Laporan Telaah Kasus - Epdiural Hematoma - DR Rini Nindela Sps (Jurgen Kusumaatmaja H - 04054882023004) - ASLI

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kasus

EPIDURAL HEMATOMA

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik


Di Bagian Neurologi RSMH Palembang

Oleh:

Jurgen Kusumaatmaja Hermawan, S.Ked 04054882023004

Pembimbing:
dr. Rini Nindela, Sp.S

DEPARTEMEN NEUROLOGI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2020

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus

Judul:

Epidural Hematoma

Oleh:

Jurgen Kusumaatmaja Hermawan, S.Ked 04054882023004

Laporan kasus ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang periode 8 oktober s.d 26
october 2020.

Palembang, 23 November 2020

dr. Rini Nindela, Sp.S

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas laporan kasus dengan
judul “Epidural Hematoma”, untuk memenuhi tugas referat yang merupakan
bagian dari system pembelajaran kepaniteraan klinik, khususnya di Departemen
Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada
dr.Rini Nindela, Sp.S selaku pembimbing yang telah membantu memberikan
bimbingan dan masukan sehingga laporan kasus ini dapat selesai.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan. Demikianlah penulisan referat ini,
semoga bermanfaat.

Palembang, 23 November 2020

Jurgen Kusumaatmaja Hermawan, S.Ked

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..............................................................................................i


HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................ii
KATA PENGANTAR ..........................................................................................iii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II STATUS PASIEN.....................................................................................2
2.1 Identitas Pasien..........................................................................................2
2.2 Anamnesis..................................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik......................................................................................3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................5
3.1 Anatomi Kepala........................................................................................5
3.2 Epidural Hematoma..................................................................................7
BAB IV ANALISIS KASUS................................................................................13
BAB V KESIMPULAN ......................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Traumatic Brain Injury (TBI) atau luka otak akibat trauma didefinisikan
sebagai perubahan fungsi otak, atau keadaan patologi otak akibat trauma dari luar.
tingkat kegentingan pada TBI dibagi menjadi mild TBI, moderate TBI, dan severe
TBI. Perkiraan tingkat kematian pada Severe TBI mencapai angka 30-40%. pada
negara dengan pendapatan rendah hingga menegah, insiden kejadian TBI akibat
kecelakaan lalu lintas terus meningkat.1

Dari hasil penelitian oleh Feign, lebih dari 50 juta kasus TBI terjadi setiap
tahunya di seluruh dunia.2 Kasus TBI pada negara dengan pendapatan tinggi
mengalami peningkatan kasus TBI pada orang dengan usia tua. 3 di Indonesia
sendiri cedera akibat kecelakaan lalu lintas memiliki prevalensi sebesar 42.8%
dalam kegiatan sehari-hari berdasarkan tempat terjadinya cedera, 72,7% dari
kecelakaan lalu lintas tersebut akibat mengendarai sepeda motor.4

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan ilmiah ini untuk membahas definisi, etiologi,
epidemiologi, patofisiologi, klasifikasi, gambaran klinis, cara menegakan
diagnosis, dan tatalaksana yang dapat dilakukan pada pasien epidural hematoma
dan diharapkan dapat meminimalisasi timbulnya komplikasi.

1
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN


a. Nama : Tn. X
b. Umur : 21 Tahun
c. Jenis kelamin : Laki-laki

2.2 ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Penurunan kesadaran secara tiba-tiba
b. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Seorang laki-laki, 21 tahun, dibawa keluarganya ke IGD RSMH
karena penurunan kesadaran secara tiba-tiba.

Sejak 6 jam yang lalu pasien mulai tampak tidur terus tapi masih bisa
dibangunkan, sejak 2 jam yang lalu pasien tidak bisa dibangunkan sama
sekali. Sebelumnya sekitar setengah hari ini pasien mengeluh nyeri di
seluruh kepalanya. Pasien juga muntah menyembur 2 kali. Kejang tidak
ada. Keluarganya mengamati bahwa pasien jarang menggerakkan
anggota tubuh sebelah kanan, mulutnya tampak mengot ke kiri.
Gangguan sensibilitas berupa baal dan kesemutan belum dapat dinilai.
Kemampuan pasien untuk berkomunikasi secara lisan/tulisan/isyarat
belum dapat dinilai.

Riwayat darah tinggi dan kencing manis tidak ada. Riwayat


jantung berdebar-debar dan sesak napas sebelum penurunan kesadaran
juga tidak ada. Riwayat merokok ada sekitar setengah bungkus perhari.
Riwayat minum-minuman keras tidak ada. Riwayat trauma kepala ada,
sekitar 18 jam yang lalu. Pasien ditabrak mobil dari samping kiri saat
sedang naik motor tanpa helm. Pasien sempat pingsan tapi hanya
dibawa ke bidan setempat kemudian diinfus dan disuntik. Luka di area
kepala tidak ada. Setelah sekitar 15-20 menit pasien sadar kembali dan
dibawa pulang oleh keluarganya.

Keluhan ini dialami untuk pertama kalinya.

2
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
a. Kesadaran : E3M5V2.
b. Tekanan Darah : 110/70 mmHg.
c. Nadi : 60x/menit.
d. Respiratory Rate : 22x/menit.
e. Temperature : 37,0oC.

Status Neurologikus
a. Nn. Kraniales
N.III Pupil bulat, isokor diameter 4mm/3mm, RC +/+.
N.VII Plica nasolabialis kanan datar, sudut mulut kanan tertinggal.

b. Fs. Motorik
LKa LKi TKa TKi
Gerakan Lateralisasi ke kanan
Kekuatan
Tonus meningkat normal meningkat normal
Klonus - -
Ref. fisiologis meningkat normal meningkat normal
Ref. patologis +HT - +B,C,O,G -

c. Fs. Sensorik : Belum dapat dinilai.


d. Fs. Luhur : Belum dapat dinilai.
e. FS. Otonom : Terpasang kateter.
f. Gejala rangsang meningeal :-
g. Gerakan abnormal :-
h. Gait dan keseimbangan : Belum dapat dinilai.
i. Status lokalis : vulnus excoriatum dan laceratum di
R.Brachii, Antebrachii, Manus sinistra dan
di R. Femoralis, Curis dan pedis sinistra.

3
Imaging

4
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi Kepala


Otak dilindungi dari cedera oleh rambut, kulit, dan tulang yang
membungkusnya. Tanpa perlindungan ini, otak yang lembut akan mudah sekali
terkena cedera dan mengalami kerusakan. Selain itu, begitu rusak, neuron tidak
dapat diperbaiki lagi. Tepat di atas tengkorak terletak galea aponeurotika, yaitu
jaringan fibrosa padat, dapat digerakkan dengan bebas, yang membantu menyerap
kekuatan trauma eksternal. Di antara kuliat dan galea terdapat suatu lapisan lemak
dan lapisan membrane dalam yang mengandung pembuluh-pembuluh besar. Bila
robek, pembuluh-pembuluh ini sukar mengadakan vasokontriksi dan dapat
menyebabkan kehilangan darah bermakna pada penderita laserasi kulit kepala.5

Gambar 1. Lapisan Kepala5


Lapisan pelindung otak dibagi menjadi dua yaitu lapisan luar (SCALP)
dan lapisan dalam (Meninges). SCALP merupakan gabungan dari :5
a. Skin (Kulit) bersifat tebal dan terdapat rambut serta kelenjar keringat
(Sebacea).
b. Connective tissue (jaringan subkutis) merupakan jaringan ikat lemak yang
memiliki septum dan kaya akan pembuluh darah terutama diatas galea.

5
Pembuluh darah yang terdapat dalam jaringan subkutis merupakan
anastomosis antara arteri karotis interna daneksterna, tetapi lebih dominan
arteri karotis interna.
c. Aponeurosis Galea merupakan bagian terkuat berupa fascia yang melekat
pada tiga otot yaitu m. frontalis ke anterior, m. occipitasis ke posterior dan
m.temporoparietalis ke lateral.
d. Loose Areolar Tissue (Jaringan areolar longgar). Pada jaringan ini terdapat
vena emissary yang merupakan vena tanpa katup didalamnya. Lapisan ini
menghubungkan SCALP, vena diploica, dan sinus vena intracranial. Jika
terjadi infeksi pada jaringan ini, penyebarannya akan lebih mudah
menyebar ke intrakranial. Hematoma yang terbentuk pada lapisan ini
disebut subgaleal hematoma dan hematoma ini merupakan yang paling
sering dijumpai terutama pada anak-anak.
e. Perikranium merupakan periosteum yang melapisi tulang tengkorak dan
melekat erat terutama pada sutura karena pada sutura periosteum akan
berhubungan langsung dengan endosteum.

Meninges merupakan selubung mesodermal yang membungkus otak dan


sumsung tulang belakang, Meninges teridiri dari :5
a. Duramater, dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa
yang kuat dengan suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar
(periostal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak umumnya bersatu,
kecuali di tempat di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan
ruang bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak di antara
lapisan-lapisan dural), dan di tempat dimana lapisan dalam membentuk
sekat di antara bagian - bagian otak.
b. Arachnoidea, membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam
dura dan hanya terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu
spatium subdural. Ia menutupi spatium subarachnoideum yang menjadi
liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan dihubungkan ke
piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang membentuk suatu anyaman
padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling berhubungan.

6
c. Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang
menutupi permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan
sekitar pembuluh darah di seluruh otak. Piamater juga membentang ke
dalam fissure transversalis di abwah corpus callosum. Di tempat ini pia
membentuk tela choroidea dari ventrikel tertius dan lateralis, dan
bergabung dengan ependim dan pembuluh-pembuluh darah choroideus
untuk membentuk pleksus choroideus dari ventrikel-ventrikel ini. Pia dan
ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat dan membentuk tela
choroidea di tempat itu.

3.2 Epidural Hematoma

3.2.1 Definisi

Epidural hematoma adalah kumpulan darah yang tertampung di ruang


antara kranial dan lapisan duramater. Epidural hematoma biasanya terjadi akibat
perdarahan pada arteri.1

Gambar 2. Gambaran Epidural Hematoma.1

3.2.2 Epidemiologi

Lebih dari 50 juta kasus TBI terjadi setiap tahunya di seluruh dunia.2
Kasus TBI pada negara dengan pendapatan tinggi mengalami peningkatan kasus
TBI pada orang dengan usia tua.3 Kejadian epidural hematoma terjadi pada 2%
kasus cedera klepala dan 15% dair seluruh cedera kepala fatal. Pria lebih sering
mengalami epidural hematoma terlebih pada remaja dan dewasa muda.6

7
3.2.3 Etiologi

10 % kasus TBI adalah Epidural hematom, kebanyakan kasus ini terjadi


akibat cedera kepala pasca kecelakaan lalulintas, sedangkan mekanisme epidural
hematoma non-traumatic akibat :7

a. Infeksi/abses
b. Coagulopathy
c. Tumor hemoragic
d. Malformasi vaskular

3.2.4 Patofisiologi

Pada EDH, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan duramater 75%
lokasi tempat terjadi pada daerah sekitar temporal.7 Fraktur tulang
temporoparietal dapat merobek pembuluh darah, terutama a. Meningea media
yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara
duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale. Perdarahan yang terjadi
menimbulkan hematom epidural. Desakan oleh hematom akan melepaskan
duramater lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah besar. 8
Hematom yang terjadi akan meningkatkan tekanan intracranial dan
mengakibatkan penekanan pada saraf cranial III (okulomotirik) sehingga
didapatkan dilatasi pupul dan ptosis kelopak mata.7 Peningkatan teanan
intracranial juga dapat menekan traktus piramidalis atau traktus motorik yang
menyilang sehingga terjadi kelemahan menyilang dari anggota tubuh.8-9

3.2.5 Gejala Klinis

Gejala klinis yang sering ditemui pada pasien dengan epidural hematoma
adalah kehilangan kesadaran, lusid interval, anisokor pupil, hemiparises, reflesk
Babinski positive. 7,10

8
3.2.6 Diagnosik

Anamesis

Pada epidural hematoma Riwayat cedera kepala merupakan petunjuk yang


khas. Kehilangan kesadaran pada epidural hematoma diikuti oleh lusid interval
singkat atau beberapa jam selanjutnya mengalami kemunduran neurologic. Seiring
dengan bertambahnya volume darah di ruang antara kranial dan epidural
meningkatkan tekanan intracranial dan menimbulkan gejala seperti sakit kepala,
mual, muntah, kejang dan deficit berupa mengantuk, kebingungan, aphasia dan
kelemahan satu sisi tubuh.1,7,10-12

Pemeriksaan Fisik

Penilaian kesadaran berdasarkan Glasgow Coma Scale (GCS), Beratnya


cedera otak dapat dinilai menggunakan GCS, semakin rendah nilai GCS maka
semakin berat cedera kepala yang dialami Pasien.10

Kategori GCS
Minimal 15
Ringan 13-15
Sedang 9-13
Berat <8

Gambar 3. Kategori GCS.10

9
3.2.7 Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan penunjang laboratorium yang dapat membantu dalam


menegakan diagnosis adalah : 7,10

a. Darah perifer lengkap


b. Gula darah sewaktu
c. Ureum/kreatinin
d. Analisa gas darah
e. Elektrolit

Radiologi

Pemeriksaan penunjang radiologi yang dapat membantu dalam penegakan


diagnosis adalah :7,10

a. CT scan
b. MRI

3.2.8 Diagnosis Banding

a. Subdural Hematoma
Perdarahan yang terjadi diantara duramater dan arachnoid, akibat
robeknya pembuluh darah vena.

b. Subarakhnoid hematoma
Perdarahan subarachnoid terjadi karena robeknya pembuluh darah di
dalamnya

10
3.2.9 Tatalaksana
a. Prioritaskan ABC
- Airway Bebaskan jalan nafas dengan memeriksa mulut dan
mengeluarkan darah, gigi yang patah, muntahan, dsb. Bila perlu
lakukan intubasi (waspadai kemungkinan adanya fraktur tulang
leher). 10
- Breathing Pastikan pemafasan adekuat. Perhatikan frekuensi, pola
nafas dan pemafasan dada atau perut dan kesetaran pengembangan
dada kanan dan kiri (simetris). Bila ada gangguan pemafasan, cari
penyebab apakah terdapat gangguan pada sentral (otak dan batang
otak) atau perifer (otot pemafasan atau paru-paru). Bila perlu,
berikan Oksigen sesuai dengan kebutuhan dengan target saturasi 02
> 92%.10
- Circulation Pertahankan tekanan darah sistolik > 90 mmHg; pasang
jalur IV, berikan cairan intravena drip, NaCI 0,9% atau Ringer.
Hindari cairan hipotonis. Bila perlu berikan obat vasopresor dan
inotropik. 10
- Disability (yaitu untuk mengetahui lateralisasai dan kondisi umum
dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi) 10
 Tanda vital: tekanan darah, nadi, pemafasan, suhu
 Skala koma Glasgow
 Pupil: ukuran, bentuk dan refiek cahaya
 Pemeriksaan neurologi cepat: hemiparesis, refieks patologis
 Luka-luka
 Anamnesa: AMPLE (Allergies, Medications, Past Illnesses,
Last Meal, Event I Environment related to the injury)

b. Management operasi
Pasien dengan gejala EDH berat memerlukan operasi craniotomy dan
evakuasi hematoma.7
c. Management non-operasi
Syarat dalam melakukan management ini adalah :7,10

11
 EDH volume < 30ml
 Clot diameter < 15mm
 Midline shift < 5mm
 GCS > 8 dan dalam pemeriksaan fisik tidak ada focal neurological
sympthoms
Jika semua syarat terpenuhi dan diputuskan untuk melakukan management
non operasi, maka observasi ketat dan pemeriksaan neurologis dengan
CTscan diperlukan. Posisikan kepala 30o untuk mencegah terjadinya
peningkatan tekanan intracranial, bila perlu boleh diberikan Mantinol 20%
dosis awal 1 gr/kgBB, berikan dalam 30-60 menit drip cepat, kurangi dosis
menjadi setengah dosis sebelum setelah 6jam dari pemberian pertama,
pada pemberian ke tiga kurangi kembali dosis menjadi 0,25 gr/KgBB 30-
60 menit setelah 12 dan 24 jam dari pemberian pertama.

3.2.10 Prognosis
EDH adalah kasus emergensi pada bedah saraf, sehingga prognosis akan
semakin baik apabila penanganan dilakukan dengan cepat untuk menghindarkan
cacat permanen dan kematian.7

12
BAB IV
ANALISIS KASUS

Berdasarkan hasil anamesis dan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa


Diagnosis klinis : Penurunan kesadaran
Parase N.VII sinistra
Hemiparese dextra tipe spastik
Diagnosis Topik : Ruang epidural daerah lobus termporak sinistra
Diganosis Etiologi : Epidural Hmeatome akibat trauma kapitis sedang

Berdasarkan anamesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, Pasien


mengalami gangguan neurologis berupa penurunan kesadaran secara tiba-tiba
dengan lusid interval, muntah proyektil, hemiparese yang diakibatkan oleh
peningkatan tekanan intrakranial cedera otak akibat trauma kepala sedang.
Lesi pada kasus ini diperkirakan terjadi di sekitar lobus termporal kiri, hal
ini didukung dengan gambaran CT scan yang menunjukan lesi hiperdens bikonkaf
pada fronto teporal sinistra. Pada kasus EDH 75% kasus terjadi pada lobus
temporal akibat rupture pembuluh darah mengurangi input darah dan oksigen ke
otak berkurang dan terjadi penurunan kesadaran. Perdarahan di ruang antara
epidural dan cranial mengakibatkan tertahanya darah di ruang tersebut dan
mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial serta mendorong otak serta saraf
cranial III (oculomotor) sehingga didapatkan pelebaran diameter pupil pada mata
kiri.
Perdarahan epidural juga menekan traktus piramidalis sehingga
menyebabkan paresis otot kontralateral dari lesi. Peningkatan tekanan intrakranial
juga mengakibatkan Pasien mengalami nyerikepala.
Tatalaksana yang dapat dilakukan adalah stabilisasi kondisi pasien dengan
ABC, merujuk pasien ke bedah saraf untuk dilakukan operasi.

13
BAB V
KESIMPULAN

Epidural hematoma merupakan perdarahan intracranial yang terjadi pada


ruang antara cranial dan duramater. Epidural hematoma mengakinatkan kenaikan
tekanan intracranial dan penurunan kesadaran sehingga terjadi dilatasi pupil,
hemiparase kontralateral serta penurunan fungsi neurologic.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Maas, A. I. R. 2017. Traumatic brain injury: integrated approaches to


improve prevention, clinical care, and research. The Lancet Neurology,
16(12), 987–1048. doi:10.1016/s1474-4422(17)30371-x .
2. Feigin VLV, Theadom A, Barker-Collo S, et al, for the BIONIC Study
Group. Incidence of traumatic brain injury in New Zealand: a population-
based study. Lancet Neurol 2013; 12: 53–64.
3. Brazinova A, Rehorcikova V, Taylor MS, et al. Epidemiology of traumatic
brain injury in Europe: a living systematic review. J Neurotrauma 2016.
DOI:10.1089/ neu.2015.4126.
4. Riset Kesehatan Dasar. 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI.
5. Moore, Keith L.; Agur, Anne M. R. 2007. Essential Clinical Anatomy 3rd
Edition. ippincott Williams & Wilkins: Toronto.
6. E Chicote, A Gonzales. 2018. Epidemiology of traumatic brain injury in the
elderly over a 25 year period. Rev Esp Anestesiol Reanim. Dec;65(10):546-
551.
7. Khairat A, Waseem M. Epidural Hematoma. 2020. In: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK518982/
8. Sjamsuhidajat Sjamsuhidajat R., de Jong W. 2005. Buku Ajar Ilmu
Bedah.Jakarta: EGC
9. Prince, Sylvia., Wilson, Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Prosesproses Penyakit. Jakarta: EGC
10. PERDOSI. 2006. Buku Pedoman Standar Pelayanan Medis (SPM). Jakarta :
PERDOSI
11. Sadewo, Wismaji dkk. 2011. Sinopsis Ilmu Bedah Saraf. Jakarta: Sagung
Seto
12. Mc.Donald D. 2018. Imaging in Epidural Hematoma.
https://emedicine.medscape.com/article/340527-overview#a1

15

Anda mungkin juga menyukai