Identifikasi Gugus Fungsional
Identifikasi Gugus Fungsional
Identifikasi Gugus Fungsional
TujuanPercobaan :
Pendahuluan
Gugus fungsi adalah kedudukan kereaktifan kimia dalam molekul satu kelompok
senyawa dengan gugus fungsi tertentu menunjukkan gejala reaksi yang sama. Kesamaan
tersebut dapat digunakan untuk mengelompokkan senyawa (Fessenden, 1986).
No. Struktur gugus Rumus umum Nama IUPAC / Trivial Nama gugus
(Purba, 1994).
Senyawa dengan gugus fungsi yang sama cenderung mengalami reaksi kimia yang
sama. Contohnya beberapa senyawa yang mengandung gugus hidroksil (-OH) dinamakan
golongan senyawa alkohol dan senyawa tersebut mengalami reaksi yang sama. Gugus alkil
dinyatakan dengan R yang hanya mengandung karbon sp3 dan alkohol dapat dinyatakan
sebagai ROH. Reaksi-reaksi yang dapat terjadi pada alkohol antara lain reaksi substitusi,
reaksi eliminasi, reaksi oksidasi dan esterifikasi. Alkohol yang memiliki rantai hidrokarbon
yang semakin panjang maka kelarutan alkohol tersebut semakin rendah. Gugus hidroksil
yang banyak dapat memperbesar kelarutan suatu senyawa dalam air (Fessenden, 1986).
Banyak senyawa organik mempunyai gugus fungsi lebih dari satu, khususnya senyawa
organik seperti alkaloid, terpenoid dan flavonoid. Gugus fungsi adalah gugus yang
memberikan karakteristik kepada senyawa organik, oleh karena itu jika suatu molekul
memiliki dua gugus fungsi berlainan dengan jarak yang berjauhan, maka senyawa itu akan
mempunyai sifat-sifat atau karakteristik dari masing-masing gugus fungsi, namun apabila
letak kedua gugus fungsi tersebut berdekatan maka gugus fungsi itu akan saling berinteraksi
sehingga akan memberikan sifat-sifat khusus pada senyawa yang bersangkutan yaitu akan
memiliki sifat hasil gabungan dari kedua gugus yang diikatnya (Matsjeh, 1986).
Prinsip Kerja
Prinsip kerja percobaan ini adalah melakukan analisa kualitatif untuk mengidentifikasi
senyawa atau zat organik yang belum diketahui yaitu dengan mengidentifikasi zat tersebut
dengan melihat dan menentukan sifat fisik, tes kualitatif unsur dan identifikasi gugus
fungsional. Senyawa organik yang telah diketahui gugus fungsionalnya kemudian
dikelompokkan berdasarkan gugus fungsinya yang menjadi gambaran dari sifat fisik dan sifat
kimia senyawa organik tersebut.
Alat
Erlenmeyer 100 mL, gelas ukur 10 mL, tabung reaksi, pemanas listrik, pipet tetes, beaker
glass 150 mL.
Bahan
Larutan 5% Br2 dalam n-oktanol atau CH2Cl2 atau 1% dalam air, toluena, eanol aseton,
heksena, siklo heksena, benzaldehida, fenol, metanol, 1-propanol, 2-butanol, butiraldehida,
asetofenon, klorobenzena, asetil klorida, benzilklorida, t-butilbromida, larutan 1% Br2,
larutan FeCl3 5%, larutan KMnO4 2%, larutan 15% NaI dalam aseton, 2% AgNO3 dalam
etanol 95%, larutan asam kromat, 2,4-dinitrofenilhidrasin, dietilen glikol atau DMF, HCl
pekat, larutan 5% AgNO3, larutan 5% NaOH, larutan NH3 encer, fehling A, fehling B.
Prosedur Kerja
a. Dimasukkan 4 tetes sampel yang disediakan, yaitu metanol, etanol, 2-butanol, metil
klorida, 1 tetes aseton, dan 1 tetes larutan asam kromat ke dalam tabung reaksi yang bersih
dan kering. Dikocok campuran dan diamati perubahan yang terjadi. Tes positif jika terjadi
perubahan warna dari kuning ke biru kehijauan atau terbentuk endapan.
b. Tes Fehling
Reagen: Fehling A dan Fehling B
Dimasukkan 1 mL sample (aseton, benzaldehida, butiraldehida, asetofenon, atau yang lain), 1
mL reagen Fehling A dan 1 mL reagen Fehling B ke dalam tabung reaksi. Dipanaskan tabung
reaksi di dalam penangas air mendidih selama sekitar 5 menit, diamati dan dicatat perubahan
yang terjadi pada sampel aldehida dan keton.
c. Tes Tollen
Reagen: larutan 5% AgNO3, larutan 5% NaOH, larutan NH3 encer (pengenceran 10 kali
ammonia pekat).
