Bahan Pratikum Kesmas II

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Nyamuk

Dalam daur kehidupan nyamuk mengalami proses metamorfosis sempurna,

yaitu perubahan bentuk tubuh yang melewati tahap telur, larva, pupa, dan imago

atau dewasa (Gambar 2.1). Nyamuk dewasa hidup di udara bebas, sedangkan

ketiga stadium lainnya hidup dan berkembang di dalam air (Anonimus, 2001).
Larva Instar II Larva Instar III
Larva Insar I

Telur

Imago Pupa Larva Instar IV

Gambar 2.1 . Daur hidup nyamuk


(Sumber: Anonimus, 2001)

2.1.1 Telur

Nyamuk biasanya meletakkan telurnya di tempat yang berair, pada tempat

yang kering telur akan rusak dan mati (Anonimus, 2001). Kebiasaan nyamuk

meletakkan telur pada breeding place berbeda-beda tergantung dari jenis nyamuk

tersebut. Nyamuk Anopheles akan meletakkan telurnya di permukaan air satu-

persatu atau bergerombol tetapi saling lepas. Telur Anopheles mempunyai alat

pengapung. Nyamuk Culex akan meletakkan beberapa telurnya diatas permukaan

air dengan membentuk kumpulan telur tersebut menyerupai rakit sehingga mampu

untuk mengapung. Nyamuk Aedes meletakkan telur dengan menempelkannya

pada dinding tempat penampungan air (container) yang jernih dan posisi telur

7
Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton
Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
8

dekat atau bersentuhan dengan permukaan air. Sedangkan nyamuk Mansonia

meletakkan telurnya dengan menempelkannya pada tumbuh-tumbuhan air dengan

bergerombol. Telur yang diletakkan di dalam maupun di sekitar genangan air ini

akan menetas setelah satu atau dua hari kemudian (Nurmaini, 2003).

2.1.2 Larva

Setelah telur nyamuk menetas maka muncullah larva nyamuk yang dalam

pertumbuhannya mengalami pergantian kulit sebanyak empat kali yang dikenal

dengan istilah instar I, instar II, instar III, dan instar IV. Waktu yang diperlukan

untuk pertumbuhan larva adalah 5 – 10 hari tergantung pada makanan, suhu, serta

spesies nyamuk. Selain itu pertumbuhan stadium larva ini juga dipengaruhi ada

atau tidaknya predator (Anonimus, 2001). Larva nyamuk Culex memiliki ciri-ciri

bentuk siphon langsing dan kecil yang terdapat pada abdomen terakhir, bentuk

comb tidak beraturan dan larva nyamuk Culex membentuk sudut di tumbuhan air

(menggantung). Larva nyamuk Anopheles memiliki ciri-ciri tidak memiliki siphon

dan larva nyamuk Anopheles akan sejajar dipermukaan air kotor. Larva nyamuk

Mansonia memiliki ciri-ciri bentuk siphon seperti tanduk, larva nyamuk

Mansonia menempel pada tumbuhan air (Entjang, 2000).

2.1.3 Pupa

Stadium pupa merupakan stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam

air yang membutuhkan waktu antara 1 – 2 hari. Pada stadium pupa mulai dibentuk

alat-alat tubuh nyamuk dewasa. Selama stadium ini, pupa nyamuk tidak

mengkonsumsi makanan. Untuk mengamati ciri-ciri spesies nyamuk pada stadium

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
9

pupa sangat sulit karena bentuk morfologi yang hampir sama satu sama lain,

biasanya pupa akan ditunggu hingga menjadi nyamuk dewasa dan kemudian

diamati ciri-cirinya (Nurmaini, 2003).

2.1.4 Imago

Setelah nyamuk melewati stadium pupa maka nyamuk akan memasuki stadium

imago. Pada tahap imago, kelompok nyamuk jantan akan terlebih dahulu keluar

dari kepompong dengan waktu yang hampir bersamaan kemudian disusul oleh

kelompok nyamuk betina. Nyamuk jantan akan tetap tinggal di sekitar breeding

place menunggu nyamuk betina keluar dari kepompong. Setelah nyamuk betina

keluar maka nyamuk jantan akan segera mengawininya. Selama hidupnya nyamuk

betina hanya melakukan perkawinan sekali. Setelah terjadi perkawinan nyamuk

betina akan segera mencari darah untuk mematangkan telurnya (Nurmaini, 2003).

