Laporan Hasil Penelitian (Gerri Adhit Fachriansyah) Fix
Laporan Hasil Penelitian (Gerri Adhit Fachriansyah) Fix
Laporan Hasil Penelitian (Gerri Adhit Fachriansyah) Fix
OLEH :
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN
DISUSUN OLEH :
GERRI ADHIT FACHRIANSYAH 18031010162
2.
Mengetahui,
Dekan Fakultas Teknik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, dengan segala
rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian
dengan judul “Pembentukan Kristal Barium Sulfat (BaSO4) Metode Batch
Kristalizer”.
Penyusunan laporan penelitian ini tidak lepas dalam bimbingan, bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Dr. Dra. Jariyah, MP selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
2. Dr. Ir. Sintha Soraya Santi, M.T Selaku Koordinator Program Studi Teknik
Kimia Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
3. Dr. Ir. Novel Karaman, MT selaku dosen pembimbing yang memberikan
bimbingan, saran, ide dan masukan kepada penulis.
4. Prof. Dr. Ir. Sumargono, SU selaku dosen penguji.
5. Ir. Sutiyono, MT selaku dosen penguji.
6. Kedua orang tua kami yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat
baik moril maupun materil.
7. Segenap pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan penelitian
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih banyak kekurangan.
Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun kami butuhkan untuk
memperbaiki laporan penelitian ini.
Akhir kata semoga laporan penelitian ini dapat memberi manfaat semua pihak
yang berkepentingan dan Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan kepada semua
pihak yang telah memberi bantuan dalam menyusun hasil penelitian ini.
Penyusun
INTISARI
Kerak barium sulfat yang tumbuh pada peralatan minyak industri membuat
kerusakan baik di sumur injeksi maupun produksi. Serangkaian percobaan
dilakukan untuk memperkirakan laju pengendapan barium sulfat dalam peralatan
laboratorium dari air asin yang mengandung konsentrasi ion barium (3500 ppm)
dan berbagai konsentrasi ion kalsium dan magnesium (10 dan 20 ppm). Selain itu,
kecepatan pengadukan (240 dan 480 rpm) yang mempengaruhi kristalisasi kerak
barium sulfat juga dipelajari melalui analisis kinetik. Pada kecepatan pengadukan
tertentu, pengendapan kerak barium sulfat menurun karena kelarutannya meningkat
dengan meningkatnya konsentrasi kation Ca dan Mg, yang ditunjukkan dengan
perubahan nilai konstanta laju. Semua kristal padat yang diperoleh dari percobaan
terutama mengandung barit murni yang divalidasi dengan metode X-Ray
Diffraction (XRD). Mikrograf SEM untuk morfologi barit menunjukkan partikel
dengan kristal berbentuk prismatik dan tabular pada orde partikel 2 sampai 5 m.
Hasil kinetik memberikan persamaan laju reaksi umum yang dapat digunakan untuk
memprediksi deposisi barium sulfat di reservoir untuk air garam tertentu, jenuh,
dan durasi waktu pencampuran.
Kata kunci: Barium Sulfat, kation Ca dan Mg, kecepatan pengadukan, SEM, XRD
ABSTRACT
Barium sulfate scale grew on industrial oil equipment make damaged either in
injection or producing wells. A series of experiments were performed for estimating the
precipitation rate of barium sulfate in laboratory equipment from brines containing the
concentration of barium ions (3500 ppm) and varying concentrations of calcium and
magnesium ions (10 and 20 ppm). Additionally, stirring speeds (240 and 480 rpm) affecting
the crystallization of barium sulfate scales were also studied through kinetic analysis. At a
certain stirring speed, the precipitation of the barium sulfate scale decreased since its
solubility increased with increasing concentrations of Ca and Mg-cations, as indicated by
changes in rate constant values. All solid crystals obtained from experiments contained
mainly pure barite as validated by X-Ray Diffraction (XRD) method. The SEM micrograph
for the morphology of barite showed particles with prismatic and tabular-shaped crystals
on the order of 2 to 5 µm particles. The kinetic results provided a general reaction rate
equation that can be used to predict barium sulfate deposition in the reservoir for a given
brine, supersaturation, and time durations of mixing.
Keywords: Barium Sulfate, Ca and Mg cations, stirring speed, SEM, XRD
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
I.1. Latar Belakang .............................................................................................. 1
I.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
I.3 Manfaat .......................................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 4
II.1 Secara Umum ............................................................................................... 4
II.1.1 Barium Sulfat ........................................................................................... 4
II.1.2 Sifat Fisis dan Kimia Barium Sulfat ......................................................... 6
II.1.3 Kerak......................................................................................................... 7
II.1.4 Proses Terbentuknya Kerak ...................................................................... 7
II.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerak ............................................... 8
II.1.6 Mekanisme Pembentukan Kerak .............................................................. 8
II.1.7 Reaksi terbentuknya endapan kerak ......................................................... 9
II.1.8 Kerak Barium Sulfat Barium Sulfat (BaSO4) ........................................... 9
II.2 Landasan Teori ........................................................................................... 11
II.2.1 Kristalisasi .............................................................................................. 11
II.2.2 Kelarutan dan Supersaturasi (Solubility) ................................................ 12
II.2.3 Nukleasi .................................................................................................. 15
II.2.4 Faktor – faktor Kristalisasi .................................................................... 16
II.2.5 Zat Aditif ................................................................................................ 17
II.2.6 Analisa SEM .......................................................................................... 18
II.2.7 Analisa XRD ........................................................................................... 19
II.2.8 Waktu Induksi ......................................................................................... 20
II.2.9 Magnetic Stirrer ...................................................................................... 20
II.3 Hipotesa ...................................................................................................... 21
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR TABEL
Tabel IV.1 Tabel IV.1 Hasil Berat (w) Barium Sulfat (BaSO4) dengan
penambahan Zat Aditif Magnesium Klorit (MgCl2) ..............................................28
Tabel IV.2 Tabel IV.1 Hasil Berat (w) Barium Sulfat (BaSO4) dengan
penambahan Zat Aditif Kalsium Klorit (CaCl2) ....................................................29
Tabel IV.3 Hasil Analisa XRD Aditif Magnesium Klorit (MgCl2) .......................34
Tabel IV.4 Hasil Analisa XRD Aditif Kalsium Klorit (CaCl2) .............................35
DAFTAR GAMBAR
Gambar IV.3 Gambar Hasil Analisa SEM Magnesium Klorit (MgCl2) ...............36
BAB I
PENDAHULUAN
oleh terdapatnya ion-ion mineral pembentuk kerak yang saling bereaksi membentuk
Kristal dalam jumlah yang melebihi hasil kali kelarutannya pada keadaan
kesetimbangan.Hal ini terjadi karena sumber air memiliki banyak kandungan ion
mineral. Ion mineral kerak anorganik meliputi ion kalsium (Ca2+), ion magnesium
(Mg2+), ion Natrium (Na+), ion Kalium (K+), Ion Klorida (Cl-), ion Karbonat
(CO32-), ion Sulfat (SO42-), ion Fosfat (PO43-).Jika hal ini dibiarkan berlanjut, maka
akan mengurangi diameter pipa sehingga aliran air menjadi sangat kecil. Padatan
kemudian akan menetap di dalam pipa atau pada permukaan pertukaran panas, serta
pada umumnya sering membeku menjadi kerak. Faktor yang mempengaruhi
terbentuknya kerak antara lain temperatur, konsentrasi Ca2+, dan inhibitor.
Peningkatan temperatur akan memperpendek periode induksi karena meningkatkan
frekuensi tumbukan ion mineral dalam larutan. Faktor lain adalah konsentrasi Ca2+.
Peningkatan konsentrasi Ca2+ akan memperbanyak jumlah ion mineral dalam
larutan sehingga jumlah tumbukan antar ion mineral pembentuk kerak akan
semakin banyak.
Pada penelitian sebelumnya (N Karaman Dkk., 2020) menggunakan
beberapa variabel berupa konsentrasi larutan barium sebesar 3500 ppm, temperatur
(30, 35, 40, 50 C), dan menggunakan zat aditif berupa CuO dan ZnO (0, 10, 20
ppm). Penelitian ini dengan menggunakan beberapa variabel yang sama. Namun
berbeda pengunaan zat aditi yang digunakan. Maka akan dikembangkan dengan
penelitian tersebut menggunakan dengan zat aditif yang berbeda dan perlakuan
yang sedikit berbeda pula.
I.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh jenis zat aditif, konsentrasi zat
aditif, kecepatan pengadukan (Rpm) dan suhu, konsentrasi larutan barium, waktu
pengadukan terhadap pembentukkan kerak barium sulfat pada proses batch
kristalisasi.
I.3 Manfaat
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat pada umumnya dalam
proses pengkajian dan pengembangan pengetahuan seputar penanganan kerak. Pada
aspek ini, diharapkan bagi para dunia industri yang terkait dalam bidang kerak
Program Studi S-1Teknik Kimia
Fakultas Teknik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur 2
LAPORAN HASIL PENELITIAN
Pembentukam kristal Barium Sulfat (BaSO4) Dengan metode batch kristalizer
seperti (Boiler, Colling Tower dan Heat Exchanger) bisa mendapatkan tambahan
literatur dalam menjalankan tugasnya. Dan juga diharapkan dapat membantu
menekan angka produksi yang tinggi di beberapa industri di Indonesia. Dan juga
memberikan manfaat kepada mahasiswa seputar proses kristalisasi lebih dalam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.3 Kerak
Kerak adalah suatu deposit keras dari senyawa anorganik yang sebagian
besar terjadi pada permukaan peralatan penukar panas yang disebabkan oleh
pengendapan partikel mineral dalam air.(Usamah,2019)
Kerak adalah tumpukan keras dari bahan anorganik terutama pada
permukaan perpindahan panas yang disebabkan oleh pengendapan partikel
mineral dalam air. Seperti air menguap dalam menara pendingin, uap yang murni
hilang dan konsentrasi padatan terlarut dalam air yang tersisa. Jika konsentrasi
siklus ini dibiarkan berlanjut, berbagai kelarutan padat akhirnya akan
terlampaui. Padatan kemudian akan menetap di dalam pipa atau pada permukaan
pertukaran panas, di mana ia sering membeku menjadi kerak.(Jotho Dkk., 2013)
cukup aman untuk digunakan pada rumah tangga dan industri makanan. Selain
itu investasinya yang cukup besar mengakibatkan proses-proses tersebut hanya
cocok untuk industri yang memerlukan air olahan dalam jumlah besar (Kozic
dkk., 2003).
Kerak barium sulfate (BaSO4) adalah kerak yang paling sulit dihilangkan
karena zat yang sangat tidak larut (kelarutan hanya dalam air 2 mg/liter dalam
air). Karena kelarutan relative rendah dalam air, endapan kerak barium sulfate
dengan mudah terbentuk dari air garam setelah batas kelarutannya telah
terlampaui dan tidak dapat dihilangkan dengan perlakuan asam (Emel Akyol,
dkk, 2016).
titik lelehnya atau sebagai kristalisasi dalam suatu larutan (cair). Kristalisasi dari
suatu larutan merupakan proses yang sangat penting karena ada berbagai macam
bahan yang dipasarkan dalam bentuk kristalin, secara umum tujuan kristalisasi
adalah untuk memperoleh produk dengan kemurnian tinggi dan dengan tingkat
pemunggutan (yield) yang tinggi pula. (Fachry Dkk., 2008)
Pada temperatur saturasi terjadi perubahan fasa dari cair ke gas. Dalam kasus ini
dapat dikatakan bahwa temperatur saturasi pada tekanan 1 atm adalah 100 oC.
Sebaliknya dapat dikatakan pulah tekanan saturasi pada 100 oC.
2. Penguapan Solven
Larutan disiapkan dalam evaporator untuk dipekatkan, lalu dikristalkan dengan
pendingin. Cara ini digunakan untuk zat yang mempunyai kurva kelarutan agak
dalam.
3. Reaksi Kimia
reaksi pertumbuhan kristal dapat dikontrol oleh tahap difusi atau reaksi. Jika
tahap yang mengontrol adalah tahap difusi maka laju pertumbuhan kristal dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan laju pengadukan.
4. Pengubahan Komposisi solven.
kondisi dimana konsentrasi padatan (solute) dalam suatu larutan melebihi
konsentrasi jenuh larutan tersebut, maka pada kondisi ini kristal pertama kali
terbentuk, dalam kristalisasi antisolven keadaan supersaturasi diperoleh dari
pengubahan komposisi solven.
Pembangkitan supersaturasi dengan cara pengubahan suhu lebih dikenal
dengan istilah Cooling, yaitu penurunan suhu. Apabila suatu larutan jenuh
diturunkan suhunya maka konsentrasi jenuh larutan tersebut akan turun,
sehingga kondisi supersaturasi tercapai dan kristal mulai terbentuk. (Fachry
Dkk., 2008)
Larutan lewat jenuh (Gambar II.2) adalah larutan yang mengandung zat
terlarut lebih besar daripada yang dibutuhkan pada sistem kesetimbangan larutan
jenuh. Kondisi kelarutan lewat jenuh dapat diperoleh dengan jalan pendinginan
larutan pekat panas, penguapan larutan encer, kombinasi proses penguapan dan
pendinginan serta dengan penambahan zat lain untuk menurunkan kelarutannya.
Garis tebal adalah kelarutan normal untuk zat terlarut dalam pelarut. Garis putus-
putus adalah kurva lewat jenuh, posisinya dalam diagram tergantung pada zat-
zat pengotor . Pada diagram di atas, kondisi kelarutan dibagi dalam tiga bagian
yaitu daerah stabil, metastabil dan daerah labil. Daerah stabil adalah daerah
larutan yang tidak mengalami kristalisasi.
Daerah yang memungkinkan terjadinya kristalisasi tidak spontan adalah
daerah menstabil, sedangkan daerah labil adalah daerah yang memungkinkan
terjadinya kristalisasi secara spontan.
II.2.3 Nukleasi
Nukleasi adalah pembentukan inti kristal. Proses nukleasi ini dipengaruhi
oleh temperatur, bibit, impuritis dan pengadukan yang dapat menginduksi
nukleasi. (Fachry Dkk., 2008)
Nukleasi dibedakan menjadi nukleasi primer dan nukleasi sekunder.
a) Nukleasi primer
Nukleasi primer akibat dari gabungan-gabungan inti molekul suatu zat
terlarut membentuk klaster yang tumbuh menjadi kristal. Jika ukuran kristal
yang diperoleh besar, maka kelarutannya akan kecil. Begitupun jika ukuran
kristalnya kecil, maka kelarutannya besar. Sehingga pada proses pelarutan, jika
ukuran kristal besar maka akan tumbuh, jika kecil maka akan terlarut.
b) Nukleasi sekunder
Nukleasi ini terbentuk jika kristal makroskopis ada didalam magma.
Nukleasi disebabkan oleh fluida geser dan tubrukan antar kristal atau kristal
dengan dinding alat kristalisasi. Zat terlarut bisa menjadi kristal dengan cara
difusi melalui fase zat cair. (Pinalia,2011)
Nukleasi adalah terbentuknya inti kristal yang muncul dari larutan. Teori
nukleasi menyatakan bahwa ketika kelarutan dari larutan telah dilewati
(supersaturated), molekul-molekul mulai mengumpul dan membentuk cluster.
Cluster tersebut akhirnya akan mencapai ukuran tertentu yang disebut critical
cluster. Penambahan molekul lebih lanjut ke critical cluster akan melahirkan inti
kristal (nucleus). Untuk menjadi inti kristal yang stabil maka cluster harus
mempunyai ketahanan terhadap kecenderungan unutk melarut kembali dan
terorientasi pada lattice tertentu. Klasifikasi nukleasi digambarkan dengan
skema sebagai berikut :
Nukleasi
Sekunder
Primer
(dipengaruhi oleh kristal
)
Homogen Heterogen
(spontan (dipengaruhi partikel asing
)
B=KN(∆C)b ………………………………(1)
dimana :
B : laju nukleasi
pada suhu sintering yang diterapkan. Penyatuan butiran dan ukuran partikel yang
besar pada mikrostruktur ini menyebabkan kerapatan pada mikrostruktur,
sehingga pori-porinya terlihat mengecil. Pola yang terbentuk menggambarkan
struktur dari sampel dan mengetahui adanya butiran-butiran yang telah
menyatu.(Istiyati & Dwi A., 2013)
II.3 Hipotesa
Diharapkan kristal Barium Sulfat yang berbentuk dari campuran Barium
klorit dan Natrium Sulfat dapat dipengaruhi oleh zat aditif Magnesium Klorida
dan Kalsium Klorida dengan variasi konsentrasi aditif dan kecepatan
pengadukan terhadap morfologi dan karakteristik kristal barium sulfat yang
terbentuk pada proses batch kristalisasi menggunakan magnetic stirrer.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1
100 ml
Keterangan:
1. Beaker Glass
2. Magnetic Stirrer
3. Statif dan Klem
4. Buret
III.4 Variabel
III.4.1 Kondisi yang ditentukan
Penelitian ini memiliki beberapa variabel yang ditentukan berupa. Pertama,
konsentrasi dari campuran larutan barium klorit dan natrium sulfat menjadi
barium sulfat sebesar 3500 ppm. Kedua, waktu pengadukan selama 120 menit.
Ketiga suhu pengadukan pada magnetis stirrer sebesar 50 oC. Keempat, Suhu
pada saat pengovenan sebesar 100o C. Kelima, Pengambilan sampel larutan
sebanyak 10 CC setiap 15 menit.
III.5.4 Analisa
Hasil dari Pengovenan dianalisa menggunakan X-Ray Diffaction (XRD)
untuk mengetahui fasa-fasa kristal, selanjutnya, analisa Scanning Electron
Microcopi (SEM) yang digunakan untuk menganalisa bentuk dan ukuran morfologi
kristal dari sampel
PENIMBANGAN
PELARUTAN +Aquadest
PENGADUKKAN
LARUTAN BaCl2
Na2SO4
MgCl2 CaCl 2
Filtasi
Padatan Filtrat
Pengeringan
Suhu 100 C
Selama 60 menit
Produk
Kristal BaSO4
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
360 0.66695
480 0.72745
20 0 0.4628
120 0.5539
240 0.6039
360 0.6561
480 0.7214
Tabel IV.2 Hasil Berat (w) Barium Sulfat (BaSO4) dengan penambahan Zat
aditif Kalsium Klorit (CaCl2)
Konsentrasi (Ppm) Kecepatan Putaran Pengadukan Berat Barium Sulfat (gram)
(Rpm)
0 0 0.5584
120 0.6035
240 0.6542
360 0.6951
480 0.7481
5 0 0.5316
120 0.5891
240 0.6419
360 0.6803
480 0.7102
10 0 0.5048
120 0.5747
240 0.6296
360 0.6655
480 0.6723
15 0 0.5018
120 0.5671
240 0.6059
360 0.6481
480 0.6618
20 0 0.4988
120 0.5595
240 0.5822
360 0.6307
480 0.6513
Dari penelitian ini pembentukkan kristal barium sulfat (BaSO4) dengan
penambahan zat aditif kalsium klorit (CaCl2) didapatkan hasil berat (w) dari
penelitian yang tertera pada tabel IV.1 dimana untuk Konsentrasi Aditif magnesium
klorit 0 ppm untuk kecepatan putaran pengadukan 240 dan 480 rpm memiliki berat
barium sulfat sebanyak 0.6542 dan 0.0.7481 gram. Sedangkan pada konsentrasi
aditif magnesium klorit 10 ppm untuk kecepatan putaran pengadukan 240 dan 480
memiliki berat barium sulfat sebanyak 0.6296 dan 0.6723 gram. Lalu untuk
konsentrasi magnesium klorit 20 ppm untuk kecepatan putaran pengadukan 240 dan
480 gram memiliki berat barium sulfat sebanyak 0.5822 dan 0.6513 gram.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kristal atau kerak barium
sulfat (BaSO4) memiliki perbedaan berat barium sulfat disetiap variabel yang
dihasilkan. Menurut (Suharso.,2015) menyatakan bahwa pertama, temperatur yang
dimana pembentukkan kerak atau kristal cenderung mengendap atau menempel
pada temperatur tinggi. Kedua laju pertumbuhan kristal, menurut (Shvela.,1990)
dimana akan mempengaruhi ukuran dari kristal yang terbentuk selama
pengendapan berlangsung. Ketiga Penggunaan aditif, yang dimana konsentrasi
yang digunakan dalam penelitian ini pun bermacam-macam. Menurut (Cowan dan
Weintritt.,1976) menyatakan pengunaan bahan kimia ini sangat menarik, karena
dengan dosis yang sangat rendah dapat mencukupi untuk mencegah untuk
mencegah kerak atau kristal dalam periode yang lama
0,7
0,6
0,5 0 ppm
0,4 5 ppm
0,3 10 ppm"
0,2 15 ppm
0,1 20 ppm
0
0 100 200 300 400 500 600
Kecepatan Putaran Pengaduk (rpm)
0,7
0,6
0,5 0 rpm
0,4 120 rpm
0
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi Zat Aditif (ppm)
Grafik IV.2 Grafik Hubungan antara pengaruh zat aditif terhadap berat
kristal barium sulfat (w) pada setiap kecepatan putaran pengadukan ( rpm )
Grafik IV.2 menunjukkan hasil bahwa proses penambahan zat aditif dengan
konsentrasi yang lebih tinggi, maka massa kristal barium sulfat (BaSO4) pun juga
terbentuk lebih sedikit. Apabila penambahan konsentrasi yang lebih rendah, maka
massa kristal barium sulfat (BaSO4) lebih banyak. Menurut (Singh dan Middendorf,
2007) menyatakan bahwa penggunaan zat aditif mampu mengurangi massa kristal
yang terbentuk dan juga penambahan zat aditif pun dapat menekan atau
menurunkan laju reaksi sehingga massa kristal berkurang.
0,7
0,6
0,5
0,4 0 ppm
5 ppm
0,3
10 ppm
0,2
15 ppm
0,1 20 ppm
0
0 100 200 300 400 500 600
Kecepatan Putaran Pengaduk (rpm)
kristal Barium Sulfat (BaSO4) terbentuk lebih sedikit. Menurut (Ratna, 2011)
Menyatakan bahwa Kecepatan putaran pengadukkan (rpm) dapat mempercepat
terjadinya reaksi sehingga pembentukkan atau pertumbuhan kristal menjadi lebih
banyak.
0,8
Berat Kristal Barium Sulfat (gram)
0,7
0,6
0,5 0 rpm
0,4 120 rpm
0,3 240 rpm
0
0 5 10 15 20 25
Konsentrasi Zat Aditif (ppm)
Grafik IV.4 Grafik Hubungan antara pengaruh zat aditif terhadap berat
kristal barium sulfat (w) pada setiap kecepatan putaran pengadukan ( rpm )
Grafik IV.4 menunjukkan hasil bahwa proses penambahan zat aditif dengan
konsentrasi yang lebih tinggi, maka massa kristal barium sulfat (BaSO4) pun juga
terbentuk lebih sedikit. Apabila penambahan konsentrasi yang lebih rendah, maka
massa kristal barium sulfat (BaSO4) lebih banyak. Menurut (Singh dan Middendorf,
2007) menyatakan bahwa penggunaan zat aditif mampu mengurangi massa kristal
yang terbentuk dan juga penambahan zat aditif pun dapat menekan atau
menurunkan laju reaksi sehingga massa kristal berkurang.
Berdasarkan hasil SEM pada morfologi kristal barium sulfat dengan adanya
penambahan pada percobaan dapat terlihat pada analisa ini. Gambar (b)
menunjukkan morfologi kristal berbentuk seperti potongan bintang dan terlihat
beberapa terbentuk runcing dengan ketebalan yang sedikit lebih tipis dan juga
massa kristal sedikit. Gambar (c) menunjukkan hasil morfologi kristal berbentuk
seperti sedikit bulat lalu juga ada beberapa kristal yang runcing, ketebalan juga
terlihat tipis dan massa kristal sedikit. Sedangkan pada Gambar (d) menunjukkan
hasil berbentuk seperti bintang dengan ukuran besar dan sedikit runcing dengan
ketebalan yang lebih tebal dan terlihat massa kristal lebih banyak. Gambar (e)
menunjukkan hasil berbentuk seperti tebaran kristal yang sedikit runcing dengan
ketebalan yang tebal dan terlihat massa kristal sedikit lebih banyak. Disimpulkan
bahwa semakin tinggi kecepatan putaran pengadukan dapat mempercepat
pertumbuhan kristal, dan ukuran kristal lebih tebal dari ukuran kristal pada
kecepatan putaran pengadukan yang lebih tinggi. Dan juga dari hasil pengujian ini
bahwa larutan tanpa aditif, kristal yang terbentuk akan mudah menempel di pipa
sedangkan larutan dengan aditif yang terbentuk runcing artinya kristal akan sulit
menempel pada pipa sehingga dapat menghambat pertumbuhan kristal/kerak
didalam pipa. (G. Ivanto dkk., 2017)
putaran pengadukan sebesar 0 rpm memiliki permukaan yang lebih kasar daripada
penggunaan kecepatan putaran pengadukan sebesar 240 rpm dan 480 rpm.
kecepatan putaran pengadukan 480 rpm (d) penggunaan aditif kalsium klorit
(CaCl2) 20 ppm dengan kecepatan putaran pengadukan 480 rpm
(e) penggunaan aditif Kalsium Klorit (CaCl2) 20 ppm dengan kecepatan putaran
pengadukan 480 rpm
Berdasarkan hasil SEM pada morfologi kristal barium sulfat dengan adanya
penambahan pada percobaan dapat terlihat pada analisa ini. Gambar (b)
menunjukkan morfologi kristal berbentuk seperti sedikit bulat namun ada juga yang
runcing dengan ketebalan yang sedikit lebih tipis dan juga massa kristal sedikit.
Gambar (c) menunjukkan hasil morfologi kristal berbentuk seperti prisma segi
enam, lalu juga ada beberapa kristal yang runcing, ketebalan juga terlihat tipi dan
massa kristal sedikit. Sedangkan pada Gambar (d) menunjukkan hasil seperti
terbentuk persegi atau persegi panjang dengan ukuran besar dan sedikit runcing
dengan ketebalan yang lebih tebal dan terlihat massa kristal lebih banyak. Gambar
(e) menunjukkan hasil seperti terbentuk potongan daun cemara yang runcing
dengan ketebalan yang tebal dan terlihat massa kristal sedikit lebih banyak.
Disimpulkan bahwa semakin tinggi kecepatan putaran pengadukan dapat
mempercepat pertumbuhan kristal, dan ukuran kristal lebih tebal dari ukuran kristal
pada kecepatan putaran pengadukan yang lebih tinggi. Dan juga dari hasil pengujian
ini bahwa larutan tanpa aditif, kristal yang terbentuk akan mudah menempel di pipa
sedangkan larutan dengan aditif yang terbentuk runcing artinya kristal akan sulit
menempel pada pipa sehingga dapat menghambat pertumbuhan kristal/kerak
didalam pipa. (G. Ivanto dkk., 2017)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.I Kesimpulan
1. Dari hasil analisa Scanning Electron Microcopi (SEM) menyatakan bahwa
morfologi kristal berbentuk runcing artinya kerak sulit menempel pada pipa
sedangkan morfologi kristal berbentuk tumpul artinya kerak mudah menempel pada
pipa
2. Data hasil pengukuran XRD ini kemudian disesuaikan dengan referensi data
pusat difraksi internasional untuk data difraksi JCPDS-ICDD (BaSO4).
Menyatakan bahwa intensitas puncak difraksi yang sesuai dengan bilangan
memperlihatkan kristal dihasilkan berupada fasa kristal barite dengan struktur
orthorombik dan morfologi menyerupai bintang
3. Semakin cepat kecepatan putaran pengadukkan maka massa kristal Barium Sulfat
(BaSO4) terbentuk lebih banyak. Lalu apabila kecepatan putaran pengadukkan lebih
lambat, maka massa kristal Barium Sulfat (BaSO4) terbentuk lebih sedikit
4. Proses penambahan zat aditif dengan konsentrasi yang lebih tinggi, maka massa
kristal barium sulfat (BaSO4) pun juga terbentuk lebih sedikit. Apabila penambahan
konsentrasi yang lebih rendah, maka massa kristal barium sulfat (BaSO4) lebih
banyak.
V.2 Saran
1. Untuk peneliti selanjutnya bisa menggunakan bahan aditif lain atau memvariasi
konsentrasi dari larutan Barium Sulfat (BaSO4)
2. Perlunya memperhatikan suhu operasi yang lebih konstan agar tidak naik turun
3. Menggunakan kertas saring dengan ukuran mesh yang sama
DAFTAR PUSTAKA
Setyopratama Puguh, Wahyudi Siswanto & Heru Sugiyanto Ilham, 2003,’ Studi
eksperimental pemurnian garam NACL dengan cara rekristalisasi’, Jurusan
Teknik kimia, Universitas Surabaya, Vol 11, No 2
Soebiyakto, 2011 ,’ Pengaruh jenis kanvas rem dan pembebanan pedal terhadap
putaran output roda dan laju keausan kanvas rem pada sepeda motor, ‘
Universitas Widyagama, Vol 3, No 2
Suharno, 2015, Penanggulan Kerak, Bandar Lampung, Graha Ilmu pembangunan
nasioonal “Veteran” Jawa Timur, Vol. 953 No 012247
Shevla, G., 1990, ‘Buku teks analisa anorganik kualitatif makro dan semi mikro’,
alih bahasa Oleh L setiono dan A.H Pudjatmaka , PT Kalman Media pusaka,
Jakarta
Usamah Muhammad, 2019,’ ’Pembentukan kerak kalsium karbonat dalam pipa
beraliran laminer dengan variasi temperatur dan penambahan aditif asam
malat’ , Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Vol
12, no 1, pp 29-37