Dimasukkan 1 mL sampel, misalnya aseton, bensaldehida, butiraldehida, asetofenon, atau
yang lain, 1 mL larutan 5% AgNO3 dan 1 mL larutan 5% NaOH dan 5 tetes ammonia ke
dalam tabung reaksi bersih. Dipanaskan tabung reaksi di dalam penangas air mendidih
selama sekitar 5 menit, diamati dan dicatat perubahan yang terjadi pada sampel aldehida dan
keton.
5. Uji Fenol
Dimasukkan 2 tetes sampel, misalnya 2-butanol, fenol, 1-propanol, 1 ml etanol 95 %, dan 1
tetes larutan FeCl3 5 % ke dalam tabung reaksi yang bersih dan kering . Kemudian dikocok
kuat-kuat, diamati dan dicatat terjadinya perubahan berwarna yang terjadi pada setiap sampel.
Perubahan warna dari orange ke kehijauan akan pudar terhadap perubahan waktu.
+ brom
Sampel
(+/-)
Aseton -
Etanol -
Benzaldehida -
Toluena -
+ brom
Sampel
(+/-)
Aseton -
Etanol -
Benzaldehida +
Toluena -
Kloroform + +
Etanol +
2-butanol +
Aseton -
Benzaldehida + - +
Asetofenon -
5. Uji fenol
+ Etanol, FeCl3
Sampel
(+/-)
2-butanol -
Fenol +
1-propanol -
Pembahasan Hasil
Senyawa organik adalah senyawa yang banyak mengandung unsur karbon dan unsur
lainnya seperti hidrogen, oksigen, nitrogen, belerang, dan fosfor dalam jumlah sedikit.
Contoh senyawa organik adalah senyawa hidrokarbon yang dapat dikelompokkan menjadi
hidrokarbon jenuh dan hidrokarbon tak jenuh. Hidrokarbon jenuh adalah hidrokarbon yang
memiliki ikatan C yang mengikat H dan C dengan rantai tunggal. Hidrokarbon tidak jenuh
adalah hidrokarbon yang memiliki ikatan C yang mengikat H dan C dengan ikatan rangkap
baik rangkap 2 maupun rangkap 3.
1. Uji kimia ketidakjenuhan
Percobaan pertama yang dilakukan yaitu uji kimia ketidakjenuhan. Sampel yang
digunakan adalah aseton, toluena, etanol, benzaldehida, sedangkan reagennya menggunakan
brom dalam n-oktanol dan KMnO4. Perlakuan pertama yaitu semua sampel ditambahkan
dengan reagen brom dalam n-oktanol. Brom yang direaksikan dengan hidrokarbon tak jenuh
akan menghasilkan reaksi adisi yaitu pemutusan ikatan rangkap 2 (=C=C=) atau rangkap 3 (-
C≡C-) antar atom C menjadi ikatan tunggal antar atom C (-C-C-) atau senyawa hirokarbon
jenuh. Brom yang direaksikan dengan hidrokarbon jenuh atau karbon-karbon dengan ikatan
tunggal tidak akan terjadi reaksi karena sifat alkana yang kurang reaktif terhadap sebagian
besar pereaksi. Brom yang direaksikan dengan senyawa karbon tak jenuh akan menyebabkan
warna berubah yang semula berwarna coklat menjadi memudar, hal ini dikarenakan
konsentrasi Br2 yang berkurang karena digunakan untuk mengadisi senyawa karbon tak jenuh
tersebut.
Aseton dan etanol tidak bereaksi dengan brom yang ditandai dengan warna larutan yang
tidak berubah yang semula berwarna kuning. Aseton memiliki ikatan rangkap antara C dan O
sedangkan ikatan rangkap yang dapat diadisi oleh brom adalah ikatan rangkap antara C dan
C. Etanol dengan gugus fungsi –OH tidak memiliki ikatan rangkap 2 sehingga tidak dapat
bereaksi dengan brom. Toluena dan benzaldehida memiliki ikatan rangkap 2 dalam cincinnya
akan tetapi brom tidak dapat mengadisi ikatan rangkap tersebut karena brom tidak pada
keadaan asam. Toluena dan benzaldehida dapat diadisi oleh brom dalam keadaan asam
misalnya dalam bentuk FeBr3. Toluena dan benzaldehida yang ditambahkan brom terbentuk 2
fasa yaitu berwarna orange dan tidak berwarna. Toluena dan Benzaldehida termasuk ke
dalam aromatik yang memiliki kestabilan lebih tinggi daripada alkena, dimana pada aromatik
memiliki ikatan pi yang terkonjugasi sempurna serta sulit untuk membentuk muatan (+) dan
(-) dan menyebabkan tidak dapat diadisi.
