BAB II Geomorfologi (Udah LAH) 11 - 24
BAB II Geomorfologi (Udah LAH) 11 - 24
BAB II Geomorfologi (Udah LAH) 11 - 24
GEOMORFOLOGI
(1949) membagi daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona fisiografi (Gambar 2.1),
yaitu :
1. Gunungapi Kuarter
Lokasi Penelitian
11
2.1.1 Zona Gunungapi Kuarter
Zona ini menutupi sebagian zona yang ada di bawahnya, dicirikan oleh
morfologi gunungapi yang berbentuk kerucut dan perbukitan, tersebar dari barat ke
Daerah ini mulai dari ujung barat Pulau Jawa, memanjang ke timur mengikuti
pantai utara Jawa Barat ke Kota Cirebon dengan lebar sekitar 40 km. Daerah ini
umumnya mempunyai morfologi yang datar. Sebagian besar terdiri dari endapan aluvial
sungai dan lahar dari gunung berapi serta sedimen tersier yang sedikit terlipat.
Zona ini terletak di sebelah selatan dari Dataran Aluvial Utara Jawa Barat,
barat-timur dengan lebar maksimum sekitar 40 km. Zona ini dapat disebut sebagai
Antiklinorium Bogor karena disusun oleh batuan sedimen Tersier yang terlipat dengan
kubah yang dikontrol oleh struktur geologi dan litologi. Secara fisiografi, zona ini
sangat mendekati Sumatra dibandingkan dengan bagian Pulau Jawa sebelah timurnya.
Beberapa kesamaan gejala morfologi serta banyaknya tufa asam di daerah Lampung
12
2.1.5 Zona Depresi Tengah Jawa Barat (Zona Bandung)
memiliki lebar antara 20 km hingga 40 km, membentang mulai dari Pelabuhan ratu,
oleh beberapa lembah yang cukup luas dan menamakan lembah tersebut sebagai depresi
Batuan penyusun di dalam zona ini terdiri atas batuan sedimen berumur Neogen yang
ditindih secara tidak selaras oleh batuan vulkanik berumur Kuarter. Akibat tektonik
yang kuat, batuan tersebut membentuk struktur lipatan besar yang disertai oleh
pensesaran. Zona Bandung merupakan puncak dari Geantiklin Jawa Barat yang
Zona ini terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek, 1946 menyatakan
bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat diamati di Lembah Cimandiri,
Cimandiri yang merupakan bagian dari Zona Bandung berbatasan secara langsung
dengan dataran tinggi (plateau) Zona Pegunungan Selatan. Morfologi dataran tinggi
atau plateau ini oleh Pannekoek (1946) dinamakan sebagai Plateau Jampang.
daerah penelitian termasuk ke dalam Zona Bogor. Hal ini dicirikan dengan bentuk
perbukitan yang memanjang dari barat ke timur, serta batuan sedimen berumur tersier
13
yang terlipat dan terpatahkan serta batuan vulkanik yang menyusun bentang alam
daerah penelitian.
berarah barat – timur khususnya dibagian utara yang memiliki ketinggian 250 – 500
mdpl, sedangkan pada bagian barat dicirikan oleh perbukitan yang memanjang berarah
barat laut – timur laut dengan kemiringan lereng bregelombang hingga curam. Di
bagian timur dan selatan hingga bagian tengah daerah penelitian terdapat morfologi
perbukitan kubah (dome) yang memiliki titik puncak yang berbeda-beda, diantaranya
adalah Gunung Putri (725 mdpl), Gunung Goha (675 mpl), Gunung Malas (750 mdpl)
Di daerah penelitian mengalir induk sungai atau sungai utama, yaitu Sungai
Cikaniki. Sungai Cikaniki berada di bagian barat daerah penelitian dan mengalir dari
geologi berupa perlipatan yang memanjang barat – timur. Selain perlipatan, daerah ini
juga dikontrol oleh sesar-sesar yang terlihat dari kelurusan sungai dan pembelokan
14
2.3.1 Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan
struktur geologi berupa lipatan dan patahan. Satuan ini dicirikan oleh bentuk perbukitan
memanjang berarah barat – timur yang searah dengan sumbu lipatan dan kedudukan
jurus batuan (Gambar 2.2) serta dijumpai bentuk pergeseran bukit yang merupakan
Satuan geomorfologi ini menempati sekitar 52% dari luas daerah penelitian dan
diberi warna ungu pada Peta Geomorfologi. Penyebaran satuan ini berada di utara, barat
dan tenggara daerah penelitian, mencakup Desa Babakan Sadeng, Desa Sadeng Kolot,
Desa Hambaro, Desa Kalongliud, Desa Pangkal Jaya, Desa Nanggung dan Desa Curug
bitung.