Nyamuk betina memiliki umur yang lebih panjang dari nyamuk jantan dan dapat

terbang dengan radius 0,5 sampai 2 Km (Anonimus, 2001). Nyamuk Culex

memiliki ciri-ciri palpi lebih pendek dari pada probocis, bentuk sayap simetris,

dan berkembang biak di tempat kotor atau di rawa-rawa. Nyamuk Anopheles

memiliki ciri-ciri bentuk tubuh kecil dan pendek serta antara palpi dan proboscis

sama panjang.Nyamuk Mansonia memiliki ciri-ciri bentuk tubuh besar dan

panjang serta bentuk sayap yang asimetris (Entjang, 2000).

2.2 Tinjauan Nyamuk Aedes aegypti

Aedes aegypti adalah spesies nyamuk tropis dan subtropis yang distribusinya

dibatasi oleh ketinggian. Nyamuk Aedes aegypti pada umumnya tidak ditemukan

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
1

pada daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 mdpl (meter diatas permukaan

laut) (Anonimus, 1995). Secara morfologi nyamuk Aedes aegypti mempunyai

ukuran yang lebih kecil dari ukuran nyamuk Culex. Ciri-ciri khususnya adalah

pada nyamuk Aedes aegypti dewasa ditemukan lyre form atau garis-garis putih

yang khas terdapat pada bagian abdomennya. Probosisnya hitam dengan palpi

yang pendek. Pada bagian thorax, yaitu pada bagian mesotomnya terdapat dua

garis lurus dan dua garis melengkung tebal di sisi thorax (Sigit, 2006). Gambar

nyamuk Aedes aegypti dewasa ditampilkan dalam Gambar 2.2.

2.2.1 Taksonomi dan morfologi larva Aedes aegypti

Klasifikasi nyamuk Aedes aegypti menurut Wormack (1993) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Subphylum : Hexapoda

Class : Insecta

Subclass : Pterygota

Order : Diptera

Family : Culicidae

Subfamily : Culicinae

Genus : Aedes

Species : Aedes aegypti

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
1

Keterangan:
1 mm 1 mm 1. Palpus
2. Probosis
1. 3. Lyre form (Garis
3. lengkung putih
2. pada lateral kanan
4.
dan kiri thorax)
4. Dua garis lurus

Gambar 2.2 Karakteristik nyamuk Aedes aegypti


(Sumber: Richard, 1999 dalam Anonimus 2009)

Larva nyamuk Aedes aegypti memiliki tubuh langsing memanjang yang

terbagi menjadi tiga bagian tubuh, yaitu kepala, thorax dan abdomen yang secara

keseluruhan bagian abdomen terbagi oleh 10 ruas-ruas tubuh tetapi ruas ke-9 dan

ke-10 sulit teramati. Pada bagian dorsal thorax juga dibagi lagi menjadi tiga ruas,

yaitu ruas pertama (protothorax), ruas kedua (mesothorax), dan ruas ketiga

(metathorax), namun batas antar ruas tersebut sulit teramati dengan perbesaran

mikroskop yang lemah, lihat Gambar 2.3. Pada ruas abdomen ke-8 terdapat alat

pernafasan yang disebut siphon yang berbentuk tonjolan gemuk pendek seperti

corong berwarna gelap dan alat pernafasan ini akan hilang saat larva telah

memasuki stadium pupa (Gambar 2.5). Selain itu pada ruas abdomen ke-8

terdapat duri-duri berbentuk garpu yang disebut comb teeth (Gambar 2.5). Kedua

ciri-ciri ini cukup memberikan informasi dalam mengidentifikasi larva nyamuk

yang ditemukan di lapangan (Anonimus, 1989).

Larva nyamuk Aedes aegypti memiliki ciri-ciri morfologi khusus yang

digunakan untuk acuan identifikasi (Anonimus, 1989). Ciri-ciri larva nyamuk

Aedes aegypti adalah adanya siphon (corong udara) pada segmen kedelapan yang

berbentuk kerucut bulat dan pendek; pada segmen di abdomen tidak mempunyai

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
1

rambut berbentuk kipas (palmate hairs); pada siphon-nya terdapat pecten dan

sepasang rambut serta jumbai; pada setiap sisi abdomen ke delapan terdapat comb

teeth sebanyak 8 – 12. Bentuk dari setiap comb teeth seperti duri/garpu; pada sisi

thorax terdapat duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut

di kepala.