Reagen kedua yang digunakan adalah KMnO4. Larutan KMnO4 berwarna ungu.
KMnO4 digunakan sebagai larutan penguji karena merupakan agen pengoksidasi yang
mampu mengoksidasi ikatan rangkap karbon–karbon yang terindikasi dengan adanya
perubahan warna larutan. Aseton, etanol dan toluena yang ditambahkan dengan KMnO4,
warna larutan menjadi ungu. Hal ini sesuai dengan teori, dimana keton sangat sulit untuk
dioksidasi dibandingkan dengan aldehida sehingga untuk terjadi reaksi oksidasi antara aseton
dan KMnO4 sebagai oksidator dibutuhkan waktu yang cukup lama dan katalis untuk
mempercepat reaksinya. Toluena termasuk ke dalam senyawa aromatik. Senyawa aromatik
terutama benzena sangat sulit untuk dioksidasi sehingga toluena ketika ditambahkan dengan
oksidator KMnO4 tidak terjadi reaksi. Sedangkan pada benzaldehida reaksi yang dihasilkan
adalah reaksi positif sebab warna ungu dari KMnO4 berubah menjadi coklat dan terdapat
endapan coklat kehitaman yang muncul akibat terbentuknya MnO2. Benzaldehida terdapat
gugus benzena dan aldehid dimana gugus aldehid ini sangat mudah untuk dioksidasi
walaupun dengan oksidator lemah seperti KMnO4. Sehingga pada benzaldehida hanya gugus
aldehidnya saja yang mengalami oksidasi. Reaksinya sebagai berikut :
CHO KMnO 4 COOH
Klorobensena
Cl O O
N
+ AgNO 3 + AgCl
O
Pereaksi yang kedua adalah NaI. Kloroform yang ditambahkan NaI setelah dipanaskan
selama 4 menit, campurannya tidak berwarna dan terdapat endapan berbentuk gel, sedangkan
pada klorobenzena dengan perlakuan yang sama tidak terjadi perubahan yaitu warna larutan
tetap tidak berwarna dan tidak menghasilkan endapan. Seharusnya pada klorobenzena juga
menghasilkan endapan, hal ini dikarenakan waktu pemanasan yang kurang lama sehingga
endapan tidak terbentuk. Endapan yang terbentuk mengindikasikan adanya halogen yaitu Cl.
Cl
CHCl 3 + NaI Cl + Na Cl
I
NO 2 NO 2
CHO
+ O 2N NH O 2N NH
NH2 N
+ H2O
benzaldehyde (2,4-dinitrophenyl)hydrazine
(1E)-1-benzylidene-2-(2,4-dinitrophenyl)hydrazine
b. Tes fehling
Uji kedua menggunakan fehling yang mengidentifikasi adanya gugus keton dan gugus
aldehida berdasarkan tingkat oksidasinya. Aseton yang ditambahkan dengan reagen fehling
tidak mengalami perubahan warna yaitu berwarna biru tua atau pekat. Hasil ini menunjukkan
uji negatif. Hal ini sesuai dengan teori karena aseton yang merupakan keton yang memiliki
karbon karbonil yang sangat terlindungi dan pada gugus karbonil tidak mengikat atom H
untuk dioksidasi sehingga tidak dapat bereaksi dengan fehling. Sedangkan benzaldehida yang
ditambahkan fehling tidak dapat bereaksi. Larutan yang mengandung gugus aldehid akan
menghasilkan endapan merah karena aldehid mampu mereduksi ion tembaga(II) menjadi
tembaga(I) oksida. Bensaldehida seharusnya dapat bereaksi karena merupakan golongan dari
gugus aldehid namun karena adanya kesalahan praktikan seperti kurang telitinya dalam
praktikum, benzaldehid tidak dapat bereaksi. Reaksi yang seharusnya terjadi adalah:
O
CHO -
+ 5OH
-
+ 2Cu
2+
O
+ Cu 2O + 3H2O
c. Uji tollens
Aldehid dan keton keduanya mempunyai gugus fungsi yang sama yakni karbonil
(C=O). Oleh karena itu, keduanya menjalani reaksi-reaksi yang sama. Biasanya aldehid
bereaksi lebih cepat dari keton terhadap suatu pereaksi yang sama. Hal ini disebabkan adanya
karbon karbonil dari aldehid yang lebih kurang terlindungi dibandingkan dengan karbon
karbonil pada keton. Begitu pula aldehid lebih mudah mengalami oksidasi daripada keton.