Morfometri satuan ini berada pada ketinggian 250 – 450 mdpl dan kemiringan
lerengan berkisar 6˚ – 16˚ atau miring hingga agak curam (van Zuidam, 1985). Batuan
batupasir tufan dan tuf yang telah mengalami perlipatan dan pensesaran.
pelapukan yang mengahasilkan tanah dengan ketebalan 0,5 – 1 meter (Gambar 2.4)
U
serta dijumpai proses erosi berupa erosi berlembar (sheet erosion) dan erosi alur (rill
erosion). Proses erosi dapat dilihat di Desa Kalong liud (Gambar 2.5)
satuan geomorfologi ini memperlihatkan bentuk perbukitan yang sudah tererosi dengan
memperlihatkan kenampakan relief bukit antiklin yang relatif landai dan memiliki
ketinggian yang hampir sama dengan lembah sinklin sehingga ekspresi topografi
15
perbukitan hampir mengalami pendataran. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka jentera
T B
Gambar 2.2 Foto bentuk bentang alam perbukitan lipat patahan yang memanjang timur –
barat searah dengan sumbu lipatan
S U
Gambar 2.3 Foto bentuk bentang alam punggungan perbukitan lipat patahan yang searah
dengan kemiringan lapisan
(a) (b)
Gambar 2.4 (a) Kenampakan proses pelapukan berupa tanah dengan ketebalan ± 1m (b)
profil tanah
16
Gambar 2.5 Kenampakan erosi alur dan erosi berlembar pada lokasi SB 30 di Desa
Kalongliud
Satuan ini menempati sekitar 40% dari luas daerah penelitian dan diberi warna
merah muda pada Peta Geomorfologi. Morfologi satuan ini berupa perbukitan dan
berbentuk seperti kubah di timur daerah penelitian tepatnya pada Gunung Dahu yang
memiliki ketinggian 350 – 925 mdpl dan nilai kelerengan berkisar 30o – 70o atau curam
– curam sekali (van Zuidam, 1985). Bentuk bentang alam satuan geomorfologi ini dapat
material piroklastik hasil erupsi gunungapi. Batuan penyusun dari satuan geomorfologi
Proses-proses geomorfologi yang teramati pada satuan ini adalah pelapukan dan
erosi. Hasil pelapukan berupa tanah dengan ketebalan 0,5 – 2 meter, sedangkan proses
erosi yang teramati berupa erosi alur (rill erosion) dan erosi berlembar (sheet erosion).
Proses geomorfologi berupa tanah hasil pelapukan batuan vulkanik dapat dilihat pada
Gambar 2.7.
17
Jentera geomorfik satuan geomorfologi ini ditentukan berdasarkan perbukitan
vulkanik yang masih memperlihatkan relief yang kasar, maka dapat disimpulkan bahwa
T Gunung Dahu B
Gambar 2.6 Bentuk bentang alam perbukitan endapan vulkanik di Gunung Dahu dengan
tampak depan pegunungan lipat patahan
B T
Gambar 2.7 Hasil proses geomorfologi berupa tanah hasil pelapukan batuan vulkanik
Satuan geomorfologi bukit intrusi menempati sekitar 3% dari luas daerah penelitian
dan diberi warna merah tua pada Peta Geomorfologi. Morfologi satuan ini dicirikan
oleh bukit terisolir yang memanjang berarah barat daya – timur laut dan tersusun oleh
batuan beku. Satuan geomorfologi ini berada di Desa Pangkal Jaya dan memiliki
ketinggian 400 – 480 mdpl dan nilai kelerengan berkisar 20o – 55o atau curam – sangat
curam (van Zuidam, 1985). Bentuk bentang alam satuan geomorfologi bukit intrusi
Secara genetika, satuan geomorfologi ini dibentuk oleh intrusi adanya aktifitas
magma yang menerobos batuan sedimen di sekitarnya. Intrusi ini berupa korok (dike)
18
karena luasan terobosan < 3 km dan morfologi yang memerlihatkan bukit memanjang
dan pipih. Proses geomorfologi yang teramati pada satuan ini adalah pelapukan berupa
hal ini dicirikan oleh bentuk morfologinya yang sudah tidak menunjukan kenampakan
aslinya, dimana bentuk awal dari satuan ini berada di bawah permukaan bumi tertutupi
morfologi yang sudah tersingkap ke permukaan, maka dapat disimpulkan bahwa satuan