Menurut Sitio (2008), dalam perkembangan larva nyamuk Aedes aegypti

hingga mencapai stadium pupa terdapat 4 instar (tingkatan), yaitu instar I, instar

II, instar III, dan instar IV. Larva instar I merupakan larva paling awal yang

berukuran 1 – 2,4 mm, larva instar II berukuran 2,5 – 3,8 mm, larva instar III

berukuran 3,9 – 4 mm, dan larva instar IV mempunyai ukuran maksimal 5 mm.

Perubahan instar tersebut disebabkan larva mengalami pengelupasan kulit yang

biasa disebut ecdisi atau moulting.

1. Keterangan:
2.
1. Ruas ke-1
3.

2. Ruas ke-2

3. Ruas ke-3
1 mm

Gambar 2.3 Pembagian ruas pada thorax larva nyamuk Aedes aegypti
(Sumber : Richard, 2000 dalam Anonimus, 2009)

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
1

9. Keterangan:
8.
1. Ruas ke-1 11. Thorax
7. 2. Ruas ke-2 12. Kepala
6. 3. Ruas ke-3
5.
Ruas ke-9 dan
4. Ruas ke-4
4. ke-10 sulit
10. 5. Ruas ke-5
teramati
3.
6. Ruas ke-6
2
1.
7. Ruas ke-7
11. 8. Ruas ke-8
12. 9. Siphon
1 mm 10. Abdomen

Gambar 2.4 Pembagian tubuh larva nyamuk Aedes aegypti


(Sumber : Anonimus, 2009)

Keterangan:
1.
1. Siphon
1 mm
2. 2. Comb teeth

Gambar 2.5 Comb teeth dan siphon pada larva Aedes aegypti
(Sumber: Koleksi pribadi)

2.2.2 Daur hidup nyamuk Aedes aegypti

1. Telur

Nyamuk Aedes aegypti menyukai breeding place di container dengan air yang

jernih yang tidak bersentuhan langsung dengan tanah dan lebih menyukai

container yang terdapat di dalam rumah daripada di luar rumah. Hal ini

dikarenakan di dalam rumah terlindung dari sinar matahari langsung dan memiliki

suhu yang relatif stabil. Telur yang dikeluarkan nyamuk ini sekali bertelur antara

300 – 700 butir (Lee, 1990). Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk elips atau

oval memanjang, permukaan poligonal, dan tidak memiliki alat pelampung

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
1

(Soegijanto, 2006). Awal telur dikeluarkan berwarna putih dan setelah 30 menit

akan berubah menjadi hitam. Telur diletakkan di permukaan sudut dinding

container (jika tidak bersudut akan diletakkan mengikuti permukaan air) yang

dekat dengan permukaan air. Telur nyamuk ini berukuran sekitar 50 mikrometer

yang akan menetas sekitar 75 jam dengan suhu udara antara 25 0C – 300C (Suroso,

2000).

2. Larva

Tubuh larva Aedes aegypti terdiri atas tiga bagian beruas-ruas tanpa kaki,

yaitu kepala, thorax, dan abdomen. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata

majemuk, tubuhnya langsing dan bergerak lincah, bersifat fototaksis negatif, dan

waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan

air dengan siphon berada di permukaan air dan kepala berada di bawah

(Soegijanto, 2006). Larva nyamuk Aedes aegypti biasa bergerak-gerak lincah dan

aktif, dengan gerakan-gerakan naik ke permukaan air dan turun kedasar container

secara berulang. Larva Aedes aegypti memakan zooplankton maupun fitoplankton

di dasar container (Odum, 1993), oleh karena itu larva nyamuk Aedes aegypti

disebut pemakan makanan di dasar (bottom feeder). Temperatur optimal untuk

perkembangan larva ini adalah 250C – 300C (Kusnindar, 1990). Pada stadium ini

perkembangan larva dipengaruhi oleh suhu, pH air, intensitas cahaya dan

kelembapan udara. Dalam kondisi yang ideal stadium larva ini akan berlangsung

selama lima hari (Soegijanto, 2006).