Uji tollens juga mengidentifikasi aldehid dan keton berdasarkan tingkat oksidasinya.
Reaksi positif teridentifikasi jika dihasilkan adanya cermin perak. Gugus aktif pada pereaksi
tollens adalah Ag2O yang bila tereduksi akan menghasilkan endapan perak. Endapan perak
akan menempel pada tabung reaksi yang akan menjadi cermin perak. Benzaldehida
ditambahkan 1 mL AgNO3, 1 mL NaOH dan 5 tetes NH3, reaksi ini menunjukkan hasil
positif karena terbentuknya endapan cermin perak. Reaksi tersebut menunjukkan larutan ion
perak nitrat beramoniak direduksi oleh aldehida menjadi perak, sedangkan aldehid dioksidasi
menjadi asamnya dimana perak tersebut mengendap berupa padatan hitam. Reaksinya
sebagai berikut :
O
CHO
+ 2[Ag(NO 3)2]
+
+ OH-
O
+
+ 2Ag
NH3
benzaldehyde [(phenylcarbonyl)oxy]ammonium
Ketiga sampel pada reaksi menghasilkan endapan dan terbentuknya campuran dengan 3
fasa. Pada asetofenon lapisan atas berbentuk gel, lapisan tengah cairan agak keruh dan yang
paling bawah adalah endapan. Reagen tollens yang ditambahkan dengan aseton menghasilkan
endapan putih keabu-abuan setelah dipanaskan. Hasil ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa aseton yang merupakan golongan keton tidak dapat bereaksi dengan
reagen tollens. Senyawa keton (aseton dan asetofenon) yang direaksikan seharusnya tidak
terjadi perubahan pada larutan karena keton tidak dapat dioksidasi oleh reagen ini.
5. Uji fenol
Uji fenol ini menggunakan 3 sampel yaitu 2-butanol, 1 propanol dan fenol. 1 mL etanol
ditambahkan ke 3 sampel tidak mengalami reaksi dan dapat dilihat dari tidak adanya
perubahan warna larutan. Hal ini dikarenakan antara sampel dan reagen sama-sama memiliki
gugus fungsi yang sama yaitu OH. FeCl3 kemudian ditambahkan ke masing-masing tabung
reaksi sebanyak 1 tetes. FeCl3 sebagai larutan penguji bertujuan untuk menguji keberadaan
gugus hidroksil yang terikat pada suatu karbon tak jenuh. Indikasi reaksi positif pada
percobaan ini adalah terbentuknya larutan berwarna hijau, orange kemerahan, biru atau ungu.
1-propanol dan 2-butanol yang ditambahkan FeCl3 menjadi berwarna kuning bening yang
menunjukkan reaksi negatif. Hal ini terjadi karena rantai alkil pada 1-propanol dan 2-butanol
sangat sederhana sehingga penampakannya sangat kecil, selain itu 1-propanol merupakan
alcohol primer yang kurang reaktif terhadap FeCl3. Ion Fe3+ yang terdapat pada FeCl3 tidak
mampu mensubstitusi gugus –OH yang ada pada rantai 1-propanol yang terikat dengan atom
C.
Pada sampel fenol larutan berwarna kuning tua hampir mendekati orange dan lebih
kuning dari 1-propanol dan 2-butanol, menunjukkan bahwa reaksi positif. Reaksi tersebut
menunjukkan bahwa fenol mengandung gugus –OH yang terikat pada suatu karbon tak jenuh
yang dapat bereaksi dengan FeCl3 membentuk senyawa kompleks. Reaksi antara fenol dan
FeCl3 sebagai berikut:
OH
3-
+ FeCl 3 Fe O
+ 3H Cl
+
+ 3H
phenol 6
Kesimpulan
Untuk praktikum selanjutnya agar alat dan bahan diperlengkap sehingga praktikum
dapat berjalan lebih cepat dan lancar serta data yang didapat lebih banyak dan dengan
pembanding yang lebih banyak juga. sehingga praktikan akan lebih mengerti lagi. Untuk air
kran hendaknya mengalir dengan lancar dan tidak mati karena digunakan untuk membilas
alat yang akan digunakan lagi.
Referensi
Fessenden Ralph, J., dan Joan, S. Fesenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid I. Jakarta
: Erlangga.
Tim Penyusun. 2014. Petunjuk Praktikum Kimia Organik. Jember: Universitas Jember.