Bukit Intrusi T
B
Gambar 2.8 Foto bentuk bentang alam bukit intrusi diambil dari Desa Cisarua ke arah utara
Satuan geomorfologi ini menempati 5% dari luas daerah penelitian dan diberi
warna abu-abu pada Peta Geomorfologi. Bentuk morfologi satuan ini relatif datar,
sehingga memperlihatkan kenampakan relif yang halus dengan ketinggian 250 – 262,5
mdpl dan nilai kelerengan 0o – 2o atau datar (van Zuidam, 1985). Penyebaran satuan ini
berada disepanjang aliran Sungai Cikaniki. Pola aliran yang berkembang pada satuan
geomorfologi ini umumnya adalah berkelok atau meandering dan tampak adanya
Genetika satuan geomorfologi ini terbentuk akibat proses erosi dan sedimentasi
hasil dari lapukan batuan sebelumnya. Batuan penyusun satuan ini berupa fragmen
19
batuan andesit, batulempung, batupasir, tuf dan batugamping yang bersifat lepas dan
berukuran lempung hingga bongkah. Jentera geomorfik satuan ini berada pada tahap
T B
L D
Dataran Banjir
Gosong Pasir
Gambar 2.9 Foto bentuk bentang alam dataran aluvial di Sungai Cikaniki
faktor, antara lain : struktur, variasi dari kekerasan batuan, sudut lereng, sejarah geologi
Ditinjau dari aspek geologi yang mempengaruhi pola aliran seperti kekerasan
batuan dan struktur geologi, maka pola aliran sungai di daerah penelitian dapat dibagi
menjadi 2 jenis pola aliran, yaitu Pola Aliran Rektangular (Rec) dan Pola Aliran Radial
20
R
e
c
R
d
Pola rektangular adalah pola aliran sungai yang dibentuk oleh cabang-cabang
sungai yang berkelok membentuk sudut hampir tegak lurus terhadap sungai utama dan
dikendalikan oleh struktur geologi seperti struktur kekar (rekahan) dan sesar (patahan).
(Thornbury, 1969). Hasil dari analisa struktur kekar pada diagram roset disebandingkan
dengan hasil analisa pola kelurusan sungai pada diagram roset menunjukan suatu
persamaan, dimana arah frekuensi yang paling dominan berarah timur laut – barat daya
(Gambar 2.11). Di lapangan, pola aliran ini ditempati oleh Sungai Cisaninten, Sungai
(a) (b)
Gambar 2.11 (a) Diagram Roset Kelurusan Sungai dan (b) Diagram Roset Kekar
21
2.4.2 Pola Aliran Radial
Pola aliran sungai radial dicirikan oleh bentuk aliran yang menyebar dari suatu
puncak menuju arah lembah. Pola pengaliran beberapa sungai dimana daerah hulu
sungai-sungai itu saling berdekatan seakan terpusat pada satu titik tetapi muaranya
gunungapi atau topografi bentuk kubah seperti pegunungan dome yang berstadia muda,
ke segala arah (Thornbury, 1969). Di lapangan, pola aliran ini ditempati oleh Sungai
Citereup dan Sungai Cikawung yang mengalir dari puncak Gunung Dahu.
Sungai yang termasuk ke dalam tahapan muda adalah sungai-sungai yang aktifitas
aliran sungainya mengerosi ke arah vertikal. Aliran sungai yang menempati seluruh
lantai dasar suatu lembah, umumnya profil lembah membentuk seperti huruf “V”. Air
terjun dan arus yang cepat mendominasi pada tahapan ini. (Gambar 2.12)
sungai yang mengalir dari Gunung Gunung Dahu, yaitu Sungai Citereup dan Sungai
Cikawung.
22
Gambar 2.12 Kenampakan stadia sungai muda di Sungai Cikawung
Stadi sungai dewasa dicirikan mulai adanya pembentukan dataran banjir secara
setempat dan semakin lama semakin lebar dan akhirnya terisi oleh aliran sungai yang
sungai dewasa terdapat pada Sungai Cisadeng girang, Sungai Cisadeng kolot, Sungai
T B
Pada tahapan ini dataran banjir diisi sepenuhnya oleh meander dan lebar dari
dataran banjir akan beberapa kali lipar dari luas meander belt. Erosi lateral lebih
23
lapangan, stadia erosi sungai tua berada di induk sungai atau sungai utama yaitu Sungai
Cikaniki.
T B
L D
24