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
1

3. Pupa

Setelah larva instar IV berkembang maka larva nyamuk Aedes aegypti akan

berubah menjadi pupa yang berbentuk bulat gemuk dengan tubuh bengkok

menyerupai tanda baca koma. Pada bagian punggung daerah dada terdapat alat

pernafasan yang disebut terompet. Pada ruas perut ke-8 terdapat sepasang alat

pengayuh yang berguna untuk berenang. Pada saat istirahat tubuh pupa sejajar

dengan bidang permukaan air (Soegijanto, 2006). Untuk menjadi imago, pupa

membutuhkan waktu sekitar 2 – 3 hari. Pupa tidak memerlukan makanan tetapi

membutuhkan udara yang cukup. Sama seperti tahapan pupa pada nyamuk lain

pada tahap ini mulai dibentuk alat-alat tubuh seperti sayap, kaki, alat kelamin, dan

bagian tubuh lainnya. Suhu untuk perkembangan pupa yang optimal adalah sekitar

270C – 320C (Sitio, 2008).

4. Imago

Setelah pupa berkembang maka keluarlah nyamuk Aedes aegypti dewasa dari

kulit pembungkus pupa. Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran kecil bila

dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain, berwarna dasar hitam dengan bintik-

bintik putih pada bagian badan, kaki dan sayap. Pada bagian thorax bagian

belakang terdapat garis-garis putih keperak-perakan (lyre form). Pada bagian

thorax ini terdapat sepasang kaki depan, sepasang kaki tengah, dan sepasang kaki

belakang yang masing-masing terdiri atas coxae, trochanter, femur, tibia dan lima

tarsus yang berakhir sebagai cakar. Pada pembatas antara prothorax dan

mesothorax, dan atara mesothorax dengan metathorax terdapat stigma yang

merupakan alat pernafasan. Bagian perut nyamuk Aedes aegypti berbentuk

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
1

panjang ramping, tetapi pada nyamuk kenyang perutnya mengembang. Perut

terdiri atas sepuluh ruas dengan ruas terakhir menjadi alat kelamin. Pada nyamuk

betina alat kelamin disebut cerci sedang pada nyamuk jantan alat kelamin disebut

hypopigidium (Sudarto, 1972).

Nyamuk Aedes aegypti betina lebih menyukai darah manusia (antropofilik),

sedangkan nyamuk jantan menyukai cairan dari buah-buahan dan bunga sehingga

nyamuk betina mempunyai tipe mulut menusuk menghisap untuk menghisap

darah dan mulut pada nyamuk jantan tidak mampu menembus kulit manusia

sehingga digolongkan kedalam tipe mulut penghisap cairan tumbuhan. Waktu

yang diperlukan untuk menyelesaikan perkembangan telur (gonotropik) mulai

nyamuk betina menghisap darah sampai telur dikeluarkan kurang lebih 3 – 4 hari

(Anonimus, 1995). Nyamuk Aedes aegypti dewasa rata-rata mempunyai masa

hidup selama sepuluh hari dan umur ini telah cukup bagi nyamuk ini untuk

mengembangkan virus Dengue menjadi jumlah yang lebih banyak dalam

tubuhnya (Soegijanto, 2006). Nyamuk ini dapat hidup dengan baik pada suhu

240C – 390C dan masih mampu hidup dalam suhu ekstrim (7 0C – 90C). Nyamuk

akan mati bila berada pada suhu dibawah 7 0C dalam 24 jam. Ukuran dan daur

hidup nyamuk Aedes aegypti secara ringkas diilustrasikan pada Gambar 2.6.

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
1

Larva Instar II Larva Instar III


1-2 hari Larva Insar I
1-2 mm 2-3 mm 4-5 mm

8-10 hari
Telur
3-4 hari
Imago Pupa Larva Instar IV
10-15 hari 2-3 hari 1 hari 5-6 mm
Keterangan: = Daur hidup nyamuk
= Lama waktu perkembangan nyamuk

Gambar 2.6 . Ukuran dan daur hidup nyamuk Aedes aegypti


(Sumber: Pengamatan pribadi)

2.2.3 Bionomik (Kebiasaan hidup) Aedes aegypti

Nyamuk Aedes aegypti mula-mula banyak ditemukan di kota-kota pesisir dan

dataran rendah, kemudian menyebar ke pedalaman. Penyebaran nyamuk Aedes

aegypti terutama dengan bantuan manusia seperti ikut terbawa oleh alat

transportasi, mengingat jarak terbang rata-rata yang tidak terlalu jauh, yaitu

sekitar 40 – 100 meter. Meskipun jarak terbang nyamuk Aedes aegypti bisa

melebihi jarak tersebut namun jarang sekali dapat terbang sampai sejauh itu

karena tiga hal penting yang dibutuhkan untuk berkembang biak terdapat dalam

satu rumah, yaitu tempat perindukan (breeding place), tempat mendapatkan darah,

dan tempat istirahat. Keadaan tersebut yang menyebabkan Aedes aegypti bersifat

lebih menyukai aktif di dalam rumah, atau disebut endofilik (Sudarto, 1972).

Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan

selanjutnya ke tempat untuk beristirahat ditentukan oleh kemampuan terbang

nyamuk. Pada waktu terbang nyamuk memerlukan oksigen lebih banyak, dengan

demikian penguapan air dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untuk

mempertahankan cadangan air di dalam tubuh dari penguapan maka jarak terbang

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
1

nyamuk menjadi terbatas. Aktivitas dan jarak terbang nyamuk dipengaruhi oleh

faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal meliputi kondisi luar tubuh

nyamuk seperti kecepatan angin, temperatur, kelembapan dan cahaya. Adapun

faktor internal meliputi suhu tubuh nyamuk, keadaan energi dan perkembangan

otot nyamuk. Apabila ditemukan nyamuk dewasa pada jarak terbang mencapai 2

km dari tempat perindukannya, hal tersebut disebabkan oleh pengaruh angin atau

terbawa alat transportasi (Chapman, 1989).

Nyamuk Aedes aegypti jantan yang lebih cepat menjadi nyamuk dewasa tidak

akan terbang terlalu jauh dari tempat perindukan untuk menunggu nyamuk betina

yang muncul untuk kemudian berkopulasi. Aedes aegypti bersifat antropofilik dan

hanya nyamuk betina saja yang menghisap darah. Nyamuk Aedes aegypti

menghisap darah baik di dalam maupun di luar rumah, biasanya pada pagi hari

pukul 08.00 – 11.00 WIB dan pada sore hari pukul 15.00 – 17.00 WIB. Sifat

sensitif dan mudah terganggu menyebabkan Aedes aegypti dapat menghisap darah

beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat (multiple halter), hal ini

sangat membantu dalam memindahkan virus Dengue ke beberapa orang sekaligus,

sehingga memungkinkan adanya beberapa penderita DBD dalam satu rumah

(Sudarto, 1972).

Menurut Anonimus (2001), perilaku dan hidup nyamuk selalu memerlukan 3

tempat untuk kelangsungan hidupnya sebagai berikut.

1. Perilaku berkembang biak

Nyamuk Aedes aegypti memilih tempat perindukan (breeding place) pada air

jernih yang tergenang dan terlindung dari sinar matahari langsung.

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
1

2. Perilaku mencari darah

Berdasarkan tempat diperolehnya darah dibedakan menjadi nyamuk indofagik

dan eksofagik. Indofagik adalah nyamuk yang cenderung mencari darah dari

dalam rumah, sedangkan eksofagik adalah nyamuk yang cenderung mencari

darah di luar rumah. Nyamuk Aedes aegypti termasuk dalam antropofilik,

yaitu nyamuk yang menyukai darah manusia. Oleh karena itu, nyamuk Aedes

aegypti lebih bersifat indofagik.

Kebiasaan waktu menghisap darah nyamuk Aedes aegypti adalah pada

waktu siang hari, mulai menghisap darah pada pukul 08.00 – 11.00 dan pukul

15.00 – 17.00.

3. Perilaku istirahat

Perilaku istirahat pada nyamuk dibedakan menjadi dua pengertian. Istirahat

dalam proses menunggu pematangan telur dan istirahat sementara, yaitu

istirahat pada saat nyamuk masih aktif mencari darah. Setelah menghisap

darah, selama menunggu waktu pematangan telur, nyamuk akan berkumpul di

tempat-tempat dimana terdapat kondisi yang optimum untuk beristirahat,

setelah itu akan bertelur dan menghisap darah lagi. Tempat yang disenangi

nyamuk untuk hinggap istirahat selama menunggu waktu bertelur adalah

tempat-tempat yang gelap, lembap dan sedikit angin. Nyamuk Aedes aegypti

biasa hinggap beristirahat pada baju-baju yang bergantungan atau pada benda-

benda lain di dalam rumah yang remang-remang. Cahaya merupakan faktor

utama yang mempengaruhi nyamuk beristirahat pada suatu tempat. Intensitas

cahaya yang rendah dan kelembapan yang tinggi merupakan kondisi yang baik

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
2

bagi tempat beristirahat nyamuk. Aedes aegypti suka beristirahat di tempat

yang gelap, lembap, dan tersembunyi di dalam rumah.

2.2.4 Tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti

Tempat perindukan Aedes aegypti berupa genangan-genangan air yang tertampung di

suatu wadah yang biasa disebut container (bukan genangan-genangan air tanah) seperti

tempayan, drum, bak air, WC/kamar mandi, tempat air minum burung piaraan, barang-

barang bekas, lubang-lubang di pohon, pelepah daun dan sebagainya (Sumadji, 1998).

2.2.5 Penyebaran Nyamuk Aedes aegypti

Penyebaran nyamuk terjadi dengan dua cara, yaitu penyebaran aktif, bila nyamuk

menyebar ke berbagai tempat menurut kebiasaan terbangnya serta penyebaran

pasif, bila nyamuk terbawa oleh angin atau kendaraan, jadi bukan oleh kekuatan

terbangnya sendiri.

Nyamuk jantan cenderung berkumpul di dekat tempat-tempat berkembang

biaknya. Adanya nyamuk jantan yang cukup banyak merupakan indikasi adanya

tempat perindukan di sekitarnya. Kelembapan udara mempengaruhi penyebaran

nyamuk (Anonimus, 2004).

2.2.6 Faktor lingkungan yang mempengaruhi populasi larva Aedes aegypti

1. Suhu udara

Suhu udara merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi

perkembangan larva nyamuk Aedes aegypti (Sugito,1989). Iskandar, et al., (1985)

menyatakan bahwa pada umumnya nyamuk akan meletakkan telurnya pada

temperatur sekitar 200C – 300C. Toleransi terhadap suhu tergantung pada spesies

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
2

nyamuk. Menurut WHO (1972) dalam Mardihusodo (1988) telur nyamuk tampak

telah mengalami pembentukan organ yang lengkap dalam waktu 72 jam dalam

temperatur udara 250C – 300C. Menurut Yotopranoto, et al., (1998) rata-rata suhu

optimum untuk pertumbuhan nyamuk adalah 250C – 270C dan pertumbuhan

nyamuk akan berhenti sama sekali bila suhu kurang dari 10 0C atau lebih dari

400C.

2. Kelembapan udara

Selain suhu udara, kelembapan udara juga merupakan salah satu kondisi

lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan larva nyamuk Aedes

aegypti. Menurut Mardihusodo (1988) disebutkan bahwa kelembapan udara yang

berkisar 81,5% – 89,5% merupakan kelembapan yang optimal untuk proses

perkembangan dan ketahanan hidup larva nyamuk.

3. Macam tempat penampungan air dan kualitas air

Tempat penampungan air terutama dengan kondisi air yang jernih digunakan

sebagai tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti. Macam tempat penampungan

air ini dibedakan lagi berdasarkan bahan tempat penampungan air (logam, plastik,

porselin, fiberglass, semen, tembikar, dan lain lain), warna tempat penampungan

air (putih, hijau, coklat, dan lain-lain), letak tempat penampungan air (di dalam

rumah atau di luar rumah), penutup tempat penampungan air (ada atau tidak ada),

pencahayaan pada tempat penampungan air (terang atau gelap) dan sebagainya

(Suroso, 2000).

