu Diagnosa Implementasi Keperawatan Evaluasi Ttd &


Nama
1 Jum’at / Jam 15.00 – Nyeri b.d. agen cidera 1. melakukan pengkajian S :
1. Klien mengatakan nyeri
21 des 18.30 WIB fisik (prosedur bedah) nyeri secara komprehensif
pada luka operasi dan
2018 (PQRST)
menjalar ke pinggang
2. Mengobservasi tanda – terutama saat berubah
tanda vital posisi, terasa seperti
diremas-remas, terasa terus
3. memberikan informasi
menerus dan akan hilang
mengenai nyeri
pada saat diam.
4. mengajarkan prinsip 2. Klien mengatakan skala
manajemen nyeri dengan nyeri 5
3. Klien mengatakan tahu
tehnik relaksasi dan
cara mengatasi nyeri
distraksi.
dengan melakukan
5. Memberikan therapy relaksasi nafas dalam atau
kolaborasi analgetik mengalihkan dengan
(ketorolac 30 mg IV). ngobrol dengan keluarga
atau orang lain.
O:
1. Ku pasien tampak sakit
sedang, masih tampak
menyeringai menahan sakit
saat berubah posisi.
2. Klien tampak memegang
perutnya saat berubah
posisi
3. TTV : HR : 84 x/menit. S :
38 0C, RR : 24 x /menit.
4. A : masalah belum teratasi.
P : intervensi dilanjutkan

3 Jum’at, Jam 15.00 – Risiko Infeksi b.d. 1. mengkaji risiko secara S :


1. Klien mengatakan badanya
21 Des 18-30 prosedur invasif rutin
agak panas
2018
2. mengidentifikasi faktor 2. Klien mengatakan tidak
risiko ada pantangan makan, dan
akan makan telor, daging,
3. memberikan edukasi
ayam untuk nutisinya
nutrisi yang mengurangi
sehingga lukanya cepet
risiko
sembuh
4. mengobservasi tanda- O :
1. Klien tampak sedang
tanda infeksi
makan telor rebus
5. mengobservasi TTV 2. TTV : S : 38 0C, HR : 82
x/menit, P : 20 x/ menit,
6. memberikan terapi
TD : 120/80 mm Hg
kolaborasi antibiotik A : masalah teratasi sebagian
sesuai instruksi medis 1 P : intervensi dilanjutkan
gr
DAFTAR PUSTAKA

Nanda Internasional Inc.diagnosis keperawatan : definisi dan klasifikasi 2015-


2017/editor, T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru ; alih bahasa, Budi
Anna Keliat....(et al) editor penyelaras, Monica Ester, Jakarta : EGC, 2015.
Gloria M. Bulechek, Howard K. Bucher, et.al, Nursing Interventions Classification
(NIC), Elsevier 2017.
Sue Moorhead, Marion Johnson, et.al, Nursing Outcomes Classification (NOC), Elsevier
2017.
Copaescu, C. ( ). Laparoscopic Hysterectomy. Chirurgia (Bucur). Volume 102.
No. 2. Romanian
Aspiani, Y, R. ( ). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: TIM

Manuaba. ( ). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Manuaba. ( ). Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Edisi 2. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai