Buku Keislaman

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 121

JUDUL BUKU

MATERI KEISLAMAN DAN IBADAH

i
PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahi Rabbil ’Aalamiin kami panjatkan kehadirat Allah
SWT., atas limpahan Rahmad, Hidayah dan Maunah-Nya sehingga dapat
mengemban amanah menyediakan buku penunjang kegiatan Pengembangan
Kepribadian dan Kepemimpinan. Akhirnya penyusunan buku panduan dapat
diselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan.
Buku ini disusun sebagai materi penunjang pelaksanaan kegiatan
Program Pembentukan Kepribadian dan Kepemimpinan (P2KK).
Penyelenggara program ini ialah Unit Pelaksana Teknis Program
Pembentukan Kepribadian dan Kepempinan (UPT P2KK). Program ini
diperuntukkan bagi semua mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah
Malang khususnya program Strata Satu. P2KK dilaksanakan selama enam
hari dengan tujuan untuk mempercepat proses adaptasi mahasiswa baru
dengan dunia perguruan tinggi, memberikan dasar-dasar keislaman dalam
pandangan Muhammadiyah, yaitu Islam wasathiyah (moderat), serta
membentuk kepribadian, dan mengembangkan potensi kepemimpinannya.
P2KK juga dimaksudkan sebagai pengambangan soft skill mahasiswa baru.
Materi dalam buku ini sengaja dipilih berdasarkan problem-problem
yang sering dihadapi oleh mahasiswa, khususnya yang berhubungan dengan
persoalan ibadah dan nilai-nilai keislaman sehari-hari yang dialami
mahasiswa. Persoalan-persoalan kepribadian baik yang bersifat
intarapersonal mapun interpersonal mereka. Peroslan kepemimpinan adalah
satu materi pokok dalam P2KK, dengan diperkenalkan kepemimpinan
profetik, serta aspek-aspek yang menunjang kecakapan peserta dalam
kepemimpinan, seperti negosiasi, dan resolosi konflik.
Melalui buku panduan keislaman, keperibadian dan kepemimpinan
diharapkan seluruh mahasiswa baru Universitas Muhammadiyah Malang
mendapatkan bekal teori dan praktek untuk membentuk dirinya menjadi
pribadi-pribadi yang aktif, kreatif dan mandiri sehingga mereka menjadi
pribadi-pribadi dan contoh pemimpin yang unggul, kreatif dalam
membangun masa depan bangsa yang lebih baik.
Akhirnya, UPT P2KK mengharapkan saran dan kritik untuk
menyempurnakan materi dalam buku P2KK ini. Semoga buku ini
bermanfaat untuk turut ambil bagian dalam menyiapkan generasi yang
berprestasi dan diridlai oleh Allah SWT. Amin Yaa Robbal “Aalamiin….

Malang, 14 Juni 2021


Kepala UPT P2KK

Dr. Khozin, M.Si

ii
TERM OF REFERENCE P2KK

A. Sejarah Singkat
Universitas Muhammadiyah Malang sebagai sebuah lembaga
pendidikan yang telah memberikan kontribusi dalam membangun
bangsa melalui pembangunan sumber daya manusia, khususnya peserta
didik di jenjang perguruan tinggi perlu terus berkreasi dalam
mengembangkan program pendidikan yang sesuai dengan tuntutan
kebutuhan masyarakat. Salah satu tuntutan kebutuhan masyarakat adalah
program character building bagi mahasiwa, sebagai upaya
meningkatkan kualitas personal anak bangsa sehingga mampu berbuat
lebih baik dalam membangun masyarakat sesuai dengan semboyan
Universitas Muhammadiyah Malang “Dari Muhammadiyah Untuk
Bangsa”.
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang secara empirik
berasal dari berbagai daerah di seluruh Indonesia yang tentunya
memiliki perbedaan budaya, status sosial, tata nilai, kemampuan
personal (intelektual, mental dan social) serta pemahaman agama.
Perbedaan ini apabila tidak dikelola dengan baik sejak awal dapat
menjadi faktor penghambat bagi keberlangsungan proses belajar di
perguruan tinggi. Di samping itu adanya perbedaan potensi (bakat dan
minat) serta prestasi dapat juga menciptakan kesenjangan antar
mahasiswa, sehingga perlu difasilitasi dengan kegiatan yang dapat
mensinergikan antara peluang yang telah diciptakan oleh universitas
dengan potensi mahasiswa.
Kegiatan Program Pembentukan Kepribadian dan Kepemimpinan
(P2KK) merupakan kegiatan pembentukan karakter yang diberikan
kepada seluruh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.
Kegiatan ini hadir dalam rangka menjawab kebutuhan tentang
pentingnya kualitas personal yang harus dimiliki oleh mahasiswa dan
lulusan perguruan tinggi. Program Pembentukan Kepribadian dan
Kepemimpinan (P2KK) yang menjadi icon Universitas Muhammadiyah
Malang merupakan sinergi antar berbagai bidang untuk melakukan
program peningkatan mutu lulusan di Universitas Muhammadiyah
Malang melalui kegiatan akademik dan non akademik.
Kegiatan P2KK yang dikhususkan untuk mahasiswa baru
merupakan program konversi untuk mata kuliah AIK 1 (Al Islam dan
Kemuhammadiyah 1) yang biasanya menggunakan system kelas
(perkuliahan selama 1 semester). Di samping itu program ini juga
memadukan kegiatan pelatihan soft skill bagi mahasiswa baru untuk
memberikan bekal dalam menjalani aktivitas belajar di kampus serta
mengenalkan budaya belajar di perguruan tinggi, sehingga setiap
iii
mahasiswa baru dapat segera menyesuaikan diri dengan seluruh rutinitas
kegiatan belajar dan aktivitas non akademik di kampus.
Kegiatan P2KK telah berlangsung sejak tahun 2004 dan telah
mengalami beberapa perubahan dan penyempurnaan, baik dalam bentuk
desain kegiatannya maupun teknis pelaksanaannya. Dalam proses
kegiatannya, seluruh peserta P2KK diwajibkan menginap selama
kegiatan berlangsung (sistem asrama) dan melaksanakan seluruh agenda
kegiatan yang telah ditetapkan dengan didampingi trainer dan co -
trainer terlatih sesuai dengan bidang keahliannya.

B. Dasar Pemikiran
1. Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu perguruan
tinggi Muhammadiyah yang berasaskan ke - Islaman dan ke
Muhammadiyahan memiliki tanggungjawab untuk turut
menghasilkan sumber daya manusia yang berwawasan Islam,
berkepribadian mulia dan berjiwa pemimpin
2. Adanya keanekaragaman mahasiswa baru Universitas
Muhammadiyah Malang (status sosial, tata nilai, budaya,
kemampuan dasar dan kepribadian)
3. Perbedaan budaya belajar antara school children dengan university
student
4. Kebutuhan tentang kualitas personal, khususnya softskill mahasiswa
baru untuk menunjang keberhasilan belajar di perguruan tinggi dan
menghadapi kompetisi dunia kerja

C. Tujuan
1. Memberikan dasar-dasar keterampilan ibadah dan ke - Islaman
2. Menselaraskan pola pikir, sikap dan perilaku mahasiswa baru agar
sesuai dengan nilai-nilai perguruan tinggi (merubah nilai-nilai
school children menjadi university student)
3. Membekali mahasiswa baru dengan keterampilan akademik,
kepemimpinan dan pembentukan kepribadian yang sesuai dengan
nilai ke-Islaman dan ke-Muhammadiyahan
4. Mengembangkan ketrampilan soft skill mahasiswa sesuai dengan
kebutuhan dunia kerja

D. Peserta Kegiatan
Peserta kegiatan P2KK adalah seluruh mahasiswa baru dan atau
mahasiswa yang belum mengikuti P2KK dengan sistem pembagian per-
angkatan, di mana setiap angkatan diikuti sekitar 300 mahasiswa yang
dibagi dalam 8 kelas.

iv
E. Waktu dan Tempat Kegiatan
Kegiatan P2KK dimulai setiap hari Senin-Sabtu sesuai dengan jadwal
yang telah ditentukan dan dilaksanakan di Rusunawa I Universitas
Muhammadiyah Malang Jl. Karyawiguna No. 370 Tegalgondo -
Karangploso - Malang.

F. Pendekatan dan Metode Kegiatan


Pendekatan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah experiential
learning yaitu sebuah proses pembelajaran yang dilakukan dengan
memberikan suatu pengalaman yang disengaja, terkait dengan informasi
yang hendak diajarkan. Adapun metode kegiatan yang dilakukan dengan
menggunakan ceramah, simulasi, diskusi, role play (bermain peran), self
assessment (penilaian diri), studi kasus dan outbond.

G. Materi - Materi Kegiatan


Materi yang akan diberikan dalam kegiatan ini antara lain :
1. Kepribadian, meliputi pengenalan potensi diri, penetapan tujuan,
manajemen stress dan manajemen waktu
2. Kepemimpinan, meliputi Kepemimpinan Profetik, manajemen
konflik interpersonal, pengambilan keputusan, teknik negosiasi dan
pembentukan tim
3. Keterampilan social, meliputi pengendalian diri, empati dan perilaku
prososial
4. Keterampilan akademik, meliputi keterampilan membaca, berbicara
dan menulis
5. Budaya perguruan tinggi, meliputi pergaulan sehat dan Islami,
membangun sikap ilimiah dan menjadi mahasiswa prestatif
6. Ke Islaman, meliputi The golden way of life,Islam jalan lurus
kehidupan, faktor penyebab kegagalan hidup dan taubat merubah
kegagalan menjadi kesuksesan
7. Ibadah, meliputi keterampilan bersuci, sholat, merawat jenazah,
tuntunan ibadah di bulan Ramadhan dan pedoman pelaksanaan zakat
8. Fiqih wanita
9. Tadabur ayat.

v
DAFTAR ISI
PRAKATA .......................................................................................... ii
TERM OF REFERENCE P2KK ..................................................... iii
DAFTAR ISI ...................................................................................... vi
BAGIAN I (MATERI AIK I) .............................................................1
A. MENGENAL ISLAM ..............................................................2
a. What is Islam? ..........................................................................2
b. Islam sebagai Agama Rahmatan Lil ‘Alamin ........................16
c. Islam Sebagai Way Of Life .....................................................26
B. MEMBANGUN SIKAP TAUHID .........................................32
a. Mengenal Eksistensi Allah SWT. ..........................................32
b. Mengenal Keesaan Allah (Tauhidullah) ................................36
c. Mengenal Masyi’atullah SWT (Kehendak Allah) .................41
d. Mengenal Ma’iyyatullah SWT (Kebersamaan dengan Allah)
.............................................................................................................43
C. PERGAULAN SEHAT DAN ISLAMI..................................51
1. Meniti Jalan Kebenaran : Hidup Sukses Dunia Akhirat .........51
a. Beragam Jalan Hidup ..............................................................51
b. Karakteristik Jalan Hidup........................................................52
c. Jaminan Bagi Manusia Yang Mengikuti Jalan Kebenaran .....55
d. Resiko Memilih Jalan Kesesatan ............................................59
e. Islam Alternatif .......................................................................65
f. Bagaimana Menempuh Jalan Kebenaran? ...............................66
2. Membangun Hidup Sehat Serta Islami ...................................76
a. Menghindari Perilaku Konsumtif (Halal dan Haram) .............78
b. Menghindari Pergaulan bebas dan seks di luar nikah
(Pranikah) ............................................................................................80
c. Menghindari Penggunaan NAPZA (Narkotik, Alkohol,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya) .................................................81
D. PAHALA DAN DOSA .............................................................84
1. Ibadah; Membangun Perilaku Positif..........................................84
a. Definisi Ibadah ............................................................................84
b. Pengaruh Positif Ibadah ..............................................................88
vi
2. DOSA: PINTU GERBANG PERILAKU NEGATIF ............94
a. Definisi Dosa ...........................................................................94
b. Pembagian Dosa: Besar dan Kecil ..........................................95
c. Cara Setan Menggoda Manusia...............................................98
d. Dampak Negatif Perbuatan Dosa ..........................................100
E. PENGUATAN IBADAH ........................................................109
1. Pengertian Ibadah......................................................................109
a. Pembagian Ibadah .....................................................................109
1. Ibadah mahdhah ........................................................................109
2. Ibadah ghairu mahdhah .............................................................110
b. Hikmah Pensyariatan Ibadah (Shalat) .......................................111

vii
BAGIAN I
(MATERI AIK I)

1
A. MENGENAL ISLAM
Pada dasarnya setiap manusia hidup tidak lepas dengan sebuah agama,
sebab agama merupakan aktualisasi dari kepercayaan tentang adanya
kekuatan ghoib dan supranatural atau disebut Tuhan dengan segala
konsekwensinya. Dengan kata lain, adanya agama untuk menjebatani
kebutuhan fitrah manusia terhadap Tuhan di dalam mencapai kebenaran,
kedamaian dan kesejahteraan yang hakiki. Begitu juga dengan Islam,
merupakan agama yang memiliki konsep Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari
sudut kitab, Islam memiliki kemurnian baik teks maupun isi kandungannya
dari zaman ke zaman, yaitu al-Qur’an dan al-Hadits yang benar, dibawa dan
tercermin dalam diri Nabi Muhammad SAW. Hal ini sesuai dengan tujuan
dari lahirnya agama Islam, yaitu mewujudkan kehidupan yang damai dan
sejahtera dalam konteks Illahiyah, baik di dunia maupun di akhirat.
Terkait dengan Islam sebagai agama yang berupaya membentuk
pengikutnya yang memiliki akhlak karimah, yaitu manusia yang mempunyai
wawasan budaya lingkungan, dapat mengfungsikan nilai-nilai Islam sebagai
pedoman hidup secara cerdas dan kreatif, dapat menjadi uswah hasanah dan
secara kumulatif keberadaannya dapat memberikan kontribusi bagi
terwujudnya misi Islam sebagai rahmatan lil’alamin. Untuk itu, maka ada 3
hal yang akan dibicarakan dalam tema ini, yaitu: what is Islam, Islam
sebagai agama rahmatan lil ‘alamin, Islam sebagai way of life. Selanjutnya,
ketiga tema ini akan dijabarkan sebagai berikut:
a. What is Islam?
Ada beberapa hal yang akan dibicarakan dalam bagian ini, antara lain:
1. Mengapa manusia harus beragama ?
Apabila diperhatikan sejarah kehidupan manusia dari zaman ke
zaman, maka tidak akan ada manusia yang hidup tanpa agama. Sebab,
agama merupakan aktualisasi dari kepercaaan adanya kekuatan ghoib dan
supranatural yang disebut sebagai Tuhan dengan segala konsekwensinya.
Oleh karena itu, agama dipahami sebagai seperangkat ajaran yang telah
tersistematisasi dan baku. Dan pada ranah praktis, ada upaya untuk
mengaplikasikan ajaran tersebut melalui kelembagaan dalam sistem
kepercayaan. Seperti: membangun sistem nilai, kepercayaan, upacara dan
segala bentuk aturan atau kode etik yang berusaha mengarahkan
penganutnya untuk mendapatkan rasa aman dan tentram, Abdul Madjid, dkk
(1989).

2
Bertolak pada gambaran secara umum
tersebut dapat ditarik kesimpulan, bahwa Agama untuk
agama berada pada wilayah privatisasi menjembatani
manusia yang terkait dengan jiwanya (asal kebutuhan fitrah
mula benih agama itu tumbuh dalam
manusia terhadap
sanubarinya). Termasuk juga adanya
Tuhan di dalam
kesediaan manusia untuk menjalankan nilai-
mencapai kebenaran,
nilai agama, yang pada dasarnya merupakan
pengembangan dari benih agama yang telah kedamaian dan
ditanamkan ke dalam jiwanya sebelum dia kesejahteraan yang
lahir. Menyangkut persoalan benih agama, hakiki
ada yang berpendapat dimulai dari rasa
takut, yang selanjutnya termanifestasi dalam bentuk pemberian sesajen pada
sesuatu yang diyakini memiliki kekuatan yang menakutkan. Walhasil, rasa
takut merupakan salah satu pendorong utama tumbuh suburnya rasa
keagamaan, meskipun pendapat ini banyak ditolak oleh para pakar.
Sedangkan menurut pakar Islam, bahwa benih agama muncul dari
penemuan manusia terhadap: (a) Kebenaran ciptaan Allah yang terbentang
di alam raya dan diri manusia. (b) Keindahan pada bintang yang
gemerlapan, bunga yang mekar dan alam raya yang terbentang luas dengan
aneka ragam tanaman maupun binatang. (c) Kebaikan pada angin sepoi
yang menyehatkan tubuh ketika merasakan gerah kepanasan, atau yang sejuk
ketika seseorang merasakan kehausan, Shihab, M. Quraisy (1998). Ketiga
hal ini selanjutnya melahirkan kesucian, dan itu dimiliki oleh manusia.
Selanjutnya manusia yang memiliki naluri ingin tahu, dan tetap berupaya
mendapatkan sesuatu yang paling indah, benar dan baik melalui panca
inderanya. Disinilah letak jiwa dan akalnya dalam rangka mengantarkan
untuk bertemu dengan Sang Maha Suci, dan berupaya untuk berhubungan
dengan-Nya, bahkan berupaya mencontoh sifat-sifat-Nya. Dari sini agama
lahir, bahkan proses beragamapun terjadi, sebagai upaya manusia untuk
mencontoh sifat-sifat Yang Maha Suci.
2. Agama mana yang harus diikuti oleh manusia ?
Apabila diperhatikan beberapa isi buku perbandingan agama, maka
setiap pemeluk suatu agama akan mengatakan bahwa agama yang dipeluk
yang paling benar. Sedangkan bagi seseorang yang kurang memperdulikan
agamanya akan mengatakan semua agama sama, sama baiknya atau sama
jeleknya. Jawaban ini nampaknya seiring dengan manusia diberi kebebasan
untuk memilih agama, termasuk tidak beragama. Mengingat, Allah hanya
3
menuntut tanggungjawab atas
pilihannya, dan tidak seorangpun Dilihat dari sumbernya maka
berhak memaksakan kehendaknya agama dikelompokkan
untuk memeluk suatu agama tertentu menjadi 2 yaitu agama
(baca kisah Nabi Nuh yang tidak samawi dan agama ardhi
bisa mengislamkan istri dan anaknya
dan Nabi Muhammad tidak bisa
mengislamkan pamannya*). Meskipun demikian, seseorang tidak dapat
memungkiri bahwa Allah telah memberikan seperangkat potensi yang harus
dilakukan dan dimaksimalkan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
masing-masing dengan tidak menyalahi norma dan aturan untuk dapat
berhubungan dengan kekuatan ghaib dan supranatural. Oleh karena itu,
yang harus dilakukan oleh setiap orang adalah berkewajiban untuk
mengikuti salah satu ajaran agama, berusaha dan bekerja, serta berdoa
dengan sungguh-sungguh untuk berhubungan dengan Tuhannya. Dengan
demikian, manusia diwajibkan untuk menentukan salah satu agama yang
dipercayai, dan dilanjutkan dengan melakukan serangkaian aktivitas yang
terkandung dalam ajaran kitabnya untuk berhubungan dengan Tuhannya
juga berhubungan dengan antara sesama manusia.
Ditinjau dari sumbernya, agama yang dipeluk oleh manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu agama samawi dan ardhi. Agama
samawi disebut juga dengan agama langit, agama wahyu, agama profetis,
revealid religion, Din as-Samawi, yaitu agama yang diwahyukan Allah
kepada manusia melalui para Nabi/Rasul-Nya. Sedangkan agama ardhi
disebut dengan agama budaya, agama filsafat, agama bumi, agama ra’yun,
natural relegion, non-revealed relegion, Din at-Thabi’i, yaitu agama ciptaan
manusia sendiri, (Anshori, Endang Syaifuddin, 1986). Diantara contoh
agama samawi adalah agama Yahudi asli, agama Nasrani asli dan agama
Islam. Sedangkan contoh agama ardhi adalah agama Hindu, Budha, Kong
Hu Cu, Shinto, termasuk aliran kepercayaan. Menurut pandangan Islam, baik
agama Yahudi asli maupun Nasrani asli merupakan agama samawi.
Mengingat kedua agama ini termaktub dalam bentuknya yang murni dan
menurut al-Qur’an adalah agama Islam juga, bahkan menurut al-Qur’an (QS.
Ali Imran : 67)semua agama yang dianut oleh para Nabi/Rasul adalah agama
Islam. (Anshori, Endang Syaifuddin 1986).
Selanjutnya, agama mana yang harus diikuti oleh seseorang? apakah
agama samawi atau ardhi? Untuk menjawab pada dua pilihan agama yang
harus diikuti ini memang tidak semudah membalikkan tangan, dan juga tidak
4
semudah mendengarkan ceramah maupun khotbah dari siapapun yang
menyampaikan, selanjutnya mengikutinya tanpa alasan yang jelas dan benar.
Akan tetapi perlu sekali seseorang untuk melakukan perenungan terhadap
apa yang telah didengar, membaca beberapa buku atau leteratur yang
dianggap dapat membantu membawa pada pencerahan dalam berfikir,
berdialog kepada orang-orang yang dianggap mampu dalam hal ini, bahkan
membaca fenomena alam pun sangat diperlukan, sehingga seseorang tidak
terjebak untuk sekedar mengikutinya tanpa memahami substansi isi atau
ajaran yang dibawa oleh masing-masing agama tersebut. Dengan demikian,
yang harus dilakukan oleh seseorang adalah mempertimbangan lahirnya
agama dan proses perjalanan manusia yang gagal mencari kedamaian atau
kebenaran yang hakiki melalui inderanya dan isi kitabnya lebih
dikedepankan. Sesudah itu berfikir pada keberadaan masing-masing agama
samawi atau agama ardhi pada ranah implementasi pada kehidupan sehari-
hari, sehingga ajaran agama yang diikuti dapat menghasilkan suatu karya
atau budaya tertentu yang mencerminkan ajaran agama yang
dibudayakannya.
Adapun alasan seseorang memilih dan mengikuti agama samawi
adalah: (1) Agama samawi sebagai agama wahyu yang datangnya dari Allah
yang disampaikan kepada manusia melalui utusan-Nya. (2) Agama wahyu
pada dasarnya merupakan sifat Rahman dan Rahim Allah kepada manusia,
agar manusia dapat selamat dan hidup sejahtera di dunia dan di akhirat. (3)
Setiap manusia ingin hidup selamat dan sejahtera di dunia-akhirat, maka
diharuskan berpedoman pada agama wahyu. Sedangkan alasan seseorang
memilih dan mengikuti agama ardhi adalah (1) Secara fitrah manusia
bertuhan, hati nuraninya tidak pernah bohong itu mengatakan bahwa ada
kekuatan gaib dan supranatural yang menciptakan, mengatur dan menguasai
alam ini, termasuk menguasai manusia. (2) Dialah sebenarnya yang dapat
memenuhi segala kebutuhan apa yang diinginkan. (3) Dialah tempat
mengadu dari berbagai persoalan hidup, perasaan takut dan cemas, juga
perasaan tidak menentu. (4) Agar semua keinginannya dapat terpenuhi, maka
manusia harus mengadakan hubungan dengan kekuatan ghaib dan
supranatural dengan berbagai cara, sesuai dengan pemahamannya terhadap
kekuatan ghaib. (5) Cara mengadakan hubungan dengan kekuatan ghaib ini
diwariskan secara turun temurun, selanjutnya disakralkan dan dilembagakan,
Madjid, Abdul, dkk (1989).
3. Mengapa saya memilih Islam?

5
Ada beberapa alasan mengapa manusia memilih agama Islam sebagai agama
yang diikutinya, antara lain:
a. Fitrah Manusia
Setiap manusia dilahirkan telah dianugerahi oleh Allah yang bernama
fitrah (kesucian), maksudnya setiap manusia memiliki sifat-sifat yang baik,
sifat-sifat ketuhanan dan beragama. Sebagaimana sabda Nabi :
‫صَرانِِه َوُيَُ ِج َسانِِه‬
ِ َ‫ود إِاَّل يولَ ُد علَى الْ ِفطْرةِ فَأَب واه ي ه ِودانِِه وي ن‬
ُ َ َ َ ُ ُ ََ َ َ ُ
ٍ ُ‫ما ِمن مول‬
َْ ْ َ
Artinya: “Tidak ada seorang anak pun yang dilahirkan, kecuali dilahirkan
dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya
Yahudi atau Nasrani atau Majusi”. (H.R. Muslim dan Abu Hurairah). Juga
firman Allah S.Ar-Rum ayat 30,
ۚ ‫ٱَّللِ ٱلاِِت فطَر ٱلنااس علَ ۡي ه ۚا ََّل ت ۡب ِديل ِل ۡل ِق ا‬
ِ‫ٱَّلل‬ ‫ا‬ ‫ت‬ ‫ر‬
ِۡ ۚ
‫ط‬‫ف‬ ‫ا‬ ٗ ‫يف‬ ِ‫لدي ِن حن‬ِ ِ‫فَأَقِ ۡم و ۡجهك ل‬
َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ
ۡ ۡ ِ َٰ ِ ۡ ِ ِ َٰ
ِ ‫ين ٱل َقي ُم َولَك ان أَكثَ َر ٱلن‬
٣٠ ‫ااس ََّل يَعلَ ُمو َن‬ ُ ‫ك ٱلد‬
َ ‫َذل‬
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Ar-Rum: 30).
Kata fitrah dalam Qur’an dan hadits tersebut menunjukkan pengertian
bertuhan atau beragama Islam. Hal ini dipertegas dengan ujung hadits yang
mengatakan “kedua orang tualah yang menjadikan anaknya beragama
Yahudi atau Nasrani atau Majusi”. Dengan demikian, setiap manusia
dilahirkan telah beragama Islam. Hal ini sesuai dengan hasil dialog antara
Allah dengan semua roh manusia, mulai roh manusia pertama yang
dilahirkan hingga roh manusia terakhir dilahirkan sebelum diciptakan
jasadnya. Dimana, Allah meminta kesaksian kepada roh-roh manusia ketika
di alam arwah dahulu. Dan semua roh manusia sudah sama-sama
memberikan kesaksiannya, bahwa Allah adalah Tuhannya. Kesaksian dan
pengakuan roh-roh semacam ini dapat dibaca di dalam QS. Al A’raf ayat
172.
ۡۖ ۡ ۡ ۡ ۡ
‫ت بَِربِ ُك ۡم‬ ۡ ۡ ِ ِۡ ِ
ُ ‫ِن ءَ َاد َم من ظُ ُهوِرهم ذُ ِرياتَ ُهم َوأَش َه َد ُهم َعلَ َٰٓى أَن ُفس ِهم أَلَس‬ ِٓ َ‫ك ِم ۢن ب‬ َ ‫َوإِذ أ‬
َ ُّ‫َخ َذ َرب‬
١٧٢ ‫ني‬ ِ‫قَالُواْ ب لَى َش ِه ۡد َۚنٓ أَن تَ ُقولُواْ ي ۡوم ۡٱل ِقيَٰم ِة إِ ان ُكناا ع ۡن َٰه َذا ََٰغ ِفل‬
َ َ َ ََ َ َ َٰ َ
Artinya: “ Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah aku ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi". (kami

6
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS. Al-A’rof : 172).
Ada dua alasan mengapa Allah meminta kesaksian dalam ayat di atas,
lebih dahulu terhadap roh-roh atas dirinya sebelum manusia diciptakan,
yaitu: (1) Agar manusia tidak beralasan lupa, karena roh yang suci itu tidak
dapat lupa. (2) Agar manusia tidak melemparkan kesalahan kepada nenek
moyangnya yang telah mempersekutukan Allah dengan Tuhan lain.
b. Firman Allah QS.Ali Imran ayat 19 dan 85,
‫ب إِاَّل ِم ۢن بَ ۡع ِد َما َجآءَ ُه ُم‬ َِ‫ٱختَ لَف ٱلا ِذين أُوتُواْ ۡٱلك‬
َٰ ۡ ‫ٱۡل ۡس َٰل ُۗم وما‬
ِ
ۡ ِ ِ ِ ِ
‫ت‬
َ ۡ َ َ َ َ ُ ۡ ‫ٱَّلل‬
َ ‫ين عن َد ا‬ َ ‫إ ۡ ان ۡ ٱلد‬
ِ ‫ٱَّلل س ِريع ٱۡلِس‬ ِ ِ‫َٰت ا‬ِ ‫ٱلعِلم ب ۡغيا ب ۡي نَ ه ُۡۗم ومن يك ُف ۡر ِِبَي‬
١٩ ‫اب‬ َ ُ َ َ‫ٱَّلل فَإ ان ا‬ َ َ ََ ُ َ ً َ ُ
Artinya :“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.
tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di
antara mereka. Barangsiapa yang ingkar terhadap ayat-ayat Allah Maka
Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya”. (QS. Ali Imran: 19).
Menurut Ibn Katsir dalam memberikan penafsiran ayat ini
mengandung pesan dari Allah bahwa tiada agama seseorang yang diterima
disisi-Nya kecuali Islam, dengan mengikuti ajaran yang disampaikan oleh
Nabi Muhammad SAW. sebagai nabi terakhir. Oleh karena itu, telah tertutup
semua jalan menuju Allah kecuali jalan dari arah beliau, sehingga siapapun
menemui (menyembah) Allah setelah diutusnya Muhammad SAW. dengan
menganut suatu agama selain syaria’at yang beliau sampaikan, maka tidak
diterima-Nya. Selanjutnya, bagaimana kalau ada umatnya yang mengikuti
ajaran selain Islam, sehingga terjadi perselesihan dalam menjalan ajaran
agamanya? Mereka berselisih karena kedengkiannya (kata baghyan) baik
ucapan maupun perbuatan yang dilakukannya untuk tujuan mencabut nikmat
yang dianugerahkan Allah kepada pihak lain, disebabkan rasa iri hati
terhadap pemilik nikmat itu, Shihab, M.Quraish,Volume 2 (2006).
ِ َ‫ٱل‬ ۡ ِ ِ ۡ ِۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
ِ ‫ٱۡل ۡس َٰلَِم‬
٨٥ ‫ين‬ِ
‫ر‬ ‫س‬ َٰ ‫ن‬‫م‬ ِ
‫ة‬‫ر‬‫خ‬ٓ‫ٱۡل‬ ِ
‫ِف‬ ‫و‬‫ه‬ُ ‫و‬ ‫ه‬
ُ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ل‬‫ب‬ ‫ق‬ ‫ي‬ ‫ن‬‫ل‬
َ ‫ف‬
َ ‫ا‬ ٗ ‫ين‬ ‫د‬ ِ ‫َوَمن يَب تَ ِغ َغي َر‬
َ َ َ َ َ ََ ُ
Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat
Termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali Imran: 85).
Ayat ini menjelaskan sangsi bagi seseorang yang mengikuti agama
selain Islam dan berakibat pada kepatuhannya menyembah selain Allah,
maka sangsinya ketika di dunia berupa (falan yuqbala, artinya sekali-kali

7
tidak akan diterima) semua amal perbuatannya sewaktu di dunia akan sia-sia
atau terhapus, seperti: ketaatan dan keimanannya pada Tuhannya, juga
mempercayai, mengikuti, mendukung, tunduk dan patuh pada ketentuan
yang ditetapkan dalam kitabnya. Sedangkan sanksi ukhrowi (wahuwa fil
akhirati minal khaasirin, artinya dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi) memperoleh kerugian yang amat besar, karena sewaktu dunia patuh
selain Allah hingga kematiannya, maka semua amal perbuatannya tidak
diterima oleh Allah walaupun amalan itu baik dan bermanfaat bagi manusia.
Hal ini diperkuat dengan sabda Nabi: ”Siapa yang mengamalkan satu amalan
yang tidak berdasarkan ketetapan Allah yang ditetapkan-Nya, maka amalan
itu tertolak”, Shihab, M.Quraish,Volume 2 (2006). Oleh karena itu, boleh
jadi di dunia (dengan ukuran dunia) dia tidak rugi karena mendapat nama
baik atau kedudukan yang tinggi, namun di akhirat pasti rugi dan celaka.
Sedangkan ayat lain yang mengungkap tentang kebenaran agama Islam
sebagai satu-satunya agama yang diterima oleh Allah terdapat dalam: S.Al
Maidah ayat 3, Al An’am ayat 125, Az Zumar ayat 22 dan S.Ash Shaff ayat
7.
c. Pengakuan Fir’aun
Pengakuan Fir’aun yang mengaku dirinya sebagai Tuhan ketika akan
mati dengan tenggelam di laut merah sewaktu mengejar Nabi Musa beserta
kaumnya, pengakuan ini telah diabadikan dalam firman-Nya QS.Yunus ayat

ۡ ۡ ِ ۡ ۡ ۡ ۡ ‫و َٰجو ۡزن بِب ِِن إِ ۡسَٰٓرِء‬


90-92 sebagai berikut :
ۡ ۡۖ ۡ ۡ
ُ‫ّت إِ َذآ أَد َرَكه‬
َٰٓ‫ودهُۥ بَغيٗا َو َعد ًوا َح ا‬ ُ ُ‫يل ٱلبَحَر فَأَت بَ َع ُهم فر َعو ُن َو ُجن‬ َ َ ٓ َ َ َ َ َۡ
ِِ ۡ ۡ ِ ۠ ِ ِۡ ِِ ۡ ِ
‫ني‬
َ ‫يل َوأَ َن م َن ٱل ُمسلم‬ َ ‫ي ۡ ءَ َامنَت بهۦ بَنُ ٓواْ ۡإس ََٰٓرء‬ ٓ ‫نت أَناهُۥ ََّلٓ إَِٰلَهَ إِاَّل ٱلاذ‬
ُ ‫ال ءَ َام‬
َ َ‫ٱلغََر ُق ق‬
‫ك لِتَ ُكو َن‬ ِ ۡ ِ ‫ ءآۡلََٰن وقَ ۡد عص ۡيت قَ ۡبل وُكنت ِمن ٱلم ۡف ِس‬٩٠
َ ِ‫يك بِبَ َدن‬
َ ‫ فَٱليَ وَم نُنَج‬٩١ ‫ين‬ َ ‫د‬ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ ََۡ
٩٢ ‫ااس َع ۡن ءَايََٰتِنَا لَ َٰغَ ِفلُو َن‬ِ ‫ك ءَايَةٗ ۚۚ َوإِ ان َكثِريٗا ِم َن ٱلن‬ ۡ ِ
َ ‫ل َمن َخل َف‬
Artinya: “Dan Kami memungkinkan Bani Israil melintasi laut, lalu mereka
diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak Menganiaya dan
menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam
berkatalah dia: "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan
yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya Termasuk orang-orang yang
berserah diri (kepada Allah) (90). Apakah sekarang (baru kamu percaya),
Padahal Sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu
Termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan (91). Maka pada hari ini
Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi
orang-orang yang datang sesudahmu dan Sesungguhnya kebanyakan dari
8
manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami” (92) (QS. Yunus : 90-
92).
Ayat ini menjelaskan tentang siksaan bagi penguasa yang dhalim dan
mengaku dirinya sebagai tuhan yang dimohonkan oleh Nabi Musa beserta
kaumnya, padahal dakwah (ajakan) telah disampaikan kepadanya. Saat itu
Nabi Musa beserta kaumnya telah diusir dan disiksa oleh Fir’aun beserta
bala tentaranya hingga meninggalkan daerahnya dan melintasi laut merah,
selanjutnya Fir’aun beserta bala tentaranya mengejar dan mengikutinya
dengan tujuan melakukan penganiayaan dan agresi terhadap Nabi Musa
beserta kaumnya. Akan tetapi air laut semakin tinggi (pasang), hingga
hampir menenggelamkan Fir’aun beserta bala tentaranya. Disaat itu Fir’aun
telah melihat dan merasakan kematiannya hampir dekat dan ia yakin tidak
akan selamat, ia berkata (potongan ayat 90): "Saya percaya bahwa tidak
ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil”. Apa yang
diucapkan oleh Fir’aun ini merupakan ajaran yang telah disampaikan oleh
Nabi Musa dan Nabi Harun, sehingga keinginannya Fir’aun termasuk
orang-orang yang berserah diri kepada Allah. Namun pengakuan Fir’aun ini
sia-sia belaka ketika nyawa akan keluar dari badannya, hingga Malaikat
pencabut nyawa bertanya kepadanya dengan nada kecaman dan ejekan: (ayat
91) “Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu
telah durhaka sejak dahulu”. Nampak sekali bahwa Nabi Musa telah
mengajak Fir’aun untuk mempercayai Allah sebagai Tuhan, namun ia
enggan untuk percaya bahkan termasuk orang-orang yang berbuat
kerusakan untuk dirinya dan orang lain. Selanjutnya, Malaikat mengambil
rohnya dan menyelamatkan badanya (ayat 92, menurut sejarah, setelah
Fir'aun itu tenggelam mayatnya terdampar di pantai diketemukan oleh orang-
orang Mesir lalu dibalsem, sehingga utuh sampai sekarang dan dapat dilihat
di musium Mesir ) untuk dijadikan pelajaran bagi siapapun yang hidup
sesudahnya atau generasi berikutnya, bahwa betapun kuat dan kuasanya
manusia, tidak akan mampu menghadapi Allah, Shihab, M.Quraisy, Volume
6, (2006).
d. Pengakuan orang-orang ahli kitab (Yahudi & Nasrani)
Pengakuan ahli kitab bahwa agama Islam adalah agama yang benar,
sebagaimana pengakuan Waraqah bin Naufal mengakui Muhammad (suami
Khadijah) seorang Nabi sebagaimana Nabi Musa, Haekal, Muhammad
Husain, (2002). Waraqah bin Naufal (seorang penganut agama Nasrani yang
sudah mengenal Bible dan menerjemahkan kedalam bahasa Arab, beliau
adalah anak paman Khadijah atau saudara sepupunya) telah didatangi oleh
9
Khadijah bersama Muhammad, dengan tujuan untuk memberikan
pemahaman dan penguatan terhadap dirinya dan suaminya pada peristiwa
yang baru dialami. Khadijah dan Muhammad menceritakan kejadian yang
dialaminya ketika berada di gua Hira’ untuk melakukan tahannuth atau
khalwat. Ketika Muhammad sedang tidur di dalam gua, dia didatangi
Malaikat (Jibril) seraya berkata kepadanya: Iqra’ (bacalah), dengan terkejut
Muhammad menjawab, ma aqra’ (saya tidak dapat membaca), pertanyaan
ini diajukan kepada beliau hingga 3 kali dan beliau memberi jawaban sama.
Selanjutnya Jibril membacakan QS. Al ‘Alaq ayat 1-5, lalu beliau menirukan
bacaan tersebut hingga kelima ayat tersebut terpatri di dalam kalbunya.
Sesudah itu Malaikat pun pergi, kemudian beliau terbangun dengan kondisi
ketakutan, sambil bertanya pada dirinya sendiri: apa yang dilihatnya? apa
yang menimpa dirinya ? sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, tapi tidak
melihat apa-apa. Cepat-cepat beliau pergi menyusuri celah-celah gunung,
sambil bertanya dalam hatinya, siapa gerangan yang menyuruh membaca
tadi ?. Yang ia lihat selama ini hanyalah lewat mimpi yang dapat
memancarkan dari sela-sela renungannya, membuat jalan di hadapannya
menjadi terang benderang, menunjukkan kepadanya jalan yang terang
benderang.
Waraqah berkata kepada Khadijah dan Muhammad SAW, wahai anak
saudaraku: apa yang dilihat dan dialami oleh suamimu sama dengan yang
dialami oleh Nabi Musa. Semoga dimasa ini saya masih hidup, dimana kaum
tuan mengusir tuan. Mendengar kata Waraqah itu Nabi bertanya: apakah
mereka akan mengusir aku ? Jawab Waraqah betul: belum pernah seorang
jua pun yang diberi wahyu seperti engkau ini, yang tidak dimusuhi orang.
Apabila saya masih mendapati masa tuan diusir dan dimusuhi oleh orang-
orang yang tidak sepahaman denganmu, niscaya aku akan menolongmu
dengan sekuat tenaga, akan tetapi tidak lama Waraqah meninggal dunia.
4. Pengertian Islam
Ada 2 pendapat cendekiawan muslim dalam memberikan pengertian
Islam, yaitu: (a) Menurut Syalkhul ‘I-Azhar Cairo al-marhum Muhammad
Syaltut memberikan pengertian Islam adalah “agama Allah yang
diperintahkan untuk mengerjakan tentang pokok-pokok serta peraturan-
peraturan kepada Nabi Muhammad SAW dan menugaskannya untuk
menyampaikan agama tersebut kepada seluruh manusia mengajak mereka
untuk memeluknya. (b) Dalam buku Himpunan Putusan Tarjih (HPT)
Muhammadiyah memberikan pengertian agama ada dua pengertian, yaitu:
pertama, Agama yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad
10
SAW. ialah apa yang diturunkan Allah di dalam Qur’an dan yang tersebut
dalam sunnah yang shahih, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan,
serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan di akhirat. Kedua,
Agama adalah apa yang disyari’atkan Allah dengan perantaraan Nabi-nabi-
Nya, berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk
untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat, Anshari, Endang Saifuddin,
(1986: 74).
Bertolak pada dua pendapat ini dalam memberikan pengertian Islam,
menurut hemat kami lebih menekankan pada isi ajaran Islam yang telah
disampaikan kepada Nabi Muhammad, baik tersurat dan tersirat di dalam al
Qur’an maupun hadits, selanjutnya para pengikutnya diperintahkan untuk
melaksanakan apa yang telah diperintahkannya dan apa yang telah
dilarangnya.
5. Sumber Ajaran Islam
Al-Qur’an dan hadits merupakan sumber pokok ajaran Islam,
keduanya sebagai sumber ajaran yang harus dibaca, dipahami dan
diamalkan oleh manusia. Maksud manusia disini adalah semua umat
dibawah kerasulan Muhammad SAW. kapan dan dimana saja berada, tanpa
memperhatikan suku, kelompok dan salah
satu bangsa atau generasi tertentu. Untuk
Sumber agama Islam :
lebih jelasnya, kedua sumber ini akan Al-Qur’an dan Hadist
diuraikan sebagai berikut: (as-sunnah)
a. Al-Qur’an sebagai sumber pertama.
Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT. yang bersifat/berfungsi
mu’jizat (sebagai bukti atas kenabian Muhammad) yang diturunkan
(diwahyukan) kepada N.Muhammad SAW. tertulis di dalam mushaf-mushaf,
dinukilkan/diriwayatkan dengan jalan mutawatir dan dipandang beribadah
membacanya. Dengan demikian, al-Qur’an dijadikan sebagai petunjuk hidup
sekaligus penjelas bagi manusia dengan bahasa yang dapat dipahami oleh
manusia. Sedangkan isinya mengandung 5 prinsip yang harus disampaikan
kepada semua umatnya dan selanjutnya diamalkannya, yaitu:
1) Tauhid (doktrin tentang kepercayaan Ketuhanan Yang Maha Esa).
Tauhid dari kata wahhada (telah menyatukan) – yuwahhidu (akan tetap
menyatukan) – tauhidan (benar-benar menyatukan), Ahmad, Malik
(1980). Kata ini dapat dipahami bahwa tauhid haruslah berwujud,
maksudnya ada upaya seseorang untuk menyatukan Allah dengan
hatinya yang tepat, yakni merebut hati sendiri supaya memiliki i’tikad
yang meyakinkan bahwa Allah itu Esa atau Tunggal, perhatikan Surat
11
Al-Ikhlas ayat 1-4. Apabila digali secara mendalam dan dengan penuh
kesadaran bahwa kesediaan manusia untuk mengakui adanya Allah
telah tertanam dalam jiwanya sejak berada di alam roh, sebelum
jasmani menyatu dengan rohani di alam kandungan maupun di alam
materi (dunia), sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-’Araf ayat
172.
2) Janji dan ancaman Tuhan. Allah telah menjanjikan kepada setiap umat-
Nya yang beriman dan selalu mengikuti semua petunjuk-Nya akan
memperoleh kebahagian hidup di dunia dan akhirat, dan dijadikan
khalifah (penguasa) di muka bumi ini, sebagaimana firman-Nya Surat
An-Nur ayat 55. Sedangkan ancaman-Nya kepada siapa saja yang
ingkar kepada-Nya dan memusuhi Nabi/Rasul-Nya serta melanggar
perintah dan larangan-Nya akan mendapatkan kesengsaraan hidupnya,
baik di dunia maupun di akhirat, firman Allah Surat at-Taubah ayat 67-
68 dan al-Hajj ayat 72. Terkait dengan janji dan ancaman, dalam surat
Al-Fatihah ayat 1 dan 2 telah menggambarkannya, dimana Allah telah
memerintah manusia bertauhid (ber-KetuhananYang Maha Esa) dan
beribadah adalah semata-mata sebagai rahmat Tuhan kepada manusia
sendiri, untuk kepentingan dan kemasalahannya. Sedangkan ayat 3, 4
dan 5 mengingatkan manusia, bahwa Allah yang kuasa pada hari
pembalasan (kiamat) nanti, baik memberi pahala kepada orang-orang
yang beramal dan memberi hukuman / siksaan bagi orang-orang yang
berbuat kejelekan
3) Petunjuk dan tata cara ibadah yaitu semua bentuk perbuatan atau
amaliah sebagai manifestasi dari kepercayaan ajaran tauhid. Sedangkan
inti ajaran ibadah bila dikaitkan dengan Surat Al-Fatihah terdapat pada
ayat 5 dan 6, bahwa Allah sebagai: (a) penegak keadilan, (b) penguasa
yang baik dengan mengasihi rakyatnya, (c) pendidik manusia yang
pertama, (d) membela siapapun yang teraniaya, (e) memberi balasan
terhadap siapun yang berbuat baik dan memberikan sangsi atau
hukuma terhadap orang yang salah, (d) memiliki kewenangan penuh
terhadap apa saja yang dimilikinya. Sebagai kesimpulannya, ada
hubungan antara Allah sebagai Dzat Penguasa yang mempunyai
kedudukan tinggi, sedangkan manusia sebagai mahluk yang tidak
berdaya dalam memberikan balasan pada hari akhir.
4) Jalan dan cara mencapai kebahagiaan. Setiap orang yang beragama pasti
bercita-cita ingin mendapatlan kebahagiaan hidupnya, baik di dunia
maupun di akhirat. Untuk mencapai cita-cita tersebut, maka Allah
12
dalam firman-Nya telah memberikan petunjuk bahwa manusia harus
menempuh jalan yang lurus, yaitu jalan yang diridhoi oleh Allah.
Sedangkan caranya adalah menghayati dan mematuhi segala aturan
agama yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dalam hal ini
sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Fatihah ayat 5 ayat ini
mengingatkan kepada seluruh manusia agar menenpuh jalan yang lurus,
jalan yang diridhai oleh Allah untuk mencapai kebahagiaan hidupnya
dunia dan akhirat.
5) Sejarah/cerita umat manusia sebelum Nabi Muhammad SAW. Al-
Qur’an telah menceritakan kisah para Rasul beserta umatnya masing-
masing, seperti: kisah Nabi Lut, Nabi Musa, Nabi Isa, Nabi Nuh dan
seterusnya. Salah satu tujuan Allah mengabadikan kisah para Rasul
beserta umatnya, agar dijadikan pelajaran bagi umat manusia sekarang
(umat Nabi Muhammad), bagaimana nasib manusia yang taat kepada
Allah maupun yang ingkar bahkan melawan kepada Allah. Juga
membicarakan tentang hal ihwal para Nabi / Rasul beserta umatnya, hal
ini dimaksud sebagai hiburan, cambukan dan motivasi bagi Nabi
Muhammad beserta umat Islam (para sahabat) pada masa permulaan
Islam agar tetap berteguh hati dan tidak berkecil hati dalam menghadapi
segala hambatan, rintangan dan tantangan secara langsung maupun
tidak langsung dalam menjalankan dakwah Islamiyah / missinya.
Sebab, para Nabi dan Rasul sebelumnya juga mengalami hambatan,
rintangan dan tantangan yang sama, bahkan lebih dari apa yang
dialami oleh Nabi Muhammad beserta para sahabat-sahabatnya. Oleh
karena itu, patutlah bila Nabi Muhammad beserta para sahabatnya
bersyukur kepada Allah, karena misi yang dijalankan jauh lebih berhasil
dibanding dengan missi yang dijalankan oleh para Nabi / Rasul yang
mendahuluinya. Meskipun misi dalam menyebarkan Islam yang
diemban oleh Nabi Muhammad tidak sebatas bangsa Arab saja, melain
untuk seluruh umat manusia sepanjang masa hingga hari qiyamat.
b. Hadits/sunah sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an.
Hadits/sunah merupakan sesuatu yang berasal dari Rasulullah SAW.,
baik berupa perkataan, perbuatan, maupun penetapan pengakuan,
Syafe’i, Imam Rahmat (2007). Para ulama sepakat bahwa As-Sunah
dapat berdiri sendiri dalam menetapkan hukum. Kekuatan hukum
berasal dari As-Sunah sama dengan kekuatan hukum yang berasal dari
Al-Qur’an dan menjadi sumber hukum Islam dan wajib dipatuhi.
Karena itu As-Sunah berfungsi sebagai penjelas terhadap maksud ayat-
13
ayat Al-Qur’an yang tidak atau kurang jelas, sebagaiman firman Allah
dalam Surat Al-Hasyr ayat 7, Surat An-Nisa ayat 59 dan ayat 80.
Begitu juga dengan para sahabat Rasulullah, baik pada waktu beliau
masih hidup maupun sudah wafat, telah bersepakat wajib mengikuti
sunah nabi, tanpa membedakan antara wahyu yang diturunkan dalam
Al-Quran dengan ketentuan yang berasal dari Rasulullah SAW. Oleh
karena itu, hadits berfungsi sebagai: (1) Menguatkan dan menegaskan
hukum yang terdapat dalam Al-Quran. (2) Menguraikan dan memerinci
yang global (mujmal), mengaitkan yang mutlak dan mentakhsiskan
yang umum (‘am), dan berfungsi menjelaskan apa yang dikehendaki Al-
Quran. (3) Menetapkan dan mengadakan hukum yang tidak disebutkan
dalam Al-Quran. Ilyas, Yanuar, (2009).
6. Ruang lingkup ajaran Islam
Secara garis besarnya ajaran Islam
dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu: Ruang lingkup ajaran
(aqidah, ibadah, dan ahlaq) atau (iman, Islam :
islam dan ihsan). Ketiga pokok ajaran a. Aqidah (iman)
b. Ibadah (islam)
Islam ini diibaratkan sebuah bangunan,
c. Akhlak (ihsan)
terdiri dari: fondasi, bangunan pokok dan
perabotan atau asesoris. Ketiganya
merupakan sebuah rangkaian yang tidak dapat dipisahkan antara satu
dengan lainnya. Dalam hal ini, kami contohkan sebuah rumah yang layak
dihuni, maka yang diperlukan adalah:
a. Pondasi (’Aqidah atau Iman) yang kokoh, sehingga tidak mudah roboh
meski ada gempa yang mengguncang atau badai yang menerjang.
Bangunan ini belum bisa dikatakan rumah bila hanya fondasi saja, tanpa
ada bangunan pokok. Begitu juga dengan aqidah atau iman, merupakan
dasar dan pondasi dari segala macam aktifitas amal shaleh seseorang
ketika hidup di dunia. Hal ini tentunya sesuai dengan fungsi aqidah itu
sendiri, dimana seseorang yang memiliki aqidah kuat, pasti akan
melaksanakan ibadah yang tertib, memiliki ahlak yang mulia dan
bermuamalah (berhubungan dengan orang lain) dengan sebaik-baiknya.
Sebagai dampaknya, ibadah yang telah dilakukannya akan diterima
oleh Allah, karena dilandasi dengan aqidah yang kuat. Sebaliknya,
ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah kalau tidak dilandasi
dengan aqidah. Begitu juga seseorang tidak dapat dikatakan berahlak
mulia, bila tidak dilandasi dengan aqidah yang benar. Untuk mencapai
tingkatan aqidah yang kuat, maka diperlukan keyakinan yang mantap,
14
sehingga tidak bercampur baur dengan keraguan. Disamping itu, harus
mampu menolak segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran.
Artinya, seseorang tidak akan bisa meyakini sekaligus dua hal yang
bertentangan. Sedangkan tingkatan aqidah (keyakinan) seseorang
tergantung pada pemahaman pada: Pertama Informasi tentang
keyakinan yang diterimanya, baik bersifat meyakinkan atau meragukan
bahkan kegoyahkan keyakinan yang sudah terpatrih dalam lubuk
hatinya yang paling dalam. Kedua, tergantung pada tingkat kekuatan
pemahaman terhadap dalil di dalam Qur’an maupun hadits. Bangunan
pokok (Ibadah atau Islam), paling tidak ada pilar-pilar yang tegak,
dinding yang rapat, pintu untuk keluar masuk anggota keluarga, kerabat
dan tamu, jendela yang dapat digunakan sebagai sirkulasi udara
sehingga menjadi segar dan sejuk, serta atap yang melindungi
penghuninya dari terik matahari dan curahan air hujan. Bangunan ini
sudah bisa dijadikan tempat tinggal, namun kurang nyaman kalau tidak
dilengkapi dengan perabotan atau asesoris. Begitu juga dengan ibadah,
harus diwujudkan dalam bentuk taat (ketaatan), tunduk (ketundukan),
doa (berdoa), memperhambakan diri, menyembah (shalat), dan lain-
lain. Oleh karena itu, bentuk ketundukan dan ketaatan yang dilakukan
seharusnya dapat mencapai puncaknya untuk berhubungan langsung
dengan Allah. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat adanya rasa
keagungan dalam jiwanya, juga sebagai dampak dari keyakinannya,
bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan atau
Allah semata-mata. Untuk itu, ibadah merupakan pekerjaan yang harus
dilakukan oleh setiap manusia yang beriman dan terwujud dalam setiap
sikap, gerak-gerik dan tingkah laku sehari-hari. Sedangkan tujuan hidup
manusia di dunia adalah untuk beribadah kepada Allah, sebagaimana
firman Allah dalam Surat Adz-Dzariyat ayat 56. Oleh karena itu, ibadah
bagi manusia berfungsi sebagai manifestasi manusia bersyukur kepada
Allah Pencipta segala nikmat dan karunia-Nya yang telah diberikan
kepada kita. Juga sebagai realisasi dan konsekwensi manusia atas
kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Sebab tidaklah cukup
bagi manusia hanya beriman tanpa disertai dengan amal / ibadah,
sebagaimana pula tidaklah cukup bagi manusia beramal / berdedikasi
tanpa dilandasi dengan iman.
b. Perabotan (Ahlak atau Ihsan), seperti: meja, kursi, tempat tidur, almari,
perlengkapan dapur, perlengkapan kamar mandi dan lain-lain. Berbagai
peraabotan tersebut nampaknya akan lebih nyaman bagi penghuninya,
15
manakala dilengkapi dengan peralatan yang bersifat sekunder maupun
hiasan-hiasan yang indah. Begitu juga akhlak atau ihsan, dapat berupa
ucapan maupun perbuatan. Terkait dengan ucapan, maka ada 2 jalur
yang dapat dijadikan komunikasi oleh seseorang, yaitu jalur komunikasi
manusia dengan Tuhan (Vertikal) dan jalur komunikasi manusia dengan
alam sekitar, khususnya sesama manusia (horisontal). Untuk dapat
melakukan kedua jalur ini, maka seseorang harus dapat menjalin
hubungan baik kepada Tuhannya dan sesama manusia, sehingga ada
keseimbangan. Dengan demikian, kedua jalur ini harus sama-sama
dilakukan, sehingga kehidupannya dapat berjalan dengan stabil,
harmonis dan sejahtera lahir dan batin. Sebaliknya, seseorang yang
hanya mementingkan salah satu komunikasi saja, seperti menjalin
komunikasi dengan Allah saja, maka akan berdampak pada sikap
hidupnya yang zuhud, menolak duniawi dan suka mengangsingkan diri
dari pergaulan dengan masyarakat. Begitu juga kalau hanya
berkomunikasi antar sesama manusia saja, maka dapat mendatangkan
sikap hidup sekuler yang tandus bahkan atheis.

b. Islam sebagai Agama Rahmatan Lil ‘Alamin


Kata rahmatan lil ‘alamin diartikan dengan kelembutan hati yang
melahirkan rasa kasih sayang dan kebaikan. Hal ini bila dikaitkan dengan
terciptanya dunia dan seluruh isinya atau alam semesta, maka karena adanya
kasih sayang Allah. Karena itu pula, maka Allah mengutus Nabi Muhammad
SAW. dengan menurunkan Islam untuk menuntun manusia agar mampu
menjadi khalifah di bumi. Untuk itu, maka ada beberapa hal yang akan
dibicarakan dalam bagian ini, antara lain :
1. Islam memperlakukan semua manusia sama.
Telah lama beredar pendapat di kalangan masyarakat, bahwa
seseorang dikatakan muslim manakala dia telah mengucapkan dua kalimat
syahadat “Asyhadu an laa ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammadar
Rasulullah”. Artinya: “Saya bersaksi, bahwa tidak ada tuhan melainkan
Allah, dan saya bersaksi, bahwa Muhammad adalah utusan Allah”. Ucapan
syahadataini ini merupakan kesaksian atau pengakuan seseorang yang
secara resmi diakui sebagai seorang muslim, karenanya dia berhak mendapat
perlakuan sebagai layaknya seorang muslim.
Pendapat ini nampaknya ada dasarnya, dimana saat itu terjadi
peperangan antara orang-orang Islam melawan orang-orang kafir. Sebagai
panglima perangnya adalah Khalid bin Walid (baru masuk Islam sesudah

16
tahun ketujuh hijrah), beliau membunuh para musuh yang sudah
mengucapkan dua kalimat syahadat. Kejadian ini dilaporkan kepada
Rasulullah, maka segera Rasulullah menegur Khalid. Khalid menjawab: ya
Rasulullah, mereka mengucapkan syahadataini itu semata-mata takut kepada
pedangku, bukan karena beriman kepada Allah dan kerasulanmu?.
Rasulullah menjawab: bagaimana kamu bisa membaca hati orang?. Merujuk
pada hasil dialog ini, maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa setiap orang
yang sudah mengucapkan syahadataini wajib diperlakukan sebagai seorang
muslim, karena kita tidak mungkin mengetahui hati orang lain.
Bertolak pada kasus ini bila dikaitkan dengan apa yang dilakukan oleh
petugas KUA ketika akan menikahkan seorang laki-laki dengan seorang
perempuan yang muslimah, maka laki-laki itu harus mengucapkan
syahadataini terlebih dahulu sebelum mengucapkan aqad nikah. Hal ini
dilakukan semata-mata untuk meyakinkan dirinya, bahwa ia tidak
menikahkan seorang muslimah dengan seorang pria yang bukan muslim.
Dengan demikian, ucapan syahadataini sebagai pernyataan keislaman
seseorang itu sangat penting dan benar bagi pergaulan sesama muslim.
Apakah dia mengucapkan dua kalimat syahadat itu benar-benar ikhlas dalam
pengakuannya atau tidak, itu bukan urusan manusia untuk menilai, tetapi
hanya Allah yang berhak untuk memberikan penilaian. Dengan kata lain,
ucapan syahadataini sebagai tanda keislaman seseorang memang sangat
diperlukan dan cukup untuk meyakinkan bagi antar sesama, lebih-lebih
untuk pergaulan hidup bermasyarakat, Imaduddin ‘Abdulrahim, (2002).

2. Islam mengakui kemerdekaan sebagai hak asasi manusia


Setiap manusia hidup di muka bumi telah diberi oleh Allah
kemerdekaan, salah satu bentuknya dengan menempatkan manusia pada
kedudukan yang sejajar dengan manusia lainnya. Dan kalau toh adanya
perbedaan secara lahiriyah antar sesama, maka itu bukan berarti
menyebabkan perbedaan dalam kedudukan sosialnya. Karena dengan
kemerdekaan ini yang membuat pembeda antara manusia dengan mahluk
Allah lainnya. Oleh karena itu, kemerdekaan merupakan salah satu ciri
manusia yang paling penting, dan Allah pun melarang untuk memaksakan
dalam menentukan pilihannya (termasuk memilih agama). Al-Qur’an secara
tegas mengatakan dalam Surat Al-Baqarah ayat 256 :
‫ا ُ ۡ ۢ َّ ا ا‬
‫ٱَّللِ فق ِد‬
ُ َّ ۡ ُ ۡ ‫د ا َّ ا َّ ا ُّ ۡ ُ ا ۡ ا د ا ا ا‬
ِ ‫ٱلطَّٰغ‬ ‫اَلٓ إ ۡك اراها‬
ِ ‫وت ويؤ ِمن ب‬ ِ ‫غِّۚ فمن يكفر ب‬ ِ ‫ٱل‬ ‫ِن‬ ‫م‬ ‫د‬ ‫ش‬‫ٱلر‬ ‫َّي‬ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫د‬ ‫ق‬ ‫ِين‬
ِۖ ِ ‫ٱل‬ ‫ِف‬ِ ِ
‫ا‬ ‫ا‬ ۡ ۡ ۡ
ٌ ‫يع اعل‬
٢٥٦ ‫ِيم‬ ُ َّ ‫ام ل اهاۗ او‬
ٌ ‫ٱَّلل اس ِم‬ ‫َق َل ٱنف اِص ا‬َّٰ ‫ك بِٱل ُع ۡر اوةِ ٱل ُوث ا‬ ‫ٱستا ۡم اس ا‬ۡ
17
Artinya : “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut [syaitan dan apa saja
yang disembah selain dari Allah SWT] dan beriman kepada Allah, Maka
Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang
tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui” (QS.
Al-Baqarah: 256).
Ayat ini menyatakan bahwa manusia tidak berhak memaksakan
manusia lainnya agar beriman, karena urusan iman atau kufurnya seseorang
itu urusan Allah semata-mata dengan orang yang bersangkutan. Karena itu,
seseorang memilih Islam atau non Islam merupakan hak pilihnya sebagai
manusia yang memiliki kemerdekaan. Dengan kemerdekaan inilah yang
membedakan antara manusia dengan mahluk Allah lainnya, dan dengan
melaksanakan hak pilih inilah nilai kemanusiaanya dapat ditentukan, sesuai
dengan kemerdekaan yang dihayatinya, Abdulrahim, Imaduddin (2002).

ۡ‫اۡ ا‬ ۡ ‫ا ۡ ا اااۡا ا ا‬ ‫َّ ا ۡ ا ۡ ا ا ا ا ا ا َّ ا ا ا ۡ ا‬


Sebagaimana firman Allah dalam QS.al-Ahzab ayat 72,
‫َّي أن َيۡ ِملنا اها اوأشفق ان م ِۡن اها‬ ‫ٱۡلبا ِل فأب‬
ِ ‫و‬ ‫ۡرض‬
ِ ِ َّٰ ‫إِنا ع ارضنا ٱۡلمانة لَع ٱلسمَّٰو‬
‫ت وٱۡل‬
ٗ ‫ا ا ا ا ا ۡ ا ُ َّ ُ ا ا ا ُ ٗ ا‬
٧٢ ‫ج ُهوَل‬ ‫نسنُۖ إِنهۥ َكن ظلوما‬ َّٰ ‫ٱۡل‬
ِ ‫وَحلها‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat [tugas-tugas
keagamaan] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya
enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan
mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya
manusia itu Amat zalim dan Amat bodoh”,(QS. Al-Ahzab : 72).
Ayat ini menjelaskan bahwa manusia dengan amanah yang
diterimanya itu berbeda dengan mahluk lain, amanah yang dimaksud adalah
kemerdekaan untuk menentukan pilihan. Dengan adanya kemerdekaan,
seseorang dapat:
a. Menentukan pilihannya untuk masuk surga atau neraka, mengingat
kedua tempat ini sudah diciptakan Allah dan diperuntukkan manusia,
sesuai dengan balasan yang diterima sewaktu menempuh perjalanan
hidupnya di dunia.
b. Menilai dirinya atau orang lain termasuk baik atau jahat, benar atau
salah.
c. Adanya berbagai macam kelompok manusia, dengan berbagai macam
adat istiadat, bahkan berbagai ragam agama di dunia. Akibat yang
dilakukan, timbulnya salah pengertian atau renggangnya komunikasi
yang menyebabkan seseorang cekcok, bahkan sampai terjadi
pertumpuhan darah antara satu dengan lainnya (inilah resiko
kemerdekaan). Disisi lain, dengan keanekaragaman ini melahirkan
18
keramaian dan keindahan dinamika hidup, dan ini tidak dimiliki selain
manusia.
d. Memilih menjadi manusia muslim, maka sikap dan sifat yang dimiliki
harus disesuaikan dengan sifat seluruh alam, sehingga menjadi manusia
yang suka damai. Menjadi manusia yang suka damai merupakan salah
satu wujud kepasrahannya kepada Allah. Oleh karena itu, ia akan
memilih jalan yang sesuai dengan sifat-sifat alam di sekitarnya yang
sudah Islam kepada Allah, termasuk tubuhnya sendiri.
e. Memilih menjadi manusia yang kufur, kelompok orang-orang ini
termasuk melawan kenyataan yang ada disekitarnya, termasuk
mengisolasi atau menutup mata hatinya. Orang yang memilih menjadi
kufur termasuk orang yang bodoh dan jahil, karena ia dianggap gagal
dalam melihat kenyataan yang merupakan kebenaran. Karena itu, ia
tidak dapat diharapkan mau dan mampu mempertahankan kebenaran.
Sikap dan sifat seperti ini dimiliki oleh orang-orang kafir, dimana ia
berusaha untuk: (1) menghindar dari kenyataan, (2) mencoba untuk
menyembunyikan diri dari kebenaran, (3) pikirannya picik, sempit dan
tidak amau terbuka, (4) tidak tahan dikritik, meskipun bersifat
membangun, (5) menempatkan dirinya berbeda dengan mahluk lainnya,
Abdulrahim, Imaduddin (2002).

3. Islam membebaskan dari tradisi jahiliyah dan mengangkat derajat-


martabat kaum perempuan
Sejarah telah menyampaikan bahwa sebelum turunnya Al Qur’an telah
lahir peradaban bangsa-bangsa besar, seperti: Romawi, Yunani, India dan
Cina. Begitu juga dengan agama-agama, nampaknya dunia telah
mengenalnya, seperti: Yahudi, Nasrani, Budha, Zoroaster dan lain-lainnya.
Dan tidak kalah menariknya tentang kaum perempuan. Untuk itu pembaca
budiman, kami ajak untuk menggali sejenak peradaban bangsa-bangsa besar
yang memposisikan dan memperlakukan kaum perempuan sebelum Islam
hadir di tengah-tengah mereka saat itu, (Shihab. M Quraish, 2003) seperti
yang terjadi di berbagai belahan negara berikut ini :
a. Masyarakat Yunani terkenal dengan pemikiran-pemikiran filsafatnya,
akan tetapi tidak banyak yang membicarakan hak dan kewajiban
perempuan. Bahkan dikalangan kelompok elite pun, perempuan disekap
atau ditempatkan di dalam istana. Nasib perempuan di kalangan bawah
sangat memprihatinkan dan menyedihkan, mereka diperjualbelikan
yang berstatus gadis, sedangkan yang sudah berumah tangga
19
sepenuhnya berada pada kekuasaan suaminya. Mereka tidak memiliki
hak sipil, apalagi hak waris. Perkembangan peradaban seperti ini
mengalami hingga masa puncaknya, namun kedudukan, harkat dan
martabat perempuan pun tidak berubah. Dimana perempuan diberi
kebebasan untuk memenuhi kebutuhan selera laki-laki, hubungan
seksual yang bebas dianggap biasa saja dan tidak melanggar kesopanan.
Begitu juga dengan tempat-tempat pelacuran menjadi pusat kegiatan
politik dan sastra/seni, patung-patung dan gambar-gambar telanjang
dianggap bagian dari seni. Dalam pandangan mereka, bahwa para dewa
melakukan hubungan gelap dengan rakyat bawahan, sebagai hasil dari
hubungan tersebut lahirlah “dewi cinta” yang sangat terkenal pada masa
peradaban Yunani.
b. Peradaban Romawi, perempuan sepenuhnya berada dibawah kekuasaan
ayahnya. Setelah kawin, kekuasaan beralih pada ke tangan suaminya.
Kekauasaan ini mencakup kewenangan untuk menjual, mengusir,
menganiaya dan membunuh. Sedangkan hasil usaha yang dilakukan
perempuan, menjadi hak milik keluarganya yang laki-laki. Keadaan
seperti ini hingga sampai abad ke 6 Masehi, dan pada zaman Kaisar
Constantine terjadi sedikit perubahan dengan dikeluarkan undang-
undang tentang hak kepemilikan terbatas bagi perempuan, bahwa setiap
transaksi harus disetujui oleh keluarga (suami atau ayah).
c. Peradaban Hindu dan Cina, dimana hak hidup seorang perempuan harus
berakhir pada saat kematian suaminya, dimana istri harus dibakar dalam
kondisi hidup pada saat mayat suaminya dibakar. Perempuan pada
masyarakat Hindu sering dijadikan sesajen bagi apa yang mereka
namakan dewa-dewa. Begitu juga petuah sejarah kuno yang
mengatakan, bahwa “racun, ular dan api tidak lebih jahat dengan
perempuan”. Sedangkan petuah Cina kuno yang diajarkan adalah “anda
boleh mendengarkan apa yang dibicarakan perempuan, tetapi sama
sekali jangan mempercayai kebenarannya”. Keadaan seperti ini berakhir
hingga abad ke 17 Masehi.
d. Ajaran Yahudi memperlakukan perempuan seperti pembantu atau
budak, dimana ayah berhak menjual anak-anak perempuanya bila tidak
mempunyai saudara laki-laki. Ajaran ini menganggap perempuan
sebagai sumber laknat, karena dialah yang menyebabkan Adam diusir
dari surga.
e. Pandangan pemuka Nasrani terhadap perempuan, bahwa perempuan
adalah senjata iblis untuk menyesatkan manusia. Selanjutnya pada abad
20
ke 5 Masehi diselenggarakan konsili (konggres pemuka agamawan
Nasrani) yang membahas tentang perempuan itu mempunyai ruh atau
tidak ? dan disimpulkan bahwa perempuan tidak memiliki ruh yang
suci. Dan abad ke 6 Masehi diadakan konsili selanjutnya, yang
membahas apakah perempuan itu manusia atau tidak ? Dan sebagai
kesimpulannya bahwa perempuan diciptakan semata-mata untuk
melayani laki-laki. Sepanjang abad pertengahan, nasib perempuan tetap
sangat memprihatinkan, hingga tahun 1805 perundang-undangan
Inggris mengakui hak suami untuk menjual istrinya. Bahkan pada tahun
1882 kaum perempuan Inggris belum memiliki hak pemilikan harta
benda secarah penuh, dan hak menuntut di pengadilan.
f. Peradaban di Amerika Serikat pada tahun 1849 bagi perempuan tidak
mendapat tempat yang layak, bahkan termarjinalisasikan
(terpinggirkan). Hal ini dibuktikan, bahwa saat itu Elizabeth Blackwill
yang merupakan dokter perempuan pertama di dunia telah
menyelesaikan studinya di Geneve University. Namun, teman-
temannya yang bertempat tinggal dengan dia memboikotnya, dengan
dalih perempuan tidak wajar memperoleh pelajaran. Bahkan, ketika ia
bermaksud mendirikan Institut Kedokteran untuk kaum perempuan di
Philadelpia Amerika Serikat, para dokter setempat mengancam untuk
memboikot semua dokter yang bersedia mengajarnya.
Bertolak dari peradaban berbagai negera maju tersebut, dapat
disimpulkan bahwa kaum perempuan tidak mendapat tempat yang layak dan
dipandang hanya sebelah mata. Begitu juga di Indonesia, perempuan
dibawah kekuasaan ayahnya bagi yang masih gadis dan suaminya bagi yang
sudah menikah. Kenyataan seperti ini hingga keluarnya pernyataan Kartini
lewat surat yang dikirimkan kepada teman perempuannya yang berasal dari
Belanda, yaitu “Habis gelap terbitlah terang”. Dengan memperhatikan
kondisi seperti ini, tentunya tidak sejalan dengan kehadiran Islam melalui
petunjuk Al-Qur’an. Dan sedikit atau banyak pandangan seperti ini akan
mempengaruhi pemahaman para pakar terhadap redaksi petunjuk-petunjuk
Al-Qur’an, termasuk juga menempatkan posisi perempuan yang
sesungguhnya, seperti dalam hal:
a. Hak-hak perempuan di dalam dan di luar rumah.
Keberadaan perempuan di rumah maupun di luar rumah telah
dijelaskan pada QS.Al-Ahzab ayat 33, yang berbunyi:

21
‫ُ َّ ا ا ا ا َّ ۡ ا ا ا ُّ ا ۡ ا َّٰ َّ ۡ ُ ا َّٰ ا ا ۡ ا َّ ا َّٰ ا ا ا ا َّ ا‬ ‫ا ا‬
‫ٱلزك َّٰو اة‬ ‫اوق ۡرن ِِف ُبيُوت ِكن وَل تَبجن تَبج ٱلج ِهلِيةِ ٱۡلولِۖ وأق ِمن ٱلصلوة وءاتَِّي‬
ُ ۡ ‫ا ا ۡ ا َّ ا ا ا ُ ا ُ ٓ َّ ا ُ ُ َّ ُ ُ ۡ ا ا ُ ُ د ۡ ا ا ۡ ا‬
‫ت اويُ اط د ِه ارك ۡم‬ِ ۡ
‫ي‬ ‫ا‬ ‫ٱۡل‬ ‫ٱلرجس أهل‬ِ ‫وأطِعن ٱَّلل ورسوَل ِّۚۥ إِنما ي ِريد ٱَّلل ِلذهِب عنكم‬
ٗ ‫ات ۡطه‬
٣٣ ‫ريا‬ ِ
Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu
berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan
dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, Hai
ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.
Ayat ini sering kali digunakan
dasar untuk menghalangi kaum Hak-hak perempuan di luar
perempuan agar tidak keluar rumah, rumah telah dilakukan
begitu juga makna ayatnya sejak masa Rasulullah dan
menunjukkan perintah untuk sahabat Nabi dalam
menetap di rumah. Artinya, tugas berbagai bidang usaha dan
pokok perempuan (istri) adalah
pekerjaan
mengurusi rumah tangga, termasuk
mengasuh anak-anaknya. Sedangkan tugas selain itu, termasuk mencari
nafkah menjadi tugas pokok suami. Pendapat ini merujuk pada firman Allah

‫ك اما م اِن ْ ا‬
QS.Thaha ayat 117:
َّٰ‫اۡل َّنةِ فاتا ْش اَق‬ ُ َّ ‫ا ُ ْ ا ا ا ُ َّ ا َّٰ ا ا ُ ٌّ ا ا ا ا ْ ا ا ا ُ ْ ا‬
‫جك فَل ُي ِرجن‬ ِ ‫فقلنا يا آدم إِن هذا عدو لك ول ِزو‬
Artinya: “Maka Kami berkata: "Hai Adam, Sesungguhnya ini (iblis) adalah
musuh bagimu dan bagi isterimu, Maka sekali-kali janganlah sampai ia
mengeluarkan kamu berdua dari surga, yang menyebabkan kamu menjadi
celaka”.
Kata ‫ فَتَ ْش َقى‬pada ujung akhir Ayat ini menunjukkan penggunaan
bentuk tunggal pada redaksi menyebabkan kamu menjadi celaka atau susah
payah, memberikan isyarat bahwa kewajiban bekerja untuk memenuhi
kebutuhan (sandang, pangan, papan) anak-istri berada pada pundak suami,
Shihab, M.Quraish, (2003: 306).
Selanjutnya para mufasir menegaskan, bahwa agama Islam telah
mengatur ajaran yang dituntunkan agar perempuan tinggal di rumah dan
tidak keluar rumah, kecuali dalam keadaan darurat. Dalam hal ini, Imam Al-
Maududi memberikan penafsiran ayat ini bahwa larangan perempuan keluar
rumah agar dapat melaksanakan kewajiban rumah tangganya. Dan kalau toh

22
ada keperluan keluar rumah, maka harus diperhatikan kesucian dirinya.
Maksudnya, perempuan itu dapat menjaga harga diri dan auratnya, agar
tidak terjadi ejekan dan gunjingan orang lain.
Dengan demikian, ada peluang bagi perempuan untuk keluar rumah.
Namun yang menjadi persoalan dalam batas-batas apa saja diizinkan untuk
keluar rumah ? Said Hawa (salah seorang ulama Mesir kontemporer)
memberikan contoh yang dibolehkan keluar rumah adalah mengunjungi
orang tua, belajar atau sekolah atau kuliah yang sifatnya fardhu ‘ain atau
kifayah, bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup karena tidak ada orang
yang menanggungnya atau ada yang menanggungnya tetapi tidak mencukupi
untuk kebutuhan sehari-hari. Terkait dengan keluar rumah dengan alasana
mencari nafkah, maka Khadijah bin Khuwailid (istri Nabi) tercatat sebagai
seorang pedagang yang sukses, juga Zainab binti Jahsy yang aktif bekerja
menyamak kulit binatang. Al-Syifa’, perempuan yang pandai menulis, ia
ditugaskan oleh Khalifah Umar r.a. sebagai karyawan yang menangani pasar
Kota Madinah.
Bertolak pada pada ketiga contoh perempuan ini menunjukkan, bahwa
hak-hak perempuan di luar rumah telah dilakukan sejak masa Rasulullah dan
sahabat Nabi dalam berbagai bidang usaha dan pekerjaan. Tentunya tidak
semua bentuk dan ragam pekerjaan yang ada masa kini sama dengan masa
Nabi dan sahabat Nabi. Islam membenarkan dan membolehkan kaum
perempuan aktif dalam berbagai kegiatan, atau bekerja dalam berbagai
bidang pekerjaan di dalam maupun di luar rumah, baik dikerjakan secara
mandiri, bersama-sama dengan orang lain, atau dengan lembaga pemerintah
atau dengan lembaga swata, selama pekerjaan itu dilakukan secara
terhormat, sopan dan dapat memelihara agamanya, serta dapat
menghindarkan dampak negatif dari pekerjaan tersebut terhadap diri dan
lingkungannya. Dengan kata lain, perempuan mempunyai hak untuk bekerja
di luar rumah selama ia membutuhkannya, atau pekerjaan itu yang
membutuhkan dia, juga selama norma-norma agama dan susila tetap
terpelihara.
b. Hak-hak perempuan dalam politik
Tidak ditemukan satu ketentuan agama pun yang melarang
keterlibatan perempuan dalam bidang politik, atau ketentuan agama yang
membatasi bidang tersebut hanya untuk kaum laki-laki saja. Salah satu ayat
yang berkaitan dengan keterlibatan hak-hak politik kaum perempuan pada S.
At-Taubah ayat 71:

23
‫ااۡاۡ ا‬ ُ ۡ ‫ا‬ ۡ ‫اُۡ ُ ا‬ ۡ ‫ا‬ ُ ٓ‫ا ُۡ ۡ ُ ا ا ُۡ ۡ ا ُ اۡ ُ ُ ۡ اۡ ا‬
‫وف وينهون‬ ِ ‫ض يأمرون بِٱلمعر‬ ٖۚ ‫وٱلمؤمِنون وٱلمؤمِنَّٰت بعضهم أو ِلاء بع‬
ُ ‫ٱَّلل او ار ُس ا‬
‫وَل ِّۚ ٓۥ‬ ‫ون َّ ا‬ ‫ا ۡ ُ ا ا ُ ُ ا َّ ا َّٰ ا ا ُ ۡ ُ ا َّ ا َّٰ ا ا ُ ُ ا‬
‫ع ِن ٱلمنك ِر ويقِيمون ٱلصلوة ويؤتون ٱلزكوة وي ِطيع‬
ٞ ‫ا‬ ٌ ‫ا‬ ‫ا‬ َّ َّ ُ َّ ُ ُ ُ ‫ُ ْ ا َٰٓ ا ا ا ۡ ا‬
٧١ ‫أولئِك سريَحهم ٱَّللۗ إِن ٱَّلل ع ِزيز حكِيم‬
Artinya: “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.
mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan
Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Secara umum ayat ini menegaskan kewajiban melakukan kerja sama
antara laki-laki dengan perempuan untuk berbagai bidang kehidupan yang
ditujukan dengan kalimat “amar ma’ruf nahi munkar”, artinya mengajak
untuk berbuat baik dan mencegah yang munkar. Sedangkan kata auliya’
mencakup kerja sama, bantuan dan penguasaan. Dan dilanjutkan dengan kata
“ya’muruuna bilma’ruufi” (artinya menyuruh mengerjakan yang makruf)
mencakup segala kebaikan dan perbaikan kehidupan, termasuk memberikan
nasihat atau kritik kepada penguasa, sehingga setiap laki-laki dan perempuan
muslim hendaknya mengikuti perkembangan masyarakat agar masing-
masing mampu melihat dan memberi saran atau nasihat untuk berbagai
bidang kehidupan. Sebagaimana sabda Nabi yang artinya: “Barangsiapa
yang tidak memperhatikan kepentingan (urusan) kaum muslim, maka ia
tidak termasuk golongan mereka”, Shihab, M. Quraish, (2003: 315). Hadits
ini mencakup kepentingan kaum muslimin, karena itu persoalan yang
dihadapi dapat menyempit atau meluas, sesuai dengan latar belakang dan
tingkatan pendidikan seseorang, termasuk bidang politik.
Disisi lain, Al-Qur’an pun mengajak seluruh manusia (laki-laki dan
perempuan) agar bermusyawarah, salah satunya melalui politik. Perhatikan

‫ٱلصلا َّٰو اة اوأا ۡم ُر ُه ۡم ُش ا‬ ُ ‫جابُوا ْ ل اِربده ۡم اوأاقا‬ ‫او َّٱَّل ا‬


firman Allah S. Al-Syura ayat 38:
َّ‫ى بايۡنا ُه ۡم اومِما‬
َّٰ ‫ور‬ َّ ْ ‫اموا‬ ‫ٱستا ا‬
ۡ ‫ِين‬
ِِ
‫ُ ا‬ ۡ
٣٨ ‫ار ازق انَّٰ ُه ۡم يُنفِقون‬
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezki yang Kami berikan kepada mereka”.
24
Ayat ini diajadikan dasar oleh ulama untuk membuktikan adanya hak
berpolitik, bagi setiap laki-laki dan perempuan. Sedangkan kata “syuura”
(musyawarah) menurut Al-Qur’an merupakan salah satu prinsip mengelola
bidang kehidupan bersama, termasuk bidang politik. Artinya, setiap warga
negara dalam kehidupan bermasyarakat dituntut untuk membiasakan
melakukan musyawarah. Al-Qur’an pun menjelaskan permintaan kaum
perempuan pada zaman Nabi untuk melakukan bai’at (janji setia kepada

َّ ‫ا َٰٓ ا ُّ ا َّ ُّ ا ا ٓ ا ا ۡ ُ ۡ ا َّٰ ُ ُ ا ۡ ا ا ا ا َٰٓ ا َّ ُ ۡ ۡ ا‬


Nabi dan ajarannya), sebagaimana dalam Surat Al-Mumtahanah ayat 12:
ۡ‫ٱَّللِ اشٔٗا‬
ِ ‫ۡشكن ب‬ِ ‫يأيها ٱنل ِِب إِذا جاءك ٱلمؤمِنت يبايِعنك لَع أن َل ي‬
ُ‫َِّي ببُ ۡه اتَّٰن اي ۡف اَتيناهۥ‬ ‫َِّي او اَل اي ۡقتُلۡ ان أا ۡو الَّٰ اد ُه َّن او اَل ياأۡت ا‬
‫او اَل ي ا ۡۡس ۡق ان او اَل يا ۡزن ا‬
ِ ِ ِ
‫ا‬
َّ‫ٱستا ۡغفِ ۡر ل ُهن‬ۡ ‫ك ِف ام ۡع ُروف افبااي ۡع ُه َّن او‬ ‫ا ۡ ا ا ۡ َّ ا ۡ ُ َّ ا ا ۡ ا ا‬
‫ا‬ ‫ا‬
ِ ِ ‫صين‬ ِ ‫بَّي أيدِي ِهن وأرجلِ ِهن وَل يع‬
١٢ ‫ِيم‬ٞ ‫ َّرح‬ٞ‫ٱَّلل اغ ُفور‬
‫ٱَّلل إ َّن َّ ا‬ ‫َّ ا‬
ِ ِّۚ
Artinya: “Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang
beriman untuk Mengadakan janji setia (disebut bai’at), bahwa mereka tiada
akan menyekutukan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak
akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat Dusta yang mereka ada-
adakan antara tangan dan kaki merekadan tidak akan mendurhakaimu
dalam urusan yang baik, Maka terimalah janji setia mereka dan
mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Ayat ini menjelaskan bahwa bai’at para perempuan ini menunjukkan
sebagai bukti kebebasannya untuk menentukan pandangan berkaitan dengan
kehidupan, serta hak untuk mempunyai pilihan yang berbeda dengan
pandangan kelompok-kelompok lain dalam masyarakat, bahkan terkadang
berbeda pandangan dengan suami atau ayahnya sendiri.
Terkait dengan politik praktis pada zaman Rasulullah, ternyata banyak
perempuan yang terlibat langsung, seperti Ummu Hani’ ketika memberikan
jaminan keamanan kepada sebagian kaum musyrik dan Rasulullah
membenarkan sikapnya. Begitu juga dengan istri Nabi sendiri, Aisyah r.a.
sebagai pemimpin perang melawan Ali bin Abi Thalib yang saat itu
menjabat sebagai kepala Negara. Peperangan ini terkenal dengan sebutan
dengan perang jamal (perang unta). Keterlibatan Aisyiyah r.a. bersama
dengan sekian banyak sahabat Nabi dan kepemimpinannya dalam

25
peperangan menunjukkan, bahwa beliau bersama para pengikutnya
membolehkan keterlibatan perempuan dalam bidang politik praktis.
Dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh setiap
orang (termasuk perempuan), mereka mempunyai hak untuk bekerja dan
menduduku jabatan-jabatan tertinggi. Kendatipun ada jabatan-jabatan yang
sebagian ulama dianggap tidak boleh diduduki oleh kaum perempuan,
seperti: jabatan Kepala Negara dan hakim. Namun, perkembangan
masyarakat dari waktu ke waktu telah mengurangi atau membolehkan
larangan tersebut, khususnya persoalan tentang kedudukan perempuan
sebagai hakim.

c. Islam Sebagai Way Of Life


Dengan memperhatikan arti Islam dalam Al Qur’an adalah sujud,
tunduk, patuh atau pasrah, maka konsekwensi bagi pemeluknya adalah
melaksanakan segala aktivitas tersirat dan tersurat dalam al Qur’an maupun

‫ۡا‬ ‫ون او ا َُل ٓۥ أا ۡسلا ام امن ِف َّ ا‬ ‫أا اف اغ ۡ ا‬


hadits. Sebagaimana firman Allah pada Surat Ali Imran ayat 83.
‫ا‬ ٗ ‫ا‬ ‫َّ ا ۡ ُ ا‬
ِ‫ۡرض اط ۡو ٗٗع اوك ۡرها ِإَولۡه‬ ِ َّٰ ‫ٱلسمَّٰ او‬
ِ ‫ت اوٱۡل‬ ِ ‫غ‬ ‫ب‬ ‫ي‬ ِ ‫ٱَّلل‬ ‫ِين‬
ِ ‫د‬ ‫ري‬
‫ُۡ ا ا‬
٨٣ ‫ج ُعون‬ ‫ير‬
Artinya : ” Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama
Allah, Padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa yang di langit
dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah
mereka dikembalikan”, (Qs. Ali Imran: 83).
Ayat ini menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada di langit dan di
bumi telah Islam (Islam diartikan sujud) kepada-Nya, walaupun seandainya
ada manusia yang mau mencari agama lain. Untuk meyakinkan pada diri kita
masing-masing, mari pembaca yang budiman kami ajak untuk berfikir dan
meneliti sifat alam yang terbentang luas ini berlaku sejak terciptanya,
walaupun sebagian besar manusia tidak menyadarinya, karena berlaku tanpa
melibatkan kemauan manusia. Begitu juga dengan ciri-ciri seluruh alam
yang tidak dapat disangkal oleh siapapun, meski dia seorang penemu teori-
teori kealaman. Untuk itu, mari kita teliti kembali firman Allah Surat Al Hajj
ayat 18.

26
ُ ‫ج‬ ُ ُّ‫ٱلش ۡم ُس اوٱلۡ اق ام ُر اوٱنل‬
َّ ‫ا‬ ‫ۡا‬ ‫األ ا ۡم تا ار أا َّن َّ ا‬
‫ٱَّلل ُۤدُجۡسَي ۤۥُهَل امن ِف َّ ا‬
‫وم‬ ِ ‫ت او امن ِِف ٱۡل‬
‫ۡرض و‬ ِ َّٰ ‫ٱلسمَّٰ او‬ ِ
ُ َّ ‫اب او امن يُهن‬
‫ٱَّلل‬
‫ا‬ ۡ ‫ا‬
ُ ‫اس اوكث ٌ ا َّ ا ۡ ا‬
ۗ ‫ِري حق عليهِ ٱلعذ‬
‫ا‬ َّ ‫ د ا‬ٞ ‫او ۡ ا ُ ا َّ ا ُ ا َّ ا ٓ ُّ ا ا‬
ِِ ِۖ ِ ‫ٱۡلبال وٱلشجر وٱلواب وكثِري مِن ٱنل‬ ِ
ُٓ ‫َّ َّ ا ا ۡ ا ُ ا ا ا‬ ۡ ُّ ‫ا ا ُا‬
١٨ ۩‫فما َلۥ مِن مك ِرمٖۚ إِن ٱَّلل يفعل ما يشاء‬
Artinya: “ Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud
apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-
pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada
manusia? dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab
atasnya. dan Barangsiapa yang dihinakan Allah Maka tidak seorangpun
yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia
kehendaki” (Qs. Al-Hajj: 18).
Ayat ini dapat pahami bahwa seluruh alam ini, baik benda-benda
langit seperti matahari, bulan, bintang hingga benda-benda yang ada di bumi
seperti gunung, lautan, daratan, flora dan fauna telah sujud kepada Allah.
Oleh karena itu, tepatlah bila kata Islam pada Qs. Ali Imran ayat 83 diartikan
dengan sujud juga Qs. Al Hajj ayat 18, keduanya (sujud) merupakan sifat
atau tabiat seluruh alam terhadap Allah. Sifat ini merupakan bentuk pasrah
atau patuh pada ketentuan hukum yang tetap, konsisten dan terpadu,
sehingga semuanya bertabiat dan berjalan secara teratur, harmonis dan tidak

‫ا ا اا‬ ‫ا ا‬ ‫ْا‬
saling mendahului. Perhatikan firman Allah pada Surat Fushshilat ayat 11.
ْ ‫ُ َّ ْ ا ا َّٰ ا َّ ا ا ا ُ ا ٌ ا ا ا ا‬
‫خان فقال ل اها اول ِْل ْر ِض ائت ِياا اط ْو اٗع أ ْو ك ْر اها قاَلاا أتيْناا‬ ‫ثم استوى إَِل السماءِ و ِِه د‬
‫اطائع ا‬
١١‫َِّي‬ ِ
Artinya: “Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu
masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi:
"Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau
terpaksa". keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati". (Qs.
Fushshilat: 11).
‘Abdulrahim Imaduddin (2002: 5) menjelaskan kandungan ayat ini
ada 3 hal, yaitu: (1) Tunduk dan patuhnya seluruh alam kepada Allah tanpa
kecuali (berdasarkan dekrit-Nya). Kepatuhan dan ketaatannya alam ini sejak
terciptanya alam, ketika bumi, matahari, bulan dan bintang belum terbentuk
dan masih berbentuk particles (zarrah) yang bertaburan (gas). (2) Pada
mulanya alam ini berbentuk gas, sama dengan teori alam semesta yang
diakui di zaman modern ini (Big Bang Theory, ditemukan oleh Edwin
Hubble, tahun 1929). (3) Manusia diistimewakan oleh Allah karena

27
kepatuhan-Nya (perhatikan Surat Al Hajj ayat 18 di atas), dimana banyak
manusia yang patuh dan sujud kepada-Nya, namun ada juga yang ingkar.
Sedangkan benda-benda langit dan bumi, seperti: matahari, bulan, bintang,
gunung, daratan, flora, fauna semuanya tunduk, sujud dan taat kepada-Nya.
Dengan demikian, manusia dibedakan dengan mahluk lainnya, perbedaan ini
terletak pada pemberian hak untuk menentukan pilihannya sendiri.
Bertolak pada uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa setiap manusia
diberi kesempatan dan kebebasan oleh Allah untuk : (1) Tunduk dan patuh
kepada Allah, maka ia dinamakan orang yang pasrah atau muslim. (2)
Menolak mematuhi Allah, maka ia dinamakan kafir atau kufur (ingkar)
kepada Allah. Kedua kelompok (muslim dan kafir) ini, diberi kesempatan
oleh Allah hidup berdampingan dan melakukan serangkaian aktivitas
masing-masing. Bagi mereka yang mukmin, beriman dan beramal saleh,
maka Allah berjanji untuk menjadikan mereka sebagai pemegang
kemenangan dan menjadi penengah atau pengadil di dalam persaingan hidup
di dunia ini (lihat Qs. An Nuur ayat 55).
Secara harfiah, kata kufur diartikan
dengan tidak percaya kepada Allah dan Hidup sukses
Rasul-Nya : kafir, dan tidak pandai adalah orang-orang
bersyukur, Kamus Bahasa Indonesia (2007: yang memiliki
608). Orang yang kufur adalah orang yang
keseimbangan
antara iman, ilmu
tidak mempercayai Allah dan Rasul-Nya,
pengetahuan dan
berarti orang tersebut ada upaya untuk
kepekaan emosional
menutup hatinya dari alam sekitarnya. Pada
kenyataannya yang menolak tidak
mempercanyai Allah dan Rasul-Nya adalah hatinya, sedangkan tubuhnya
mau atau tidak mau tetap tunduk dan patuh kepada Allah, karena tubuh
manusia merupakan bagian dari alam. Orang-orang kufur atau ingkar seperti
ini, seolah-olah tidak mampu melihat kenyataan yang ada pada dirinya
maupun sekitarnya yang sudah patuh dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Juga merasa dirinya yang paling benar, sehingga dia mempertahankan
kebenaran tersebut.
Untuk itu, maka manusia sebagai khalifatullah (agen pencerahan
kemanusiaan dan agen kerusakan) dengan beberapa potensi yang
dimilikinya, secara tidak langsung menghantarkan kesadaran dirinya akan
keagungan Allah dan keterbatasannya sebagai mahluk Allah. Oleh karena itu
diperlukan penyikapan yang tegas dalam menempuh perjalanan hidup ini,
agar kehidupannya dapat membawa manfaat bagi dirinya dan orang lain,
28
sehingga dapat memperoleh kebahagian dan keselamatan hidup di dunia
maupun akhirat. Dengan demikian, ada dua hal yang harus diperhatikan oleh
setiap orang dalam menyikapi hidup, yaitu lebih menyeimbangkan duniawi
dan ukhrowi. Maksudnya, setiap manusia dituntut untuk melakukan
pengembangan diri secara seimbang, antara aspek spritualitas yang lebih
mengarah untuk menjalin hubungan harmonis kepada Allah Yang Maha
Agung, juga pengembangan fungsi ilmu dan akal dalam rangkah untuk
memahami titah Allah di muka bumi secara praktis. Kedua hal itulah yang
akan membawa manusia pada pola hidup yang seimbang, dan ini akan lebih
nampak sempurna dengan diperkuat doa yang setiap saat selalu kita baca
(orang awam menyebut doa sapu jagad), perhatikan Surat Al-Baqarah: 201.
٢٠١ ‫اب ٱلناا ِر‬‫ذ‬ ‫ع‬ ‫ا‬‫ن‬ِ‫ول ربانَآ ءاتِنَا ِِف ٱلد ُّۡن يا حسنَةٗ وِِف ۡٱۡلٓ ِخرةِ حسنَةٗ وق‬ ِۡ
َ َ
َ َ َ ََ َ َ ََ َ َ َ ُ ‫َومن ُهم امن يَ ُق‬
Artinya: ”Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami,
berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah
kami dari siksa neraka”
Ayat ini menjelaskan tentang seluruh aktifitas yang dilakukan oleh
seseorang, hendaknya lebih mengarah kepada Allah dan selalau
mengingatnya, sehingga ia berdoa: Ya Tuhan kami, demi kasih sayang dan
bimbingan-Mu, maka anugerahilah kami hasanah di dunia maupun di
akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka. Dalam memahami kata
hasanah, dunia dan akhirat ada beberapa pendapat, yaitu: (1) Tidak hanya
berbentuk sesuatu yang baik dan bukan pula sifatnya kesenangan dunia
semata. (2) Tidak pula hanya Iman yang kukuh, sehat wal afiyat, rezeki yang
memuaskan, pasangan yang ideal dan memperoleh keturunan yang sholeh
dan sholihah. (3) Tidak pula hanya bersifat keterbebasan dari rasa takut di
hari akhirat, hisab (perhitungan) yang mudah, masuk surga dan
memperoleh ridho-Nya, tetapi lebih dari itu, yaitu memperoleh anugerah
Allah yang tidak terbatas. Dengan kata lain, memperoleh hasanah adalah
segala sesuatu yang menyenangkan di dunia dan berakibat pula
menyenangkan di hari akhir.
Adapun maksud dari keseimbangan antara spiritual, ilmu dan amal
dalam meraih kesuksesan hidup dalam pandangan Al-Qur’an menurut
Imaduddin Abdulrahim bahwa hidup sukses adalah orang-orang yang
memiliki keseimbangan antara iman, ilmu pengetahuan dan kepekaan
emosional, Abdulrahim, Imaduddin, (2002: 57). Maksudnya, orang-orang
yang memiliki kesungguhan (bahasa agama disebut berjihat) dan siap
berkurban untuk menggapai cita-cita, sesuai dengan ketentuan Allah dan
Rasul-Nya dengan tetap mempertimbangkan ketiga hal tersebut. Oleh karena
29
itu, ketiganya tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya dan sangat
penting untuk dimiliki oleh setiap orang, sehingga melahirkan manusia-
manusia yang tangguh dalam menghadapi semua ujian dan cobaan hidup.
Sedangkan dampak negatifnya memisahkan antara iman, ilmu pengetahuan
dan kepekaan emosional terhadap pribadi seseorang, maka akan melahirkan
profil :
1. Seseorang yang mengandalkan ilmu pengetahuan yang luas, tetapi
lemah iman dan kepekaan emosionalnya, maka akan terjadi
ketimpangan dan membuat hidupnya dalam keadaan frustasi. Orang
seperti ini akan mengalami pribadi yang pecah dan sangat
menyedihkan, kemungkinan kehidupannya sebagai manusia yang egois
(ananiah), bengis dan kejam terhadap orang lain, sehingga sangat
membahayakan bagi keselamatan lingkungannya. Pribadi yang pecah
seperti ini sering kali kita temukan di masyarakat yang sebagian besar
orang-orang yang berilmu, tapi haus akan iman. Orang seperti ini
biasanya sukar dipercaya ucapannya, lebih-lebih terkait dengan
komitmen dan pendiriannya. Ia mungkin bijak kalau bicara, menguasi
paparan ilmu yang disampaikan dan terampil dalam mengaplikasikan
ilmunya, tapi kehidupannya tanpa landasan yang kuat. Dan kalau toh
kebetulan ia jujur, maka kejujurannya hanya dilandaskan rasa takut
kepada atasannya, sehingga kejujuran itu sangat rapuh oleh cobaan dan
ujian kesetiaan. Begitu juga kalau ia terampil pada skill yang dibidangi,
maka ia dengan mudah diperalat oleh orang-orang yang memiliki
kekuasaan. Figur-figur semacam ini dengan mudah sekali diperalat dan
dipermainkan oleh orang-orang yang kurang bahkan tidak
bertanggungjawab.
2. Seseorang yang memiliki iman dengan keyakinan yang kukuh,
sedangkan ilmunya tidak berkembang dan kepekaan emosional sangat
rendah. Orang seperti ini akan mengalami hidup seperti orang yang
tidak mampu berbuat sesuatu, karena itu ia menjadi jumud, eksklusif,
bahkan kurang toleran terhadap pemikiran orang lain, sehingga besar
kemungkinan berwatak atau merasa benar sendiri.

30
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Madjid, dkk, (1989: 26), Al-Islam I, Pusat Dokumentasi Publikasi Universitas Muhammadiyah Malang.

Ahmad, Malik, 1980, Tauhid, Membina Pribadi Muslim dan Masyarakat, Cetakan keempat, Jakarta: Al-Hidayah,

jakarta, hal. 32

Al Qur’an dan Terjemahnya, 1426 H, Madinah Munawwarah: Mujamma’ Al Malik Fahd Li Thiba’at Al Mush-haf

Asy-Syarif

Anshori, Endang Syaifuddin, 1986 Kuliah Al-Islam, Pendidikan Agama


Islam di Perguruan Tinggi, Jakarta: CV Rajawali
Ilyas, Yanuar, 2009, Cakrawala Al Quran, Yogyakarta: Itqon Publishing

Imaduddin, ‘Abdulrahim, 2002, Islam Sistem Nilai Terpadu, Cetakan 1, Jakarta: Gema Insani Press

Kamus Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, 2007, Pusat Bahasa Departemen


Pendidikan Nasional, Jakarta: Balai Pustaka
Shalih, Abdullah bin Al Fauzan, 1999, Kitab Tauhid, Jakarta: Darul Haq

Shihab, M. Quraish, 2003, Wawasan Al-Qur’an, Tafsir Maudhu’I atas


Pelbagai Persoalan Umat, Cetakan ke XIV, Bandung : PT Mizan
Pustaka
----------------------, 1998, Membumikan Al-Qur’an, Fungsi dan Peran
Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Cetakan ke XVII, Bandung:
Mizan
----------------------, 2006, Tafsir Al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian
Al-Qur’an, Volume 2 ,6 ,15, Cetakan ke VIII, Jakarta, Lentera hati
Syafe’, Imam Rahmat, 2007, Ilmu Usul Fiqh, Bandung:Pustaka Setia

Haekal, Muhammad Husain, 2002, Sejarah Hidup Muhammad, Cetakan


kedua puluh enam, (diterjemahkan oleh Ali Audah), Jakarta: PT
Pustaka Litera AntarNusa

31
B. MEMBANGUN SIKAP TAUHID
Dalam sejarah agama-agama di dunia dikenal adanya penyembahan
terhadap para dewa atau patung-patung yang dipertuhankan oleh umat
manusia (agama budaya), disamping itu ada pula yang menyembah Tuhan
Yang Maha Esa (agama samawi). Jika agama yang pertama dibuat oleh
manusia, maka agama yang kedua diciptakan oleh Allah SWT. Antara
keduanya terdapat perbedaan yang jauh, baik mengenai aspek teologis, kitab
suci, maupun doktrinnya.
Secara teologis, sejauhmana
hubungan muslim dengan Tuhannya Fithrah ber-Tuhan
dapat diketahui melalui jawaban atas tersebut seringkali
beberapa pertanyaan berikut ini : muncul kepermukaan
Apakah ia mengenal Allah, Bagaimana apabila manusia
ia mengenal Allah, Apa masyi’atullah menghadapi beberapa
(kehendak Allah), ma’iyyatullah peristiwa yang ditakuti
(bersama Allah), habibullah dan atau membuat dirinya
seterusnya.
sedih
a. Mengenal Eksistensi Allah SWT.
Untuk mengetahui keberadaan Allah SWT dapat digunakan beberapa
pendekatan, seperti; Dalil Fithrah, Dalil Aqly dan Dalil Naqly.
1. Dalil Fithrah
Setiap manusia dilahirkan dengan fithrah bertuhan atau sebagai
seorang Muslim. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an dan

ُ‫سه ۡم األ ا ۡست‬ ُ ‫ۡ ُ د َّ ا ُ ۡ ا ا ۡ ا ا ُ ۡ ا ا َٰٓ ا‬ ‫ۡ ا ا ا‬


Hadits berikut ini:
ُ ُ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ٓ ‫ا‬ ۢ ‫ا‬ ُّ ‫ا‬
ِ ِ ‫ِإَوذ أخذ ربك مِن ب ِِن ءادم مِن ظهورِهِم ذ ِريتهم وأشهدهم لَع أنف‬
‫َل اشه ۡدناا ِّٓۚ أان ات ُقولُوا ْ يا ۡو ام ٱلۡق اِيَّٰ امةِ إنَّا ُك َّنا اع ۡن اهَّٰ اذا اغَّٰفِل ا‬‫اد ُ ۡ ا ُ ْ اا‬
١٧٢ ‫َِّي‬ ِ ِ َّٰ ‫بِربِكمُۖ قالوا ب‬
Artinya: “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)" (QS. Al-A’raf: 172).

Demikian pula Rasulullah SAW juga memberikan penjelasan


sebagai berikut :
32
‫ّصانِهِ أا ْو ُي ام د‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا ْ ا ْ ُ َّ ُ ا ُ ا ا‬
‫ج اسانِهِ (رواه‬ ‫لَع الْف ِْط ارةِ فاأبا اواهُ ُي اه دو ادانِهِ أ ْو ُينا د ِ ا‬ ‫ما مِن مولود إَِل يول‬
ِ ِ
)‫اۡلخاري‬
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fithrah, maka ibu-
bapaknyalah (yang akan berperan) menjadikannya seorang Yahudi, Nasrani
atau Majusi” ( HR. Bukhari )
Fithrah dalam Hadits diatas dapat dipahami sebagai fithrah Islam,
karena Rasulullah SWT hanya menyebutkan kemungkinan perubahan fithrah
menjadi Yahudi, Nasrani dan Majusi. Dengan demikian, tanpa menyebutkan
Islam berarti fithrah tersebut bermakna Islam. Namun demikian fithrah
manusia tersebut barulah merupakan potensi dasar yang harus dipelihara dan
dikembangkan. Fithrah ber-Tuhan tersebut seringkali muncul kepermukaan
apabila manusia menghadapi beberapa peristiwa yang ditakuti atau membuat
dirinya sedih. Sebagaimana digambarkan Allah SWT. dalam peristiwa

َّ ُ ‫ۡلۢنبهِۦٓ أا ۡو قااع اِدا أا ۡو قاآئ ٗما فالا َّما اك اش ۡفناا اع ۡن ُه‬


berikut :
‫ا ا َّ ۡ ا َّٰ ا ُّ ُّ ا ا ا‬
‫ُض ُهۥ ام َّر‬ ِ ِ ‫نسن ٱلُّض دٗعنا ِ ا‬ ‫ٱۡل‬
ِ ‫ِإَوذا مس‬
‫ُ ا‬ ْ ُ ‫ا‬
١٢ ‫َِّي اما َكنوا اي ۡع املون‬ ‫اكأان لَّ ۡم يا ۡد ُعناا ٓ إ ا ََّٰل ُ د‬
‫ُض َّم َّس ُه ِّۚۥ اك اذَّٰل اِك ُزيد ان ل ِلۡ ُم ۡۡسف ا‬
ِ ِ ِ
Artinya :”Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami
dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan
bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat),
seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan)
bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui
batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan”. (QS. Yunus :
12).
ُۡۡ ُ ‫ۡ ا د ا ۡ ا ۡ ا َّ ا‬ ُ ‫ري‬ ُ ‫ُه او َّٱَّلِي ي ُ اس د‬
‫ج اريۡ ان ب ِ ِهم ب ِ ِريح اط ديِباة‬
‫ك او ا‬ ِ ‫َّت إِذا كنتُ ۡم ِِف ٱلفل‬
َٰٓ ‫َب وٱۡلح ِرِۖ ح‬ ِ ‫ٱل‬ ‫ِف‬ِ
ۡ‫ك‬
‫م‬ ِ
ُ َّ ‫ا‬ ْ ُّ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫د‬ ُ
‫جا اءه ُم ٱل ام ۡوج مِن ك امَكن اوظن ٓوا أن ُه ۡم أح ا‬ ُ ۡ ُ ٓ ٞ ‫ا‬
‫يح ٗعصِ ف او ا‬ ۡ
ٌ ‫جا اءت اها ر‬ ٓ ‫او افر ُحوا ْ ب اها ا‬
‫ِيط‬ ِ ِ ِ ِ
َّ ‫ا‬ ُ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
ۡ ‫ا ُ د ا ۡ اۡ ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ۡ ُ ْ
‫ۡ ا ا ُ َّ ا‬
‫ٱلشكِر ا‬ ‫َّ ا‬ ‫ا‬
٢٢ ‫ين‬ ِ َّٰ ‫ب ِ ِهم دعوا ٱَّلل ُمل ِِصَّي َل ٱلِين لئِن أجنيتنا مِن هَّٰ ِذه ِۦ نلكونن مِن‬

Artinya :”Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan,


(berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan
meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya
dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya,
datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru
menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya),
33
maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-
Nya semata-mata. (mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau
menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-
orang yang bersyukur". (QS. Yunus : 22).
Dengan dalil fithrah tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa secara
fundamental menunjukkan bahwa tidak seorang manusiapun yang tidak ber-
Tuhan (Allah), karena yang ada hanyalah manusia yang mempertuhankan
sesuatu yang bukan Tuhan yang sebenarnya (selain Allah).

2. Dalil Aqly
Untuk membuktikan keberadaan Allah, dapat menggunakan akal
pikiran untuk merenungkan dan memikirkan tentang fakta penciptaan alam
semesta dan isinya. Beberapa ayat Al-Qur’an menunjukkan pentingnya
aktivitas berpikir tentang hal tersebut :
ُ ٗۡ ُ ‫ج‬ ۡ ُ َّ ُ ‫ُّ ۡ ا ُ َّ ۡ ا ا ا‬
ُ ‫ُير‬ َّ ُ ‫ا اا ُ د ُا‬ َّ ‫ُ ا‬
‫ك ۡم طِفَل ث َّم‬ ِ ‫هو ٱَّلِي خلقكم مِن تراب ثم مِن نطفة ثم مِن علقة ثم‬
ٗ ‫ا ۡ ُ ا اۡ ُ ُ ْٓ ا ا‬ ٗ ُ ْ ُ ُ ُ‫ُُ ْ ا‬
‫جَل‬ ‫َّف مِن قبل ُۖ وَلِ بلغوا أ‬َّٰ َّ ‫ِنكم َّمن ُيتا او‬
ُ ‫وخا اوم‬ ُ ُ
ِّۚ ُ‫َلِ ا ۡبلغ ٓوا أش َّدك ۡم ث َّم َلِ اكونوا شي‬
‫ُّ ا ٗد ا ا ا َّ ُ ا ُ ا‬
٦٧ ‫ك ۡم ت ۡعقِلون‬ ‫مسّم ولعل‬
Artinya :”Dia-lah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes
air mani, sesudah itu dari segumpal darah, kemudian dilahirkannya kamu
sebagai seorang anak, kemudian (kamu dibiarkan hidup) supaya kamu
sampai kepada masa (dewasa), kemudian (dibiarkan kamu hidup lagi)
sampai tua, di antara kamu ada yang diwafatkan sebelum itu. (Kami perbuat
demikian) supaya kamu sampai kepada ajal yang ditentukan dan supaya
kamu memahami(nya)”. (QS. Al-Mukmin : 67).
‫ا‬ َّ ‫ا ا َّ ا ُ َّ ا ا َّ ا ا ا َّ ۡ ا ا ۡ ا ا ا ُّ ُ ُ ُ ا َّ ا ُ ا‬
‫ت بِأ ۡم ِرهِِّۚۦٓ إِن ِِف ذَّٰل اِك‬ۢ َّٰ‫وسخ ار لك ُم ٱلۡل وٱنلهار وٱلشمس وٱلقم ار ُۖ وٱنلجوم مسخر‬
ٗ ‫ا‬ َّ ُ ۡ‫ُۡ ا ا‬ ‫ۡا‬ ُ ‫ او اما ذا ارأا لا‬١٢ ‫ون‬‫ا َّٰ د ا ۡ ا ۡ ُ ا‬
‫ۡرض ُمتالِفا أل اوَّٰن ُه ِّۚ ٓۥ إِن ِِف ذَّٰل اِك ٓأَلياة‬
ِ ‫ك ۡم ِِف ٱۡل‬ ‫ٓأَليت لِقوم يعقِل‬
ْ ُ ۡ ‫ا َّ ا ۡ ا ۡ ا ا ُ ُ ْ ۡ ُ ا ۡ ٗ ا ٗد ا ا ۡ ا‬ ۡ َّ ‫َّ َّ ا‬ ‫دا‬
‫جوا م ِۡن ُه‬ ‫ او ُه او ٱَّلِي سخر ٱۡلحر َلِ أكلوا مِنه َلما ط ِريا وتستخ ِر‬١٣ ‫لِق ۡوم ياذك ُرون‬
‫ا ا ا َّ ُ ا ۡ ُ ا‬ ۡ ‫ا‬ ْ ُ ‫ون اها ُۖ اوتا ارى ٱلۡ ُفلۡ ا‬
‫ۡاٗ اۡا ُ ا‬
‫ك ۡم تشك ُرون‬ ‫ك ام اواخ اِر فِيهِ اوَلِ ابۡتاغوا مِن فضلِهِۦ ولعل‬ ‫حِلية تلبس‬
١٤
Artinya :”Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan
untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-
Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya), Dan Dia
34
(menundukkan pula) apa yang Dia ciptakan untuk kamu di bumi ini dengan
berlain-lainan macamnya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang mengambil
pelajaran. Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar
kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu
mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat
bahtera berlayar padanya, dan
supaya kamu mencari Untuk membuktikan
(keuntungan) dari karunia-Nya, keberadaan Allah, dapat
dan supaya kamu bersyukur”. (QS. menggunakan akal pikiran
An-Nahl: 12-14). untuk merenungkan dan

ٓٗ ‫ا ا ۡ ا ا ا َّ َّ ا ا ا ا ا َّ ا ٓ ا‬
memikirkan tentang fakta
‫ألم تر أن ٱَّلل أنزل مِن ٱلسماءِ ماء‬ penciptaan alam semesta
ُۡ ُ ‫ۡا‬ ‫ك ُهۥ يا انَّٰب ا‬‫ا ا ا ا‬
‫ۡرض ث َّم ُي ِر ُج‬
dan isinya
ِ ‫يع ِِف ٱۡل‬ ِ ‫ل‬ ‫س‬ ‫ف‬
‫ى‬
ۡ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ َّ َّٰ ‫ح ا‬
ِ ‫ط اما ِّۚ إِن ِِف ذَّٰل ِك‬
َّٰ ‫َّلك ار‬ ُ ‫َتى َّٰ ُه ُم ۡص اف ٗدرا ُث َّم اَيۡ اعلُ ُهۥ‬ ُ ‫ُمتال اِفا األۡ اوَّٰنُ ُهۥ ُث َّم ياه‬
‫يج اف ا ا‬ ۡ ُّ ٗ ۡ ‫ا‬
‫بِهِۦ زرٗع‬
ِ
‫ا‬
‫ِۡلُ ْول ۡٱۡللۡ ا‬
٢١ ‫ب‬ ِ َّٰ ‫ب‬ ِ

Artinya:”Apakah kamu tidak memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah


menurunkan air dari langit, maka diaturnya menjadi sumber-sumber air di
bumi kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang
bermacam-macam warnanya, lalu menjadi kering lalu kamu melihatnya
kekuning-kuningan, kemudian dijadikan-Nya hancur berderai-derai.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
orang-orang yang mempunyai akal”.(QS. Az-Zumar : 21)

Sa’id Hawa dalam bukunya ”Allah Jalla Jalaluhu” (1989)


menjelaskan bahwa Teori fenomenologis dapat dipakai mememahami
mengenai eksistensi Allah SWT. Hal itu mencakup sembilan fenomena,
seperti : (1) Terjadinya alam, (2) Kehendak, (3) Kehidupan, (4) Pengabulan
do’a, (5) Hidayah, (6) Kreasi, (7) Hikmah, (8) Inayah, (9) Kesatuan (Untuk
lebih jelasnya, sebaiknya pembaca langsung membaca buku yang menjadi
sumbernya).

3. Dalil Naqly

35
Meskipun pendekatan dalil fithrah dan dalil aqly dapat menghantarkan
manusia mencapai pemahaman tentang eksistensi Allah SWT., namun
demikian masih diperlukan pendekatan ketiga, yakni; dalil naqly agar ia
dapat memahami hakikat Allah yang sebenarnya. Sebab fithrah dan akal
tidak bisa menjelaskan siapa Allah yang sebenarnya.
Sebagai contoh tentang hakikat Allah SWT ditemukan dalam
beberapa ayat Al-Qur’an sebagai berikut :
٣ ‫ِيم‬ ُ ‫ٱلظَّٰه ُر او ۡٱۡلااط ُِن او ُه او ب‬
ۡ ‫ك دل ا‬
ٌ ‫شء اعل‬ َّ ‫ُ ا‬
‫و‬ ‫ِر‬‫خ‬‫ٱٓأۡل‬‫و‬‫ُه او ۡٱۡلا َّو ُل ا‬
ِ ِ ُۖ ِ
Artinya :”Dialah Yang Awal dan Yang Akhir dan yang Zhahir dan yang
Bathin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Hadid : 3).
ۡ ۡ ‫ا ا ۡ ا ا ۡ ُ ا د ا ُ ۡ ا ا َّٰ ا‬
٢٧ ‫ٱۡلك ار ِام‬
ِ ‫َق وجه ربِك ذو ٱۡلل ِل و‬ َّٰ ‫ ويب‬٢٦ ‫ك ام ۡن اعلا ۡي اها فاان‬
ُّ ُ

Artinya :“Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat
Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”. (QS. Ar-Rahman:
26-27).
ۡ ُ َّ ‫ ا ُ ا‬ٞ ۡ ‫ا‬ ۡ ‫ا‬ ‫ا‬
ُ ‫ص‬
١١ ‫ري‬ ِ ‫يع ٱۡلا‬ ‫ليۡ اس ك ِمثلِهِۦ شء ُۖ وهو ٱلس ِم‬.....
Artinya :“Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang
Maha Mendengar dan Melihat”. (QS. Asy-Syura: 11).
ْ ُ‫ون ِف أا ْس امائهِ ِّۚ اسي‬
‫ج از ْو ان ماا‬ ‫ا َّ ْ ا ْ ا ُ ْ ُ ْ ا َّٰ ا ْ ُ ُ ا ا ا ُ َّ ا ُ ْ ُ ا‬
ِ ِ ‫حد‬
ِ ‫و َِّللِ اۡلسماء اَلسِن فادعوه بِها ُۖ وذروا اَّلِين يل‬
‫ُ ا‬ ُ ‫ا‬
١٨٠‫َكنوا اي ْع املون‬
Artinya :“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-
Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang
yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”.
(QS. Al-A’raf: 180).

b. Mengenal Keesaan Allah (Tauhidullah)


Kesaksian bahwa Allah Maha Esa yang meliputi : zat, asma’ wa shifat
dan af’al (perbuatan)Nya dapat dilakukan seseorang manakala ia sudah
memahami beberapa pendekatan berikut ini :
1. Tauhid Rububiyah
Secara terminologis, Allah adalah Maha Esa dalam mencipta,
memelihara, memberi rezki dan sebagainya. Beberapa ayat Al-Qur’an
menjelaskan sebagai berikut :

36
‫ا ۡ ُ ۡ ا ا َّ ُ ا ُ ا‬ ‫ك ۡم او َّٱَّل ا‬ ‫ك ُم َّٱَّلِي ا‬
ُ ‫خلا اق‬ ۡ ُ َّ ‫ا َٰٓ ا ُّ ا‬
ُ ‫ٱعبُ ُدوا ْ ار َّب‬
‫ك ۡم ت َّتقون‬ ‫ِين مِن قبلِكم لعل‬ ‫يأيها ٱنلاس‬
‫ا‬ ‫ا‬
ۡ ‫ا ا ا ا ُ ُ ۡ ا ا َّٰ ٗ ا َّ ا ٓ ا ا ٓ ٗ ا ا ا ا َّ ٓ ٓ ا‬ ‫ا‬ َّ
‫ٱلس اماءِ اما ٗء فأخ ار اج بِهِۦ‬ ‫ ٱَّلِي جعل لكم ٱۡلۡرض ف ِرشا وٱلسماء بِناء وأنزل مِن‬٢١
‫ۡ ٗ َّ ُ ۡ ا ا ا ۡ ا ُ ْ َّ ا ا ٗ ا ا ُ ۡ ا ۡ ا ُ ا‬ َّ
٢٢ ‫ت رِزقا لكمُۖ فَل َتعلوا َِّللِ أندادا وأنتم تعلمون‬ ِ َّٰ‫م اِن ٱثل ام ار‬
Artinya :”Hai manusia, sembahlah
Tuhanmu yang telah menciptakanmu Tauhid Rububiyah yakni
dan orang-orang yang sebelummu, pernyataan bahwa Allah
agar kamu bertakwa, Dialah yang adalah Penciptan alam
menjadikan bumi sebagai hamparan semesta, pengaturnya,
bagimu dan langit sebagai atap, dan yang memberikan rizeki,
Dia menurunkan air (hujan) dari yang menghidupkan dan
langit, lalu Dia menghasilkan dengan mematikan yang
hujan itu segala buah-buahan sebagai memiliki segala yang ada
rezki untukmu; Karena itu janganlah di langit dan di bumi
kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi
Allah, padahal kamu mengetahui”. (QS. Al-Baqarah: 21-22).
ُ ‫ٱَّللِ يا ۡر ُز ُق‬ ُ ۡ ‫خَّٰلِق اغ‬
َّ ‫ري‬ ‫ك ۡم اه ۡل م ِۡن ا‬ ُ ‫ٱَّللِ اعلا ۡي‬
َّ ‫ت‬ ۡ ُ َّ ‫ا َٰٓ ا ُّ ا‬
‫ٱذ ُك ُروا ْ ن ِۡع ام ا‬
‫كم دم اِن‬ ِّۚ ‫يأيها ٱنلاس‬
‫ا‬
‫ا ٓ ا َّٰ ا َّ ُ ا ا َّ َّٰ ُ ۡ ا ُ ا‬ ‫َّ ا ٓ ا ۡ ا‬
٣ ‫ۡرض َل إِله إَِل هو ُۖ فأَّن تؤفكون‬ ٖۚ ِ ‫ٱلسماءِ وٱۡل‬
Artinya :”Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah
Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit
dan bumi ? Tidak ada Tuhan selain Dia; Maka mengapakah kamu berpaling
(dari ketauhidan)?”. (QS. Fathir : 3).
‫ُد‬
‫اجُۖ اومِن ك‬ ‫َشابُ ُهۥ او اهَّٰ اذا مِلۡ ٌح أُ ا‬
ٞ ‫ج‬ ‫غِئ ا ا‬ٞٓ‫ات اسا‬ ٞ ‫ ُ ا‬ٞ ۡ ‫ۡ ا ۡ ا ا َّٰ ا ا‬
‫او اما ي ا ۡستا ِوي ٱۡلحرا ِن هذا عذب فر‬
ْ ُ‫ا ا ا اۡا‬ ‫ا ۡ ُ ُ ا ا ۡ ٗ ا ٗد ا ا ۡ ا ۡ ُ ا ۡ ا ٗ ا ۡ ا ُ ا‬
‫ون اها ُۖ اوتا ارى ٱلۡ ُفلۡ ا‬
‫ك فِيهِ مواخِر َلِ بتغوا‬ ‫تأكلون َلما ط ِريا وتستخ ِرجون حِلية تلبس‬
َّ َّ ‫ يُول ُِج َّٱلۡ ال ِف ٱنلَّ اهار اويُول ُِج ٱنلَّ اه ا‬١٢ ‫ون‬‫ا ا ا َّ ُ ۡ ا ۡ ُ ُ ا‬ ۡ ‫ا‬
‫ار ِِف ٱلۡ ِل او اسخ ار‬ ِ ِ ‫مِن فضلِهِۦ ولعلكم تشكر‬
‫ك او َّٱَّل ا‬ ُ ۡ ُ ۡ ُ ‫َّ ُ ا ُّ ُ ۡ ا‬ ُ ‫جل ُّم اس ٗد ا‬ ‫ك اَيۡري ِۡلا ا‬ٞ ‫َّ ۡ ا ا ۡ ا ا ا ُ د‬
‫ِين‬ ِّۚ ‫ّم ذَّٰلِك ُم ٱَّلل ربكم َل ٱلمل‬ ٖۚ ِ ُۖ ‫ٱلشمس وٱلقمر‬
‫ُ ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
١٣ ‫ت ۡد ُعون مِن ُدونِهِۦ اما اي ۡملِكون مِن ق ِۡط ِمري‬
Artinya: ”Dan tiada sama (antara) dua laut; yang ini tawar, segar, sedap
diminum dan yang lain asin lagi pahit. Dan dari masing-masing laut itu
kamu dapat memakan daging yang segar dan kamu dapat mengeluarkan
perhiasan yang dapat kamu memakainya, dan pada masing-masingnya kamu
lihat kapal-kapal berlayar membelah laut supaya kamu dapat mencari

37
karunia-Nya dan supaya kamu bersyukur. Dia memasukkan malam ke dalam
siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari
dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. yang
(berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nyalah kerajaan. dan
orang-orang yang kamu seru (sembah)
selain Allah tiada mempunyai apa-apa
Tauhid Mulkiyah yakni
walaupun setipis kulit ari”. (QS. Fathir:
pernyataan bahwa Allah
12-13).
adalah Maha Esa dalam
2. Tauhid Mulkiyah hal kepemilikan dan
Secara terminologis, Allah adalah penguasaan terhadap
Maha Esa dalam hal kepemilikan dan fakta penciptaan di
penguasaan terhadap fakta penciptaan dunia ini
di dunia ini. Hal itu dapat dicermati dari

‫ُ ۡ ا ا ا ا ا َّ ا‬ ُ ‫ۡا‬
firman Allah berikut ini :
‫ُ ُ ا‬ ‫ا ا ا‬ ُ ٓ‫ا‬ ‫ُ د‬
٨٥ ‫ اسياقولون ِ ََّّللِِّۚ قل أفَل تذك ُرون‬٨٤ ‫ِيها إِن كنتُ ۡم ت ۡعل ُمون‬ ‫قل ل اِم ِن ٱۡلۡرض او امن ف‬
Artinya :”Katakanlah: "Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada
padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" (QS. Al-Mukminun :

‫ا ا ۡ ا ۡ ا ۡ ا َّ َّ ا ا ُ ُ ۡ ُ َّ ا ا ا ۡ ا‬
84-85).
‫ا د اا‬ َّ ُ ‫د‬ ُ ‫اا ا‬
‫ون ٱَّللِ مِن و ِل وَل‬
ِ ‫ۡرض وما لكم مِن د‬
ِۗ ِ ‫ت وٱۡل‬ِ َّٰ ‫ألم تعلم أن ٱَّلل َلۥ ملك ٱلسمَّٰو‬
‫ا‬
١٠٧ ‫صري‬
ِ ‫ن‬
Artinya :”Tiadakah kamu mengetahui bahwa kerajaan langit dan bumi
adalah kepunyaan Allah? dan tiada bagimu selain Allah seorang pelindung
maupun seorang penolong”. (QS. Al-Baqarah: 107).
‫َّ ا ُ ا ا ا َّٰ ُ د‬ ‫ۡا‬ ُ ۡ‫ِ ََّّللِ ُمل‬
١٢٠ ۢ ‫ِير‬ ۡ ‫ك ا‬
ُ ‫شء قاد‬ ‫ۡرض او اما فِيهِنِّۚ وهو‬ ‫ك َّ ا‬
ِ َّٰ ‫ٱلسمَّٰ او‬
ِ ‫ت اوٱۡل‬
ِ ‫لَع‬
Artinya:”Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada
di dalamnya; dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Al-Ma’idah:
120).
Secara rububiyah, Allah sebagai pencipta, pemelihara dan pemberi
rezki, tapi secara mulkiyah, Allah juga sebagai pemiliknya dan penguasanya.
Oleh sebab itu, beriman kepada Allah berarti juga mengimani
kekuasaanNya.

38
3. Tauhid Uluhiyah
Pemahaman tentang Tauhid Tauhid Uluyiyah adalah
Rububiyah dan Mulkiyah sangat pengakuan tentang Allah
penting dalam rangka memahami sebagai satu-satunya
Tauhid Uluhiyah. Sebab secara logika, Tuhan yang layak
dapat dipahami dan ”dimaklumi” jika disembah karena Dialah
Allah pada akhirnya sebagai satu- yang Maha Pencipta,
satunya Tuhan yang layak disembah Maha Kuasa dan Pemilik
karena Dialah yang Maha Pencipta, alam semesta

‫ا‬ ْ ‫َّ ا ا َّ ُ ا ا َّ ا ا ا‬
Maha Kuasa dan Pemilik. Dalam hal ini Allah berfirman :
ْ ‫َّ ا‬
١٤‫الصَلةا َِّلِك ِري‬ ‫اَّلل َل إِلَّٰ اه إَِل أنا فاعبُ ْد َِّن اوأق ِ ِم‬ ‫إِن ِِن أنا‬
Artinya:”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak)
selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat
Aku”. (QS. Thaha: 14).
‫َّ ُ ا ا‬ ْ ‫ُ د ُ َّ ا ُ ا ا‬ ‫ااا ْ ااْا‬
‫وت ُۖ ف ِمنْ ُه ْم ام ْن اه ادى‬ ْ ‫اَّلل او‬
‫اعبُ ُدوا َّ ا‬
‫اجتان ِبُوا الطاغ‬ ‫ك أمة رسوَل أ ِن‬ ِ ‫ولقد بعثنا ِِف‬
ُ ‫ا ا ا ا‬ ُْ ‫ا‬ ‫ْا‬ ُ ‫الض اَللا ُة ِّۚ فاس‬
َّ ‫َّ ُ ا ْ ُ ْ ا ْ ا َّ ْ ا‬
‫ِريوا ِِف اۡل ْر ِض فانظ ُروا كيْف َكن اٗعق ِباة‬ ِ‫ت اعليْه‬‫اَّلل ومِنهم من حق‬
‫ُْ ا‬
‫ك دذِب ا‬
٣٦‫َّي‬ ِ ‫الم‬
Artinya:”Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut
itu (syaitan dan apa saja yang disembah selain dari Allah s.w.t.)" (QS.An-
Nahl: 36).

4. Tauhid Asma’ wa Shifat


Bahwa Allah memiliki nama-nama
dan shifat-shifat yang menunjukkan Tauhid Asma’ wa
kesempurnaan-Nya sebagaimana disebutkan shifat menunjuk pada
di dalam Al-Qur’an. Menurut Yunahar Ilyas pernyataan bahwa
(2000:51) bahwa ada dua metode untuk Allah memiliki nama-
memahami hal itu. Pertama, Itsbat dan nama dan shifat-shifat
kedua, Nafyu. Itsbat maksudnya adalah yang menunjukkan
mengimani bahwa Allah SWT memiliki kesempurnaan-Nya
asma’ wa shifat yang menunjukkan ke-
Mahasempurnaan-Nya. Misalnya; Allah
Maha Mendengar, Maha Melihat, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana dan

39
sebagainya. Sedang Nafyu maksudnya adalah menafikkan atau menolak
segala asma wa shifat yang tidak menunjukkan kesempurnaan-Nya, seperti:
Allah punya anak, Allah menyerupai makhluk dan sebagainya.
Sehubungan dengan asma’ wa shifat terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan sebagai berikut :

‫ا ا‬ ْ ‫ا َّ ْ ا ْ ا ُ ْ ُ ْ ا ا ْ ُ ُ ا ا ا ُ َّ ا‬
a. Larangan memberi nama Allah selain yang telah ditentukan.
‫ا ُ ْ ا‬
‫ج از ْون اما‬ ‫ح ُدون ِِف أ ْس امائِهِ ِّۚ سي‬
ِ ‫ِين يُل‬ َّٰ ‫و َِّللِ اۡلسماء اَلس‬
‫ِن فادعوه بِها ُۖ وذروا اَّل‬
‫ُ ا‬ ُ ‫ا‬
١٨٠‫َكنوا اي ْع املون‬
Artinya :”Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-
Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang
yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti
mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan”.
(QS. Al-A’raf: 180).

b. Larangan menyamakan Allah dengan makhluk-Nya.


ۡ ُ َّ ‫ ا ُ ا‬ٞ ۡ ‫ا‬ ۡ ‫ا‬ ‫ا‬
ُ ‫ص‬
١١ ‫ري‬ ِ ‫يع ٱۡلا‬ ‫ليۡ اس ك ِمثلِهِۦ شء ُۖ وهو ٱلس ِم‬....
Artinya: ”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang
Maha mendengar dan Melihat’. (QS. Asy-Syura: 11).
‫ك ْن ا َُل ُك ُف اوا أا ا‬
٤‫ح ٌد‬ ۡ ‫ِل اول ا ۡم يُ ا‬
ُ ‫ اول ا ْم يا‬٣ ‫ول‬ ۡ ِ ‫ ل ا ۡم يا‬٢ ‫ٱلص ام ُد‬ ‫ٱَّلل أا ا‬
ُ َّ ١ ‫ح ٌد‬
َّ ‫ٱَّلل‬ ُ َّ ‫قُ ۡل ُه او‬
Artinya: ”Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak
pula diperanakkan, Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia."
(QS. Al-Ikhlas: 1-4).
Perlu dicatat, bahwa dari berbagai dimensi Tauhid tersebut terdapat
hubungan yang erat dan logis, yakni :
1) Bahwa setiap orang yang meyakini Tauhid Rububiyah semestinya
meyakini Tauhid Mulkiyah.
2) Bahwa setiap orang yang meyakini Tauhid Mulkiyah semestinya
meyakini Tauhid Ilahiyah.
3) Bahwa setiap orang yang meyakini Tauhid Ilahiyah semestinya
meyakini Tauhid Asma’ wa Shifat.
4) Tauhid Mulkiyah adalah konsekwensi logis dari Tauhid Rububiyah,
sedangkan Tauhid Ilahiyah adalah konsekwensi logis dari Tauhid
Mulkiyah. Begitu pula Tauhid Asma’ wa Shifat adalah konsekwensi
logis dari Tauhid Ilahiyah.
40
Dengan demikian, jika ada keyakinan yang terhenti hanya sampai
pada Rububiyah atau Mulkiyah, bahkan hanya Asma’ wa Shifat, maka hal itu
menunjukkan ada yang tidak logis. Oleh sebab itu, kepada orang-orang yang
durhaka, inkar, kufur dan seterusnya, maka Allah bertanya: ”Apakah yang
membuat kalian durhaka? Mengapa tidak berpikir? Mengapa tidak
merenungkan? Mengapa tidak bersyukur?” dan sebagainya.

c. Mengenal Masyi’atullah SWT (Kehendak Allah)


Allah menghendaki kemudahan bagi
manusia, bukan kesulitan dalam hidup ini (lihat Allah
QS. Al-Baqarah : 185). Oleh sebab itu, Allah menghendaki
SWT memberikan kunci-kunci kehidupan yang
kemudahan bagi
mudah, antara lain seperti :
manusia, bukan
a. Dengan bertaqwa, manusia akan memiliki
perisai kehidupan yang sangat berguna
kesulitan dalam
dalam mengatasi berbagai tantangan masa hidup ini
depannya. Hal itu dijelaskan sebagaimana
dalam ayat-ayat berikut :
a. Dapat solusi dan rezki yang tak terduga
ُ ‫اۡ ُ ا اۡا‬ ُُۡ ‫ا‬ ٗ ۡ ‫ا ا َّ َّ ا ا ۡ ا َّ ا‬
ِّۚ‫ اوي ۡرزقه م ِۡن حيث َل َيتسِب‬٢ ‫ اومن يت ِق ٱَّلل َيعل َُلۥ ُم ارجا‬....
Artinya :“...Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar (solusi). Dan memberinya rezki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya”... (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

ٗ ۡ ُ ‫ٱَّلل اَيۡ اعل َّ َُلۥ م ِۡن أا ۡمره ِۦ ي‬


b. Urusan menjadi mudah
٤ ‫ۡسا‬ ‫ او امن اي َّتق َّ ا‬.....
ِ ِ
Artinya: “…dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya”. (QS. Ath-
Thalaq: 4).

‫ٱَّللِ أا ا‬
َّ ‫اذَّٰل اِك أا ۡم ُر‬
c. Dihapus kesalahannya dan dilipatgandakan pahalanya.
‫ا‬ ‫َّ ا ُ ا د ا‬ ُ ۡ‫نز ا َُل ٓۥ إ ال‬
‫كف ِۡر ع ۡن ُه اسيدِئااتِهِ اويُ ۡعظ ِۡم َُل ٓۥ‬ ‫ك ۡ ِّۚم او امن اي َّت ِق ٱَّلل ي‬ ِ
‫ا‬
٥ ‫أ ۡج ارا‬

41
Artinya: “…dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia
akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan
pahala baginya. (QS. Ath-Thalaq: 5).

‫د ا َّ ٓ ۡ ا‬ ‫ا ا‬
d. Dapat berkah dari langit dan bumi
‫امنُوا ْ او َّٱت اق ۡوا ْ لا افتا ۡحناا اعلا ۡيهم با ار ا‬
‫ى اء ا‬َٰٓ ‫اول ا ۡو أ َّن أ ۡه ال ٱلۡ ُق ار‬
ِ ‫ٱلس اماءِ اوٱۡل‬
‫ۡرض‬ ‫كَّٰت مِن‬ ِ
‫ا‬ ۡ ْ ُ ‫ا‬ ‫ا َّ ْ ا ا ا ۡ ا‬ ‫ا‬
٩٦ ‫اولَّٰكِن كذبُوا فأخذنَّٰ ُهم ب ِ اما َكنوا ياكسِبُون‬
Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka
Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al-A’raf: 96).

ۡ ُ ُ ‫ۡا‬
e. Disediakan surga yang sangat luas.
َّ ‫ج َّنة اع ۡر ُض اها‬ ُ ‫او اسار ُع ٓوا ْ إ ا ََّٰل ام ۡغف اِرة دمِن َّربد‬
‫ٱلس امَّٰ او َّٰ ُت اوٱۡلۡرض أع َِّدت‬ ‫ك ۡم او ا‬
ِ ِ ِ
١٣٣ ‫َِّي‬‫ل ِلۡ ُم َّتق ا‬
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa”. (QS. Ali Imran: 133).
f. Senantiasa bersama Allah
‫ا‬ ۡ ُّ ‫ِين َّٱت اقوا ْ َّو َّٱَّل ا‬
١٢٨ ‫ِين ُهم ُّمسِنُون‬ ‫ٱَّلل ام اع َّٱَّل ا‬
‫إ َّن َّ ا‬
ِ
Artinya: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. An-Nahl: 128).

b. Dengan mengikuti petunjuk Allah, manusia tidak akan hidup susah,


takut, celaka maupun tersesat. Hal itu sebagaimana firman Allah
sebagai berikut :
‫ا ُ ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ٌ ‫اا ا‬ ‫ا ا‬
٣٨ ‫خ ۡوف اعل ۡي ِه ۡم اوَل ُه ۡم َيۡ ازنون‬ ‫ ف امن تبِ اع ُه ادا ي فَل‬....
Artinya: “....Maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya
tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih
hati" (QS. Al-Baqarah: 38).
‫ا‬ ‫اا‬
َّٰ ‫ض ُّل اوَل ي ا ۡش ا‬
١٢٣ ‫َق‬ ِ ‫ي فَل يا‬ ‫ا ا َّ ا ا‬
َ ‫ فم ِن ٱتبع ُه َدا‬....
Artinya: “....Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak
akan sesat dan tidak akan celaka” (QS. Thaha: 123).
٤٧ ‫ى‬ َّٰ ‫ٱلس ال َّٰ ُم ا ا‬
َٰٓ ‫لَع امن َّٱتبا اع ٱل ۡ ُه اد‬ َّ ‫ او‬.....
ِ

42
Artinya: “..... dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang
mengikuti petunjuk” (QS. Thaha: 47).
c. Dengan berdzikir, manusia dapat mencapai ketenangan batin. Dalam hal
ini, dzikir dapat dilakukan dengan lisan (bertasbih, bertahmid, bertahlil,
bertakbir, dsb.) atau dengan hati, yakni menguatkan keyakinan kepada
Allah dan rasul-Nya (beristiqamah, Ikhlas dalam amal shaleh, sabar
terhadap musibah, dsb.) maupun dengan perbuatan (mendirikan shalat,
membaca Al-Qur’an, ber-ihsan, dsb.). Allah berfirman :
َّ ‫ٱَّللِ اأ اَل بذ ِۡكر‬
ُ ُ‫ٱَّللِ ات ۡط امئ ُّن ٱلۡ ُقل‬ َّ ۡ ُ ُُ ۡ ‫َّٱَّل ا ا ُ ْ ا‬
٢٨ ‫وب‬ ِ ِ ِ ۗ ‫ِين اءامنوا اوتط امئِ ُّن قلوب ُهم بِذِك ِر‬
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi
tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati
Allah-lah hati menjadi tenteram” (QS. Ar-Ra'd: 28).
Disamping Allah SWT memberikan kunci-kunci untuk meraik
kesuksesan hidup dunia dan akhirat, Dia juga memberikan peringatan
keras sekaligus sebagai ancaman bagi orang-orang yang tidah
mengindahkan peringatan-Nya. Hal itu sebagaimana disebutkan dalam

ۡ ‫ا َّ ا ُ ا ا ٗ ا ٗ ا ا ۡ ُ ُ ُ ا ۡ ا ۡ ا َّٰ ا ا‬ ‫اا ۡ ا ۡا ا‬
firman-Nya sebagai berikut:
‫ا‬ ۡ ‫ا‬
َّٰ
١٢٤ ‫ومن أعرض عن ذِك ِري فإِن َلۥ معِيشة ضنَك وَنۡشهۥ يوم ٱلقِيمةِ أعّم‬
Artinya: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta". (QS.
Thaha: 124).

d. Mengenal Ma’iyyatullah SWT (Kebersamaan dengan Allah)


Manusia yang telah mengenal Allah
dengan benar, baik tentang eksistensi-Nya, Manusia yang telah
ke-Esaan-Nya, maupun kehendak-Nya, maka mengenal Allah
ia akan berusaha dengan imannya untuk dengan benar, baik
meraih cinta-Nya: “Orang-orang yang tentang eksistensi-
beriman itu lebih besar cintanya kepada Nya, ke-Esaan-Nya,
Allah daripada orang-orang musyrik maupun kehendak-
terhadap sesembahannya” (lihat QS.Al- Nya, maka ia akan
Baqarah: 165). Sebagaimana percintaan antar berusaha dengan
manusia, maka manusia terhadap Allah tidak imannya untuk
hanya ingin mencintai-Nya, tapi juga ingin meraih cinta-Nya
dicintai dan selalu bersama-Nya. Lantas apa
yang harus dilakukan oleh manusia?
43
d. Jika manusia ingin dicintai oleh Allah, maka ia harus berbuat baik
(kebajikan) kepada sesamanya, bertaubat dan mensucikan diri,
bertaqwa, bersabar dalam menghadapi cobaan, bertawakal kepada
Allah, berbuat adil, berperang di jalan Allah. Sebagaimana Allah

‫كةِ اوأا ۡحسِنُ ِّۚ ٓوا ْ إ َّن َّ ا‬ ۡ‫ٱَّللِ او اَل تُلۡ ُقوا ْ ب اأي‬
َّ ‫اوأانف ُِقوا ْ ِف اسبيل‬
berfirman :
ُّ ‫ٱَّلل َُي‬ ‫ُ ۡ ا َّ ۡ ُ ا‬
‫ِب‬ ِ ‫ل‬‫ه‬ ‫ٱَل‬ ‫َل‬ِ ‫إ‬ ‫م‬ ‫ِيك‬
‫د‬ ِ ِ ِ ِ
‫سن ا‬ ۡ ۡ
١٩٥ ‫َِّي‬ ِ ‫ٱل ُمح‬
Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan
janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, Karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berbuat baik”. (QS. Al-Baqarah: 195).
ۡ ِ ِ
٢٢٢ ‫ين‬
َ ِ
‫ر‬ ِ َ‫ب ٱل ُمتَط‬
‫ه‬ ُّ ‫ني َوُُي‬ ُّ ‫ٱَّللَ ُُِي‬
َ ‫ب ٱلتا اواب‬ ‫ إِ ان ا‬.....
Artinya:”..... Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (QS. Al-
Baqarah: 222).
‫ِب ٱل ۡ ُم َّتق ا‬
٧٦ ‫َِّي‬ ُّ ‫ٱَّلل َُي‬
‫ فاإ َّن َّ ا‬.....
ِ
Artinya: “....Maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertakwa”. (QS. Ali Imran: 76).
‫ا ا ا د د َّ د ا َّٰ ا ا ا ا ُ د ُّ ا‬
‫ اف اما او اهنُوا ْ ل اِما ٓ أا اص ا‬ٞ‫ون اكثِري‬
َّ ‫اب ُه ۡم ِف اسبيل‬
‫ٱَّللِ او اما‬ ِ ِ ِ ‫وكأيِن مِن ن ِِب قتل معهۥ ِربِي‬
َّ ُّ ُ ُ َّ ‫ا ُ ُ ْ ا ا ۡ ا ا ُ ۗ ْ ا‬
‫ٱلصََّٰب ا‬
١٤٦ ‫ين‬ ِِ ‫ضعفوا وما ٱستَكنوا وٱَّلل َيِب‬
Artinya: “Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama
mereka sejumlah besar dari pengikut (nya) yang bertakwa. Mereka
tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan
Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah
menyukai orang-orang yang sabar”. (QS. Ali Imran: 146).
‫ِب ٱل ۡ ُمتا او د ِّك ا‬
ُّ ‫ٱَّلل َُي‬ َّ ‫ا ا ا ا ۡ ا ا ا َّ ۡ ا ا‬
‫ٱَّللِ إ َّن َّ ا‬
١٥٩ ‫َِّي‬ ِ ِّۚ ‫فإِذا عزمت فت اوَّك لَع‬
Artinya: “.....Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang bertawakkal kepada-Nya”. (QS. Ali Imran: 159).
ۡ ۡ ُّ ُ ‫َّ َّ ا‬ ۡ ۡ ‫ت فا‬
ُ ‫ٱح‬ ‫ۡ ا ا‬
‫س ِط ا‬
٤٢ ‫َّي‬ ِ ‫ِب ٱل ُمق‬ ٖۚ ِ ‫كم بايۡنا ُهم بِٱلق ِۡس‬
‫ط إِن ٱَّلل َي‬ ‫ك ۡم ا‬ ‫ِإَون ح‬
Artinya: “....dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka
putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil, Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang adil”. (QS. Al-Maidah: 42).
44
ٌ ‫ا ًّ ا ا َّ ُ ْ ُ ْ ا‬
ٌ ‫ان ام ْر ُص‬ ‫َّ َّ ا ُ ُّ َّ ا ا ُ ا‬
٤‫وص‬ ‫ِين ُيقات ِلون ِِف اسبِيلِهِ صفا كأنهم بني‬ ‫إِن اَّلل َيِب اَّل‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang
dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti
suatu bangunan yang tersusun kokoh”. (QS. As-Shaff: 4).

e. Jika manusia ingin selalu bersama Allah, maka ia harus bersabar,


bertaqwa, beriman dan berbuat kebaikan (kebajikan). Hal itu telah

َّ ‫ا َٰٓ ا ُّ ا َّ ا ا ا ُ ْ ۡ ا ُ ْ َّ ۡ ا َّ ا َّٰ َّ َّ ا ا ا‬
dijelaskan dalam ayat-ayat Allah berikut ini:
‫ٱلصََّٰب ا‬
١٥٣ ‫ين‬ ‫َب وٱلصلوةِٖۚ إِن ٱَّلل مع‬
ِِ ِ ‫يأيها ٱَّلِين ءامنوا ٱستعِينوا بِٱلص‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
sabar”. (QS. Al-Baqarah: 153).
١٩٤ ‫َِّي‬ ‫ٱعلا ُم ٓوا ْ أا َّن َّ ا‬
‫ٱَّلل ام اع ٱل ۡ ُم َّتق ا‬ ۡ ‫ا َّ ُ ْ َّ ا ا‬
‫وٱتقوا ٱَّلل و‬
Artinya: “.....Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah
beserta orang-orang yang bertakwa”. (QS. Al-Baqarah: 194).
‫اوأا َّن َّ ا‬
‫ٱَّلل ام اع ٱل ۡ ُم ۡؤ ِمن ا‬
١٩ ‫َِّي‬
Artinya :“....Dan sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang
beriman”. (QS. Al-Anfal: 19).
‫ا‬ ۡ ُّ ‫ِين َّٱت اقوا ْ َّو َّٱَّل ا‬
١٢٨ ‫ِين ُهم ُّمسِنُون‬ ‫ٱَّلل ام اع َّٱَّل ا‬
‫إ َّن َّ ا‬
ِ
Artinya :”Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan”. (QS. An-Nahl: 128).
Berdasarkan paparan diatas bagaimana seorang muslim mengenal
Allah, maka terdapat langkah-langkah yang harus diambil, yakni ;
1. Bagaimana ia mengenal eksistensi Allah SWT. Dalam hal ini akan
ditempuh beberapa pendekatan, yakni: Dalil Fithrah, Dalil Aqly dan
Dalil Naqly.
2. Bagaimana ia memahami ke-Tauhidan Allah. Guna memahaminya,
maka diperlukan kajian serius dari berbagai aspek, yakni : Rububiyah,
Mulkiyah, Uluhiyah dan Asma’ wa Shifat.
3. Bagaimana ia memahami masyi’atullah (kehendak Allah) dan
ma’iyyatullah (kebersamaan dengan Allah). Dalam hal ini perlu
membedah ayat-ayat Al-Qur’an secara komprehensif. Sehingga akan
dicapai pemahaman yang total dan final.

45
Tauhid merupakan ajaran yang paling esensial dalam Islam. Ia
merupakan inti ajaran yang diseruhkan oleh para nabi dan Rasul. Hal
sebagimana isebutkan dalam ayat al-qur’an sebagai berikut:
ۡ ‫َّ ُ ٓ ا ۡ ا َّ ا ٓ ا َّ ٓ ا ا ۠ ا‬ ‫ا‬ ۡ ‫ٓا‬
٢٥ ‫لهِ أن ُهۥ َل إِلَّٰ اه إَِل أنا فٱعبُ ُدو ِن‬ ِ ‫او اما أ ۡر اسلناا مِن ق ۡبل اِك مِن َّر ُسول إَِل ن‬
‫وِح ِإ‬
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu,
melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang
hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku". (QS. Al-
Anbiyya: 25).
Ayat-ayat senada banyak ditemukan
dalam Al-Qur’an yang apabila kita Persoalan pertama
perhatikan dengan seksama terlihat dengan yang dihadapi oleh
jelas bahwa diutusnya Rasul tidak sekedar para Rasul bukanlah
menunjukan bahwa di sana ada Tuhan sebab pengingkaran
secara fitrah manusia dapat mengetahui adanya Tuhan akan
adanya Tuhan tanpa melalui rasul, tetapi persoalan
tentang siapa yang
sebagimana para rasul diutus tidak untuk
dituhankan
mengajak menyembah Tuhan yang telah
dikenal manusia sebab secara fitrah manusia
akan menyembah Tuhan yang telah dikenalnya meskipun diliputi oleh
kesesatan.
Dalam sejarah kehidupan para rasul, persoalan pertama yang dihadapi
oleh mereka bukanlah pengingkaran adanya Tuhan akan tetapi persoalan
tentang siapa yang dituhankan. Silih bergantinya para rasul yang diturunkan
oleh Allah membawa misi yang sama untuk meluruskan kembali kesadaran
manusi tentang tuhan dan mengajak mereka untuk hanya menyembah dan
mengabdi kepada Allah. Dengan kata lain, mengajak manusia untuk
mentauhidkan Allah. Apa itu mentauhidkan Allah?
Kata tauhid berasal dari bahasa Arab. Secara etimologis, kata tauhid
berasal dari kata ‫يُ َو ِحد‬-‫ َو اح َد‬yang berarti mengesahkan atau menunggalkan, dan
secara terminologis berarti menunggalkan Allah dalam beribadah, yakni
hanya menghambakan diri kepada Allah secara murni dan konsekwen,
dengan mentaati perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan
penuh rasa rendah diri, cinta, harap, dan takut kepada-Nya. Dalam
pengertian ini tauhid tidak cukup hanya mengakui adanya Allah sebagai
Tuhan pencipta alam semesta, pengatur dan pemeliharanya, pemberi rizki,
penurun hujan, dsb. Sebab tauhid yang demikian telah dimiliki oleh orang-

46
orang Arab Jahiliyah yang dihadapi oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana
dinyatakan oleh Allah dalam beberapa ayat al-Qur’an sebagai berikut.
‫ا ا ُ ُ ا َّ ُ ۡ ا ا ا ا ا َّ ُ ا‬ ‫ُ ُۡ اۡاُ ا‬ ٓ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ُ ‫ُ دا ۡا‬
٨٥ ‫ سيقولون َِّللِِّۚ قل أفَل تذكرون‬٨٤ ‫قل ل ِم ِن ٱۡلۡرض ومن فِيها إِن كنتم تعلمون‬
‫ُۡ ااا ا ُ ا‬ ‫ُ ُ ا‬ ۡ ۡ ‫قُ ۡل امن َّر ُّب َّ ا‬
‫ اسياقولون ِ ََّّللِِّۚ قل أفَل ت َّتقون‬٨٦ ‫ٱلس ۡبعِ او ار ُّب ٱل اع ۡر ِش ٱل اعظِي ِم‬
َّ ‫ت‬ ِ َّٰ ‫ٱلسمَّٰ او‬
‫ا ا ا‬ ُ ‫ا ا ُ ُ ُد ا ۡ ا ُ ا ُ ُ اا ُا ُ ا‬ ‫ُۡ ا ا‬
٨٨ ‫ار اعل ۡيهِ إِن كنتُ ۡم ت ۡعل ُمون‬ ‫َيري وَل َي‬ ِ ‫ك شء وهو‬ ِ ‫ قل م ۢن بِي ِده ِۦ ملكوت‬٨٧
‫ا ا ُ ُ ا َّ ُ ۡ ا ا َّ َّٰ ُ ۡ ا ا‬
٨٩ ‫ح ُرون‬ ‫سيقولون َِّللِِّۚ قل فأَّن تس‬
Artinya: “Katakanlah: Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada
padanya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah:
"Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya 'Arsy yang
besar?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka
apakah kamu tidak bertakwa?" Mereka akan menjawab: "Kepunyaan
Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak bertakwa?" Mereka akan
menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari
jalan manakah kamu ditipu?" (QS. Al-Mu’minuun: 84-89).
ُ‫كا‬ۡ ‫ۡ ا ۡ ُ َّ ا ۡ ا‬ ُ ُ َّ َّ ُ ُ ‫ا ا ا ا ۡ ا ُ َّ ۡ ا ا ا َّ ا َّٰ ا َّٰ ا ۡ ا ا ا ا‬
‫َث ُه ۡم‬ ‫ٱَّللِّۚ ق ِل ٱَلمد َِّللِِّۚ بل أ‬ ‫ت وٱۡلۡرض لقولن‬ِ ‫ولئِن سأَلهم من خلق ٱلسمو‬
‫ا ا‬ ‫ا‬
٢٥ ‫َل اي ۡعل ُمون‬
Artinya: “Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah
yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab: "Allah".
Katakanlah: "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui” (QS. Luqman: 25).
Tauhid yang benar adalah yang menjadikan Allah sebagai satu-
satunya Tuhan yang harus di imani dan dijadikan satu-satunya tempat untuk
mengabdikan diri dalam seluruh aktifitas kehidupan.
Tauhid sebagaimana digambarkan di atas memiliki konsekwensi dan
implikasi dalam kehidupan. Wujud konsekwensi tauhid seseorang
ditunjukan dalam keyakinan, aktifitas dan perilakunya dalam kehidupan.
Orang yang bertauhid hanya percaya kepada Allah sebagai Tuhan yang
memiliki superioritas dalam menciptakan, mengatur dan memelihara
kehidupan di dalam semesta ini. Karenanya ia akan bersandar, berserah diri,
memohon, mengharap, hanya kepada Allah. Segala aktifitas kehidupannya
semata-mata dilakukan karena menjalankan perintah Allah sebagaimana
seluruh aktifitasnya hanya diperuntukan bagi Allah. Orang yang bertauhid
dengan baik memiliki keyakinan yang sangat dalam bahwa alam semesta
47
dengan segala yang terjadi di dalamnya ada dalam kekuasaan Allah dan
seluruh yang terjadi dalam alam semesta ini selalu ada dalam pantauan dan
aturan dari Allah SWT. Orang yang bertauhid dengan benar menyadari
sepenuhnya bahwa apa saja yang ia miliki yang berupa harta benda, jabatan,
keluarga, kesehatan, keindahan tubuh, kecantikan, dan yang lain adalah
milik Allah sepenuhnya yang diamanahkan kepadanya, karena itu ia akan
memperlakukan dan menggunakan semua itu sesuatu dengan aturan yang
dikehendaki oleh Allah.
Sikap hidup yang demikian itu akan memberikan banyak implikasi
dalam kehidupan manusia, di antaranya:
1. Membangkitkan rasa cinta yang sejati kepada Allah.
2. Membangkitkan spirit untuk berjuang menegakan agama Allah
3. Berpegang teguh terhadap apa saja yang diwahyukan oleh Allah.
4. Mendorong untuk memberbanyak amal baik.
5. Merdeka dari penguasaan orang lain.
6. Tidak takut mati.
7. Tidak takut hidup
8. Memiliki ketenangan batin
9. Memperoleh kehidupan yang baik di dunia
10. Meninggikan kekuatan spiritual dan melepaskannya dari keterkaitan
dengan hawa nafsu.
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa tauhid harus menjadi prinsip
hidup setiap orang Islam sebab tauhid merupakan landasan amal perbuatan
dan ibadah yang akan diterima oleh Allah dan menjadi sumber lahirnya
kesalehan-kesalehan dalam kehidupan manusia. Karena itu memiliki sikap
hidup yang berlandaskan tauhid sangatlah penting bagi orang Islam sebab
sikap hidup yang demikian itulah yang akan mengantarkan manusia
mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Untuk itu Nabi Muhammad SAW telah berusaha melakukan tindakan-
tindakan preventif agar umat Islam tidak keluar dari bingkai tauhid yang
pada akhirnya membawa kepada hal-hal yang mengandung pada unsur-unsur
syirik. Di antara tindakan-tindakan preventif tersebut adalah:
1. Melarang umat Islam memuji Rasulullah secara berlebih-lebihan karena
hal itu bisa menarik pada penyembahan Rasulullah sebagaimana yang
terjadi pada kaum Nasrani yang menyembah nabi Isa as.
2. Dilarang berlebih-lebihan dalam menghormati kuburan orang-orang
saleh sebab hal ini akan mendorong terjadinya peraktek ibadah

48
kepadanya dan permintaan kepada orang-orang yang sudah meninggal
dunia.
3. Melarang solat dikuburan sebab hal ini menjadi sarana munculnya
ibadah kepada kuburan.
4. Melarang shalat pada waktu terbitnya matahari dan waktu terbenamnya
matahari karena hal itu memiliki kesamaan dengan orang-orang yang
menyembah matahari pada dua waktu tersebut.
5. Melarang umat Islam melakukan ziarah ketempat-tempat tertentu
dengan niat mendekatkan diri kepada Allah kecuali masjidil haram,
masjid nabawi, dan masjid aqsha.
6. Melarang umat Islam melaksanakan nadzar menyembelih hewan
ditempat penyembelihan hewan yang tidak diperuntukan bagi Allah
dalam rangka menghindari keserupaan dengan mereka yang
mengagungkan tempat tersebut.
7. Melarang umat Islam mengucapkan ucapan-ucapan yang mengandung
penyamaan antara Allah dengan mahkluk seperti ucapan ”atas kehendak
Allah dan kehendakmu” atau “ seandainya bukan karena Allah dan
karena kamu”
Dan untuk menumbuh
kembangkan sikap tauhid dalam Orang yang bertauhid
kehidupan, beberapa hal perlu dengan benar menyadari
dilakukan oleh setiap orang Islam sepenuhnya bahwa apa
adalah. saja yang ia miliki adalah
1. Tidak ragu-ragu dan bimbang lagi milik Allah sepenuhnya,
untuk menjadikan Allah sebagai karena itu ia akan
Tuhan dan tempat mengabdi. memperlakukan dan
2. Tidak ragu-ragu lagi memilih menggunakannya sesuai
dengan aturan yang
Islam sebagai jalan hidup yang
dikehendaki oleh Allah
akan membawa di dunia dan di
akhirat.
3. Kembali menelaah Al-Qur’an dan Al-Hadits sebagai pedoman hidup
umat Islam dan meyakini kebenaran isinya serta berusaha berpegang
teguh terhadap isi dan ajarannya.
4. Mengkaji hukum-hukum tauhid yang benar bersama orang-orang yang
memiliki sikap tauhid yang baik.

49
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Mahab, Syaikh Muhammad, Tiga Landasan Utama, Direktorat


Jendral Urusan Riset, Fatwa, Da’wah, dan Bimbingan Islam,
Direktorat Penerbitan dan Terjemahan, Riyadh, Saudi Arabia, 1413
H.
Al-Qur’an Al-Karim dan Terjemahnya, Kementerian Agama, Waqaf,
Da’wah dan Bimbingan Islam, Riyadh, Saudi Arabia, 1990.
Ilyas, Yunahar, Kuliah Aqidah Islam, LPPI UMY, 2000.
Shaleh Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad, Prinsip-Prinsip Dasar Keimanan,
terj. Ali Maktum Assalamy, Haiatul Iqhatsah Al-Islamiyah Al-
Alamiyah, Riyadh, Saudi Arabia, 2003

50
C. PERGAULAN SEHAT DAN ISLAMI
1. Meniti Jalan Kebenaran : Hidup Sukses Dunia Akhirat
a. Beragam Jalan Hidup
Dalam perspektif al-qur’an,
bahwa jalan hidup umat manuasia Memahami karakteristik jalan
dapat diklasifikasikan menjadi hidup adalah suatu keharusan
tiga macam, yakni; 1. Jalan yang bagi setiap orang, karena
menyangkut tiga hal, yakni:
lurus, 2. Jalan yang dimurkai, dan,
dasar hidup, pola hidup dan
3. Jalan yang tersesat (Qs. Al- tujuan hidup yang akan
Fathihah: 6-7). Sudah barang menentukan kebahagian hidup
tentu, masing-masing jalan di dunia maupun di akhirat
tersebut memiliki karaktersitik yang dapat dibedakan secara tegas. Demikian
pula, konsekwensi bagi setiap orang yang menenpuh jalan tersebut. Oleh
sebab itu, Allah SWT tidak memaksa hamba-Nya untuk memilih salah satu
jalan tersebut, sebagaimana dalam firman-Nya.
‫ا ُ ۡ ۢ َّ ا ا‬
‫ٱَّللِ فق ِد‬‫وت ويؤ ِمن ِب‬
ُ َّ ۡ ُ ۡ ‫د ا َّ ا َّ ا ُّ ۡ ُ ا ۡ ا د ا ا ا‬
ِ ‫ٱلطَّٰغ‬‫غِّۚ فمن يكفر ِب‬ ‫ٱل‬ ‫ِن‬ ‫م‬ ‫د‬ ‫ش‬‫ٱلر‬ ‫َّي‬ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫د‬ ‫ق‬ ‫ِين‬ ‫ٱل‬ ‫ِف‬ ‫اَلٓ إ ۡك اراها‬
ِ ِِۖ ِ ِ
ٌ ‫يع اعل‬
٢٥٦ ‫ِيم‬ ٌ ‫ٱَّلل اس ِم‬ ‫َق اَل ٱنف اِص ا‬
ُ َّ ‫ام ل ا اهاۗ او‬ ۡ ۡ ‫ۡ اۡ ا ا‬
َّٰ ‫ك بِٱل ُع ۡر اوةِ ٱل ُو ۡث ا‬ ‫ٱستمس‬
Artinya: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.
Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada
Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat
kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 256).
‫َّ ا ا ُ ُّ ْ َّ ا ا ۡ ا ۢ ا ۡ ۡ ا ا ا ا َّ َّ ُ د‬ ُ ‫ا ا ا ُ ُّ ْ َّ ا ا ۡ ُ ا‬
ِ ‫ري عِلمِۗ كذَّٰل ِك زينا ل‬
‫ِك‬ ِ ‫وَل تسبوا ٱَّلِين يدعون مِن دو ِن ٱَّللِ فيسبوا ٱَّلل عدوا بِغ‬
‫ُ ا‬ ْ ُ ‫ا‬ ‫ا ا‬
١٠٨ ‫ج ُع ُه ۡم فيُن دبِئُ ُهم ب ِ اما َكنوا اي ۡع املون‬ ۡ ‫أُ َّمة اع املا ُه ۡم ُث َّم إ ا ََّٰل اربدهم َّم‬
‫ر‬
ِ ِِ ِ
Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka
sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan
melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap
umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan
merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang
dahulu mereka kerjakan.” (QS. Al-An’am: 108).
٦ ‫ِين‬ ‫ا ُ ۡ ُ ُ ۡ ا ا‬
ِ ‫لكم دِينكم و ِل د‬
Artinya: “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (QS. Al-
Kaafirun: 6).

51
‫اس‬‫ٱَّللِ ٱنلَّ ا‬ ُۗ َّ ‫ح دق إ ََّلٓ أان اي ُقولُوا ْ ار ُّبناا‬
َّ ‫ٱَّلل اول ا ۡو اَل اد ۡف ُع‬ ‫جوا ْ مِن د اِيَّٰرهِم ب اغ ۡري ا‬ُ ‫ِين أُ ۡخر‬
‫َّٱَّل ا‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ٗ ‫ٱَّللِ اكث‬
َّ ‫ٱس ُم‬ۡ ‫ِيها‬‫سج ُد يُ ۡذ اك ُر ف ا‬ ‫ ا ا ا‬ٞ ‫ ا ا ا ا‬ٞ ‫َّ ُ د ا ۡ ا ا ُ ا ا‬ ۡ‫اۡ ا ُ ا‬
ۗ‫ِريا‬ ِ َّٰ ‫بعضهم بِبعض لهدِمت صوَّٰمِع وبِيع وصلوَّٰت وم‬
ٌ ‫ٱَّلل لا اقو ٌّي اعز‬ ُ ‫او الا ُ ا َّ َّ ُ ا ا‬
‫نّص ُه ِّۚ ٓۥ إ َّن َّ ا‬
٤٠ ‫يز‬ ِ ِ ِ ُ ‫نّصن ٱَّلل من ي‬
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman
mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan
kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan)
sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan
biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan
mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya
Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya
Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Al-Hajj: 40).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, Islam mengakui kenyataan tentang
banyaknya jalan hidup yang dapat ditempuh oleh umat manusia, disamping
tuntunan hiduprukun antar mereka. Hal itu, menunjukan Islam menghargai
demokrasi dengan segala konsekwensinya.

b. Karakteristik Jalan Hidup


Memahami karakteristik jalan Jalan hidup umat manuasia
dapat diklasifikasikan
hidup adalah suatu keharusan bagi menjadi tiga macam, yakni:
setiap orang, karena menyangkut tiga 1. Jalan yang lurus
hal, yakni: dasar hidup, pola hidup dan 2. Jalan yang dimurkai
tujuan hidup yang akan menentukan 3. Jalan yang tersesat
kebahagian hidup di dunia maupun di
akhirat. Berikut, gambaran tiga jalan hidup sebagaimana dijelaskan dala Al-
Qur’an (Surat A-Fatihah: 6-7)
1. Jalan yang lurus
Dalam memahami apa yang dimaksud dengan jalan yang lurus, maka
Al-Qur’an menjelaskan sebagai berikut:
‫وب‬ ‫ض‬ ‫ِين اأ ۡن اع ۡم ا‬
ُ ‫ت اعلا ۡيه ۡم اغ ۡري ٱل ۡ ام ۡغ‬ ‫ صِ ارَّٰ اط َّٱَّل ا‬٦ ‫ِيم‬
‫ٱلص ارَّٰ اط ٱل ۡ ُم ۡستاق ا‬
‫د‬ ‫ۡ ا‬
ِ ‫ٱهدِنا‬
ِ ِ ِ
َّ ‫ا ا ۡ ۡ ا ا‬
‫ٱلضٓالد ا‬
٧ ‫َِّي‬ ‫عليهِم وَل‬
Artinya: “Tunjukilah kami jalan yang lurus, yaitu) jalan orang-orang
yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan)
mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat” (QS.
Al-Fatihah 6-7).

52
Berdasarkan ayat tersebut, dapat diketahui bahwa yang dumaksud
dengan jalan yang lurus ialah jalan orang-orang yang telah nendapatkan
nikmat Allah, yakni; para Nabi, Shiddiqiin, dan Shalihin, sebagaimana

‫َّ ا ا َّ ُ ا ا ُ ْ ا ا ا ا َّ ا ا ۡ ا ا َّ ُ ا‬
disebutkan dalam surat An-Nisa: 69 sebagai berikut:
‫د ا َّ د ا‬
ِٔ ِ ‫ٱَّلل اعل ۡيهِم مِن ٱنل‬
‫ِبن‬ ‫لئِك مع ٱَّلِين أنعم‬ َٰٓ ‫او امن يُطِعِ ٱَّلل وٱلرسول فأو‬
ٗ ‫ا ا ا ُ ا ُ ْ ا َٰٓ ا‬ َّ ٓ ‫ُّ ا‬ ‫او د د ا‬
٦٩ ‫لئِك ارفِيقا‬ ‫حَّيِّۚ وحسن أو‬ ِ ِ‫ٱلصدِيقَِّي اوٱلش اهداءِ اوٱلصَّٰل‬
ِ
Artinya: “Dan barang siapa yang menaati Allah dan Rasul (Nya),
mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi
nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang
mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya” (QS. An-Nisa: 69).
Disamping itu, Rasulullah Saw juga memberikan penjelasan
mengenai apa yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” sebagai

ٌ ‫وران فِيه اما اأب ْ او‬


berikut.
‫َّت د ِ ا‬ ْ ‫جنْبا ا‬
‫لَع ا‬ ‫ا ا ُ ْ ا ا ا اا‬ ‫ا ا ا َّ ُ ا ا‬
‫اب‬ ِ ِ ‫اط س‬
‫الّص ِ ُ ا‬ ‫ِصاطا مستقِيما و‬ ِ ‫اَّلل امثَل‬ ‫ُضب‬
‫ا‬ ‫ا‬
‫اس‬ ُ َّ‫ول أ ُّي اها انل‬ ُ ُ‫ا ا‬
‫اط داع يق‬ ِ ‫الّص‬ ‫لَع بااب د ِ ا‬ ‫ُ ُ ٌ ُ ْ ا ٌ ا اا‬
‫اب ستور مرخاة و‬ ‫ُ ا َّ ا ٌ ا ا ا ْ ْ ا‬
ِ ِ ‫مفتحة ولَع اۡلبو‬
‫اط فاإذاا أا ارادا‬ ‫ف دِ ا‬ ‫جوا او اداع يا ْد ُعو م ِْن ا‬ ُ ‫ِيعا او اَل اتتا اف َّر‬
‫الّص ااط اَج ا‬ ‫خلُوا د ِ ا‬ ُ ْ‫اد‬
ِ ِ ‫الّص‬ ِ ‫ج ْو‬
‫ا‬
‫ِج ُه‬ ْ ‫ح ُه تال‬ ْ ‫ك إ ْن ات ْفتا‬ ‫ا ا ا ْ ا ا ا ا ْ ا ْ ُ ا َّ ا‬ ‫ا ْا ُ ا ْ ا ْ ْ ا ْ ْا‬
ِ ‫اب قال ويحك َل تفتحه فإِن‬ ِ ‫يفتح شيئا مِن ت ِلك اۡلبو‬
ِ‫اَّلل‬َّ ‫ح ُة اُّماار ُم‬ ‫اب ال ْ ُم اف َّت ا‬ ُ ‫اَل او ْاۡلاب ْ او‬‫ُ ُ ُ َّ ا ا ا‬
‫ع‬ ‫ت‬ ِ ‫اَّلل‬ ‫ود‬ ‫د‬ ‫ح‬ ‫ان‬ ‫ور‬ ُّ ‫الّص ُاط ْاۡل ْس اَل ُم او‬
‫الس ا‬ ‫او د ِ ا‬
ِ ِ ِ
‫ا ا‬ َّ ‫ج َّل او‬ ‫اَّللِ اع َّز او ا‬ َّ ‫اب‬ ْ ‫اا‬ َّ ‫اَل اوذال اِك‬ ‫اا ا‬
‫اِع ف ْوق‬ ِ ‫ال‬ ُ ‫اط كِتا‬ ‫لَع ارأ ِس د ِ ا‬
ِ ‫الّص‬ ‫اِع‬ِ ‫ال‬ ‫تع‬
‫اْ ُد‬ َّ ُ ‫الّص ِ ا‬
‫ك ُم ْسلِم‬ ِ ‫ب‬ ِ ‫اط واعِظ اَّللِ ِِف قل‬
‫دِ ا‬
Artinya: “Dari Rasulullah Saw, beliau bersabda:”Allah telah
memberikan gambaran mengenai shirotholmustaqim (jalan yang lurus)
itu seperti sebuah jalan yang (dikanan-kirinya) dibatasi dua pagar, dan
gang-gang terbuka yang hanya ditutup oleh tabir yang menarik, sedang
di depan jalan tersebut terdapat penjaga yang selalu menyuruh: wahai
manusia berjalan lah dijalan itu dan jangan tengak-tengok. Dan adalah
menyuruh di atas jalan tersebut, maka apa bila manusia ingin membuka
salah satu pintu tersebut, berkatalah penjaga itu : celaka jangan
dibuka, kamu akan terjerumus dang enggan kembali. Adapun yang
dimaksud dengan shiroth adalah Islam, dua pagar adalah hokum
(ketentuan) Allah, gang-gang terbuka adalah hal-hal yang diharamkan
53
Allah. Adapun penyeru di depan jalan adalah Al-qur’an, sedang
penyeruh di atas jalan adalah nasihat Allah yang ada di dalam hati
manusia Muslim”. (HR. Ahmad dan Tirmidzi).
Berdasarkan hadits tersebut, dapat diperoleh gambaran bahwa
yang dimaksud dengan jalan yang lurus adalah Islam dan memberikan
isyarat bahwa siapapun yang menempuh jalan tersebut (ber-Islam) harus
mengikuti Al-Qur’an dan suara hati. Disamping mengetahui tentang
yang hala dan haram agar selamt dan terhindar dari celaka.

2. Jalan yang dimurkai


Menurut Dr. Muhammad bin Sulaiman Al-Ashqar (1424 H: 2)
menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan mereka yang dimurkai
adalah kaum yahudi, karena mereka mengetahui kebenaran, tapi mereka
meninggalkan dan menentangnya. Diantara kesalahan orang Yahudi
adalah menjadikan Uzair itu anak Allah, begitu pula rahib-rahib mereka
jadikan Tuhan, sebagaimana juga orang nasrani menjadikan Isa sebagai
anak Allah pula hal itu dijelaskan dalam Al-Qur’an sebagai berikut :
ُ ‫ا‬ ‫ۡ ا ُ ۡ ُ َّ ا‬
‫ٱَّللُِۖ ذَّٰل اِك ق ۡول ُهم‬ ‫ت ٱنلَّ اصَّٰ ارى ٱلمسِيح ٱبن‬
‫َّ ا ا‬ ُ ُ ۡ ‫ا ا‬
ِ ‫ت ٱلا ُهود ع ازيۡ ٌر ۡٱب ُن ٱَّللِ اوقال‬ ِ ‫اوقال‬
‫ا ۡ ُ ا َّٰ ا ا ُ ُ َّ ُ ا َّ َّٰ ۡ ا ُ ا‬ ْ ‫ا ۡ ا ۡ ُ ا ُ ا ا ۡ ا َّ ا ا ا‬
٣٠ ‫َّن يُؤفكون‬ ‫كف ُروا مِن قبل ِّۚ قتلهم ٱَّللُۖ أ‬ ‫بِأفوَّٰهِ ِهمُۖ يضاهِئون قول ٱَّلِين‬
ُ
ْ ٓ ُ ٓ ‫َّ ا ۡ ا ا ۡ ا ا ۡ ا ا ا ا‬
‫ون ٱَّللِ وٱلمسِيح ٱبن مريم وما أمِروا‬ ُ ‫ابا دمِن‬
‫د‬ ٗ ‫ار ُه ۡم او ُر ۡه ابَّٰنا ُه ۡم أا ۡربا‬ ‫ٱَّتا ُذ ٓوا ْ أا ۡحبا ا‬
َّ
ِ
‫ُ ُ ا ا‬ ‫ۡ ُ ا‬ ‫ا‬ ‫إ ََّل ِلا ۡعبُ ُد ٓوا ْ إ الَّٰ ٗها اوَّٰح ِٗداُۖ ََّلٓ إ الَّٰ اه إ ََّل ُه او ُس ۡب ا‬
‫ ي ِريدون أن‬٣١ ‫حَّٰنا ُهۥ ع َّما يُۡشِكون‬ ِّۚ ِ ِ ِ ِ
‫ا‬ ‫ا‬ ۡ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ٓ َّ ۡ ۡ ‫ا‬
٣٢ ‫ور ُهۥ اول ۡو ك ِر اه ٱلكَّٰف ُِرون‬‫ٱَّلل إَل أن يُت َِّم نُ ا‬ ُ َّ ‫ٱَّللِ بأف اوَّٰهِه ۡم اوياأ اَب‬ َّ ‫ور‬ ‫ُي ْطفِئُ ْوا نُ ا‬
ِ ِ ِ
Artinya: “Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putra Allah" dan
orang Nasrani berkata: "Al-Masih itu putra Allah". Demikian itulah
ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-
orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah-lah mereka; bagaimana
mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alimnya,
dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka
mempertuhankan) Al Masih putra Maryam; padahal mereka hanya
disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang
berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka
persekutukan. Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama)
Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak
menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-
orang yang kafir tidak menyukai” (QS. At-Taubah: 30-32).
54
3. Jalan yang tersesat

‫ِين اأ ۡن اع ۡم ا‬
Surat Al-Fatihah ayat 7 telah menjelaskan jalan yang tersesat.
َّ ‫ا ا ۡ ۡ ا ا‬
‫ٱلضٓالد ا‬ ُ ‫ت اعلا ۡيه ۡم اغ ۡري ٱل ۡ ام ۡغ‬ ‫صِ ارَّٰ اط َّٱَّل ا‬
٧ ‫َِّي‬ ‫وب علي ِهم وَل‬
ِ ‫ض‬ ِ ِ
Artinya: (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat
kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula
jalan) mereka yang sesat (QS. Al-Fatihah: 7).
ُ ۡ ‫ۡا‬
Kata (‫وب‬
ِ ‫)ٱلمغض‬ dalam ayat diatas adalah mereka yang sengaja

menentang ajaran islam. Jadi orang yang dimurkai menurut ayat di atas
adalah orang dengan sengaja menentang ajaran-ajaran Islam. Mereka
dengan tegas menentang kebenaran Islam. Sedangkan maksud dari kata
‫ٱلضٓالدِ ا‬
‫َّي‬
َّ
dalam ayat di atas adalah mereka yang sengaja mengambil jalan

lain selain ajaran Islam. Sedangkan orang yang tersesat menurut ayat di
atas adalah orang-orang yang dengan sengaja mengambil jalan lain
selain Islam dan tanpa menentang kebenaran Islam. (DR. Ahmad Hatta,
MA).
Menurut Dr. Muhammad bin Sulaiman Al-Ashqar (1424 H: 2)
menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan mereka yang tersesat
adalah kaum Nasrani, karena mereka menentang kebenaran disebabkan
kebodohannya. Mereka juga berada dalam kesesatan yang nyata terkait
masalah Nabi Isa a.s (yakni; menjadikannya anak Tuhan).

c. Jaminan Bagi Manusia Yang Mengikuti Jalan Kebenaran


Sesungguhnya kehidupan yang dikehendaki oleh Allah adalah
kehidupan yang mudah bukan
kehidupan yang sulit (lihat QS. Manusia yang mengikuti jalan
Ath-Thalaq: 1-2). Oleh sebab itu, kebenaran adalah manusia yang
Allah memberi petunujuk kepada cerdas karena menyadari
umat manusia tentang jalan hidup sepenuhnya bahwa apa saja yang
yang harus dilaluinya. Jalan mereka lakukan di dunia ini
tersebut dibagi dua, yakni ; jalan tidak ada sedikitpun yang
terlewat dari pantauan dan
kebenaran dan jalan kesesatan.
pengawasan Allah dan tercatat
Antara kedua jalan tersebut Allah dengan rapi dan di akherat nanti
telah membedakannya secara harus dipertanggungjawabkan
tegas sebagaimana dalam firman-
Nya: “sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang
55
sesat” (lihat QS. Al-Baqarah: 256). Disamping itu, Allah juga telah
menjelaskan konsekwensi bagi umat manusia yang menempuh kedua jalan
tersebut.
Manusia yang mengikuti jalan kebenaran adalah manusia yang cerdas
menggunakan potensi-potensi yang telah diberikan oleh Allah kepadanya.
Mereka bisa memilah mana hal-hal yang akan membawa manfaat bagi
dirinya dan mana hal-hal yang akan membawa kerugian bagi dirinya.
Mereka selalu mempertimbangkan untung dan rugi dari semua aktifitas yang
mereka lakukan karena mereka memahami bahwa semua yang mereka
lakukan di dunia ini membawa dampak bagi kehidupannya di dunia, di alam
kubur, dan di akherat. Mereka juga menyadari sepenuhnya bahwa apa saja
yang mereka lakukan di dunia ini tidak ada sedikitpun yang terlewat dari
pantauan dan pengawasan Allah dan tercatat dengan rapi dan di akherat nanti
harus dipertanggungjawabkan.
Orang yang mengikuti jalan lurus memahami dengan baik bahwa
dirinya adalah makhluk yang mulia. Mereka mengetahui bahwa
kemulyaannya akan jatuh manakala mereka melakukan perilaku-perilaku
hewani yang hanya mengandalkan instink dan nafsu belaka. Dengan
memanfaatkan akalnya secara baik dan kesiapan dirinya menerima petunjuk
dari Allah, orang yang mengikuti jalan kebenaran secara suka rela beriman
kepada Allah dan dengan tulus mengikuti semua yang diperintahkan oleh
Allah serta menghindari hal-hal yang dilarang oleh Allah. Mereka ini adalah
orang-orang yang tekun beribadah, bersungguh-sungguh melakukan amal
shaleh baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dalam hubungannya
dengan sesama manusia dan makhluk Allah. Mereka berusaha menggapai
tingkatan kemulyaan tertinggi manusia di hadapan Allah yakni sebagai orang
yang bertakwa kepada Allah. Hidupnya di dunia digunakan dan diisi dengan
perbuatan-perbuatan yang baik dan berguna untuk kebaikannya di dunia dan
di akhirat.
Orang-orang yang mengikuti jalan kebenaran seperti ini akan
mendapatkan jaminan kemudahan dan kenikmatan hidup di dunia dan di
akherat. Di antara jaminan yang akan di berikan oleh Allah terhadap orang
yang mengikuti jalan kebenaran ini adalah:
1. Bagi yang bertakwa akan mendapat solusi dan rezki yang tak terduga.
ُ ‫اۡ ُ ا اۡا‬ ُُۡ ‫ا‬ ٗ ۡ ‫ا ا َّ َّ ا ا ۡ ا َّ ا‬
ِّۚ‫ اوي ۡرزقه م ِۡن حيث َل َيتسِب‬٢ ‫اومن يت ِق ٱَّلل َيعل َُلۥ ُم ارجا‬
Artinya: “....barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar (solusi). Dan memberinya rezki dari

56
arah yang tiada disangka-sangkanya.. dan barangsiapa yang
bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan
(keperluan)nya.....” (QS. Ath-Thalaq: 2-3).

ٗ ۡ ُ ‫ٱَّلل اَيۡ اعل َّ َُلۥ م ِۡن أا ۡمره ِۦ ي‬


2. Bagi yang bertakwa, ususannya dijadikan mudah oleh Allah swt.
٤ ‫ۡسا‬ ‫او امن اي َّتق َّ ا‬
ِ ِ
Artinya: “....dan barang -siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya “. (QS. Ath-
Thalaq: 4).

3. Bagi yang bertawakal kepada Allah akan dicukupkan kebutuhan


hidupnya.
‫ٱَّللِ اف ُه او ا‬ ‫ا ا ا ا ا َّ ۡ ا ا‬
َّ ‫لَع‬
‫ح ۡسبُ ُه ِّۚ ٓۥ‬ ‫ومن يتوَّك‬
Artinya: “.....dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan) nya......”. (QS. Ath-Thalaq: 3).

4. Bagi yang bertakwa akan dihapus kesalahannya dan dilipat-gandakan

‫ا ا‬
pahalanya.
٥ ‫سٔااتِهِۦ اويُ ۡعظ ِۡم َُل ٓۥ أ ۡج ارا‬ ‫ا ا ا َّ َّ ا ُ ا د ۡ ا ۡ ُ ا‬
ِ‫ومن يت ِق ٱَّلل يكفِر عنه د‬
Artinya: “.....dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat
gandakan pahala baginya”. (QS. Ath-Thalaq: 5).

ۡ ُ ُ ‫ۡا‬
5. Bagi yang bertakwa disediakan Allah surga yang luas.
َّ ‫ج َّنة اع ۡر ُض اها‬ ُ ‫او اسار ُع ٓوا ْ إ ا ََّٰل ام ۡغف اِرة دمِن َّربد‬
‫ٱلس امَّٰ او َّٰ ُت اوٱۡلۡرض أع َِّدت‬ ‫ك ۡم او ا‬
ِ ِ ِ
١٣٣ ‫َِّي‬‫ل ِلۡ ُم َّتق ا‬
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan
kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan
untuk orang-orang yang bertakwa”. (QS. Ali Imran: 133).

6. Allah senantiasa bersama dengan orang yang bertakwa.


‫ا‬ ۡ ُّ ‫ِين َّٱت اقوا ْ َّو َّٱَّل ا‬
١٢٨ ‫ِين ُهم ُّمسِنُون‬ ‫ٱَّلل ام اع َّٱَّل ا‬
‫إ َّن َّ ا‬
ِ
Artinya: “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan”. (QS. An-Nahl: 128).
57
7. Bagi yang beriman dan bertakwa akan mendapat berkah dari langit dan

‫د ا َّ ٓ ۡ ا‬ ‫ا ا‬
bumi.
‫امنُوا ْ او َّٱت اق ۡوا ْ لا افتا ۡحناا اعلا ۡيهم با ار ا‬
‫ى اء ا‬ ‫اول ا ۡو أ َّن أ ۡه ال ٱلۡ ُق ا‬
ِ ‫ٱلس اماءِ اوٱۡل‬
‫ۡرض‬ ‫كَّٰت مِن‬ ِ َٰٓ ‫ر‬
‫ا‬ ۡ ْ ُ ‫ا‬ ‫ا َّ ُ ْ ا ا ا ۡ ا‬ ‫ا‬
٩٦ ‫خذنَّٰ ُهم ب ِ اما َكنوا ياكسِبُون‬ ‫اولَّٰكِن كذبوا فأ‬
Artinya: “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan
bertakwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, Maka
kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (QS. Al-A’raf: 96).

8. Bagi yang mengikuti petunjuk Allah niscaya hidupnya tidak akan takut

ٌ ‫ُ ۡ ا ۡ ُ ْ ۡ ا ا ٗ ا َّ ا ۡ ا َّ ُ د د ُ ٗ ا ا ا ا ُ ا ا ا ا ا‬
dan sedih.
‫خ ۡوف‬ ‫قلنا ٱهبِطوا مِنها َجِيعا ُۖ فإِما يأت ِينكم م ِِِن هدى فمن تبِع هداي فَل‬
‫ا ُ ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
٣٨ ‫اعل ۡي ِه ۡم اوَل ُه ۡم َيۡ ازنون‬
Artinya: “Kami berfirman: "Turunlah kamu semuanya dari surga itu!
Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, Maka barang siapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka,
dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS. Al-Baqarah: 38).

9. Bagi yang mengikuti petunjuk Allah niscaya hidupnya tidak akan

‫ ا َّ ا ۡ ا َّ ُ د د ُ ٗ ا‬ٞ ‫ا ُ د‬
celaka dan tersesat.
ُ ‫ض‬ ُ ‫ِيعۢا اب ۡع‬ ‫ۡ ا‬ ۡ ‫ا ا‬
‫ك ۡم ۡلِ ا ۡعض عدو ُۖ فإِما يأت ِينكم م ِِِن هدى فم ِن‬
‫ا‬ ُۖ ‫قال ٱهبِ اطا مِن اها َج ا‬
‫ا‬ ‫َّ ا ا ُ ا ا ا‬
١٢٣ ‫َق‬ َّٰ ‫ض ُّل اوَل ي ا ۡش ا‬ ِ ‫اي فَل يا‬
َ ‫ٱتبع ه هد‬
Artinya: “Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain.
Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa
yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka
“. (QS. Thaha: 123).

10. Bagi yang beriman dan beramal shaleh, Allah akan menjadikan
hidupnya di dunia penuh dengan kebaikan, dan memberinya pahala
yang besar di akhirat.

58
ٗ ‫ِن فالانُ ۡحييا َّن ُهۥ ا‬ٞ ‫نَث او ُه او ُم ۡؤم‬
ُۖ ‫حيا َّٰو ٗة اط ديِباة‬ ‫ا ا اۡ ُ ا‬ ‫ا ا‬
ِ َّٰ ‫ام ۡن اع ِمل صَّٰل ِٗحا دمِن ذكر أو أ‬
‫ُ ا‬ ْ ُ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
٩٧ ‫اونلا ۡج ِزيا َّن ُه ۡم أ ۡج ار ُهم بِأ ۡح اس ِن اما َكنوا اي ۡع املون‬
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan
Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan. (Q.S. al-Nahl: 97).
Dari ayat-ayat tersebut diatas cukup jelas bagaiamana Allah memberi
jaminan yang baik bagi setiap hamba-Nya yang menempuh jalan kebenaran.
Oleh sebab itu, bagi setiap orang yang menginginkan hidupnya bahagia di
dunia dan akhirat, maka tidak ada pilihan lain kecuali ia harus menempuh
jalan kehidupan sesuai dengan petunjuk Allah tersebut. Jika Allah
menghendaki hidup ini mudah dan bukan sebaliknya (sulit) dan telah
memberikan petunjuk bagaimana cara mencapai kehidupan yang mudah,
lantas apa yang menjadi alasan bagi orang untuk hidup sulit, kalau tidak
karena mempersulit diri sendiri?

d. Resiko Memilih Jalan Kesesatan


Jalan kesesatan sebagaimana
digambarkan dalam hadits Rasulullah Jalan kesesatan
Saw. Ibarat pintu-pintu yang diberi tirai sebagaimana ibarat pintu-
pintu yang diberi tirai
yang indah yang berada di batas-batas
yang indah yang berada di
aturan Allah. Pintu-pintu itu memang batas-batas aturan Allah
kelihatan indah dan menarik namun
memasuki pintu-pintu itu berarti memasuki tempat-tempat yang diharamkan
oleh Allah. Orang yang memasuki pintu-pintu itu berarti tersesat dari jalan
kebenaran. Pernahkan anda merasakan bagaimana rasanya menjadi orang
yang tersesat jalan?
Jika orang tersesat jalan, maka paling tidak ia akan mengalami
perasaan cemas, khawatir, bahkan ketakutan karena kehilangan arah tujuan
yang hendak ia tuju. Selain itu ia akan kehilangan banyak waktu untuk dapat
sampai ke tujuan. Lebih dari itu ia akan terus mengalami kebingungan jika
tidak segera kembali ke jalan yang benar.
Begitulah perumpamaan sederhana kondisi kehidupan orang yang
memilih jalan kesesatan dalam hidupnya. Hatinya tidak pernah merasa
tenang, selalu ada masalah yang meresahkan jiwanya yang sebenarnya
persoalannya kecil akan tetapi terasa besar dan susah dipecahkan. Hidupnya
59
melaju tanpa arah tujuan yang jelas karena ia telah kehilangan orientasi
hidup. Waktu-waktunya berlalu tanpa ada manfaat untuk kehidupannya di
dunia dan di akherat. Orang seperti ini oleh Allah disebut seperti binatang
ternak bahkan lebih hina dari binatang ternak (Lihat Q.S. Al-A’raf: 179)
karena ia hanya menggunakan potensinya layaknya binatang yang hanya
bergantung pada potensi instink dan hawa nafsu belaka sehingga
perilakunyapun seringkali mirip binatang yang hanya memikirkan makan,
minum, tidur, melampiaskan nafsu birahi tingkat rendah dalam arti tidak
pernah memikirkan baik dan buruknya serta halal dan haramnya apa yang
dilakukannya itu. Tak pernah dibenaknya ada pikiran tentang tugas hidup
yang harus dilakukan, tentang pertanggungjawaban yang akan dipertanyakan
nanti di akherat. Hidupnya banyak berlalu tanpa guna kecuali hanya
menambah beban hidup di dunia dan siksaan di akherat. Tak terbersit dalam
pikirannya tentang masa depan yang harus di songsongnya, kemulyaan
sebagai manusia yang harus dipertahankan dan diperjuangkannya. Yang
penting baginya adalah enjoy, fun, dan happy.
Al-Quran menyebut beberapa tanda orang-orang yang memilih jalan
kesesatan, di antaranya:

ٓ ‫ا ا ُ ا ا ا ا ا َّ ا ا ۡ ُ َّ ا َّٰ ا ُ َّ ُ ُ َّ ا ُ ْ َّ ا ا ا‬
1. Menjadikan syaitan sebagai pelindungnya.
‫َّي أ ۡو ِلاا اء مِن ُدو ِن‬‫ي وف ِريقا حق علي ِهم ٱلضللة ِّۚ إِنهم ٱَّتذوا ٱلشيَّٰ ِط‬ َ ‫ف ِريقا هدا‬
‫ا‬ ‫ا‬
َّ ‫ا‬ َّ
٣٠ ‫ٱَّللِ اويا ۡح اسبُون أن ُهم ُّم ۡهتا ُدون‬
Artinya: “Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah
pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan
syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira
bahwa mereka mendapat petunjuk “. (QS. Al-A'raf: 30).

2. Lebih menyukai kehidupan dunia dari pada akhirat, dan menjadi


pendukung kemungkaran
‫ُ ا‬ ‫ا ا ا ُ ُّ ا‬
َّ ‫ون اعن اسبيل‬ ‫َّ ا ا ۡ ا ُّ ا ۡ ا ا َّٰ ا ُّ ۡ ا ا ا‬
‫ٱَّللِ اويا ۡبغون اها‬ ِ ِ ‫د‬ ‫ص‬ ‫ي‬‫و‬ ِ ‫ة‬‫ِر‬
‫خ‬ ‫ٱٓأۡل‬ ‫لَع‬ ‫حبون ٱَليوة ٱلنيا‬ ِ ‫ٱَّلِين يست‬
‫ا‬ ‫ا ا ُ ا‬
٣ ‫ك ِِف اضلَِّٰۢل باعِيد‬‫لئ ا‬
َِٰٓ ‫جا ِّۚ أ ْو‬‫عِو‬
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia
dari pada kehidupan akhirat, dan menghalang-halangi (manusia) dari
jalan Allah dan menginginkan agar jalan Allah itu bengkok. Mereka itu
berada dalam kesesatan yang jauh”. (QS. Ibrahim: 3).

60
3. Tidak merespon misi Rasulullah saw (memahami ayat-ayat Allah,
mensucikan diri dan mempelajari Al-Qur’an dan Hadits).
ٗ ُ‫ُۡدد ا ا‬
ُ‫وَل دم ِۡن ُه ۡم اي ۡتلُوا ْ اعلا ۡيه ۡم اء اايَّٰتِهِۦ اويُ از دك ِيه ۡم اويُ اعلد ُِم ُهم‬ ‫اا ا‬ َّ ‫ُ ا‬
ِ ِ ‫مٔن رس‬ ِ ِ ‫هو ٱَّلِي بعث ِِف ٱۡل‬
‫ا‬ ‫ا ُ ا‬ ْ ُ ‫ا‬ ‫ۡ ۡ ا‬ ‫ٱلۡك اِتَّٰ ا‬
٢ ‫ب اوٱَلِك امة ِإَون َكنوا مِن ق ۡبل ل ِِف اضلَّٰل ُّمبَِّي‬
Artinya: ”Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf
seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya
kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab
dan hikmah (As- Sunnah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata,”. (QS. Al-Jumu’ah: 2).

4. Tidak percaya dengan ayat-ayat Allah dan mengingkari perjumpaan

‫ َّٱَّل ا‬١٠٣ ‫ين أا ۡع امَّٰ اَل‬ ‫كم ب ۡٱۡلا ۡخ اۡس ا‬


dengan-Nya di akhirat.
ۡ ُّ َّٰ ‫ۡ ا ا‬ َّ ُ ُ‫قُ ۡل اه ۡل نُنا دبئ‬
‫ٱلنياا‬ ِ‫ِين اضل اس ۡعيُ ُه ۡم ِِف ٱَليوة‬ ِ ِ ِ
‫ك اف ُروا ْ ٔ ا‬
‫ِين ا‬ َّ ‫لئ ا‬ ‫ْا‬ ُ ‫ا ُ ۡ ا ۡ ا ُ ا َّ ُ ۡ ُ ۡ ُ ا ُ ۡ ا‬‫ا‬
‫ت اربد ِ ِه ۡم‬ ِ َّٰ ‫بااي‬
ِ
‫ك ٱَّل ا‬
ِ َٰٓ ‫ أو‬١٠٤ ‫وهم َيسبون أنهم َيسِنون صنعا‬
ُ ٓ ‫ا َّٰ ا ا‬ ٗ ۡ ‫ا ا ا ۡ ا ۡ ا َّٰ ُ ُ ۡ ا ا ُ ُ ا‬ ٓ‫ا‬
‫ج ازاؤ ُه ۡم‬ ‫ ذل ِك‬١٠٥ ‫ِيم ل ُه ۡم يا ۡو ام ٱلق اِيَّٰ امةِ او ۡزنا‬ ‫اولِقائِهِۦ فحبِطت أعملهم فَل نق‬
ْ ُ ‫ا ا َّ ُ ا ا ا ْ َّ ا‬
١٠٦ ‫كف ُروا اوٱَّتذ ٓوا اء ااي َّٰ َِّت او ُر ُس َِل ُه ُز اوا‬ ‫جهنم بِما‬
Artinya: ”Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu
tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" Yaitu orang-
orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini,
sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.
Mereka itu orang-orang yang telah kufur terhadap ayat-ayat Tuhan
mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia[Allah], Maka
hapuslah amalan-amalan mereka, dan kami tidak mengadakan suatu
penilaian bagi (amalan) mereka pada hari kiamat. Demikianlah
balasan mereka itu neraka Jahannam, disebabkan kekafiran mereka
dan disebabkan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku
sebagai olok-olok”. (QS. Al-Kahfi: 103-106).
Bagi orang-orang yang tidak mau menempuh jalan kebenaran dan
lebih memilih jalan kesesatan, maka Allah telah menjelaskan resiko yang
harus ditanggungnya. Hal itu disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
1. Bagi yang berpaling dari peringatan Allah, ia akan mengalami hidup

‫ا‬ ‫ا ۡ ا‬
yang sulit.
١٢٤ ‫ّم‬
ۡ ُ ُ ۡ‫نَك او اَن‬
َّٰ ‫ۡش ُهۥ يا ۡو ام ٱلق اِيَّٰ امةِ أ ۡع ا‬
ٗ ‫ا َّ ا ُ ا ا ٗ ا‬ ۡ
‫او ام ۡن أع ارض اعن ذِك ِري فإِن َلۥ معِيشة ض‬

61
Artinya: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka
sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan kami akan
menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta “. (QS.
Thaha: 124).
2. Bagi yang berpaling dari peringatan Allah, ia akan mendapatkan azab
yang amat berat.
ٗ ‫ا‬ ۡ ُ ۡ ۡ ۡ ‫د‬
١٧ ‫ِنلافتِنا ُه ۡم فِيهِٖۚ او امن ُي ۡع ِرض اعن ذِك ِر اربدِهِۦ ي ا ۡسلك ُه اعذابٗا اص اعدا‬
Artinya: “Untuk Kami beri cobaan kepada mereka padanya. dan
barangsiapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan
dimasukkan-Nya ke dalam azab yang amat berat “. (QS Al- Jin: 17).
3. Bagi yang melupakan peringatan Allah, ia akan dimanjakan dengan

ْ ٓ ُ ُ ٓ ‫ا ا ۡ ا ا ا ۡ ۡ ا ۡ ا ا ُ د ا ۡ ا َّ ا ا ُ ْ ا‬
kesenangan namun kemudian disiksa dengan tiba-tiba hingga putus asa.
ْ ُ ‫ا ا َّ ا ُ ْ ا ُ د‬
َٰٓ ‫ك شء ح‬
‫َّت إِذا ف ِرحوا بِما أوتوا‬ ِ ‫فلما نسوا ما ذكِروا بِهِۦ فتحنا علي ِهم أبوَّٰب‬
‫ا ا ۡ ا َّٰ ُ ا ۡ ا ٗ ا ا ُ ُّ ۡ ُ ا‬
٤٤ ‫أخذنهم بغتة فإِذا هم مبلِسون‬
Artinya: “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah
diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu
kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira
dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka
dengan sekonyong-konyong, Maka ketika itu mereka terdiam berputus
asa”. (QS. Al-An’am: 44).
4. Bagi yang tidak mau mendengarkan dan memahami ayat-ayat Allah

ۡ ‫ا ا ا ۡ ا ا ۡ ا ا ا َّ ا ا ٗ د ا ۡ د ا‬
diancam masuk neraka Jahanam.
‫ا‬ ‫ َّ ۡ ا ا‬ٞ ُ ُ ۡ ُ ‫ا‬
‫وب َل ايفق ُهون ب ِ اها اول ُه ۡم‬ ‫نس لهم قل‬ ِۖ ِ ‫ٱۡل‬ ِ ‫ولقد ذرأنا ِۡلهنم كثِريا مِن‬
ِ ‫ٱۡل ِن و‬
ۡ ‫ا‬ ۡ ُ
ۡ ‫ا ۡ ا ُ ا ا ٓ ْ ا َٰٓ ا ا‬ َّ ٞ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ َّ ُ ۡ ُ ا‬ٞ ُ ۡ ‫ا‬
‫ك كٱۡلن اعَّٰ ِم بال ُه ۡم‬ ‫ّصون ب ِ اها اول ُه ۡم اءاذان َل يسمعون بِها ِّۚ أول ِئ‬ ِ ‫أعَّي َل يب‬
‫ۡا ُ ا‬ ‫ُ ا‬ ‫ا‬
١٧٩ ‫ك ُه ُم ٱلغَّٰفِلون‬ َِٰٓ ‫أ اض ُّل ِّۚ أ ْو‬
‫لئ ا‬
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka
Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati,
tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan
mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi)
tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu
sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah
orang-orang yang lalai “. (QS. Al-A’raf: 179).

62
Orang-orang yang memilih jalan kesesatan itu, di akherat nanti akan
mengalami banyak penyesalan sebagaimana disebutkan al-Quran sebagai
berikut:

‫ ا ا ۡ ا ا اا‬ٞ ۡ‫ا اُ ا ا‬
1. Menyesal karena lalai menjalankan kewajiban terhadap Allah.
‫ٱلسخِر ا‬
َّٰ َّ ‫ُ ُ ا ا‬ َّ ‫جۢنب‬ ُ ‫لَع اما فا َّر ْط‬
‫ت ِف ا‬ َّٰ َّٰ ‫أن تقول نفس يَّٰحۡس‬
٥٦ ‫ين‬ِ ‫ن‬ ‫م‬
ِ ‫ل‬ ‫نت‬ ‫ك‬ ‫ِإَون‬ ِ ‫ٱَّلل‬ ِ ِ ‫َت‬
Artinya: “Supaya jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar
penyesalanku atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban)
terhadap Allah, sedang aku sesungguhnya termasuk orang-orang yang
memperolok-olokkan (agama Allah)”. (QS. Az-Zumar: 56).

ُ ‫ا ۡ ا ُ ا ا ۡ ا َّ َّ ا ا ا َّٰ ا‬
2. Menyesal karena tidak mau bertaqwa
‫نت م اِن ٱل ۡ ُم َّتق ا‬
٥٧ ‫َِّي‬ ُ ‫ك‬ ‫أو تقول لو أن ٱَّلل هدى ِِن ل‬
Artinya: “Atau supaya jangan ada yang berkata: 'Kalau sekiranya Allah
memberi petunjuk kepadaku tentulah aku termasuk orang-orang yang
bertakwa”. (QS. Az-Zumar: 57).

‫ا ٗ اا ُ ا‬ َّ ‫ا ا ا ۡ ا ا ا ا ا‬ ‫ا اُ ا‬
3. Menyesal karena tidak berbuat kebaikan.
‫سن ا‬ ۡ ۡ ‫أ ۡو تقول حَِّي ترى ٱلعذ‬
٥٨ ‫َِّي‬ ِ ‫اب ل ۡو أن َِل ك َّرة فأكون م اِن ٱل ُمح‬
Artinya: “Atau supaya jangan ada yang Berkata ketika ia melihat azab
'Kalau sekiranya Aku dapat kemnbali (ke dunia), niscaya Aku akan termasuk
orang-orang berbuat baik”. (QS. Az-Zumar: 58).
Meskipun demikian, dengan rahmat dan kasih sayang Allah, masih
ada solusi untuk keluar dari jalan kesesatan itu. Hal itu disebutkan dalam
beberapa ayat al-Quran sebagai berikut:

ُ ‫ُ ۡ ا َّٰ ا ا َّ ا ا ۡ ا ُ ْ ا ا َٰٓ ا‬
1. Jangan putus asa dari rahmat Allah (karena telah banyak dosa).
ۡ ‫َّ ۡ ا َّ َّ َّ ا‬ ْ ۡ‫ا ا‬
‫ٱَّلل ايغف ُِر‬ ‫س ِه ۡم َل تقنا ُطوا مِن رَحةِ ٱَّللِِّۚ إِن‬ِ ‫قل يعِبادِي ٱَّلِين أۡسفوا لَع أ‬
‫نف‬
٥٣ ‫ِيم‬ ُ ‫ٱلرح‬
َّ ‫ور‬ ُ ‫ِيعا ِّۚ إنَّ ُهۥ ُه او ٱلۡ اغ ُف‬
‫ُّ ُ ا ا ا‬
ِ ‫ٱَّلنوب َج‬
Artinya: “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat
Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya (kecuali
dosa syirik / QS. An-Nisa’: 48). Sesungguhnya Dia-lah yang Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Az-Zumar: 53).

‫ا ۡ ا ا ۡ ا ُ ُ ۡ ا ا ُ ُ َّ ا ُ ا ُ ا‬ ‫ا ا ُ ٓ ْ ا َّٰ ا د ُ ۡ ا ا ۡ ُ ْ ا‬
2. Segera kembali kepada Allah dan tunduk kepada-Nya.
ُ
٥٤ ‫وأن ِيبوا إَِل ربِكم وأسلِموا َلۥ مِن قب ِل أن يأتِيكم ٱلعذاب ثم َل تنّصون‬

63
Artinya: “Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah
kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak
dapat ditolong (lagi)” (QS. Az-Zumar: 54).
Segera mengikuti Al-Qur’an dengan sebaik-baiknya.
ٗ ۡ ُ ‫ا َّ ُ ٓ ْ ا ۡ ا ا ا ٓ ُ ا ا ۡ ُ د َّ د ُ د ا ۡ ا ا ۡ ا ُ ُ ۡ ا ا‬
3.
‫اب ابغتاة‬‫نزل إِلكم مِن ربِكم مِن قب ِل أن يأتِيكم ٱلعذ‬
ِ ‫وٱتبِعوا أحسن ما أ‬
‫ا‬ ۡ‫ا ا ا‬
٥٥ ‫اوأنتُ ۡم َل تش ُع ُرون‬
Artinya: “Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu [Al-Qur’an] sebelum datang azab kepadamu
dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya”. (QS. Az-Zumar:
55).
Demikianlah, jelas sekali Allah
telah memaparkan tentang jalan hidup Hai manusia, sesungguhnya
bagi umat manusia dengan segala janji Allah adalah benar,
maka sekali-kali janganlah
konsekwensinya, bahkan Allah juga
kehidupan dunia
memberikan solusi dari akibat salah memperdayakan kamu dan
pilih jalan kehidupannya. Oleh sebab sekali-kali janganlah syaitan
itu, apa yang membuat orang tidak yang pandai menipu,
memilih jalan kehidupan yang baik memperdayakan kamu
jika ia adalah orang yang berakal? tentang Allah (QS. Fathir: 5)
Mungkinkah ia sedang ditipu oleh
kehidupan dunia dan oleh syaitan sang penipu atau sedang memperturutkan
hawa nafsunya? Bukankah Allah telah mengingatkan manusia agar hati-hati
dan selalu waspada serta berfikir cerdas dalam hidup ini? Coba pahami dan

ۡ ُ ُ َّ َّ ُ ‫ ا ا ا‬ٞ ‫ا ا ُّ ا َّ ُ َّ ا ۡ ا َّ ا د‬
renungkan ayat-ayat berikut:
َِّ‫كم بٱَّلل‬ ُ َّ‫ٱل ۡنياا او اَل اي ُغ َّرن‬
ُّ ‫ٱَليا َّٰو ُة‬
‫ا‬ َٰٓ
ِ ‫يأيها ٱنلاس إِن وعد ٱَّللِ حق ُۖ فَل تغرنكم‬
ْ ُ ُ ْ َّ َّ ‫ ا‬ٞ ‫َّ َّ ۡ ا ا ا ُ ۡ ا ُ د‬
ُ ‫ٱَّت ُِذ‬ ُ ‫ٱلۡ اغ ُر‬
‫وه اع ُد ًّواِّۚ إِن اما يا ۡد ُعوا ح ِۡزبا ُهۥ ِلاكونوا م ِۡن‬ ‫ إِن ٱلشيطَّٰن لكم عدو ف‬٥ ‫ور‬
٦ ‫ِري‬ ‫ع‬ َّ ‫حَّٰب‬
‫ٱلس‬ ‫أا ۡص ا‬
ِ ِ
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka
sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali
janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah
(5). Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, Maka anggaplah ia
musuh (mu), Karena sesungguhnya syaitan-syaitan itu hanya mengajak
golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala
(6). (QS. Fathir: 5-6).

64
ٗ ُّ ‫ا ا ۡ ا ا‬ ‫ا َّٰ ٓ ا ۡ ا ا‬ ‫ا‬
٧٢ ‫ّم اوأ اضل اسبِيَل‬ َّٰ ‫او امن َك ان ِِف ه ِذه ِۦ أع‬
َّٰ ‫ّم ف ُه او ِِف ٱٓأۡلخِرةِ أع‬
Artinya: “Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di
akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang
benar). (Q.S. Al-Isra’: 72).
‫ُ ا‬ ‫ا َّ ُّ ُّ ۡ ُ ۡ ُ َّ ا ا‬ ‫َّ ا َّ َّ ا ٓ د‬
٢٢ ‫ِين َل اي ۡعقِلون‬ ‫ب عِند ٱَّللِ ٱلصم ٱۡلكم ٱَّل‬
ِ ‫إِن َش ٱلوا‬
Artinya: “Sesungguhnya seburuk-buruk makhluk pada sisi Allah ialah;
orang-orang yang pekak lagi tuli (tidak mau mendengarkan dan
memahami kebenaran) dan tidak mau menggunakan akalnya (untuk
memikirkannya). (QS. Al-Anfal: 22).

e. Islam Alternatif
Meskipun Allah Swt
memberikan kebebasan kepada Setiap orang telah diberi potensi
oleh Allah SWT berupa
umat manusia untuk menempuh
pengetahuan sebagai dasar
jalan hidupnya sesuai dengan setiap melakukan perbuatan,
keinginannya, tapi Dia juga Dia tidak membebani hamba-
memberikan penjelasan dan Nya dengan sesuatu diluar batas
peringatan tentang pilihan kemampuannya
alternatif yang harus diambil

ٓ ‫ا َّ ۡ ۡ ا َّٰ ُ ا ا ۡ ا ا ا َّ ا ُ ُ ْ ۡ ا َّٰ ا َّ ۢ ا ۡ ا ا‬
sebagaimana dalam firman-Nya berikut ini:
‫جا اء ُه ُم‬ ‫ٱۡلسلمۗ وما ٱختلف ٱَّلِين أوتوا ٱلكِتب إَِل مِن بع ِد ما‬ ‫َّ د ا‬
ِ ِ‫إِن ٱلِين عِند ٱَّلل‬
١٩ ‫اب‬ ‫ٱَّلل ا ُ ۡ ا‬
‫ٱَّللِ فاإ َّن َّ ا‬
َّ ‫ب ااايَّٰت‬ ُ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ
ِ ِٔ ‫ٱلعِل ُم ابغياۢا باينا ُه ۡمۗ او امن ياكف ۡر‬
ِ ‫ۡسيع ٱَلِس‬
ِ ِ
Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.
Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab kecuali sesudah
datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di
antara mereka. Barang siapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka
sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.” (QS. Ali-Imran: 19).
‫اِ ا ۡ ا‬ ‫اا ۡ ا‬ ‫اا اۡا ا ۡا ۡ ا‬
‫خَّٰ ِۡس ا‬
٨٥ ‫ين‬ِ ‫ٱۡل ۡسل َّٰ ِم د ِٗينا فلن ُيقبال م ِۡن ُه او ُه او ِِف ٱٓأۡلخِرة مِن ٱل‬
ِ ‫ومن يبتغِ غري‬
Artinya: “Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-
kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat
termasuk orang-orang yang rugi” (QS. Ali-Imran: 85).
‫ا ا ا ُ ُ َّ َّ ا ا ُ ُّ ۡ ُ ا‬ ‫ا َٰٓ ا ُّ ا َّ ا ا ا ُ ْ َّ ُ ْ َّ ا ا َّ ُ ا‬
١٠٢ ‫يأيها ٱَّلِين ءامنوا ٱتقوا ٱَّلل حق تقاتِهِۦ وَل تموتن إَِل وأنتم مسلِمون‬

65
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati
melainkan dalam keadaan beragama Islam” (QS. Ali-Imran: 102).
Berdasarkan ayat-ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa jalan hidup
yang benar adalah mengikuti Islam, yakni jalannya Para Nabi, Shiddiqin,
Syuhada dan Shalihin, bukan jalannya kaum Yahudi maupun Nasrani.

f. Bagaimana Menempuh Jalan Kebenaran?


Jika Al-Qur’an telah menjelaskan bahwa Islam sebagai jalan hidup
alternative satu-satunya yang benar di sisi Allah Swt, maka sebagai
konsekwensi logis; setiap orang yang menempuh jalan Islam harus m
engikuti pedoman hidup Muslim, yakni; Al-Qur’an dan As-Sunnah. Oleh
sebab itu, Allah Swt memberinya potensi agar dapat menjalankan pedoman
hidup tersebut dengan benar dan baik. Sebagaimana disebutkan dalam ayat-

‫ُ َّ ا َّٰ ُ ۡ ا ا ۡ ا ُ ا‬ ۡ ‫ا َّ ُ ا‬
ayat berikut ini:
ُ ‫ج اع ال لا‬
َّ ‫ك ُم‬
‫ٱلس ۡمعا‬ ۡ ‫ون ا‬
‫شٔٗا او ا‬ ُ ُ ۢ ‫د‬ ُ ‫ا‬ ‫ا‬
‫وٱَّلل أخرجكم ِمن بطو ِن أمهتِكم َل تعلم‬
‫ا ۡ ا ۡ ا َّٰ ا ا ۡ ا ۡ ا ا ا ا َّ ُ ا ۡ ُ ا‬
٧٨ ‫ك ۡم تشك ُرون‬ ‫وٱۡلبصر وٱۡلفِٔدة لعل‬
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran,
penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78).
‫ۡ ٌ َّ َّ ۡ ا ا ۡ ا ا ا ا ۡ ُ ا ا ُ ُّ ُ ْ ا َٰٓ ا ا ا ا‬ ‫اا اۡ ُ ا اۡ ا ا ا‬
‫ك َكن ع ۡن ُه‬ ِ‫وَل تقف ما ليس لك بِهِۦ عِل ِّۚم إِن ٱلسمع وٱۡلّص وٱلفؤاد ك أولئ‬
ٗ
٣٦ ‫ام ۡسُٔوَل‬
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al-Isra: 36).
َّ ٞ ُ ۡ ‫ َّ ا ۡ ا ُ ا ا ا ا ُ ۡ ا‬ٞ ُ ُ ۡ ُ ‫ا‬ ۡ ‫ا ا ا ۡ ا ا ۡ ا ا ا َّ ا ا ٗ د ا ۡ د ا‬
‫َّي َل‬ ‫نس لهم قلوب َل يفقهون بِها ولهم أع‬ ِِۖ ‫ٱۡل‬ ِ ‫ولقد ذرأنا ِۡلهنم كثِريا مِن‬
ِ ‫ٱۡل ِن و‬
ُ ‫ا‬ ‫ا‬ ُ
‫ َّ ا ۡ ا ُ ا ا ٓ ْ ا ا ا ۡ ۡ ا ا ۡ ُ ۡ ا ُّ ْ ا‬ٞ ‫ُ ۡ ُ ا ا ا ا ُ ۡ ا ا‬
‫ك ُه ُم‬ ‫لئ ا‬
ِ َٰٓ ‫لئِك كٱۡلنعَّٰ ِم بل هم أضل ِّۚ أو‬
َٰٓ ‫ّصون بِها ولهم ءاذان َل يسمعون بِها ِّۚ أو‬ ِ ‫يب‬
‫ۡا ُ ا‬
١٧٩ ‫ٱلغَّٰفِلون‬
Artinya: “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam
kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak

66
dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai
binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang
yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 179).
‫ا‬ ۡ ‫ٱكتا اسبا‬ۡ ‫ا‬ ۡ ‫ٱَّلل ان ۡف اسا إ ََّل ُو ۡس اع اها ِّۚ ل ا اها اما اك اسبا‬ ‫اَل يُ ا‬
ُ َّ ‫كلد ُِف‬
‫تۗ ار َّبناا َل‬ ‫ت او اعل ۡي اها اما‬ ِ
‫لَع َّٱَّل ا‬ ‫ُ ا ۡ ا ٓ َّ ا ٓ ا ۡ ا ۡ ا ۡ ا ا َّ ا ا ا ا ۡ ۡ ا ا ۡ ا ٓ ۡ ٗ ا ا ا ا ۡ ا ُ ا ا‬
‫ِين مِن‬ ‫تؤاخِذنا إِن نسِينا أو أخطأنا ِّۚ ربنا وَل َت ِمل علينا إِِصا كما َحلتهۥ‬
‫ا‬ ‫ا‬
‫َحناا ِّٓۚ أ ا‬
ۡ ‫ٱر ا‬ۡ ‫ٱغف ِۡر انلاا او‬
ۡ ‫ا ۡ ُ ا َّ ا‬ ‫اا ا‬ ‫ا‬ ۡ ُ ‫ا‬ ‫ا‬
‫نت ام ۡولىَّٰناا‬ ‫ق ۡبلِناا ِّۚ ار َّبناا اوَل َتا د ِملناا اما َل اطاقة نلاا بِهُِۖۦ وٱعف عنا و‬
‫ا ُ ۡا اا ۡا ۡ ۡ ا‬
‫كَّٰفِر ا‬
٢٨٦ ‫ين‬ ِ ‫فٱنّصنا لَع ٱلقو ِم ٱل‬
Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya
dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Mereka
berdo`a): “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa
atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada
kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang
yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada
kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami;
ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka
‫ا ۡ ُ ا ا ا ا َّ ٓ ُ ا‬
tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. (QS. Al-Baqarah: 286).
‫ا ا د ا َّٰ د ا ۡ ُ ا َّٰ ا ۡ ُ ۡ ا‬ َّ ‫ان ُه ٗدى لد‬ ُ ‫ُۡۡا‬
‫ان‬
ٖۚ ِ ‫ق‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫ٱل‬ ‫و‬ ‫ى‬ ‫د‬ ‫ه‬ ‫ٱل‬ ‫ِن‬ ‫م‬ ‫ت‬ ‫ن‬ ِ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫و‬ ‫اس‬
ِ ‫ِلن‬ ‫ء‬‫ر‬ ‫ق‬‫ٱل‬ ‫ه‬
ِ ‫ِي‬ ‫ف‬ ‫ل‬‫نز‬
ِ ‫شهر رمضان ٱَّلِي أ‬
ُ‫ا‬ ‫ د ۡ َّا‬ٞ َّ ‫َّ ۡ ا ۡ ا ُ ۡ ُ ا ا ا ا ا ا ا ۡ ا ا ا ا ا‬ ُ ‫اف امن اشه اد م‬
ۗ ‫لَع سفر فعِدة مِن أيام أخ ار‬ َّٰ ‫ِنك ُم ٱلشه ار فليصمهُۖ ومن َكن مريضا أو‬ ِ
ِ
‫ا‬ ‫ا‬ ْ
‫َبوا َّ ا‬ ‫ا‬ ۡ ْ ُ ۡ
ُ ‫ۡس اوَلِ ُك ِملوا ٱلع َِّدةا اوَلِ ُك د‬ ۡ ُ ‫يد ب‬ ‫ا‬ ۡ
ُ ُ ‫ُ ُ َّ ُ ُ ُ ُ ۡ ا ا‬
‫لَع اما‬ َّٰ ‫ٱَّلل‬ ِ
‫ك ُم ٱل ُع ۡ ا‬
ِ ‫ي ِريد ٱَّلل بِكم ٱليۡس وَل ي ِر‬
‫ا ا َّٰ ُ ۡ ا ا ا َّ ُ ا ۡ ُ ا‬
١٨٥ ‫ك ۡم تشك ُرون‬ ‫هدىكم ولعل‬
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda
(antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu
hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia
berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan
(lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki
kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan
hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya
kamu bersyukur". (QS. Al-Baqarah: 185).

67
Berdasarkan ayat-ayat
tersebut, dapat dipahami Yang harus dilakukan setiap muslim
dengan jelas bahwa setiap agar selalu berada dijalan
orang telah diberi potensi kebenaran:
oleh Allah SWT berupa 1. Mengikuti petunjuk Allah Swt
pengetahuan sebagai dasar 2. Mengikuti petunjuk Al-Qur’an
setiap melakukan pertbuatan 3. Mengikuti petunjuk Rasulullah
SAW
serta menjadi hamba yang 4. Menjadi golongan shiddiqin
bersyukur kepada-Nya. Jelas (Pengikut Rasulullah yang setia)
bahwa Allah Swt 5. Menjadi golongan Syuhada
menghendaki kemudahan, (Gugur di jalan Allah)
bukan kesulitan. Oleh sebab 6. Menjadi golongan Shalihin
itu, Dia tidak membebani hamba_Nya dengan sesuatu diluar batas
kemampuannya. Hal ini merupakan isyarat bahwa setiap orang yang tidak
patuh dan tidak tunduk kepada Allah adalah merupakan pilihannya sendiri,
bukan karena ketidakberdayaannya. Selanjutnya apa yang harus dilakukan
setiap muslim agar selalu berada dijalan kebenaran:
1. Mengikuti petunjuk Allah Swt
Manusia dalam menempuh jalan hidupnya memerlukan petunjuk Allah
Swt agar tidak menemui banyak masalah seperti; tersesat, celaka, takut,
bersedih hati dan menghadapi berbagai kesulitanhidup, tetapi justru
dapat mencapai kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.

ُ ‫ِيعا ُۖ فاإ َّما ياأۡت ِيا َّن‬


a. Agar tidak takut dan bersedih hati
‫اا ا ا ُ ا ا اا‬
‫اي فَل‬
ٗ
‫كم دم دِِِن ُهدى فمن تبِع هد‬ ٗ ‫ٱهب ُطوا ْ م ِۡن اها اَج‬ۡ ‫ُۡا‬
‫قلنا‬
ِ ِ
‫ا ُ ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ٌ ‫ا‬
٣٨ ‫خ ۡوف اعل ۡي ِه ۡم اوَل ُه ۡم َيۡ ازنون‬
Artinya: “Kami berfirman: "Turunlah kamu semua dari surga itu!
Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa
yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas
mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati". (QS. Al-Baqarah:
38).

ُ ‫و فاإ َّما ياأۡت ِيا َّن‬ٞ ‫ك ۡم ۡلِ ا ۡعض اع ُد د‬


b. Agar tidak sesat dan celaka, maupun menghadapi kesulitan hidup.
ٗ ‫ۡ ا‬ ۡ ‫ا ا‬
‫كم دم دِِِن ُهدى‬ ُ ‫ض‬ ُ ‫ِيعۢا اب ۡع‬
ِ ُۖ ُۖ ‫قال ٱهبِ اطا مِن اها َج ا‬
‫ا َّ ا‬ ۡ ‫ا ۡ ا‬ ‫ا‬
َّٰ ‫ض ُّل اوَل ي ا ۡش ا‬
‫ا ا َّ ا ا ُ ا ا ا ا‬
‫ او ام ۡن أع ارض اعن ذِك ِري فإِن َُلۥ‬١٢٣ ‫َق‬ ِ ‫اي فَل يا‬ ‫فم ِن ٱتبع هد‬
‫ا ا ٗ ا ٗ ا ا ۡ ُ ُ ا ۡ ا ۡ ا ا ۡا‬
َّٰ ‫ۡشهۥ يوم ٱلقِيَّٰمةِ أع ا‬
١٢٤ ‫ّم‬ ُ ‫معِيشة ضنَك وَن‬

68
Artinya: “Allah berfirman: "Turunlah kamu berdua dari surga
bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang
lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu
barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan
tidak akan celaka. Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami
akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta".
(QS. Thaha: 123-124).

‫ا ۡ ا ُ ا ُ ا ٓ َّ ا ُ ا ا د ا ا‬
c. Agar selamat dalam hidup
‫ا‬ ‫ا ا ُ د‬ ٓ ِ ‫ك فاأ ۡرس ِۡل ام اعناا با‬
‫ِن إِ ۡس ارَٰٓءِيل اوَل ت اعذ ِۡب ُه ۡمُۖ ق ۡد‬ ِ ‫فأتِياه فقوَل إِنا رسوَل رب‬
٤٧ ‫ى‬ َّٰ ‫ٱلس ال َّٰ ُم ا ا‬
َٰٓ ‫لَع امن َّٱتبا اع ٱل ۡ ُه اد‬ َّ ‫ك او‬ ‫ك ٔ ا د د ا‬
ُۖ ِ ‫بااية مِن َّرب‬
‫ۡا ا‬
ِ َّٰ‫جئن‬
ِ
ِ
Artinya: “Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Firaun) dan
katakanlah: "Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu,
maka lepaskanlah Bani Israel bersama kami dan janganlah kamu
menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu
dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan
keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti
petunjuk.” (QS. Thaha: 47).

2. Mengikuti petunjuk Al-Qur’an.


Al-Qur’an sebagai mukjizat Rasulullah saw berfungsi sebagai petunjuk
bagi umat manusia, penjelasan petunjuk-Nya, pembeda antara
kebenaran dan kesesatan dan sebagai peringatan bagi mereka. Di
dalamnya penuh hikmah yang dapat dijadikan pelajaran bagi setiap
orang. Oleh sebab itu Allah Swt. menyuruh umat manusia untuk selalu
mengikuti petunjuk Al-Qur’an dan meninggalkan yang lainnya,

ٗ ‫ا ٓ ا‬ ُ ۡ‫ٱتَّب ُعوا ْ اما ٓ أُنز ال إ ال‬


sebagaimana dijelaskan dalam beberapa ayat berikut ini:
ْ َّ ‫ا ا‬
‫ك ۡم اوَل تتبِ ُعوا مِن ُدونِهِۦٓ أ ۡو ِلاا اء ۗ قلِيَل َّما‬
ُ ‫كم دمِن َّربد‬
ِ ِ ِ ِ
‫ا‬ َّ ‫اا‬
٣ ‫تذك ُرون‬
Artinya: “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan
janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat
sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya).” (QS. A’raaf: 3).
َّٰ ‫اس اوبا ديِ انَّٰت دم اِن ٱل ۡ ُه اد‬ ُ ‫ُۡۡا‬
َّ ‫ان ُه ٗدى لد‬ ‫ا ۡ ُ ا ا ا ا َّ ٓ ُ ا‬
‫ى‬ ِ ‫ِلن‬ ‫نزل فِيهِ ٱلقرء‬
ِ ‫شهر رمضان ٱَّلِي أ‬
‫ا‬ ‫ا‬
ٞ َّ ‫ُ ُ َّ ۡ ا ا ا ُ ۡ ُ ا ا ا ا ا ا ۡ ا َّٰ ا ا ا‬ ۡ ‫ا‬ ‫ا ُۡۡا ا‬
‫ن ف امن شهِ اد مِنكم ٱلشهر فليصمهُۖ ومن َكن م ِريضا أو لَع سفر فعِدة‬ ٖۚ ِ ‫وٱلفرقا‬
69
‫كملُوا ْ ٱلۡع َِّدةا‬
ۡ ‫ك ُم ٱلۡ ُع ۡ ا‬
ُ ‫يد ب‬ ُ ‫ۡس او اَل يُر‬
‫ك ُم ٱلۡيُ ۡ ا‬
ُ ‫ٱَّلل ب‬ ُ َّ ‫يد‬ُ ‫خ ار ۗ يُر‬ ‫دم ِۡن اأيَّام أُ ا‬
ِ ُ ِ‫ۡس اوَل‬ ِ ِ ِ ِ
‫ا‬ ُ ۡ ‫ا‬ َّ ‫ا‬
ُ ‫ك ۡم اول اعل‬ ‫ا‬ ‫َبوا ْ َّ ا‬
َّٰ ‫ٱَّلل ا‬
ُ َّٰ ‫لَع اما اه ادى‬ ُ‫كد‬ ‫ا ُ ا‬
١٨٥ ‫ك ۡم تشك ُرون‬ ِ ِ‫وَل‬
Artinya: “Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu
dan pembeda (antara yang hak dan yang batil).” (QS. Baqarah: 185).
‫ر لدِلۡ اعَّٰلا ِم ا‬ٞ ‫إ ۡن ُه او إ ََّل ذ ِۡك‬
٢٧ ‫َّي‬ ِ ِ
Artinya: “Al Qur'an itu tiada lain hanyalah peringatan bagi semesta
alam,” (QS. At-Takwir: 27).
Di samping Al-Qur’an memiliki fungsi-fungsi sebagaimana
tersebut diatas, ternyata Allah juga telah menjadikannya mudah untuk
dipelajari. Persoalannya apakah ada orang yang mau mengambil
pelajaran dari padanya? Sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut ini:
ۡ ‫ا ا ا ۡ ا َّ ۡ ا ۡ ُ ا د ۡ ا‬
٤٠ ‫ۡسنا ٱلق ۡر اءان ل ِلِك ِر ف اهل مِن ُّم َّدكِر‬ ‫ولقد ي‬
Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Qur'an untuk
pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” (QS. Al-
Qamar: 40).
Diantara hikmah mengikuti petunjuk Al-Qur’an bagi umat manusia
adalah sebagai berikut:
a. Mendapat petunjuk dan rahmat
‫ لدِلۡ ُم ۡؤ ِمن ا‬ٞ‫َحة‬
٧٧ ‫َِّي‬ ‫ِإَونَّ ُهۥ ل ا ُه ٗدى او ار ۡ ا‬
Artinya: “Dan sesungguhnya Al Qur'an itu benar-benar menjadi
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. An-
Naml: 77).

‫ب أا ا‬
b. Keluar dari kegelapan/kesesatan.
ۡ
‫ور بِإِذ ِن اربدِهِ ۡم‬ ُّ‫ت إ اَل ٱنل‬
ِ َّٰ ‫ٱلظلُ ا‬
‫م‬
ُّ ‫ا‬
‫ِن‬ ‫م‬ ‫اس‬ ‫نزلۡ انَّٰ ُه إ الۡ ا‬
‫ك َلِ ُ ۡخر اج ٱنلَّ ا‬ ٌ َّٰ‫الٓر ك اِت‬
ِ ِ ِ ِ ٖۚ
ۡ‫ا‬ ۡ‫ا‬ ‫إ ا ََّٰل صِ ا‬
١ ‫يز ٱَل ِمي ِد‬ ِ ِ ‫ز‬ ‫ع‬ ‫ٱل‬ ‫ط‬
ِ َّٰ ‫ر‬ ِ
Artinya: “Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan
kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita
kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu)
menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS.
Ibrahim: 1).
c. Mendapat penjelasan yang benar

70
ُ ‫ٓ ۡ ا ا ا ُ ۡ ا‬
١ ‫ب اوق ۡر اءان ُّمبَِّي‬
ِ َّٰ‫ال ٖۚر ت ِلك ءايَّٰت ٱلكِت‬
Artinya: “Alif, laam, raa. (Surat) ini adalah (sebagian dari) ayat-
ayat Al-Kitab (yang sempurna), yaitu (ayat-ayat) Al Qur'an yang
memberi penjelasan” (QS. Al-Hijr: 1).

‫ِي أا ا‬
d. Sebagai peringatan dan kabar gembira bagi yang beriman
‫ا د‬ ‫ب اول ا ۡم اَيۡ اعل َّ َُلۥ ع اِو ا‬
‫ ق ديِ ٗما ِلُنذ اِر‬١ ‫ج ۜا‬ َّٰ ‫نز ال ا ا‬
‫لَع اع ۡب ِده ِ ٱلۡك اِتَّٰ ا‬ ‫ۡا‬
ٓ ‫ٱَل ۡم ُد ِ ََّّللِ َّٱَّل‬
‫ا ۡ ٗ ا ٗ د َّ ُ ۡ ُ ا ُ ا د ا ۡ ُ ۡ ا َّ ا ا ۡ ا ُ ا َّ َّٰ ا َّٰ ا َّ ا‬
‫ت أن ل ُه ۡم‬ ِ ‫بأسا شدِيدا مِن لنه ويب ِۡش ٱلمؤ ِمنَِّي ٱَّلِين يعملون ٱلصلِح‬
٢ ‫ح اس ٗنا‬ ‫أا ۡج ارا ا‬
Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada
hamba-Nya Al Kitab (Al Qur'an) dan Dia tidak mengadakan
kebengkokan di dalamnya; sebagai bimbingan yang lurus, untuk
memperingatkan akan siksaan yang sangat pedih dari sisi Allah dan
memberi berita gembira kepada orang-orang yang beriman, yang
mengerjakan amal saleh, bahwa mereka akan mendapat pembalasan
yang baik,” (QS. Al-Kahfi: 1-2).

ٗ ۡ ُ َّٰ ‫َّ َّ ا ا ۡ ُ ا ا َّٰ ا َّ ا ا ا ُ ْ َّ ا َّٰ ا ا ا ا ُ ْ َّ ا ا ۡ ا‬


e. Surga Adn bagi yang mengamalkan Al-Qur’an
‫ۡساد‬ ِ ‫إِن ٱَّلِين يتلون كِتب ٱَّللِ وأقاموا ٱلصلوة وأنفقوا مِما رزقنهم‬
ٓ‫ضلِه ِِّۚۦ‬ۡ ‫ُاداُ ۡ ُ ُ اُ ۡ اا ا ُ د ا‬ ‫ون ت اِجَّٰ ار ٗة لَّن اتبُ ا‬ ‫ا ا ا اٗ اۡ ُ ا‬
‫ ِلوفِيهم أجورهم وي ِزيدهم مِن ف‬٢٩ ‫ور‬ ‫وعَلنِية يرج‬
‫ُ ا ۡ ا ُّ ُ ا د ٗ اد‬ ‫ا‬ ۡ ‫ا‬ ٓ ‫ا‬ َّ ٞ ُ ‫ ا‬ٞ ُ ‫َّ ُ ا‬
‫ا ٓ ۡ اۡا ۡ ا ا‬
‫ب هو ٱَلق مصدِقا ل ِما‬ ِ َّٰ‫ وٱَّلِي أوحينا إِلك مِن ٱلكِت‬٣٠ ‫إِنهۥ غفور شكور‬
‫ب َّٱَّل ا‬
‫ِين‬ ‫ ُث َّم أا ۡو ار ۡثناا ٱلۡك اِتَّٰ ا‬٣١ ٞ‫صري‬ ِ ‫ري ۢ با‬ ُ ‫َلاب‬ ‫ا‬ ‫َّي يا اديۡهِ إ َّن َّ ا‬
‫ٱَّلل بِعِباادِه ِۦ‬ ‫اب ۡ ا‬
ِ ِ ِۗ
‫ُّ ۡ ا‬ ۡ ‫د‬ ‫ا‬ ۡ ‫ا ا‬ ‫ۡ ا‬
‫د اوم ِۡن ُه ۡم اساب ِ ُ ۢق‬ٞ ‫ص‬ ۡ
ِ ‫سهِۦ اومِن ُهم مقت‬ ِ ‫ِم ِنلاف‬ٞ ‫ٱص اطف ۡيناا م ِۡن عِباادِنا ُۖ ف ِمن ُه ۡم ظال‬
‫ا َّ َّٰ ُ ا ۡ ا ۡ ُ ُ ا‬ ‫َّ ا ا ُ ا ۡ ا ۡ ُ ۡ ا‬ ۡ ۡ
‫خلون اها‬ ‫ جنت عدن يد‬٣٢ ‫ري‬ ُ ‫كب‬
ِ ‫ت بِإِذ ِن ٱَّللِِّۚ ذَّٰل ِك هو ٱلفضل ٱل‬ ِ َّٰ‫بِٱَلا ۡي ار‬
ْ ُ ‫اا‬
‫ وقالوا‬٣٣ ‫ير‬ ٞ ‫حر‬ ‫ِيها ا‬‫اس ُه ۡم ف ا‬ ُ ‫ِيها م ِۡن أا اساو ار مِن ذا اهب اول ُ ۡؤل ُ ٗؤاُۖ اوۡلِ ا‬ ‫َُيالَّ ۡو ان ف ا‬
ِ ِ
ٌ ُ ‫ ا‬ٞ ُ ‫ۡ ا ۡ ُ َّ َّ ٓ ا ۡ ا ا ا َّ ۡ ا ا ا َّ ا َّ ا ا ا‬
٣٤ ‫ٱَلمد َِّللِ ٱَّلِي أذهب عنا ٱَلزنُۖ إِن ربنا لغفور شكور‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab
Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki
yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan
terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak
akan merugi, agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala
mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya.
71
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri. Dan
apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al Kitab (Al
Qur'an) itulah yang benar, dengan membenarkan kitab-kitab yang
sebelumnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Mengetahui
lagi Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya. Kemudian Kitab
itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara
hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya
diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan
di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan
dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat
besar. (Bagi mereka) surga Adn, mereka masuk ke dalamnya, di
dalamnya mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari
emas, dan dengan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah
sutera. Dan mereka berkata: "Segala puji bagi Allah yang telah
menghilangkan duka cita dari kami. Sesungguhnya Tuhan kami
benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri”. (QS.
Fathir: 29-34).

3. Mengikuti petunjuk Rasulullah SAW


Dalam menempuh jalan hidup yang benar, terdapat suritauladan dari
orang-orang yang sukses, yakni; Para Nabi, Shiddiqin, Syuhada, dan
shalihin (QS. An.Nisa: 69). Bagimana cara mengikuti jejak golongan
pertama, yakni para Nabi tersebut?

‫ا‬ ‫َّ ٓ ا ا ٓ ا َّ ُ ا ا‬
a. Mengikuti perintahnya dan menjauhi larangannya.
ۡ َّ ‫ى فالِلَّهِ اول‬ َّٰ ‫وَلِۦ م ِۡن أ ۡهل ٱلۡ ُق ار‬
َّٰ‫ِلر ُسو ِل او َِّلِي ٱل ُق ۡر اَب‬ ِ
ُ ‫ا‬ َّٰ
ِ ‫ما أفاء ٱَّلل لَع رس‬
‫ا‬ ۡ ‫ا‬
ُ ٓ ۡ ‫اۡا‬
ِّۚ‫يل َكۡ َل يكون دولَۢة بَّي ٱۡلغنِيااءِ مِنك ۡم‬
‫ا‬ ُ ‫ا ُ ا‬ ‫ا‬
‫ب‬ َّ ‫سكَِّي اوٱبۡن‬
‫ٱلس‬ َّٰ ‫ّم اوٱل ۡ ام ا‬
َّٰ ‫او ۡٱلا اتَّٰ ا‬
ِ ِ ِ ِ
‫ٱَّللا‬ ‫ك ۡم اع ۡن ُه فاٱنتا ُه ِّۚوا ْ او َّٱت ُقوا ْ َّ ُۖا‬
َّ ‫ٱَّلل إ َّن‬ ُ َّٰ ‫وه او اما ان اهى‬ ُ ‫خ ُذ‬ ُ ‫ا ا ٓ ا ا َّٰ ُ ُ َّ ُ ُ ا‬
‫وما ءاتىكم ٱلرسول ف‬
ِ
‫ا ُ ۡ ا‬
٧ ‫اب‬ ِ ‫شدِيد ٱلع‬
‫ِق‬
Artinya :“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah
kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka
adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta
itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia.
Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan

72
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras
hukuman-Nya.” (QS. Al-Hasyr 7).

Menta’ati Rasulullah Saw


‫ْا ا ا‬ ‫ُ ُّ ُ َّ ا ْ ُ ُ ا ْ ا َّ ا َّ ا ْ ا ا ا ُ ا ا ُ ا‬
b.
َّ ‫ول‬
‫اَّللِ او ام ْن ياأَب قال ام ْن‬ ‫ك أم َِّت يدخلون اۡلنة إَِل من أَب قالوا يا رس‬
‫اا ْ اا‬ ‫اا ا ا ا‬
‫خ ال ْ ا َّ ا ا ا ْ ا ا‬
‫اَّن فقد أَب‬
ِ ‫اۡلنة ومن عص‬ ‫أطاع ِِن د‬
Artinya: “Tiap-tiap umatku akan masuk Surga, kecuali orang yang
enggan. Para sahabat bertanya; siapa yang enggan, ya Rasulullah?
Beliau menjawab: Barang siapa yang mentaati aku niscaya akan
masuk surge dan siapa yang mendurhakai aku, maka dialah orang
yang enggan”. (HR. Al-Bukhari).

4. Menjadi golongan shiddiqin (Pengikut Rasulullah yang setia)


Untuk menjadi golongan kedua ini, umat Islam harus membuktikan
keimanannya dan tidak membeda-bedakan antara para Rasul-Nya. Hal

‫ا ا ا َّ ُ ُ ا ٓ ُ ا ا‬
itu dijelaskan dalam ayat berikut:
‫َّ ا ا ا َٰٓ ا‬ ‫ك اء ا‬ ٌّ ُ ‫َّ د ا ۡ ُ ۡ ُ ا‬
‫لئِكتِهِۦ‬ ‫ام ان بِٱَّللِ وم‬ ‫ون‬
ِّۚ ‫ِن‬ ‫م‬‫ؤ‬ ‫م‬ ‫ٱل‬‫و‬ ‫ِۦ‬ ‫ه‬ِ ‫ب‬‫ر‬ ‫ِن‬ ‫م‬ ‫ه‬
ِ ۡ ‫ل‬ِ‫نزل إ‬ِ ‫ءامن ٱلرسول بِما أ‬
‫ا‬
‫حد دمِن ُّر ُسلهِۦ او اقالُوا ْ اسم ۡعناا اوأ اط ۡعناا ُۖ ُغ ۡف ارانا ا‬ ‫ا‬ ‫او ُكتُبهِۦ او ُر ُسلِهِۦ اَل ُن اف در ُق اب ۡ ا‬
‫َّي أ ا‬
‫ك‬ ِ ِّۚ ِ ِ ِ
ۡ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
ُ ‫ص‬
٢٨٥ ‫ري‬ ِ ‫ار َّبنا ِإَولۡك ٱل ام‬
Artinya: “Rasul telah beriman kepada Al Qur'an yang diturunkan
kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman.
Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya dan rasul-rasul-Nya. (Mereka mengatakan): "Kami tidak
membeda-bedakan antara seseorang pun (dengan yang lain) dari rasul
rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan kami taat".
(Mereka berdoa): "Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada
Engkaulah tempat kembali". (QS. Al-Baqarah: 285).

5. Menjadi golongan Syuhada (Gugur di jalan Allah)


Untuk menjadi golongan ketiga ini, diperlukan pengetahuan dan
kemampuan memilih alternative terhadap tawaran Allah swt, disamping
memerlukan pengorbanan harta dan jiwa. Hal itu dijelaskan dalam ayat
berikut:

73
‫ا‬ ‫ا‬ ُ ‫لَع ت اِجَّٰ ارة تُنج‬ ‫ا ا ُّ ا َّ ا ا ا ُ ْ ا ۡ ا ُ ُّ ُ ۡ ا ا‬
١٠ ‫يكم دم ِۡن اعذاب أ ِلم‬ ِ َّٰ ‫يأيها ٱَّلِين ءامنوا هل أدلكم‬ َٰٓ
ُ ‫ِك ۡم اذَّٰل‬ ُ ُ ‫ا‬ ُ ‫َّ ۡ ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا ُ ا َّٰ ُ ا‬ ‫ُۡ ُ ا‬
َّ ‫ون ب‬
‫ِك ۡم‬ ِّۚ ‫يل ٱَّللِ بِأموَّٰلِك ۡم اوأنفس‬ ِ ِ‫ج ِهدون ِِف سب‬ ‫وَلِۦ وت‬ ِ ‫ٱَّللِ او ار ُس‬ ِ ‫تؤمِن‬
ُ ۡ‫ك ۡم اويُ ۡدخِل‬ ُ ‫ك ۡم ذُنُوبا‬ ُ ‫ اي ۡغف ِۡر لا‬١١ ‫ون‬ ‫ُ ُۡ اۡاُ ا‬ ُ َّ‫ ل‬ٞ‫خ ۡري‬
‫ج َّنَّٰت‬
‫ك ۡم ا‬ ‫ا‬
‫ك ۡم إِن كنتم تعلم‬
‫ۡا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
ُ ‫ن اذَّٰل اِك ٱلۡ اف ۡو ُز ٱلۡ اعظ‬
‫ِيم‬ ۡ ‫ا‬
ٖۚ ‫ت عد‬
َّ ‫سك اِن اط ديبا ٗة ِف ا‬
ِ َّٰ‫جن‬ َّٰ ‫َتۡ ِري مِن َتۡت اِها ٱۡلنۡ اهَّٰ ُر او ام ا‬
ِ ِ
‫يب اوب ا د ِۡش ٱل ۡ ُم ۡؤ ِمن ا‬ ٞ ‫ح قار‬ٞ ‫ٱَّللِ او اف ۡت‬
َّ ‫ّص دم اِن‬ ‫ا ُ ۡ ا َّٰ ُ ُّ ا‬
ٞ ۡ ‫ون اها ُۖ نا‬
١٣ ‫َِّي‬ ِ ۗ ِ ‫ وأخرى َتِب‬١٢
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan
suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang
pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad
di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi
kamu jika kamu mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni dosa-
dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal
yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan
(ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari
Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Ash-Shaff
10-13).

6. Menjadi golongan Shalihin


Golongan keempat ini adalah pewaris bumi. Oleh sebab itu, perilaku
shaleh ini juga melekat pada diri setiap Nabi dan orang-orang beriman,

َّ ‫ۢ ا ۡ د ۡ ا َّ ۡ ا ا ا ُ ا ا ا‬
sebagaimana dijelaskan dalam ayat-ayat berikut ini:
‫ا‬
١٠٥ ‫ِي ٱلصَّٰل ُِحون‬ ‫ور مِن بع ِد ٱَّلِك ِر أن ٱۡلۡرض ي ِرثها عِباد‬ َّ ‫اولا اق ۡد اكتابۡناا ِف‬
ُ‫ٱلزب‬
ِ ِ
Artinya: “Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami
tulis dalam) Lohmahfuz, bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-

ۡ
hamba-Ku yang saleh.” (QS. Al-Anbiya: 105).
‫ۡ ا‬ ‫ا‬ ۡ ‫ا‬ ۡ ‫ا‬ ۡ
‫وف اويا ۡن اه ۡون اع ِن ٱل ُمنك ِر‬ َّ
ِ ‫يُؤمِنُون بِٱَّللِ اوٱلا ۡو ِم ٱٓأۡلخ ِِر اوياأ ُم ُرون بِٱل ام ۡع ُر‬
َّ ‫ٱَلا ۡي ارَّٰت اوأُ ْو ا َٰٓ ا‬
ۡ ‫ا‬ َّٰ ‫اوي ُ ا‬
١١٤ ‫َّي‬ ‫ح ا‬
ِ ِ‫لئِك م اِن ٱلصَّٰل‬ ِۖ ِ ‫س ِر ُعون ِِف‬
Artinya: “Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan mereka
menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan
bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu
termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Ali-Imran: 114).

74
‫ا‬ ‫ا‬ ‫ج اعلۡناا ِف ذُ در َّيتِهِ ٱنلُّبُ َّو اة اوٱلۡك اِتَّٰ ا‬ ‫او او اه ۡبناا ا َُل ٓۥ إ ۡس ا‬
‫حَّٰ اق اويا ۡع ُق ا‬
‫ب او اءات ۡي انَّٰ ُه أ ۡج ار ُهۥ‬ ِ ِ
‫وب او ا‬
ِ
‫ح ا‬ َّ ‫ا‬ َّ ۡ ُّ
٢٧ ‫َّي‬ ِ ِ‫ٱلنياا ُۖ ِإَون ُهۥ ِِف ٱٓأۡلخ اِرةِ ل ِم ان ٱلصَّٰل‬ ‫ِِف‬
Artinya: “Dan Kami anugrahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Yaqub,
dan Kami jadikan kenabian dan Al Kitab pada keturunannya, dan Kami
berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di
akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al-
Ankabut: 27).

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahnya.


Shihab, Quraish. 2003. Wawasan Al-Qur’an Tafsir Maudhu’i Atas Berbagai
Persoalan Umat. Mizan: Bandung.
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, Al-Ushuluts Tsalahah, Dirjen urusan
riset, fatwa, dakwah, bimbingan islam. Direktorat penerbitan dan
terjemahan, Riyadh, Saudi Arabiah, 1992.
Taufik, HN. 2009. Buletin Al-Qur’an Tematik, Masjid AR Fachruddin
UMM, Unit Dakwah dan Pengabdian Masyarakat.

75
2. Membangun Hidup Sehat Serta Islami
Mahasiswa adalah komunitas yang cukup bhinneka, kebhinnekaan ini
dapat dikenali baik dari asal keluarganya seperti kelas social, tingkat
penghasilan, pekerjaan orang tua maupun diri mahasiswa itu sendiri yang
meliputi orientasi hidup, tujuan dan motivasi menjadi mahasiswa, gaya
hidup dan lain sebagainya. Kebhinekaan atau heterogenitas ini seyogyanya
disikapi secara arif oleh mahasiswa. Hal ini dikarenakan banyak orang
mengenal mahasiswa sebagai sosok pribadi yang dewasa, mandiri,
bertanggungjawab dan mampu
menjaga diri dengan baik.Dalam
aktifitas pembelajaran di Mahasiswa dituntut mempunyai
perguruan tinggi, mahasiswa akan penampilan yang sesuai dengan
dunia perguruan tinggi, berfikir
menghadapi berbagai situasi dan
dan bersikap ilmiah serta
kondisi yang menuntut adanya
berperilaku yang sesuai dengan
penampilan yang sesuai dengan
nilai-nilai sosial (Islam)
status perguruan tinggi sebagai
tempat pembelajaran formal di
dunia pendidikan.
Mahasiswa akan lebih banyak berhadapan dengan situasi kampus yang
menuntut sikap dan perilaku yang professional sebagai sosok intelektual
dalam bagian civitas akademika perguruan tinggi. Untuk itu, mahasiswa
harus mampu menempatkan diri dalam pergaulan di dunia kampus yang
memiliki karakteristik unik dibanding lembaga pendidikan lain, khususnya
yang tidak formal. Mahasiswa diharapkan dapat berfikir dan bersikap ilmiah
manakala berhadapan dengan proses pengajaran yang memberikan banyak
ilmu dan pengetahuan sesuai bidang keilmuannya.
Mahasiswa harus bisa menempatkan diri dengan performance yang baik
manakala berdialog dan berdiskusi dengan para pengajar atau staf
administrasi dan mahasiswapun diharapkan dapat memberikan ketauladanan
saat berada di lingkungan masyarakat luar dengan penampilan dan perilaku
yang santun sebagai seorang akademisi.
Untuk menjaga dan menuntaskan harapan-harapan ini tidak ada jalan
lain bagi seorang mahasiswa mulai belajar bagaimana harus berpenampilan,
berperilaku dan bergaul dengan sesama civitas akademika sesuai dengan
nilai-nilai dunia perguruan tinggi sebagai lembaga akademik keilmuan dan
nilai-nilai sosial kemasyarakatan yang dipilih di dunia perguruan tinggi
dalam mengembangkan institusinya. Nilai-nilai inilah yang diharapkan dapat
ikut menuntun dan menjadi pedoman mahasiswa untuk berperilaku sehari-
76
hari baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Bahkan nilai-nilai inilah
yang akan menjadi control eksternal jika mahasiswa salah dalam mengambil
sikap dan perilaku.
Pada dasarnya performance (penampilan) itu dibagi dua macam, yaitu
penampilan fisik dan penampilan batin. Penampilan fisik dapat dilihat dan
diukur. Sedangkan penampilan batin sebaliknya, sebab merupakan sesuatu
yang abstrak. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
berpenampilan, antara lain yang terkait dengan pakaian, kesucian/kebersihan
dan sikap diri. Islam telah mengatur bagaimana cara dalam menjaga
kesucian atau kebersihan dengan jelas, berikut penjelasannya.
1. Islam menetapkan bahwa pakaian yang dikenakan hendaklah menutup
aurat. Ulama berkesimpulan bahwa pada hekekatnya menutup aurat
adalah fitrah manusia yang diaktualkan pada saat ia memiliki
kesadaran. Salah satu cara dalam menutup aurat adalah dengan
menggunakan pakaian sesuai dengan norma-norma yang berlaku di
masyarakat.
2. Islam juga menetapkan perlunya menjaga kebersihan atau kesucian
pakaian dan tubuh serta keindahannya. Hal ini bukan saja akan
menambah baik penampilannya juga akan memelihara dirinya dari
berbagai penyakit. Misalnya mandi, berwudlu, mensucikan pakaian,
membersihkan, dan merapikan bagian-bagian tubuh dan sebagainya.
3. Islam juga meminta kita memperhatikan sikap berjalan. Ada yang
mengatakan bahwa perilaku dalam berjalan dapat mencerminkan
kondisi psikologis atau kepribadian seseorang. Islam meminta kita tidak
berjalan dengan kesombongan yang ditandai dengan tidak
memperhatikan lingkungan sekitar, tidak menyapa saat bertemu dengan
teman atau orang lain, sulit tersenyum atau bermuka masam.
Disamping itu dalam membahas hubungan dengan penampilan dan
pergaulan, Islam pada dasarnya tidak melarang mentah-mentah pergaulan
antara laki-laki dengan peempuan sebagaimana tidak membiarkan sebebas-
bebasnya pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Islam telah memberikan
rambu-rambu agar pergaulan yang terjadi antara laki-laki dan perempuan itu
menjadi pergaulan yang sehat dan benar. Di antara rambu-rambu tersebut
adalah:
1. Islam melarang keras berdua-duaan antara laki-laki dengan perempuan
yang bukan muhrimnya, sebab hal ini akan menjadi pemicu terjadinya
perbuatan dosa.

77
2. Islam melarang memandang lain jenis dengan syahwat, sebab
pandangan mata kepada lain jenis yang disertai dengan syahwat adalah
pintu pembuka terjadinya kejahatan.
3. Islam melarang melihat atau mempertontonkan aurat.Larangan agar
tidak melihat atau memperlihatkan aurat kepada orang lain
dimaksudkan agar manusia mampu menjaga kemulyaan dirinya.
Termasuk dalam menjaga aurat adalah memilih mode dan bentuk
pakaian, sebab banyak ditemukan model-model pakaian yang
membungkus aurat akan tetapi justru menonjolkan aurat. Misalnya
pakaian-pakaian yang ketat yang menampakkan lekuk-lekuk tubuh
pemakainya, atau pakaian yang memiliki sobekan panjang yang dengan
gerakan tertentu dapat terlihat aurat pemakai.
4. Islam mengajarkan agar membudayakan rasa malu. Budaya malu yang
dimaksudkan disini adalah malu kepada Allah apabila melakukan
perbuatan yang dilarang oleh Allah. Dengan memiliki budaya malu
orang akan senantiasa menyadari bahwa dirinya selalu dalam pantauan
dan penglihatan Allah sehingga takut berbuat hal-hal yang menyimpang
dari aturan Allah. Ia menyadari bahwa segala yang diperbuatnya akan
ditanyakan oleh Allah dan akan ia pertanggungjawabkan di hadapan-
Nya sekecil apapun perbuatan itu. Budaya malu semacam ini termasuk
bagian dari pada iman.
Disamping permasalahan pergaulan yang sering menjadi faktor
kegagalan mahasiswa dalam menuntaskan studi di perguruan tinggi, ada
beberapa permasalahan yang perlu mendapat perhatian khusus dari
mahasiswa, antara lain:
a. Menghindari Perilaku Konsumtif (Halal dan Haram)
Mahasiswa terutama yang indekost memiliki aneka kebutuhan belanja
yang beragam, disamping tentu saja kebutuhan untuk kuliahnya.
Keberagaman kebutuhan ini memang cukup
menyesakkan bahkan memusingkan bila
dipikirkan, terutama oleh kelompok Hindari perilaku
mahasiswa dengan kantong pas-pasan. konsumtif, pergaulan
bebas, seks di luar
Kebutuhan hidup akan semakin meningkat
nikah dan konsumsi
dan sulit dipenuhi manakala sudah
miras dan Napza
tercampur dengan keinginan-keinginan
pribadi akibat dorongan sosial mahasiswa.
Konsumtif adalah suatu sikap hidup yang gemar secara berlebihan
untuk berbelanja dan keinginannya untuk berbelanja tersebut seringkali tidak

78
memperhatikan tingkat prioritas dari barang-barang yang dibeli sehingga
secara otomatis tidak memperhatikan kemampuan keuangan (besar pasak
daripada tiang). Akibat yang ditimbulkan dari perilaku konsumtif ini adalah
gaya hidup boros, gali lubang tutup lubang dan pada akhirnya terjebak pada
krisis keuangan yang serius (kebiasaan berhutang, memiliki utang yang
besar dan bahkan muncul tindakan kriminal). Kondisi ini tentunya akan
mempengaruhi konsentrasi dan perilaku dalam perkuliahan, sehingga tidak
sedikit mahasiswa yang tidak mampu melanjutkan study akibat dari perilaku
konsumtif ini.
Secara umum perilaku konsumtif mahasiswa ini dapat dikaji melalui
berbagai kondisi, antara lain kondisi psikologis mahasiswa yang rentan
dengan pola konsumsi berlebihan (masa remaja). Mahasiswa yang
merupakan masa peralihan masa remaja dan dewasa memiliki pola keinginan
pengakuan sosial yang lebih besar. Pengakuan sosial ini diartikan oleh
mahasiswa dalam bentuk fisik semata, sehingga konsep “Aku Berbelanja
maka Aku Ada” lebih dominan dalam pola penerimaan sosial bagi
mahasiswa. Disamping itu strategi produsen dalam memasarkan barang
dagangannya diserta dengan menjamurnya mall makin mempengaruhi
perilaku konsumtif pada mahasiswa. Mall seringkali menjadi rumah kos
alternatif bagi sebagian mahasiswa dan menjadi tempat menyimpan uang
dari hasil jerih payah orang tua serta mampu menjadi pilihan utama dalam
kegiatan refreshing setelah kesibukan perkuliahan. Dengan berbagai cara
baik melalui iklan, memunculkan trend baru dalam berpakaian maupun
mengembangkan imajinasi konsumtif, produsen mampu menarik keinginan
mahasiswa untuk membeli barang yang sebetulnya tidak menjadi prioritas
kebutuhannya.
Perilaku konsumtif sebenarnya dapat dibedakan antara perilaku
konsumtif yang wajar dan tidak wajar. Perilaku konsumtif yang wajar dapat
dikenali dengan perilaku belanja yang “tidak besar pengeluaran daripada
pendapatan.” Sebaliknya apabila perilaku belanjanya ”besar pengeluaran
daripada pendapatan” maka mahasiswa tersebut telah terjebak dalam
perilaku konsumtif yang serius dan perlu mendapatkan perhatian dari orang-
orang terbaik disekitarnya.
Pada stadium perilaku konsumtif yang supar (sudah parah), mahasiswa
seringkali lupa diri sehingga bukannya sadar melainkan justru menuntut
orang tua memberikan kiriman yang lebih banyak dan menjadikan uang
kuliah menjadi uang jajannya. Pada kondisi tertentu mahasiswa dapat
melakukan perbuatan kriminal dan diluar perhitungan diri sendiri karena
79
ketidakmampuan mengendalikan perilaku belanjanya. Kondisi ini akan
semakin parah manakala support teman (peer group) mengarah kepada hal-
hal yang negatif (menguatkan perilaku konsumtif) dan orang tua tidak
memberikan perhatian lebih banyak terhadap perilaku tersebut.
Ada beberapa solusi yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk
mengurangi perilaku konsumtif tersebut, antara lain: mengarahkan pikiran ke
hal-hal yang produktif (wirausaha), mencari kelompok teman (peer group)
yang mendukung kegiatan-kegiatan positif, khususnya peningkatan prestasi
akademik, mengikuti kegiatan pengembangan minat dan bakat
(kemahasiswaan), memberikan perhatian lebih tinggi terhadap kegiatan
perkuliahan dan mengingat kembali tujuan dan target kuliah, khususnya
dikaitkan dengan harapan keluarga. Berkumpul dengan teman-teman yang
mengajak kepada kebaikan bukan hanya memberikan keuntungan sementara
namun keuntungan jangaka panjang. Hal ini dikarenakan salah satu
perubahan sikap seseorang dapat terjadi pada lingkungan yang baik.

b. Menghindari Pergaulan bebas dan seks di luar nikah


(Pranikah)
Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu kabar miring yang sering kita
dengar tentang mahasiswa indekost adalah mengenai pergaulan bebas.
Peluang terjadinya pergaulan bebas (seksual) di kalangan mahasiswa yang
kost relatif cukup besar, mengingat mereka jauh dari pengawasan orang tua;
perkembangan psikologis dan sosial, khususnya yang berkaitan dengan
kebutuhan seksual dan pengakuan orang lain (sosial); dan tidak adanya
pengawasan dari pemilik rumah kost (lingkungan sekitar kost). Sistem
kontrol yang lemah dan tidak didukung oleh kepribadian serta iman yang
kuat dari mahasiswa akan membuat perilaku mahasiswa tidak terkendali.
Pada dasarnya pergaulan bebas dan seks di luar nikah merupakan akibat
dari berbagai situasi dan kondisi yang sangat kompleks. Ditinjau dari aspek
psikologis, pergaulan bebas sering diakibatkan adanya permasalahan internal
mahasiswa yang tidak terpecahkan, misalnya problem kepercayaan diri yang
rendah sehingga membutuhkan penerimaan sosial yang lebih tinggi dari
lingkungan sosialnya, kekecewaan terhadap lawan jenis yang pernah
menyakiti hatinya, kegagalan dalam membina hubungan dengan lawan jenis,
ketidaksiapan mental dalam mengikuti arus perubahan hubungan sosial,
kekecewaan terhadap orang tua yang kurang memberikan perhatian terhadap
perkembangan dirinya serta ketidakmampuan dalam mengelola emosi.

80
Sementara ditinjau dari aspek sosial, pergaulan bebas dan seks pranikah
banyak ditimbulkan oleh adanya perubahan jaringan informasi yang sangat
radikal, dimana informasi tentang seks banyak dijumpai di berbagai media
tanpa adanya kontrol atau penyaringan, kondisi lingkungan (masyarakat)
yang tidak jarang membiarkan munculnya perilaku negatif dalam hubungan
antar lawan jenis, kurangnya sanksi (sosial, moral dan fisik) terhadap
pelanggaran tersebut dan lingkungan keluarga yang kurang memberikan
kontrol dan pendidikan seks terhadap mahasiswa.
Keadaan ini apabila dibiarkan maka akan semakin menjerumuskan
mahasiswa kepada jurang kegagalan dan kehancuran masa depannya.
Banyak mahasiswa yang tidak dapat melanjutkan studi karena terjerumus
dalam pergaulan bebas yang berujung kepada perbuatan melanggar hukum
yang dikenai sanksi (akademik maupun pidana). Tidak jarang pula
mahasiswa yang studinya berantakan karena ketidakmampuan mengelola
waktu dan tenaga akibat telah terlena dengan kenikmatan pergaulan bebas.
Berbagai solusi dapat diberikan untuk mengurangi atau menghindari
pergaulan bebas ini, antara lain memilih teman bergaul yang baik
(mendukung pencapaian prestasi), mengalokasikan waktu dan tenaga untuk
aktif diberbagai kegiatan ekstrakurikuler, merenungkan kembali tujuan
kuliah di perguruan tinggi dan akibat dari perbuatan pergaulan bebas
tersebut serta meningkatkan pemahaman tentang masalah moral dan agama.
Secara empiris dapat ditemukan bahwa mahasiswa yang cenderung
mengalokasikan waktu dan tenaganya dalam kegiatan intrakurikuler dan
ekstrakurikuler akan terhindar dari pergaulan bebas dan seks pra nikah.

c. Menghindari Penggunaan NAPZA (Narkotik, Alkohol,


Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya)
Selain mewaspadai bahaya perilaku seksual di luar nikah, mahasiswa
juga harus pandai menjaga dirinya dari bahaya NAPZA. NAPZA bukan
sekedar meninabobokan mahasiswa tetapi juga mengancam masa depan
mahasiswa baik secara individual maupun sebagai generasi muda. Telah
banyak data yang membuktikan tentang kehancuran masa depan akibat
NAPZA ini, mulai dari studi yang tidak pernah selesai sampai hukuman
pidana yang yang harus dijalani.
Ada beberapa alasan yang menyebabkan mahasiswa terperosok ke
dalam NAPZA, antara lain:
a. Mengira NAPZA dapat menguatkan eksistensi diri (perasaan ingin
diakui)

81
b. Mengira NAPZA dapat menambah rasa percaya diri
c. Mengira NAPZA dapat melepaskan diri dari kebosanan dan frustasi
d. Menangkap pesan keren dari media yang menayangkan figur yang
pernah terjerumus penggunaan NAPZA
e. Mengira NAPZA dapat membuat pergaulan lebih luas dan beken
f. Mengira dapat terlihat lebih dewasa dengan menggunakan NAPZA
g. Mengira NAPZA sebagai ekspresi pemberontakan
h. Mengira NAPZA dapat menghilangkan stress secara instan
i. Alasan mencoba-coba
Mahasiswa yang telah terjerumus dalam penggunaan NAPZA
cenderung sulit keluar dari kondisi tersebut, karena secara biologis telah
muncul “ketagihan”, secara psikologis telah merasa nyaman dengan
penggunaan NAPZA yang dianggap mampu menjadi alat “pelarian”
problem psikologis dan dalam konteks jaringan peredaran, mereka akan
selalu diawasi dan dikendalikan agar tidak memberkan informasi
“terlarang” kepada pihak lain yang berakibat terbongkarnya jaringan
tersebut. Kondisi-kondisi inilah yang perlu dipahami oleh mahasiswa tentang
betapa berbahayanya apabila kita mulai menggunakan NAPZA.
Ada beberapa solusi yang dapat kita lakukan agar tidak terjerumus
dalam pemakaian NAPZA, antara lain: memilih lingkungan pergaulan yang
sehat dan aman yang mampu menunjang peningkatkan kualitas diri
(akademik dan non akademik), mengarahkan perhatian terhadap hal-hal yang
positif, mengalokasikan waktu lebih banyak kepada kegiatan pengembangan
potensi diri, memikirkan masa depan yang akan dijalani dengan melihat
masa-masa sebelumnya yang sudah dijalani (pengorbanan orang tua,
tanggungjawab terhadap keluarga dan harapan orang lain) serta adanya
upaya peningkatan dan mengaplikasikan perilaku dan nilai-nilai agama
dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Fajar, M & Effendi M. 2000. Dunia Perguruan Tinggi & Kemahasiswaan.


UMM Press: Malang.
Hadi, Sutrisno. 1989. Metode Research. Yayasana Penerbitan Fak. Psikologi
UGM: Yogyakarta.
Havighurst, R.1992. Psikologi Perkembangan. Erlangga: Jakarta.

82
Mu’tadin, Z.2002. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Pada
Remaja, diakses pada tanggal 4 November 2014 dari http//www.e-
psikologi.com/remaja/250602.htm
Rini,J.2001. Asertifitas, diakses pada tanggal 4 November 2014 dari
http//www.e-psikologi.com/dewasa/assertif.htm
http://www.kopertis4.or.id//akreditasi/PEDOMAN/Buku/Suasana
Akademik.pdf

83
D. PAHALA DAN DOSA

1. Ibadah; Membangun Perilaku Positif


a. Definisi Ibadah
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti
merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut Ibadah dalam
Islam meliputi
syara’ (terminologi), ibadah mempunyai banyak
seluruh aktivitas
definisi, tetapi makna dan maksudnya satu. Definisi kehidupan yang
itu antara lain adalah: bernilai baik
1. Ibadah adalah taat kepada Allah dengan dalam pandangan
melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para agama
Rasul-Nya.
2. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah SWT, yaitu
tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa
mahabbah (kecintaan) yang paling tinggi.
3. Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai
dan diridhai Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan, yang
zhahir maupun yang bathin. Yang ketiga ini adalah definisi yang
paling lengkap.
Ibadah dalam Islam meliputi seluruh aktivitas kehidupan yang
bernilai baik dalam pandangan agama. Hanya saja, bentuk ibadah
terbagi dua, yaitu:
1. Ibadah khusus (mahdhah) yakni ibadah yang tata caranya sudah
ditentukan secara khusus oleh agama dan tidak ada wewenang
sedikit pun bagi manusia untuk melakukan perubahan di
dalamnya. Contohnya: shalat, puasa, zakat, haji, wudlu,
tayammum, dan sebagainya.
2. Ibadah umum (ghairu mahdhah) yakni yang ibadah yang tata
caranya tidak ditentukan secara khusus oleh agama. Ibadah jenis
ini meliputi segala bentuk kebaikan yang diatur secara umum oleh
agama, misalnya, bersedekah, mencari ilmu, menolong orang lain,
mengajar, dan sebagainya.
Ibadah merupakan tujuan penciptaan manusia sebagaimana firman
Allah:

84
ۡ ‫د‬ ‫د‬ ُ ۡ ُ ُ ٓ‫ا‬ ُُۡ َّ ‫ا ا ا ا ۡ ُ ۡ َّ ا ۡ ا‬
‫ ما أ ِريد مِنهم مِن ِرزق‬٥٦ ‫ون‬ ِ ‫ٱۡلنس إَِل ِلاعبد‬
ِ ‫ٱۡلن و‬
ِ ‫وما خلقت‬
ُ ‫ا‬ ۡ َّ ُ ۡ ُ ُ َّ َّ ‫َّ َّ ا ُ ا‬ ۡ ُ ‫اآُ ُ ا‬
ُ
٥٨ ‫ إِن ٱَّلل هو ٱلرزاق ذو ٱلقوة ِ ٱلمتَِّي‬٥٧ ‫وما أ ِريد أن يطعِمو ِن‬
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka beribadah kepada-Ku. Aku tidak menghendaki
rizki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya
mereka memberi makan kepada-Ku. Sesungguhnya Allah Dia-lah
Maha Pemberi rizki yang mempunyai kekuatan lagi sangat
kokoh.” (Adz-Dzaariyaat: 56-58).
Allah memberitahukan bahwa hikmah
Inti agama adalah
penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka kita tidak
melaksanakan ibadah hanya kepada-Nya. Allah beribadah kecuali
sendiri Maha kaya, tidak membutuhkan ibadah hanya kepada
mereka, akan tetapi merekalah yang Allah, dan kita
membutuhkan-Nya. Siapa pun yang menolak tidak beribadah
beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa kecuali dengan apa
yang Dia syariat-
pun yang beribadah kepada Allah tetapi dengan
kan
selain apa yang disyariatkan-Nya, maka ia adalah
pelaku bid’ah. Dan Siapa pun yang beribadah kepada Allah hanya
dengan apa yang disyariatkan-Nya, maka ia adalah mukmin yang
sesungguhnya.
Ayat di atas bukan berarti bahwa Allah bersikap otoriter dengan
memaksa manusia untuk beribadah kepada-Nya. Akan tetapi, Allah
sebagai pencipta dan pemilik alam semesta menunjukan jalan terbaik
yang harus dilakukan oleh manusia agar mencapai kebenaran dan
kebahagiaan dalam mengarungi kehidupan. Sebab, bagaimanapun,
manfaat ibadah yang dilakukan oleh seseorang akan kembali kepada
dirinya sendiri.
Andaikan seluruh makhluk di bumi ini semuanya beribadah
kepada Allah, tak sedikit pun kejayaan dan kemuliaan Allah
meningkat. Demikian pula sebaliknya, andaikan seluruh makhluk di
bumi ini tak ada satu pun beribadah kepada Allah, maka tak sedikit
pun kejayaan dan kemuliaan Allah menurun. Manusia sebagai pelaku
ibadah adalah yang akan menerima dan merasakan manfaat ibadah

85
yang dilakukan, baik untuk kehidupan di dunia maupun kehidupan di
akhirat.

a. Syarat Diterimanya Ibadah


Ibadah adalah perkara tauqifiyah yaitu tidak ada suatu bentuk
ibadah yang disyariatkan kecuali berdasarkan Al-Qur-an dan As-
Sunnah. Apa yang tidak disyariatkan merupakan amalan bid’ah yang
tertolak sebagaimana sabda Nabi SAW. “Barangsiapa yang beramal
tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak.”
(HR. Muslim).
Agar dapat diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan
ibadah itu tidak bisa dikatakan benar kecuali dengan adanya dua
syarat: pertama, ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar
dan kecil. Kedua, ittiba’, sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat laa
ilaaha illallaah, sebab ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya
kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya. Sedangkan syarat
kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah,
karena ia menuntut ketaatan kepada Rasulullah, mengikuti syari’atnya
dan meninggalkan amalan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-

‫ ا ا ُ ٓ ا‬ٞ ۡ ُ ُ ‫ا ا ا ۡ ا ۡ ا ا ا ۡ ا ُ َّ ا‬
adakan. Allah berfirman:
ٌۡ‫ا اد اا ا‬ ُ ۡ
‫َل ٖۚ من أسلم وجههۥ َِّللِ وه او ُّمسِن فلهۥ أجرهۥ عِند ربِهِۦ وَل خوف‬
ُ َّٰ ‫ب‬
‫اۡ ُ ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
١١٢ ‫اعل ۡي ِه ۡم اوَل ُه ۡم َي ازنون‬
Artinya: “(Tidak demikian) bahkan
barangsiapa yang menyerahkan diri Ibadah tidak
sepenuhnya kepada Allah, dan ia disyariatkan untuk
berbuat kebajikan, maka baginya mempersempit atau
pahala di sisi Rabb-nya dan tidak ada mempersulit manusia,
rasa takut pada mereka dan mereka dan tidak pula untuk
tidak bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: menjatuhkan mereka
112). di dalam kesulitan
Menyerahkan diri pada ayat tadi
artinya memurnikan ibadah semata-mata karena Allah. Sedangkan
berbuat kebajikan artinya mengikuti Rasulullah SAW.
86
Syaikhul Islam Ibn Taimiyah menegaskan, “Inti agama ada dua
pilar yaitu kita tidak beribadah kecuali hanya kepada Allah, dan kita
tidak beribadah kecuali dengan apa yang Dia syariat-kan.”

‫ ا ا ا ا‬ٞ َّٰ ‫ ا‬ٞ َّٰ ‫ د ۡ ُ ُ ۡ ُ ا َٰٓ ا َّ ا َّ ا ٓ ا َّٰ ُ ُ ۡ ا‬ٞ ‫ُ ۡ َّ ا ٓ ا ا ۠ ا ا‬


Sebagaimana firman Allah:
‫قل إِنما أنا بۡش مِثلكم يوِح إَِل أنما إِلهكم إِله وحِدُۖ فمن َكن‬
‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا ُ ْ آ اد اۡاۡ اۡ ا اٗ ا ٗ اا ُۡ ۡ ا ا اد ا‬
ۢ
١١٠ ‫ۡشك بِعِبادة ِ ربِهِۦٓ أحدا‬ ‫ا‬ ۡ
ِ ‫يرجوا لِقاء ربِهِۦ فليعمل عمَل صَّٰلِحا وَل ي‬
Artinya: “Maka barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabb-
nya maka hendaknya ia mengerjakan amal shalih dan janganlah ia
mempersekutukan sesuatu pun dalam beribadah kepada Rabb-nya.”
(QS. Al-Kahfi: 110).
Hal yang demikian itu merupakan manifestasi (perwujudan) dari
dua kalimat syahadat “Laa ilaaha illallaah, Muhammad Rasulullah.”
Pada yang pertama, kita tidak beribadah kecuali kepada Allah.
Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad SAW adalah utusan yang
menyampaikan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan
mempercayai beritanya serta mentaati perintahnya. Rasulullah telah
menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau
melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau katakan bahwa
semua bid’ah itu sesat.
Bila ada orang yang bertanya: “Apa hikmah di balik kedua
syarat bagi sahnya ibadah tersebut?” Jawabannya adalah sebagai
berikut:
1. Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah
kepada-Nya semata. Maka, beribadah kepada selain Allah di
samping beribadah kepada-Nya adalah kesyirikan. Allah

‫َّ ٓ ا ا ۡ ا ٓ ا ۡ ا‬
berfirman:
ۡ ُ ‫ۡ ا د ا ۡ ُ َّ ا‬
‫ُمل ِٗصا َّ َُل د‬ ‫ك ٱلۡك اِتَّٰ ا‬
٢ ‫ٱلِي ان‬ ‫ب بِٱَل ِق فٱعب ِد ٱَّلل‬ ‫إِنا أنزنلا إِل‬
“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas beragama kepada-
Nya.” (QS. Az-Zumar: 2).
2. Sesungguhnya Allah mempunyai hak dan wewenang memerintah
dan melarang.
3. Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama bagi kita.
Maka, orang yang membuat tata cara ibadah sendiri dari dirinya,
87
berarti ia telah menambah ajaran agama dan menuduh bahwa
agama ini tidak sempurna (mempunyai kekurangan).
4. Dan sekiranya boleh bagi setiap orang untuk beribadah dengan
tata cara dan kehendaknya sendiri, maka setiap orang menjadi
memiliki caranya tersendiri dalam ibadah. Jika demikian halnya,
maka yang terjadi di dalam kehidupan manusia adalah kekacauan
yang tiada taranya karena perpecahan dan pertikaian akan
meliputi kehidupan mereka disebabkan perbedaan kehendak dan
perasaan. Padahal agama Islam mengajarkan kebersamaan dan
kesatuan menurut syari’at yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya.

b. Pengaruh Positif Ibadah


Ibadah di dalam syariat
Islam merupakan tujuan akhir Pengaruh positif ibadah:
yang dicintai dan diridhai a. Kebahagiaan dan kesenangan
Allah. Karenanyalah Allah hidup yang hakiki di dunia
menciptakan manusia, dan akhirat
b. Kemudahan semua urusan
mengutus para Rasul dan
dan jalan keluar dari semua
menurunkan kitab-kitab suci- masalah dan kesulitan yang
Nya. Orang yang dihadapi
melaksanakannya dipuji dan c. Penjagaan dan taufik dari
yang enggan Allah
melaksanakannya dicela. d. Kemanisan dan kelezatan
iman, yang merupakan tanda
Ibadah di dalam Islam
kesempurnaan iman
tidak disyariatkan untuk e. Keteguhan iman dan
mempersempit atau ketegaran dalam berpegang
mempersulit manusia, dan teguh dengan agama Allah
tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi
ibadah itu disyariatkan untuk berbagai hikmah yang agung,
mengandung kemanfaatan besar yang tidak dapat dihitung jumlahnya,
dan tentu memiliki dampatk positif bagi pelakuknya.
Diantara manfaat ibadah, bahwa ibadah dapat mensucikan jiwa
dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan
manusiawi. Ibadah juga dapat meringankan seseorang untuk
melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah
88
dapat menghibur seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan
beban penderitaan saat susah dan mengalami rasa sakit, semua itu ia
terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
Termasuk manfaat ibadah juga, bahwa seorang hamba dengan
ibadahnya kepada Allah dapat membebaskan dirinya dari belenggu
penghambaan kepada makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas
kepada mereka. Karena itu, ia merasa percaya diri dan berjiwa besar
dengan berharap dan takut hanya kepada Allah saja.
Mengingat ibadah merupakan wujud pengabdian dan ketaatan
kepada Allah, maka tidak boleh bagi manusia melakukan ibadah
sekedar formalitas dan tidak sungguh-sungguh serta tidak memahai
maksudnya. Hal ini disebabkan karena ibadah dalam Islam merupakan
salah satu media untuk membangun kepribadian manusia menjadi

ُ َّ‫ي اأ ُّي اها ٱنل‬


pribadi-pribadi yang baik dan berguna. Allah berfirman:
‫ِك ۡم‬ ‫ك ۡم او َّٱَّل ا‬
ُ ‫ِين مِن اق ۡبل‬ ُ ‫ك ُم َّٱَّلِي اخلا اق‬
ُ ‫ٱعبُ ُدوا ْ ار َّب‬
ۡ
‫اس‬ َٰٓ ‫ا‬
‫ا ا َّ ُ ا ُ ا‬
٢١ ‫ك ۡم ت َّتقون‬ ‫لعل‬
Artinya: “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu Yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu
bertakwa.”(QS. Al-Baqarah: 21).
Bila kita perhatikan perintah-perintah Allah tentang ibadah baik
dalam al-Qur’an maupun Sunnah Rasul maka kita temukan bahwa
semua ibadah yang diperintahkan oleh Allah pada akhirnya bermuara
pada pembentukan kepribadian yang baik (akhlak yang mulia). Shalat
misalnya yang merupakan kewajiban sehari-hari memiliki manfaat
yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian manusia. Hal ini

َّ ‫ك م اِن ٱلۡك اِتَّٰب اوأاقِم‬


‫ُۡ ا ٓ ُ ِ ا اۡ ا‬
disebutkan oleh Allah dalam al-Qur’an:
َّٰ ‫ٱلصلا َّٰو اة ات ۡن ا‬
‫َه اع ِن‬ َّ ‫ٱلصلا َّٰو اة ُۖ إ َّن‬
ِ ِ ِ ‫ٱتل ما أوِح إِل‬
‫ا‬ ‫ا‬ ‫ۡ ا ۡ ا ٓ ا ۡ ُ ا ا ا ۡ ُ َّ ا ۡ ا ُ ا َّ ُ ا‬
٤٥ ‫ٱَّلل اي ۡعل ُم اما ت ۡصنا ُعون‬ ‫ٱلفحشا ِء وٱلمنك ِرِۗ وَّلِكر ٱَّللِ أكَب ۗ و‬
Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al
Kitab (Al Qur'an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu
mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan
sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar
89
(keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan Allah mengetahui
apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 45).
Demikian juga dengan ibadah-ibadah yang lain semua memiliki
pengaruh besar dalam membentuk kepribadian manusia. Tentang

‫ُ ۡ ۡ اۡا ۡ ا ا اٗ ُا د ُ ُ ۡ اُاد‬
zakat Allah berfirman:
‫ا ا ا د ا ا ۡ ۡ َّ ا ا َّٰ ا ا‬
‫خذ مِن أموَّٰلِهِم صدقة تط ِهرهم وتزكِيهِم بِها وص ِل علي ِهمُۖ إِن صلوتك‬
ٌ ‫يع اعل‬
١٠٣ ‫ِيم‬ ُ َّ ‫ن ل َّ ُه ۡمۗ او‬ٞ ‫ك‬
ٌ ‫ٱَّلل اس ِم‬ ‫ا ا‬
‫س‬
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat
itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman
jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (QS. At-Taubah: 103).

َّ ‫ا ا ُّ ا َّ ا ا ا ُ ْ ُ ا ا ا ۡ ُ ُ د ا ُ ا ا ُ ا ا ا‬
Terkait manfaat puasa, Allah berfirman:
‫ا‬
‫ٱلصيام كما كتِب لَع ٱَّلِين مِن‬
ِ ‫يأيها ٱَّلِين ءامنوا كتِب عليكم‬ َٰٓ
‫ا ۡ ُ ۡ ا ا َّ ُ ا ُ ا‬
١٨٣ ‫ك ۡم ت َّتقون‬ ‫قبلِكم لعل‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
agar kamu bertakwa. (QS. Al-Baqarah: 183).
Beberapa contoh di atas mengisyaratkan, bahwa ibadah
memiliki dampak positif bagi pelakunya. Ini berarti bahwa kualitas
ibadah yang dilakukan oleh manusia akan menentukan perilaku yang
bersangkutan.
Untuk memperjelas keterangan di atas, berikut beberapa poin
penting yang menunjukkan besarnya pengaruh positif ibadah yang
dilaksanakan seorang Muslim dalam kehidupannya.
1. Kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan
akhirat.

ُ ‫ا ا‬
Allah berfirman:
ٗ ‫اا‬
َّٰ ‫ام ۡن اع ِم ال اصَّٰل ِٗحا دمِن ذاكر أ ۡو أ ا‬
ُۖ ‫ِن فلنُ ۡحيِيا َّن ُهۥ احيا َّٰو ٗة اط ديِباة‬ٞ ‫نَث او ُه او ُم ۡؤم‬
‫ُ ا‬ ْ ُ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬
٩٧ ‫اونلا ۡج ِزيا َّن ُه ۡم أ ۡج ار ُهم بِأ ۡح اس ِن اما َكنوا اي ۡع املون‬
90
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh (ibadah),
baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka
sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang
baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan
kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari
apa yang telah mereka kerjakan” (QS. An-Nahl: 97).
Para ulama salaf menafsirkan makna “kehidupan yang baik
(di dunia)” dalam ayat di atas dengan “kebahagiaan (hidup)” atau
“rizki yang halal dan baik” dan kebaikan-kebaikan lainnya yang
mencakup semua kesenangan hidup yang hakiki.
Sebagaimana orang yang berpaling dari petunjuk Allah dan
tidak mengisi hidupnya dengan beribadah kepada-Nya, maka
Allah Ta’ala akan menjadikan sengsara hidupnya di dunia dan

‫اا ۡ ا ۡا ا‬
akhirat. Allah berfirman:
ُ ُ ۡ‫نَك او اَن‬
‫ۡشهُۥ يا ۡو ام ٱلۡقِ ايَّٰمةِا‬ ٗ ‫ا َّ ا ُ ا ا ٗ ا‬ ۡ ‫ا‬
‫ومن أعرض عن ذِك ِري فإِن َلۥ معِيشة ض‬
َّٰ ‫ا‬ ۡ ‫ا‬
١٢٤ ‫أعّم‬
Artinya: “Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku,
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami
akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta”
(QS Thaaha: 124).
2. Kemudahan semua urusan dan jalan keluar dari semua masalah
dan kesulitan yang dihadapi.
Allah berfirman:
ُ ‫ا ُُۡ ۡ اۡ ُ ا اۡا‬ ٗ ۡ ‫ا ا َّ َّ ا ا ۡ ا َّ ا‬
ِّۚ‫ اوي ۡرزقه مِن حيث َل َيتسِب‬٢ ‫اومن يت ِق ٱَّلل َيعل َُلۥ ُم ارجا‬
Artinya: “.....Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya
Dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam semua
masalah yang dihadapinya), dan memberinya rizki dari arah
yang tidak disangka-sangkanya.......” (QS. Ath-Thalaaq: 2-3).
Ketakwaan yang sempurna kepada Allah tidak mungkin
dicapai kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah yang
wajib dan sunnah (anjuran), serta menjauhi semua perbuatan yang
diharamkan dan dibenci oleh Allah.

91
‫ا ا ا َّ َّ ا ا ۡ ا َّ ُ ۡ ا‬
Dalam ayat berikutnya Allah berfirman:
ٗ ۡ ُ ۡ
٤ ‫ومن يت ِق ٱَّلل َيعل َلۥ مِن أم ِره ِۦ يۡسا‬
Artinya: “......Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya
Dia akan menjadikan baginya kemudahan dalam (semua)
urusannya” (QS. Ath-Thalaaq: 4).
3. Penjagaan dan taufik dari Allah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda kepada Abdullah bin
Abbas:
‫ُ ا ا‬ ‫ْ ا ْ َّ ا ا ْ ا ْ ا ْ ا ْ َّ ا ا‬
‫َت ْدهُ َتااهك‬
ِ ‫احفظ اَّلل َيفظك احفظ اَّلل‬
Artinya: “Jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah maka Dia
akan menjagamu, jagalah (batasan-batasan/syariat) Allah maka
kamu akan mendapati-Nya di hadapanmu.“ (HR at-Tirmidzi).
Makna “menjaga (batasan-batasan/syariat) Allah” adalah
menunaikan hak-hak-Nya dengan selalu beribadah kepadanya,
serta menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya. Dan makna “kamu akan mendapati-Nya dihadapanmu“: Dia
akan selalu bersamamu dengan selalu memberi pertolongan dan
taufik-Nya kepadamu.
Keutamaan yang agung ini hanyalah Allah peruntukkan
bagi orang-orang yang mendapatkan predikat sebagai wali
(kekasih) Allah, yang itu mereka dapatkan dengan selalu
melaksanakan dan menyempurnakan ibadah kepada Allah, baik
ibadah yang wajib maupun sunnah (anjuran). Dalam sebuah
hadits qudsi yang shahih, Allah berfirman, “Barangsiapa yang
memusuhi wali (kekasih)-Ku maka sungguh Aku telah
menyatakan perang (pemusuhan) terhadapanya. Tidaklah seorang
hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu (ibadah) yang
lebih Aku cintai dari pada (ibadah) yang Aku wajibkan
kepadanya, dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-
Ku dengan (ibadah-ibadah) yang sunnah (anjuran/tidak wajib)
sehingga Akupun mencintainya…“ (HR. Bukhari).
4. Kemanisan dan kelezatan iman, yang merupakan tanda
kesempurnaan iman
92
Rasulullah bersabda:
ً‫ض َي ِِبهللِ َراِب َوِِب ِْۡل ْسالَِم ِديْناً َوِِبُ َح ام ِد َر ُس ْوَّل‬
ِ ‫ان من ر‬
ِ
َ ْ َ َ‫اق طَ ْع َم اْ ِۡل ُْي‬
َ َۚ ‫ذ‬
Artinya: “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang
yang ridha dengan Allah sebagai Rabbnya dan islam sebagai
agamanya serta (nabi) Muhammad sebagai rasul-Nya“. (HR
Muslim).
Imam an-Nawawi ketika menjelaskan hadits di atas,
berkata, “Orang yang tidak menghendaki selain (ridha) Allah, dan
tidak menempuh selain jalan agama Islam, serta tidak melakukan
ibadah kecuali dengan apa yang sesuai dengan syariat (yang
dibawa oleh) Rasulullah, tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa
yang memiliki sifat ini, maka niscaya kemanisan iman akan
masuk ke dalam hatinya sehingga dia bisa merasakan kemanisan
dan kelezatan iman tersebut (secara nyata)”.
Sifat inilah yang dimiliki oleh para sahabat Rasulullah, yang
semua itu mereka capai dengan taufik dari Allah, kemudian
karena ketekunan dan semangat mereka dalam menjalankan
ibadah dan ketaatan kepada Allah. Allah berfirman:
ُ ۡ‫ك ۡم او اك َّرها إ ال‬
‫ك ُم‬ ‫ك ُم ۡٱۡل ا‬
ُ ‫يمَّٰ ان او از َّينا ُهۥ ِف قُلُوب‬ ُ ۡ‫ب إ ال‬
‫او الَّٰ ِ َّ َّ ا ا َّ ا‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫كن ٱَّلل حب‬
‫ا‬ َّ ‫ك ُه ُم‬ ‫ۡ ُ ۡ ا ا ۡ ُ ُ ا ا ۡ ۡ ا ا ُ ْ ا َٰٓ ا‬
٧ ‫ٱلرَّٰش ُِدون‬ ِ ‫ان أولئ‬ ِّۚ ‫ٱلكفر وٱلفسوق وٱلعِصي‬
Artinya: “.....Tetapi Allah menjadikan kamu sekalian (wahai para
sahabat) cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah
dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran,
kefasikan dan perbuatan maksiat. Mereka itulah orang-orang
yang mengikuti jalan yang lurus”. (QS. Al-Hujuraat: 7).
5. Keteguhan iman dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan
agama Allah
Allah berfirman:
ۡ ُّ ‫ت ِِف ۡ ا‬
ِِۖ‫ٱَليا َّٰوة ِ ٱلنياا او َِّف ٱٓأۡلخ اِرة‬
َّ ‫ُ ا د ُ َّ ُ َّ ا ا ا ْ ۡ ا‬
ِ ِ ‫امنُوا بِٱلق ۡو ِل ٱثلاب‬ ‫يثبِت ٱَّلل ٱَّلِين ء‬
ٓ ‫ا‬ ُ َّ ‫َّيِّۚ اويا ۡف اع ُل‬ َّ ُ َّ ُّ ُ ‫ا‬
٢٧ ‫ٱَّلل اما ياشا ُء‬ ‫ٱلظَّٰلِم ا‬
ِ ‫ضل ٱَّلل‬
ِ ‫وي‬

93
Artinya: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman
dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan di dunia dan di
akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan
memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27).
Fungsi ibadah dalam meneguhkan keimanan sangat jelas
sekali, karena seorang muslim yang merasakan kemanisan dan
kenikmatan iman dengan ketekunannya beribadah dan
mendekatkan diri kepada Allah, maka setelah itu dia tidak akan
mau berpaling dari keimanan tersebut meskipun dia harus
menghadapi berbagai cobaan dan penderitaan dalam
mempertahankannya, bahkan semua cobaan tersebut menjadi
ringan baginya.

2. DOSA: PINTU GERBANG PERILAKU NEGATIF


a. Definisi Dosa
Dalam al-Qur’an ada bermacam-macam istilah yang dipakai untuk
dosa, antara lain, itsmun, dzambun, zhulmun, rijsun, su un dan sebagainya.
Sementara menurut keterangan Nabi Muhammad Saw termaktub dalam
sebuah hadits:
ِ ِ
ُ َ‫ت أَ ْن يَطال َع َعلَْيه الن‬
‫اس‬ َ ‫ا ِۡل ْْثُ َما َحا َك ِِف‬
َ ‫ص ْد ِرك َوَك ِرْه‬
Artinya: “Dosa adalah sesuatu yang mengusik hatimu dan engkau tidak
senang jika orang lain sampai mengetahuinya” (HR Muslim).
Maksud perkataan Rasulullah di atas,
Dosa adalah sesuatu
bahwa dosa ialah sesuatu yang mengganggu yang mengusik hatimu
dan menggelisahkan, sedang hati merasa dan engkau tidak
tidak tenang dalam melakukan hal itu. Hadits senang jika orang lain
tersebut membuktikan, manusia bisa sampai mengetahuinya
berpulang pada hatinya apabila hendak
melakukan sesuatu. Ketika hatinya merasa
tenang maka silakan dia melakukannya. Namun jika sebaliknya, maka
hendaklah dia meninggalkannya.
Karena itu, secara psikologis, orang yang berbuat dosa tidak merasa
aman dan tenang jiwanya sebab dia selalu berusaha menutup-nutupinya,
khawatir dosanya akan diketahui orang lain atau khalayak umum. Seorang
koruptor, misalnya, sepanjang hidupnya akan selalu dihantui ketakutan akan
94
terbongkarnya perilaku korupsinya oleh aparat yang berwenang, begitu juga
dengan pembunuh, penipu, pencuri dan sebagainya.
Imam al-Ghazali lalu menyimpulkan, perbuatan dosa identik dengan
hal-hal yang bertentangan dengan perintah Allah dalam bentuk tindakan
meninggalkan atau melakukan. Artinya, dosa merupakan pelanggaran
terhadap batas-batas yang telah ditetapkan oleh Allah baik meninggalkan
perintah-perintah-Nya maupun melakukan larangan-larangan-Nya.
Sebagaimana lazim diketahui, perintah dan larangan Allah tersebut meliputi
seluruh aktivitas kehidupan manusia. Dengan demikian dosa juga mencakup
setiap aspek kehidupan sehingga macamnya pun amat banyak sekali.
Aneka bentuk tindakan dosa belakangan kian marak dilakukan
manusia dan sebagian dari dosa itu malah dianggap sebagai suatu
“kewajaran” dengan dalih mengikuti semangat zaman. Celakanya, ada
perilaku dosa—terutama—oleh para remaja dijadikan simbol kehidupan
modern yang harus diikuti karena khawatir dicap kolot di tengah komunitas
mereka.
Sekadar contoh, perbuatan dosa yang sekarang tak lagi dianggap dosa
seperti berkhalwat (berdua-duaan), bergandeng tangan, berpelukan, atau
berciuman antara remaja putra dan remaja putri yang bukan mahramnya.
Termasuk pula melakukan seks pranikah, memakai busana ketat dan minim
di kalangan remaja putri, menggunakan anting di kalangan remaja putra,
menenggak minuman keras, membuat tato di tubuh dan banyak lagi lainnya.
Islam sebagai agama rahmat bagi seluruh semesta telah melarang
setiap muslim untuk berbuat dosa dan mewajibkannya selalu berusaha
menjauhi berbagai bentuk perbuatan dosa. Rasulullah Saw mengingatkan:
“Apa saja yang telah aku larang maka jauhilah, dan apa saja yang telah aku
perintahkan maka lakukanlah semampu yang dapat kamu lakukan” (HR
Muslim).
b. Pembagian Dosa: Besar dan Kecil
Mayoritas ulama berpendapat, dosa-dosa itu terbagi menjadi dosa
besar dan dosa kecil. Pendapat ini berdasarkan firman Allah:
ٗ ‫ا ۡ ا ُ ْ ا ا ٓ ا ا ُ ۡ ا ۡ ا ا ۡ ُ ُ ا د ۡ ا ُ ۡ ا د ُ ۡ ا ُ ۡ ۡ ُ ُّ ۡ ا‬
‫خَل‬ ‫سٔاات ِكم وندخِلكم مد‬
ِ ‫إِن َتتن ِبوا كبائِر ما تنهون عنه نكفِر عنكم‬
٣١ ‫يما‬ ٗ ‫اكر‬
ِ
Artinya: “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara hal-hal yang
dilarang bagimu untuk mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-
kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat
yang mulia (QS An-Nisa’: 31).
95
Firman-Nya yang lain:
َّ َّ ‫َّ ا ا ۡ ا ُ ا ا ا َٰٓ ا ۡ ۡ ۡ ا ا ا‬
ِّۚ‫ٱۡلث ِم اوٱلفوَّٰحِش إَِل ٱلل ام ام‬
ِ ‫ٱَّلِين َيتن ِبون كبئِر‬
Artinya: “(Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji
yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil.......” (QS an-Najm: 32).
Juga sabda Rasulullah Saw:
‫ش الْ َكبَائُِر‬ ِ ‫اْلمعةُ إِ ََل ا ْْلمع ِة َكف‬
َ ‫اارةٌ ل َما بَْي نَ ُه ان َما ََلْ تُ ْغ‬
َ َ ُْ َ ْ ُْ ‫س َو‬
ُ ‫صلَوات ا ْلَ ْم‬
‫ال ا‬
Artinya: “Shalat lima waktu dan Jumat ke Jumat akan menebus dosa-dosa
yang dikerjakan di antaranya, asalkan dihindari dosa-dosa besar” (HR
Muslim). Dalam redaksi yang lain berbunyi: “Sebagai penebus bagi dosa-
dosa yang dikerjakan di antaranya kecuali dosa-dosa besar.”
Pada kesempatan lain Rasulullah Saw mengatakan:
‫اَّللُ عَلَْي ِه َو َسلا َم الْ َكبَائَِر أ َْو ُسئِ َل َع ْن‬
‫صلاى ا‬ ِ‫ول ا‬ ‫ك َر ِض َي ا‬ ٍ ِ‫عن أَنَس بن مال‬
َ ‫اَّلل‬ ُ ‫ال ذَ َكَر َر ُس‬
َ َ‫اَّللُ عَنْهُ ق‬ َ َْ َ
‫ال قَ ْو ُل‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫ال أَََّل أُنَبئُ ُك ْم ِبَ ْك ََب الْ َكبَائر ق‬ ِ
َ ‫وق الْ َوال َديْ ِن فَ َق‬ ِ ِ ِ ِ َ ‫الْ َكبَائِِر فَ َق‬
ُ ‫ال الش ْرُك ِب اَّلل َوقَتْ ُل النا ْفس َوعُ ُق‬
‫الزوِر‬ُّ ُ‫ادة‬ َ َ‫الزوِر أ َْو ق‬
َ ‫ال َش َه‬ ُّ
Artinya: “Dosa-dosa besar itu adalah menyekutukan Allah, durhaka kepada
kedua orang tua, membunuh jiwa yang tak berdosa, dan sumpah palsu” (HR
Bukhari).
Sebagian ulama salaf
menyimpulkan, setiap dosa yang Dosa kecil yang dilakukan
ditetapkan hukumannya (hadd•) di terus menerus, apalagi
dunia, maka itu berarti dosa besar. Ada tanpa beban, lama
pula yang menyatakan, dosa besar ialah kelamaan dosa tersebut
setiap maksiat yang dilakukan membesar
seseorang dengan terang-terangan serta
meremehkan kemaksiatannya tersebut. Sedangkan yang lain berkata, semua
yang diancam dengan neraka oleh Allah kepada pelakunya, itu tergolong
dosa-dosa besar.
Memang, orang boleh saja mengatakan bahwa dosa-dosa yang
pelakunya diancam akan dimasukkan ke neraka adalah dosa besar. Orang
boleh pula menyebut bahwa dosa yang pelakunya dikenakan hadd sebagai
bentuk hukuman di dunia, merupakan dosa besar. Boleh juga ia menyatakan
bahwa dosa yang secara khusus disebutkan pelarangannya di dalam al-

• Hadd ialah sanksi hukum yang telah ditentukan jenis dan ukurannya oleh syara’, seperti rajam,
cambukan 100 kali atau potong tangan, dan sebagainya.

96
Qur’an mengindikasikan kalau itu dosa besar. Pernyataan-pernyataan
tersebut tidak jadi soal selama tidak menyimpang terlalu jauh dari
keterangan al-Qur’an dan hadits. Sebab, apa-apa yang diterangkan al-Qur’an
maupun hadits secara tekstual pun memang berbeda-beda macam dan
tingkatannya.
Beberapa contoh lain yang termasuk dosa besar, sebagaimana sabda
Rasulullah Saw:
‫س الاِِت َحارَم‬ ِ ‫الشرُك ِِب اَّللِ و‬
ِ ‫الس ْح ُر َوقَ ْت ُل النا ْف‬ ِ َ َ‫اَّللِ وما ه ان ق‬ ِ ‫اجتَنِبوا ال اسبع الْموبَِق‬
َ ْ ‫ال‬ ُ َ َ ‫ول ا‬ َ ‫ات قَالُوا ََي َر ُس‬ ُ َْ ُ ْ
ِ‫ات الْم ْؤِمنَات‬ِ َ‫ف الْمحصن‬ ِ
ِ ‫الرِب وأَ ْكل م ِال الْيتي ِم والتاوِّل ي وَم الاز ْح‬ ِ ِ ‫ا‬
ُ َ ْ ُ ُ ‫ف َوقَ ْذ‬ ْ َ َ َ َ َ ُ َ َِ ‫اَّللُ إاَّل ِب ْۡلَ ِق َوأَ ْك ُل‬
‫ت‬ِ ‫الْغَافِ َال‬
Artinya: “Jauhilah olehmu tujuh dosa yang membinasakan. Mereka
bertanya: apa itu? Jawab beliau: Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa
yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan benar, memakan riba, memakan
harta anak yatim, melarikan diri pada waktu peperangan, menuduh berzina
wanita-wanita suci yang mukmin, dan lalai dalam kemaksiatan.” (HR
Bukhari dan Muslim).
Adapun dosa kecil ialah dosa yang tidak memiliki hadd di dunia, juga
tidak terkena ancaman khusus di akhirat. Ada pula yang menyatakan, dosa
kecil adalah setiap kemaksiatan yang dilakukan seseorang karena alpa atau
lalai dan tidak henti-hentinya ia menyesali perbuatannya itu, sehingga rasa
kenikmatannya atas kemaksiatan tersebut memudar.
Contoh dosa kecil, antara lain, seperti Rasulullah sabdakan:
‫ان ِزَن ُُهَا الناظَُر َو ْاۡلُذُ َن ِن ِزَن ُُهَا‬
ِ َ‫ك ََّل ََمَالَ َة فَالْعي ن‬ ِ ِ ‫صيبُهُ ِم ْن‬ ِ َ‫آدم ن‬ ِ
َْ َ ‫الزَن ُم ْد ِرٌك َذل‬ َ َ ‫ب َعلَى ابْ ِن‬ َ ‫ك ُۚت‬
ْ ‫الر ْج ُل ِزَن َها‬ ِ ِ ِ
‫ب يَ ْه َوى َويَتَ َم اَّن‬
ُ ْ‫الُطَا َوالْ َقل‬ ِ ‫ش َو‬ ُ ْ‫اَّل ْست َماعُ َوالل َسا ُن ِزَنهُ الْ َك َال ُم َوالْيَ ُد ِزَن َها الْبَط‬
ِ ِ ِ ‫وي‬
ُ‫ك الْ َف ْر ُج َويُ َكذبُه‬
َ ‫صد ُق ذَل‬ َ َُ
Artinya: “Dicatat dari bani Adam bagian dari zina, pasti dia
mendapatkannya, tidak mungkin tidak; maka dua mata zinanya adalah
memandang, dua telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah
berbicara, tangan zinanya adalah memegang, dua kaki zinanya adalah
melangkah, dan hati adalah menginginkan dan mendambakan, hal itu
dibenarkan oleh kemaluan atau didustakannya” (HR. Muslim).
Contoh-contoh dosa kecil sungguh
amatlah banyak. Namun sebagaimana Sudah seharusnya kita
disinggung dalam hadits di atas, termasuk menjadikan setan
dalam kategori dosa kecil di antaranya, sebagai musuh. Namun
kenyataannya banyak
yang menjadikan setan
sebagai teman 97
zina mata, zina telinga, zina lisan, zina tangan, zina kaki, atau zina hati. Nah,
dosa-dosa kecil itu akan berubah menjadi dosa besar apabila dilakukan terus-
menerus atau dipandang enteng. Sabda Rasulullah Saw: “Siapa yang berbuat
dosa, lalu ia tertawa, niscaya masuk neraka, dan ia akan menangis” (HR
Abu Nu’aim).
Dari dosa kecil menuju dosa besar, bisakah? Bisa. Dosa kecil yang
dilakukan terus menerus, apalagi tanpa beban, lama kelamaan dosa tersebut
membesar. Bukan hanya besar dari arti jumlah, tetapi bisa juga besar dalam
wujud yang sebenarnya. Orang yang terbiasa melakukan dosa kecil, akhirnya
berani melakukan dosa besar.
Mungkin saja, awalnya hanya iseng ikut mencicipi setetes minuman
yang memabukkan. Tetapi karena dirasa tidak apa-apa, mencoba lagi bukan
setetes tapi satu sendok. Dari sana bertambah dan bertambah lagi dan
berubah menjadi ketagihan. Sesudah terbiasa mengonsumsi, lantas ada
ketergantungan sehingga harus mencari teman lain untuk membentuk satu
kelompok khusus. Dari situ kemudian terbentuk paguyuban para peminum
dan akhirnya menjadi sebuah “gerakan” bersama. Jadi tidak mustahil,
awalnya dari hal kecil bisa menjadi besar.
Dengan demikian, bermula dari hal-hal kecil, bila terus dikembangkan
akan menjadi masalah besar. Begitu juga kebaikan, kalau terus-menerus
dilakukan akan menjadi besar pula. Rasulullah Saw pernah meminta kepada
istrinya, Aisyah, untuk tidak menganggap enteng surga meski hanya dengan
sebutir kurma. Artinya, jangan pernah kita menganggap sepele suatu
kebaikan meskipun kecil. Sebab dari sana bisa mendatangkan keridhaan
Allah yang dapat mengantarkan kita menuju surga.

c. Cara Setan Menggoda Manusia


Ketika diusir dan dilaknat oleh Allah Swt, iblis meminta kepada-Nya
agar diberi tangguh sampai hari kiamat sehingga dia bisa menggoda Adam
dan keturunannya. Allah lalu mengabulkan permintaan iblis tersebut seperti

‫ قا اال فاب اما ٓ أا ۡغ اويۡتاِن اۡلا ۡق ُع اد َّن ل ا ُه ۡم ارَّٰ اط ا‬١٥ ‫ين‬


terekam dalam ayat berikut:
١٦ ‫ِيم‬ ‫ك ٱل ۡ ُم ۡستاق ا‬ ‫نظر ا‬ ‫ا ا َّ ا ا ۡ ُ ا‬
ِ‫ص‬ ِ ِ ِ ‫قال إِنك مِن ٱلم‬
‫ا‬ ‫ا‬ ‫ۡ ا ا ۡ ۡا ۡ ا ا ا آ ۡ ا‬ ‫ا‬ ۡ ‫ا‬
‫ُث َّم ٓأَلت ِيا َّن ُهم د ِم ۢن اب ۡ ۡ ۡ ا ۡ ا‬
‫َت ُد‬ِ ‫َّي أيدِي ِهم ومِن خلفِ ِهم وعن أيمَّٰنِ ِهم وعن شمائِلِ ِهمُۖ وَل‬ ِ
َّ ‫ا ا ۡ ُ ۡ ۡ ا ا ۡ ُ ٗ َّ ۡ ُ ٗ َّ ا ا ا ا ۡ ُ ۡ ا ا ۡ ا ا‬ ‫شكِر ا‬ َّٰ ‫ا ۡ اا ُ ۡ ا‬
‫ قال ٱخرج مِنها مذءوما مدحوراُۖ لمن تبِعك مِنهم ۡلمْلن‬١٧ ‫ين‬ ِ ‫أكَثهم‬
‫ا‬
‫ِنك ۡم أ َۡجاع ا‬ ُ ‫ج اه َّن ام م‬
‫ا‬
١٨ ‫َِّي‬

98
Artinya: “Sesungguhnya kamu (iblis) termasuk mereka yang diberi
tangguh.” Iblis menjawab: “Karena Engkau telah menghukum aku tersesat,
aku benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus,
kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka, belakang, kanan, dan
kiri mereka. Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat).” Allah berfirman, “Keluarlah kamu dari surga itu sebagai makhluk
terhina lagi terusir. Sesungguhhya siapa di antara mereka mengikuti kamu,
benar-benar aku akan mengisi Neraka Jahannam dengan kamu semuanya.”
(QS al-A’raaf: 15-18).
Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyebutkan enam cara yang dilakukan
setan untuk menyesatkan manusia:
1. Setan membujuk manusia agar mengingkari Allah atau menyekutukan-
Nya. Jika tidak berhasil, dia beralih pada cara yang kedua.
2. Setan membujuk manusia agar melakukan bid’ah yang sesat. Jika
manusia berpegang teguh pada Sunnah, setan beralih pada cara yang
ketiga.
3. Setan menggoda manusia untuk melakukan dosa-dosa besar. Jika
manusia terjaga dari dosa besar, setan beralih pada cara keempat.
4. Setan menggoda manusia untuk melakukan dosa-dosa kecil. Jika
manusia terhindar dari dosa kecil, misalnya segera bertobat ketika
menyadari dosa kecil yang dilakukannya, setan segera beralih pada cara
kelima.
5. Setan menggoda manusia dengan perbuatan-perbuatan yang tidak
bermanfaat. Manusia dibujuk untuk menghabiskan waktunya dengan
perbuatan yang sia-sia sehingga meninggalkan perbuatan yang berguna.
6. Setan menggoda manusia agar sibuk dengan perkara-perkara yang lebih
baik. Contohnya, seseorang disibukkan dengan ibadah-ibadah sunnah
tetapi mengabaikan ibadah fardhunya.
Godaan yang keenam sangat halus
tetapi bahayanya amat besar, maka perlu Perbuatan dosa apa pun
diwaspadai. Hal ini bukan berarti bahwa bentuknya, sekecil apa
pun kadarnya, akan
kita sebaiknya meremehkan ibadah-ibadah
berdampak buruk bagi
sunnah dan menganggapnya sebagai kelangsungan hidup
sesuatu yang dapat menghambat kemajuan manusia
Islam. Tetapi, hendaklah seseorang
melaksanakan agamanya secara total. Kefardhuan dan kesunnahan harus
dilaksanakan secara proporsional. Amalan lahir dan batin harus seimbang.

99
Tidak dapat dibenarkan seseorang memperhatikan ibadah sunnah melebihi
perhatiannya terhadap ibadah fardhu.
Sudah seharusnya kita menjadikan setan sebagai musuh. Namun
kenyataannya banyak yang menjadikan setan sebagai teman. Terbukti
berbagai perilaku dosa yang dilakukan manusia adalah hasil bisikan setan.

‫كونُوا ْ م ِۡن أا ۡص ا‬
Allah mengingatkan:
َّٰ ُ ‫ ا َّ ُ ُ ا ُ ًّ َّ ا ا ۡ ُ ْ ۡ ا ُ ا‬ٞ ‫َّ َّ ۡ ا َّٰ ا ا ُ ۡ ا ُ د‬
‫ب‬
ِ ‫ح‬ ‫إِن ٱلشيطن لكم عدو فٱَّتِذوه عدواِّۚ إِنما يدعوا حِزبهۥ ِل‬
٦ ‫ِري‬ َّ
ِ ‫ٱلسع‬
Artinya: “Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia
sebagai musuh(mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak
golongannya sepaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”
(QS. Faathir: 6).
Menganggap setan sebagai musuh artinya kita tidak boleh tunduk
patuh kepada bujuk rayu setan yang melancarkan berbagai cara. Ada kalanya
setan menyelinap ke dalam diri manusia saat dia marah. Orang marah
biasanya lepas kontrol dalam bicara, tindakan, dan berpikirnya. Semuanya
serba tidak teratur. Rasulullah Saw memberi resep kalau kita marah; bacalah
istighfar, kalau masih marah berwudhulah, kalau masih marah, shalatlah dua
rakaat.
Setan dalam menggoda manusia disesuaikan dengan kelasnya.
Terhadap orang awam, cukup dengan jerat sederhana bisa kena. Tetapi
kepada ahli ibadah, setan membiarkan saja mereka rajin ibadah. Yang
“dicuri” dari orang tersebut justru hatinya sehingga merasa sombong karena
telah melaksanakan ibadah sehebat itu. Padahal sikap sombong
sesungguhnya sama dengan bara api yang membakar amal kebaikan
sehingga habislah nilai pahalanya.
Banyak celah yang dimanfaatkan setan untuk menjerat kehidupan
manusia. Setan selalu berjuang mati-matian secara sistematis, terencana, dan
konsisten. Dari tempat-tempat yang tiada terlihat oleh kasat mata, setan
dengan leluasa menyelinap kapan pun dan di mana saja sesuai kebutuhan,
situasi, dan tipologi aktual manusia.

d. Dampak Negatif Perbuatan Dosa


Perbuatan dosa apa pun bentuknya, sekecil apa pun kadarnya, akan
berdampak buruk bagi kelangsungan hidup manusia. Dan tak dapat
dimungkiri, perbuatan dosa merupakan salah satu biang timbulnya perilaku

100
negatif manusia. Syaikh Ahmad as-Sa’dani menyebutkan, akibat yang paling
berbahaya dari perbuatan dosa, yaitu:

ِ ‫ٱَّلل ي ۡسج ُُۤد لَهۥُۤ من ِِف ٱل اس َٰم َٰو‬


1. Meremehkan Allah
ۡ ۡ ‫ض وٱلش‬ ۡ ‫ت ومن ِِف ۡٱۡل‬ َۡ ۚ‫أ‬
‫س َوٱل َق َم ُر‬‫ام‬ ِ ‫َر‬ َ َ ُ ُ َ َ ‫ا‬ ‫ا‬
‫ن‬ َ
‫أ‬ ‫ر‬ ‫ت‬
َ
َ َ ‫َل‬
ُۗ ۡ ُِ ۡ َ ِ ۡۖ َ ََ ۡ
‫اب‬ ِ ‫ب َوَكثِريٗ ِم َن ٱلن‬
ُ ‫ااس َوَكثريٌ َح اق َعلَيه ٱل َع َذ‬ ُّ ٓ‫اوا‬
َ ‫اج ُر َ ۡوٱلد‬
َ ‫ال َوٱلش‬ُ َ‫وم َوٱْلِب‬ُ ‫ُّج‬
ُ ‫َوٱلن‬
ۡ ۚ
‫ٱَّللُ فَ َما لَهُۥ ِمن ُّمك ِرٍم إِ ان ا‬
١٨ ۩ُ‫ٱَّللَ يَف َع ُل َما يَ َشآء‬ ‫َوَمن يُِه ِن ا‬
Allah berfirman: “Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan
azab atasnya. Dan siapa yang dihinakan Allah maka tidak seorang pun
yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa saja yang Dia
kehendaki” (QS. Al-Hajj: 18).
Termasuk azab Allah adalah Dia menghilangkan harga diri
seseorang dari pandangan manusia sehingga mereka meremehkan dan
menghinakannya sebagaimana ia telah meremehkan dan merendahkan
perintah-Nya. Allah mencintai seseorang menurut kadar cintanya
kepada-Nya. Manusia takut kepadanya menurut kadar ketakutan dia
kepada-Nya. Manusia mempedulikannya menurut kadar panghormatan
dia kepada-Nya.
2. Terseret dalam kehinaan
Ketaatan mendatangkan kemuliaan. Sebaliknya, kemaksiatan
mendatangkan kehinaan. Al-Mu’tar bin Sulaiman berkata: “Seseorang
diam-diam berbuat dosa di malam hari. Pada pagi hari, kehinaan
menimpanya.”
3. Sulit mendapat ilmu
Berkenaan dengan firman Allah: “Bertakwalah kalian kepada
Allah dan Dia akan mengajari kamu” (QS al-Baqarah: 282), Abdullah
bin Mas’ud berkomentar: “Aku yakin bahwa seseorang akan lupa pada
ilmu yang telah dipelajarinya akibat dosa yang dilakukannya.” Banyak
pelajar yang mengeluh tentang hafalannya yang terganggu dan
ingatannya yang lemah. Jika
disadari bahwa penyebabnya Dampak negatif perbuatan
adalah kemaksiatan. dosa:
a. Meremehkan Allah
Sedang Ibnu ‘Abbas a. Terseret dalam
berkata: “Kemaksiatan kehinaan
menyebabkan kemurungan pada b. Sulit mendapat ilmu
wajah, kegelapan dalam kubur, c. Terhalang dari
kelemahan pada fisik, perolehan rizki
d. Terhalang untuk
melakukan ketaatan 101
e. Mengundang kebencian
Allah
kesempitan dalam rizki, dan kebencian pada hati orang lain. Sebaliknya,
ketaatan mendatangkan keceriaan pada wajah, cahaya dalam hati,
kekuatan pada badan, kelapangan dalam rizki, dan kecintaan pada hati
orang lain.”
4. Terhalang dari perolehan rizki
Sabda Rasulullah: “Seorang hamba bisa terhalang mendapat
rizki akibat dosa yang dilakukannya” (HR Ahmad).
Seseorang lantas bertanya, mengapa orang kafir dan ateis
mendapat rizki yang melimpah dari Allah? Jawab Syaikh Ahmad as-
Sa’dani, bahwa Allah menjamin rizki seluruh makhluk-Nya. Siapa yang
menempuh cara-cara mendapatkan rizki, niscaya akan mendapatkannya
meski ia adalah orang kafir. Ini merupakan janji Allah. Namun kelak di
hari perhitungan, hanya orang-orang berhati suci yang datang kepada
Allah, sebab semua harta dan anak-anak tidak berguna sedikit pun.
Jika kita lihat seseorang yang berbuat maksiat mendapatkan
nikmat berlebih dari Allah, sesungguhnya hal itu adalah godaan
baginya. Dalam konteks ini Allah berfirman: “Apakah mereka mengira
bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu
(berarti bahwa) Kami bersegera memberikan kebaikan kepada mereka?
Tidak. Sebenarnya mereka tidak sadar” (QS al-Mu’minuun: 55-56).
Jadi tidak setiap orang yang diberi kemudahan oleh Allah berarti
memperoleh ridha-Nya. Sebaliknya, tidak setiap orang yang
menghadapi kesempitan berarti mendapatkan murka dari-Nya. Yang
pasti, apa yang ada di sisi Allah hanya dapat diraih dengan ketaatan.
Tidak mungkin apa yang ada di sisi Allah dapat diperoleh dengan
kemaksiatan.
5. Terhalang untuk melakukan ketaatan.
Betapa banyak orang yang tidak bisa mengendalikan pandangan mata
sehingga terhalang dari mendapat cahaya pandangan batin. Berapa
banyak orang yang tidak mampu mengendalikan lidah sehingga
terhalang dari mendapat kejernihan hati. Begitu banyak orang yang
memilih makanan syubhat sehingga batinnya kotor, tidak dapat
mendirikan shalat malam, dan tidak merasakan kenikmatan munajat.
6. Mengundang kebencian Allah.
Jika seseorang taat beribadah kepada Allah, ia akan didekatkan
kepada-Nya. Allah akan menjadikan seluruh penghuni bumi
mencintainya. Sebaliknya, jika seseorang berbuat maksiat kepada-Nya,

102
Allah akan menjauhkannya dari rahmat-Nya dan menjadikan semua
penghuni bumi membencinya.

‫َّ َّ ا ا ا ا َّ ا ْ ا ا ا ْ ا ا ا ا د ُ ُّ ُ ا ا ا ا‬
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah pernah bersabda:
‫ا ا ا‬
‫ح ُّب ُه‬ ِ ُ‫ِب فَلنا فأح َِّب ُه قال في‬ ‫َبيل فقال إِ َِّن أح‬ ِ ‫ج‬ ِ ‫إِن اَّلل إِذا أحب عبدا دٗع‬
ُْ ‫ا‬ ‫ا‬
‫َّ ا ا ا ُ ُ َّ َّ ا ُ ُّ ُ ا ا ا ُّ ُ ا‬ ُ ُ ْ
‫ح ُّب ُه أهل‬ ِ ُ‫وه في‬ ‫َبيل ث َّم ُيناادِي ِِف السماءِ فيقول إِن اَّلل َيِب فَلنا فأحِب‬ ِ ‫ج‬ ِ
‫ْ ا‬ ‫ْا ا اْا ا ا‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ْ ‫ا‬ ْ ُ ْ ‫ا‬
ُ ‫َّ ُ ا ُ ُ ا‬ ُ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫َّ ا‬
‫َبيل‬ ِ ‫ج‬ ِ ‫السماءِ قال ثم يوضع َل القبول ِِف اۡلر ِض ِإَوذا أبغض عبدا دٗع‬
‫ا‬ َّ ْ ‫ا‬ ‫ا‬ ُ َّ ُ ُ ْ ُ ُ ُْ‫ااُ ُ د ُْ ُ ُا ا ااْ ْ ُ ا ا ا‬
ِ‫َبيل ثم ينادِي ِِف أه ِل السماء‬ ِ ‫ج‬ ِ ‫فيقول إِ َِّن أبغِض فَلنا فأبغِضه قال فيبغِضه‬
‫ْ ْا‬
‫اء ِِف اۡلر ِض‬
ْ ‫ا‬
‫وض ُع َُل اۡلا ْغ ا‬
ُ ‫ض‬ ‫وه قا اال افيُبْغ ُِضونا ُه ُث َّم تُ ا‬ُ ‫اَّلل ُيبْغ ُِض فُ اَلناا فا اأبْغ ُِض‬
‫إ َّن َّ ا‬
ِ
.
Artinya: “Apabila Allah mencintai seseorang, dipanggillah malaikat
Jibril. Dia berfirman: ‘Hai Jibril, Aku mencintai si fulan. Cintailah
dia!’ Jibril pun mencintai orang itu. Kemudian, Jibril mengumumkan
kepada penduduk langit, ‘Sesungguhnya Allah mencintai si fulan.
Cintailah dia!’ Penduduk langit pun mencintainya. Lalu, Allah
menjadikan penghuni bumi mencintainya. Sebaliknya, jika Allah
membenci seseorang, dipanggillah malaikat Jibril. Dia berfirman, ‘Hai
Jibril, aku membenci si fulan. Bencilah dia!’ Jibril pun membenci
orang tersebut. Lalu, ia mengumumkan kepada penduduk langit, ‘Allah
membenci si fulan. Bencilah dia! ’Seluruh penduduk langit pun
membencinya. Kemudian, Allah menjadikan seluruh penghuni bumi
membencinya” (HR Muslim).

Demikian antara lain akibat yang ditimbulkan perbuatan dosa


yang sangat merugikan, menghinakan, dan mengerikan. Dan dari sekian
dosa yang sangat perlu ditakuti ialah: mati dalam kedurhakaan (su u al-
khatimah), mati dalam melakukan maksiat, dan mati dalam kekufuran
serta kesyirikan, sebab tidak akan mendapat ampunan dan pertolongan
dari Allah Swt.
Sementara itu Ibnu Al-Qayyim al-Jauziyah menyebutkan beberapa
akibat negatif dari perbuatan dosa yang di lakukan oleh manusia, di
antaranya:
1. Menghambat perolehan ilmu yang bermanfaat
2. Menghambat perolehan rezeki yang baik
3. Menjauhkan hubungan dengan Allah dan dengan manusia

103
4. Menghilangkan cahaya hati sehingga hati menjadi gelap (tidak bisa
membedakan antara yang baik dan yang buruk)
5. Merendahkan derajat di hadapan Allah dan manusia
6. Memandang remeh kebaikan sehingga enggan melakukan
7. Melemahkan ketaatan kepada Allah sehingga malas beribadah
8. Membuka pintu-pintu dosa yang lain
9. Menjadikan hati selalu gelisah ( tidak memiliki ketenangan batin)
10. Dan secara komunal, dosa akan mendatangkan siksa dari Allah.

c. Taubat Sebagai Solusi Agar Bisa Keluar Dari Perbuatan


Dosa
Setiap manusia pasti pernah berbuat dosa. Menurut Yusuf al-
Qaradhawi, hal itu tidak aneh sebab manusia memang diciptakan dari bahan
campuran. Di dalam diri manusia ada sekepal tanah liat dan di dalam dirinya
juga terdapat tiupan roh. Tanah turun ke bawah dan roh naik ke atas.
Terkadang manusia condong ke tanah dan berada di bumi, sehingga
menyerupai hewan atau lebih sesat lagi, dan ada kalanya menanjak ke atas
dan ke atas lagi, sehingga seperti malaikat atau lebih tinggi lagi. Yang aneh
jika ada seseorang yang terus-menerus berbuat dosa, tenggelam dalam
kemaksiatan, dan lupa untuk bertaubat.
Kalaulah suatu penyakit segera diobati selagi masih mulai berjangkit,
tentu pengobatannya menjadi mudah. Namun apabila penyakit itu dibiarkan
berlarut-larut, tentu penyakitnya semakin menjadi-jadi. Begitu pula dosa.
Siapa pun yang melakukan satu jenis dosa, dia harus segera bertaubat. Jika
tidak, maka dia menjadi orang zalim. Firman Allah:
١١ ‫ك ُه ُم ٱل َٰظالِ ُمو َن‬ ٓ ۡ ۡ
َ ِ‫و َۚ َمن اَل يَتُب فَأُْوَٰلَئ‬
Artinya: “Dan, siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang yang
zalim” (QS. Al Hujuraat: 11).
Setiap manusia dituntut untuk bertaubat. Allah berfirman:
ۡ ۡ
٣١ ‫َج ًيعا أَيَُّه ٱل ُم ۡؤِمنُو َن لَ َعلا ُك ۡم تُفلِ ُحو َن‬ ِ‫وۚتُوب واْ إِ ََل ا‬
َِ ‫ٱَّلل‬
ُٓ َ
Artinya : “.....Dan, bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah hai orang-
orang yang beriman, supaya kalian beruntung” (QS. An-Nur: 31).
‫وحا‬ ۡ ِ‫يۚ َٰۚۚأَيُّها ٱلا ِذين ءامنوا توب وا إِ ََل ا‬
ً ‫اص‬
ُ ‫ٱَّلل تَ وبَةً ن‬ ُْٓ ُ ْ ُ َ َ َ َ ٓ َ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah
dengan taubat yang semurni-murninya.....” (QS. At-Tahrim: 8).
Taubat dalam ajaran Islam
memiliki pengertian yang sangat luas Dan, bertaubatlah kamu
sekalian kepada Allah hai
orang-orang yang beriman,104
supaya kalian beruntung”
(QS an-Nur: 31)
karena taubat menyangkut penataan kembali kehidupan manusia yang sudah
berantakan dan perbaikan kembali mental seseorang yang sudah rusak akibat
dosa yang diperbuat. Anjuran dan perintah taubat banyak kita jumpai dalam
Al-Qur’an dan Hadist bahkan keutamaannya juga dibahas dalam ilmu
syari’ah, tasawuf dan akhlak. Taubat dapat diartikan meminta ampun kepada
Allah atas segala perbuatan dosa dan kesalahannya melebihi dari “istighfar”.
Taubat juga diartikan sebagai pengakuan, penyesalan dan meninggalkan
dosa serta berjanji tidak mengulangi perbuatan dosa tersebut. Taubat
bermakna telah meninggalkan perbuatan dosanya dan Allah telah
mengampuni dan menyelamatkannya dari kemaksiatan.
Taubat pada hakekatnya mempunyai 3 (tiga) makna yang saling
berurutan yaitu mengandung pengetahuan dan kesadaran (‘ilm), kondisi hati
(hal) dan tindakan (fi’l). Makna pertama (‘ilm) adalah timbulnya
pengetahuan dan kesadaran akan besarnya bahaya perbuatan dosa yang ia
lakukan. Apabila telah muncul pengetahuan dan kesadaran maka dalam
hatinya akan merasa sedih dan takut kehilangan sesuatu yang dicintainya
sehingga menimbulkan penyesalan yang teramat dalam. Jika perasaan ini
menguasai hatinya maka akan timbul kehendak atau keinginan untuk
melakukan sesuatu perbuatan yang berkaitan dengan masa sekarang yaitu
segera meninggalkan perbuatan dosa, berkaitan dengan masa datang yaitu
tekad yang bulat untuk meninggalkan dosa selama-lamanya dan berkaitan
dengan masa lampau yaitu cepat-cepat mengerjakan kembali kebaikan-
kebaikan yang telah pernah ditinggalkan atau memperbaikinya kembali
sepanjang masih dapat diperbaiki. Dengan demikian taubat dapat diartikan
sebagai kesadaran yang diikuti dengan penyesalan dan keinginan kuat untuk
meninggalkan perbuatan dosa dan berupaya memperbaiki kesalahan di masa
lalu.
Pada hakekatnya taubat jika
Taubat jika dilihat pada
dilihat dari aspek kejiwaan adalah suatu
fungsi kejiwaan antara
kombinasi dari fungsi-fungsi kejiwaan lain:
yang mampu merevitalisasi kondisi a. Kesadaran
psikologis manusia. Fungsi-fungsi b. Pengakuan dosa (al
kejiwaan tersebut antara lain: I’tiraf)
1. Kesadaran c. Penyesalan(alNadam)
d. Komitmen
Seseorang yang akan melangkah
e. Perbuatan baik yang
pada proses pertaubatan yang terus menerus
sesungguhnya telah mempunyai
pengetahuan yang sebenar-benarnya tentang keburukan akibat
105
perbuatan yang telah dilakukan. Pengetahuan ini berasal dari
pengalaman hidup yang telah dijalaninya, perjalanan hidup orang lain
yang mempunyai pengalaman perilaku yang sejenis dan bimbingan
spiritual dari ulama yang mengingatkan akibat perilaku tersebut.
Kedalaman pengetahuan yang telah dimiliki ini akan membawa pada
tingkat kesadaran sepenuhnya tentang buruknya perilaku dosa dan
maksiat, penerimaan diri yang sesungguhnya, menata kembali
kehidupannya, mengadakan integrasi diri dengan orang lan dan
lingkungannya, sehingga pada akhirnya dapat menemukan keterpaduan
dirinya kembali setelah terpecah akibat perilaku dosa yang tidak ia
sadari sebegitu besar pengaruhnya dalam kehidupan. Kesadaran ini pula
yang akan menuntun seseorang untuk memahami keberadaan dirinya
dan berpikir tentang Tuhannya untuk segera bertaubat.
2. Pengakuan dosa (al I’tiraf)
Pengakuan dosa adalah pengungkapan kembali perbuatan dosa dan
kesalahan yang pernah dilakukan secara benar dan jujur. Para sufi
menyarankan agar dalam pengakuan dosa ini disebutkan sifat (jenis)
dosa yang telah diperbuatnya sebagai hasil perenungan atas tingkat
kesadaran yang telah dimiliki. Pengakuan dosa yang dilakukan secara
benar dan jujur sangat penting dalam usaha mendapatkan kelegaan batin
karena ini berarti ia telah merelakan perilaku dosa tersebut diakui secara
lisan maupun batin sehingga akan menghilangkan tekanan kegelisahan
akibat simpanan dosa tersebut. Dalam bahasan psikoanalisa kondisi ini
dikenal dengan istilah katarsis (abreaction) yaitu suatu proses
menghilangkan ketegangan jiwa atau pelepasan suatu perasaan yang
terpendam dan pengalaman yang tidak disenangi dalam hidup melalui
pengungkapan kembali dengan lisan, tulisan maupun hati apa yang
menjadi kegundahan dan sumber kegelisahan tersebut.
3. Penyesalan (al Nadam)
Fungsi kejiwaan yang lain dalam proses pertaubatan ini adalah
menyesali perbuatan dosa yang telah diperbuat dan menyesali telah
meninggalkan berbagai perilaku baik lainnya seiring dengan perjalanan
watu yang telah berlalu. Penyesalan (al nadam) merupakan bagian
penting untuk proses menuju taubat. Rasul mengatakan bahwa rasa
menyesal adalah arti dari taubat dan dapat menjadi kaffarat bagi dosa
seseorang. Penyesalan disini memiliki nilai dinamis yang tidak berhenti
pada masa lalu tetapi masa sekarang dan masa yang akan datang.
Artinya penyesalan tersebut akan mengarahkan dirinya untuk berbuat
106
yang lebih baik dengan menguatkan dan menyempurnakan keimanan
dan ketakwaan.
4. Komitmen
Komitmen merupakan sikap yang dimiliki seseorang untuk tetap berada
dalam lingkungannya sebagai hasil interaksi pemahaman dan
pengalamannya. Penyesalan yang telah dialami oleh seseorang akan
memunculkan keinginan yang kuat untuk bertahan pada suatu kondisi
tertentu yaitu keinginan untuk tidak mengulangi perbuatan dosa yang
pernah dilakukan, keinginan untuk lebih meningkatkan keimanan dan
ketakwaan (berpedoman pada nilai agama) serta keinginan untuk
memperbaiki diri melalui peningkatan amal ibadah yang selama ini
banyak ditinggalkan. Komitmen ini memungkinkan seseorang tidak
terlalu larut dalam penyesalan akibat dosa yang ia perbuat tetapi keluar
dari diri yang sebelumnya menjadi diri baru yang seutuhnya. Komitmen
akan mendorong seseorang berperilaku positif menuju hasil yang
diinginkannya dan lebih dekat dengan perilaku baik yang diharapkan.
5. Perbuatan baik yang terus menerus
Salah satu hasil nyata dari proses pertaubatan adalah berubahnya
perilaku seseorang dari yang negatif menuju positif. Perilaku ini juga
diiringi dengan perubahan perasaan dan kesadaran yang positif untuk
tetap berpegang teguh pada tali Allah (agama). Perubahan ini akan
nampak pada meluasnya pandangan hidup yang menempatkan Allah
sebagai satu satu Dzat yang memberikan dan memelihara
kehidupannya, tidak merasa cemas dan takut menjalani hidup, pantang
putus asa dan memelihara ketenangan hati. Perubahan ini juga akan
nampak pada penghindaran diri dari perilaku buruk yang pernah
dilakukan dan menjaga perilaku baik secara terus menerus baik yang
berhubungan dengan Allah, dirinya sendiri maupun orang lain
(lingkungannya) sehingga benar-benar menampakkan kepribadian yang
baru (kembali kepada fitrah).
Fungsi taubat nasuha
Taubat yang dilakukan dengan benar antara lain:
(nasuha) dapat berfungsi sebagai: a. Alat pembersih noda
1. Alat pembersih noda hitam dalam hitam dalam hati
b. Penguat pikiran dan
hati
perasaan
Pembersihan noda ini akan sangat c. Pendorong
membantu pemulihan mental- berkembangnya
psikologis seseorang yang sedang potensi manusia
107
mengalami gangguan (penyakit) mental. Hal ini dapat dipahami bahwa
noda hitam dalam hati (qalb) inilah yang menjadi sumber munculnya
gangguan penyimpangan pikiran-perasaan-perilaku seseorang sehingga
dengan dibersihkan terlebih dahulu akan mengurangi noda dan dapat
membantu proses pemulihan mental psikologis seseorang. Proses
pembersihan awal ini dapat dilakukan dengan lisan (ucapan) memohon
ampun kepada Allah dan dibarengi dengan aktifitas sholat taubat seperti
yang dicontohkan oleh Nabi.
2. Penguat pikiran dan perasaan
Proses pertaubatan yang diikuti dengan kegiatan pengakuan dosa
(evaluasi diri) dan penyesalan dapat menumbuhkan pikiran dan
perasaan positif. Hal ini dapat terlihat dengan tumbuhnya optimisme
menjalani kehidupan, tidak putus asa, mampu mengenali dan menerima
diri dengan lebih baik serta mampu berpikiran positif terhadap setiap
kejadian. Tumbuhnya sifat seperti ini akan sangat membantu seseorang
yang sedang menghadapi masalah atau gangguan mental dan ini
merupakan langkah terbaik untuk mengatasi gangguan tersebut.
Munculnya sifat positif tersebut dapat dikatakan sebagai kesembuhan
tingkat awal para klien yang mengalami gangguan mental.
3. Pendorong berkembangnya potensi manusia
Taubat dapat merangsang seseorang untuk meningkatkan amal
perbuatannya melalui evaluasi diri, pemetaan dan perencanaan kegiatan
baik lainnya baik yang pernah ditinggalkan maupun yang belum pernah
dilakukan. Seseorang akan selalu mencari tambahan amal kebaikan
untuk menutupi kesalahan (dosa) yang pernah dilakukan dan tidak ada
hari tanpa menyempurnakan amal kebaikan. Kondisi ini dapat
mengakibatkan terbukanya potensi diri yang selama ini tidak diketahui
atau tertutup oleh perbuatan buruknya, sehingga memungkinkan akan
melejitnya potensi diri yang dimiliki.

108
E. Penguatan Ibadah

1. Pengertian Ibadah
Ibadah merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia. Dan
untuk merealisasikan tujuan tersebut, diutuslah para rasul dan kitab-kitab
diturunkan. Orang yang betul-betul beriman kepada Allah SwT tentu akan
berlomba-lomba dalam beribadah kepada-Nya. Akan tetapi, karena
ketidaktahuan tentang pengertian atau jenis-jenis ibadah, sebagian mereka
hanya fokus terhadap ibadah tertentu saja, misalnya shalat, zakat, atau puasa.
Padahal, jenis-jenis ibadah sangatlah banyak.
Luasnya cakupan ibadah dapat kita lihat dari definisi ibadah yang
disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah daam buku Al-
Ububudiyah Hakikat Penghambaan Manusia Kepada Allah (1982: 44),
“Ibadah adalah suatu istilah yang mencakup semua yang Allah cintai dan
Allah ridhai, baik ucapan atau perbuatan, yang lahir (tampak, bisa dilihat)
maupun yang batin (tidak tampak, tidak bisa dilihat).”
Para ulama menjelaskan bahwa secara garis besar, ibadah dapat
dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu
mahdhah. Dalam tulisan singkat ini, penulis akan mencoba untuk
menjelaskan perbedaan di antara keduanya.
a. Pembagian Ibadah
1. Ibadah mahdhah
Ibadah mahdhah ialah ibadah yang murni ibadah. Ibadah jenis ini
memiliki tiga ciri berikut:
Pertama, ibadah mahdhah adalah amal dan ucapan yang merupakan
jenis ibadah sejak asal penetapannya dari dalil syariat. Artinya, perkataan
atau ucapan tersebut tidaklah bernilai kecuali ibadah. Dengan kata lain, tidak
bisa bernilai netral (bisa jadi ibadah atau bukan ibadah).
Ibadah mahdhah diperkuat dengan dalil-dalil yang menunjukkan larangan
berniat untuk selain Allah.
Kedua, ibadah mahdhah juga ditunjukkan dengan maksud pokok
orang yang mengerjakannya, yaitu dalam rangka meraih pahala di akhirat.
Ketiga, ibadah mahdhah hanya bisa diketahui melalui jalan wahyu,
tidak ada jalan yang lainnya, termasuk melalui akal atau budaya.
Contoh sederhana dari ibadah mahdhah ialah shalat. Shalat
merupakan salah satu bentuk ibadah mahdhah karena memang ada perintah
(dalil) khusus dari syariat. Sejak awal mula, shalat adalah aktivitas yang
109
diperintahkan (ciri yang pertama). Bagi orang yang melaksanakan shalat,
tentu ia berharap pahala akhirat (ciri ke dua). Ciri ketiga, ibadah shalat
tidaklah mungkin diketahui selain melalui jalur wahyu. Rincian berapa kali
shalat, kapan waktunya, berapa rakaat, gerakan, bacaan dan seterusnya,
hanya bisa diketahui melalui penjelasan Nabi Muhammad SAW, bukan hasil
dari kreativitas dan olah pikir manusia.
2. Ibadah ghairu mahdhah
Ibadah yang tidak murni, yaitu ibadah yang memiliki pengertian
berkebalikan dari tiga ciri di atas. Ciri-ciri badah ghairu mahdhah antara
lain:
Pertama, ibadah (perkataan atau perbuatan) tersebut pada asalnya
bukanlah ibadah. Kemudian berubah status menjadi ibadah karena melihat
dan menimbang niat pelakunya.
Kedua, maksud pokok perbuatan tersebut adalah untuk memenuhi
urusan atau kebutuhan yang bersifat duniawi, bukan untuk meraih pahala di
akhirat.
Ketiga, amal perbuatan tersebut bisa diketahui dan dikenal
meskipun tidak ada wahyu dari para rasul.
Contoh sederhana dari ibadah ghairu mahdhah adalah aktivitas
makan. Makan pada asalnya bukanlah ibadah khusus. Orang bebas mau
makan kapan saja, baik di saat lapar maupun tidak lapar, dan dengan menu
apa saja, kecuali yang Allah haramkan. Bisa jadi orang makan karena lapar,
atau hanya sekedar ingin mencicipi makanan. Akan tetapi, aktivitas makan
tersebut bisa berpahala ketika pelakunya meniatkan agar memiliki kekuatan
(tidak lemas) untuk shalat atau melakukan ibadah lainnya. Ini adalah ciri
pertama.
Berdasarkan ciri kedua, dapat diketahui bahwa maksud pokok ketika
seseorang makan adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok (primer) dalam
hidupnya, sehingga dia bisa menjaga keberlangsungan hidupnya. Selain itu,
manusia tidak membutuhkan wahyu untuk bisa mengetahui pentingnya
makan dalam hidup, dan ini ciri yang ketiga. Ini adalah contoh sederhana
untuk memahamkan pengertian ibadah ghairu mahdhah.
Berdasarkan penjelasan di atas, ibadah mahdhah disebut juga
dengan ad-dīn (urusan agama), sedangkan ibadah ghairu mahdhah disebut
juga dengan ad-dunyâ (urusan duniawi). Sebagaimana ibadah
mahdhah dapat pula disebut dengan al-‘ibâdah (ibadah), sedangkan ibadah
ghairu mahdhah disebut juga dengan al-‘âdah (adat kebiasaan).

110
b. Hikmah Pensyariatan Ibadah (Shalat)
Salah satu dari pengertian hikmah pensyariatan suatu ibadah adalah
menunjukan kepada manusia tujuan yang diinginkan dari sebuah ibadah
tersebut sehingga memunculkan motivasi untuk melaksanakannya. Tujuan
akhirnya adalah agar manusia menjadikan ibadah sebagai kebutuhan bukan
sekedar kewajiban. Bagaimanapun, manusia membutuhkan dorongan atau
motivasi untuk melaksanakan suatu pekerjaan begitu juga dalam
melaksanakan ibadah kepada Allah.
Umumnya pengajaran materi ibadah lebih menekankan pada segi
hukumnya saja, tanpa diberikan pemahaman kenapa suatu ibadah tertentu
diperintahkan dan manfaat apa yang akan dirasakan secara langsung bagi
pelakunya. Selama ini, pemahaman yang diberikan sebatas ibadah itu
hukumnya wajib, jika dikerjakan memperoleh pahala dan jika ditinggalkan
mendapatkan dosa. Ibadah shalat, misalnya, dikerjakan hanya karena
perasaan takut atau sekadar ingin menggugurkan kewajiban saja, sehingga
shalat yang dikerjakan tidak berdampak positif dalam kehidupan sehari-hari.
Selain sebagai fondasi keimanan, shalat memiliki keuntungan yang
besar dan pengaruh yang baik bagi setiap muslim yang mengerjakannya
dengan benar. Shalat akan mencapai perolehan keberuntungan yang sangat
besar, baik di dunia maupun di akhirat. Allah berfirman, “Sungguh
beruntung orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyuk
dalam shalatnya….” Dilanjutkan dengan ayat, “…Yaitu orang-orang yang
selalu memelihara shalat-shalat mereka….”(Q.S. Al-Mukminūn [23]:1-9).
“Kemudian Allah menganugerahkan bagi mereka Jannah Firdaus nan abadi.”
(Q.S. Al-Mukminūn [23]:10-11)
Dengan shalat, pribadi mukmin dapat menggapai puncak
kebahagiaan tertinggi. Namun, jika lalai menunaikannya, ia akan terperosok
ke jurang neraka Jahanam. “Maka neraka wail bagi mereka yang shalat,
yaitu orang-orang yang melalaikan shalatnya itu.” (Q.S. Al-Mâ’ūn [107]:3-
4)
Muslim yang menyadari betapa penting kedudukan dan martabat
shalat dalam Islam, serta mengetahui cara melaksanakannya dengan sebaik-
baiknya akan memperoleh pahala, keutamaan, dan kemuliaan.
Bagi seorang muslim yang memelihara shalatnya, ia akan terpelihara
dari sifat buruk manusia pada umumnya, yaitu keluh kesah, kikir, dan
kurang bersyukur. Allah SwT berfirman, “Sesungguhnya manusia diciptakan
dalam keadaan keluh kesah lagi kikir; apabila ia ditimpa kesusahan ia

111
berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali
orang-orang yang shalat.” (Q.S. Al-Ma’ârij [70]:19-21)
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak lepas dari beragam
problematika kehidupan. Manusia akan dihadapi dengan berbagai
kemungkaran dan kemaksiatan. Namun, bagi seorang mukmin, shalat
menjadi media yang efektif untuk membentengi diri dari berbagai perbuatan
maksiat dan kemungkaran.
Allah SwT berfirman, “Dan dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat
itu (dapat) mencegah perbuatan keji dan mungkar.” (Q.S. Al-‘Ankabūt
[29]:45). “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat
sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(Q.S. Al-Baqarah [2]:153)
Dengan demikian, shalat merupakan salah satu perintah Allah SwT
yang paling penting yang harus disosialisasikan dalam keluarga. Melalaikan
shalat berarti malapetaka. Sebaliknya, menyibukkan diri dengan shalat dan
ibadah-ibadah lainnya membuat manusia terhindar dari kecelakaan,
kesengsaraan, atau merana dalam kehidupan.
Walhasil, penetapan hikmah pensyariatan suatu ibadah
sesungguhnya dapat menumbuhkan pemahaman yang kuat terhadap manfaat
dan indahnya syariat Islam. Pada akhirnya akan melahirkan pemahaman
yang dalam terhadap hukum-hukum ibadah dalam Islam. Dengan
pemahaman semacam ini maka diharapkan akan tumbuh kesadaran bahwa
ibadah apapun dalam Islam merupakan kebutuhan bagi kelangsungan hidup
manusia, bukan sekadar kewajiban yang dilaksanakan tanpa memberi makna
yang berarti.

112
DAFTAR PUSTAKA
Abu ‘Aziz, Sa’ad Yusuf. 2006. 63 Qashash min Nihayat az-Zhalimin. Terj.
Ija Suntana. Azab-Azab yang Disegerakan di Dunia. Cet. I.
Bandung: Mizan.
Al Jauziyah, Ibnul Qayyim. 2006. Taubat Kembali Kepada Allah. Gema
Insani: Jakarta.
Al-Sa’d, Syaikh Khalid. 1999. Khuthab Asy-Syaikh Al-Qaradhawy. Terj.
Kathur Suhardi. Kumpulan Khotbah Syaikh al-Qaradhawi. Cet. I.
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Al-Nawawi, Imam Muhyiddin. 2007. Syarah Hadits Arba’in, Terj.
Salafuddin Abu Sayyid. Cet. I. Solo: Pustaka Arafah.
As-Sa’dani, Syaikh Ahmad. 2005. Mawarid azh-Zha’am fi Durus
Ramadhan. Terj. Ija Suntana. Sajian Ruhani Penyejuk Iman: 10
Resep Hidup Mulia Berdasarkan al-Qur’an. Cet. 1. Bandung: Al-
Bayan.
Asy Syahawi, Majdi Muhammad. 2009. The Secret of Istighfar. Gema
Insani: Jakarta.
Imam Abu Hamid bin Muhammad al-Ghazali. 2006. Menebus Dosa: Makna
dan Tatacara Bertobat. Terj. Safuddin Zuhri. Cet. I. Jakarta: Pustaka
Hidayah.
Jaya, Yahya. 1992. Peranan Taubat dan Maaf alam Kesehatan Mental.
Yayasan Pendidikan Islam Ruhama: Jakarta.
Mandaru, MZ. 2007. Mukjizat Taubat. Diva Press: Yogyakarta.
Mubin, Nurul. 2007. Menyingkap Misteri Energi Dosa. Diva Press:
Yogyakarta.
Sholeh, Muhammad. 2008. Bertaubat Sambil Berobat. Hikmah: Jakarta.
Suharyo AP dan Soetjitno Irmin. 2005. Selingkuh Spiritual. Seyma Media.
Tim Ahli. 1998. At-Tauhid lish Shaffits Tsani al-‘Ali. Terj. Agus Hasan
Bashori. Kitab Tauhid. Cet. 1. Jakarta: Darul Haq.
Tim Penyusun. 2006. “Dosa: Pintu Gerbang Perilaku Negatif” (dalam
Mengembangkan Potensi Diri Mengembangkan Masyarakat
Madani), Malang: Panitia P2KK UMM.
Zaini, Syahminan. Problematika Dosa. Surabaya: Al-Ikhlas.

113
114

Anda mungkin juga menyukai