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
2

Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan

sebagai berikut (Suroso, 2000):

a. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari, seperti:

drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc dan ember.

b. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari seperti:

tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut dan barang-barang

bekas (ban, kaleng, botol, plastik dan lain-lain).

c. Tempat penampungan air alamiah seperti: lubang pohon, lubang batu,

pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang dan potongan bambu.

4. Ketinggian tempat

Suhu udara mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk. Di tempat dengan

ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut tidak ditemukan nyamuk

Aedes aegypti karena suhu udara yang rendah (Sukamto, 2007) sehingga tidak

optimal untuk perkembangbiakan nyamuk.

5. Curah hujan

Curah hujan menambah genangan air sebagai tempat perindukan dan

meningkatkan kelembapan udara. Kelembapan udara yang meningkat ini akan

menambah jarak terbang nyamuk dan umur nyamuk (Sukamto, 2007).

6. Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya merupakan faktor yang mempengaruhi nyamuk dewasa

beristirahat di suatu tempat Intensitas cahaya yang rendah merupakan kondisi

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
2

yang disukai nyamuk dewasa untuk beristirahat setelah menghisap darah maupun

istirahat menunggu pematangan telur (Anonimus, 2001)

2.3 Tinjauan Lokasi Penelitian

Kelurahan Petemon termasuk dalam Kecamatan Sawahan yang terletak di

Kota Surabaya bagian Timur. Kelurahan Petemon terdiri atas 18 RW, lokasi

masing-masing RW disajikan pada Gambar 2.7. Batas administratif wilayah

Kelurahan Petemon adalah sebagai berikut (Anonimusc, 2011):

Utara : Kelurahan Asem Rowo dan Kelurahan Tembok Dukuh

Timur : Kelurahan Sawahan

Selatan : Kelurahan Kupang Krajan

Barat : Kelurahan Simomulyo

Menurut data Puskesmas Kecamatan Sawahan, Kelurahan Petemon memiliki

kasus DBD yang selalu meningkat dari tahun 2008 hingga tahun 2010 (Tabel 2.1).

Pada tahun 2008 terjadi 24 kasus, tahun 2009 terjadi 38 kasus, tahun 2010 jumlah

penderita DBD di daerah ini meningkat menjadi 44 kasus. Lokasi RW yang

memiliki rata-rata kejadian DBD yang tinggi adalah RW 9, 11, 15, 16, dan 18

dengan rata-rata kasus DBD pertahun sebanyak 5, 4, 4, 4, dan 4 kasus

(Anonimusb, 2011). Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.7. Keberadaan

larva Aedes aegypti di suatu daerah merupakan indikator terdapatnya populasi

nyamuk Aedes aegypti di daerah tersebut.

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
2

Gambar 2.7 Peta wilayah Kelurahan Petemon, Kecamatan Sawahan,


Surabaya
(Sumber: Anonimusc, 2011)

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,
ADLN Perpustakaan Universitas
2

Tabel 2.1 Kasus penderita DBD pada tahun 2008 – 2010 di Kelurahan Petemon,
Surabaya (Sumber: Anonimusb, 2011)
Tahun Rata-
No RW Total Pembulatan
2008 2009 2010 rata
1 I 0 0 0 0 0 0
2 II 0 1 3 4 1.3333 1
3 III 1 0 1 2 0.6667 1
4 IV 1 1 0 2 0.6667 1
5 V 1 0 2 3 1 1
6 VI 2 2 2 6 2 2
7 VII 0 0 0 0 0 0
8 VIII 0 1 3 4 1.3333 1
9 IX 5 4 5 14 4.6667 5
10 X 0 1 3 4 1.3333 1
11 XI 3 6 2 11 3.6667 4
12 XII 2 2 2 6 2 2
13 XIII 0 3 2 5 1.6667 2
14 XIV 0 2 3 5 1.6667 2
15 XV 1 5 5 11 3.6667 4
16 XVI 2 5 5 12 4 4
17 XVII 1 2 2 5 1.6667 2
18 XVIII 5 3 4 12 4 4
Jumlah 24 38 44 106 35.333 36

Skri Kepadatan Populasi Larva Aedes aegypti Phontas Anton


Pada Musim Hujan Di Kelurahan Petemon,

Anda mungkin juga menyukai