Lapsus Appendicitis
Lapsus Appendicitis
Lapsus Appendicitis
Appendicitis Akut
Disusun oleh:
Siti Hadriyanti Yapi
Pembimbing
dr. Suci Pandu Citra
1.2 ANAMNESIS
Keluhan utama
Nyeri perut kanan bawah
Interpretasi:
Skor 7-10= Appendisitis akut
Skor 5-6= Curiga Appendisitis akut
Skor l-4= Bukan Appendisitis akut
1.7 DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Appendisitis Akut
Diagnosis Banding
Appendisitis Perforasi
1.8 PENATALAKSANAAN
KIE
Puasa paling sedikit 6 jam sebelum operasi
Terapi
IVFD RL 20 tpm
Inj. Omeprazole 1 vial/ 12 Jam/ iv
Inj. Anbacim 1 gr/ 12 jam
Lapor dokter bedah
1.9 PROGNOSIS
• Ad vitam : Bonam
• Ad fungsionam : Bonam
• Ad sanasionam : Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua
umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki
berusia 10-30 tahun (Mansjoer, 2010).
Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran
kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk bedah abdomen
darurat. Apendisitis adalah peradangan apendiks yang mengenai semua lapisan
dinding organ tersebut (Smeltzer, 2005).
2.5 KLASIFIKASI
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan
apendisitis kronik (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004):
1. Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak pada apendiks yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gejala apendisitis akut ialah
nyeri samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium
disekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual, muntah dan umumnya nafsu
makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke titik Mc.Burney.
Nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri
somatik setempat.
Apendisitis akut dibagi menjadi :
a. Apendisitis Akut Sederhana
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi
peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa
appendiks menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di
daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise dan demam ringan
(Rukmono, 2011).
a. Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan
terbendungnya aliran vena pada dinding apendiks dan menimbulkan trombosis.
Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme
yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding apendiks menimbulkan infeksi
serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin.
Apendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen
terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc. Burney, defans muskuler dan nyeri
pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh
perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum (Rukmono, 2011).
b. Apendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infark dan gangren. Selain didapatkan tanda-tanda
supuratif, apendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding apendiks
berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut
gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen
(Rukmono, 2011).
c. Apendisitis Infiltrat
Apendisitis infiltrat adalah proses radang apendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum sehingga
membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya
(Rukmono, 2011).
d. Apendisitis Abses
Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah
(pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal dan
pelvikal (Rukmono, 2011).
e. Apendisitis Perforasi
Apendisitis perforasi adalah pecahnya apendiks yang sudah gangren yang
menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis
umum. Pada dinding apendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan
nekrotik (Rukmono, 2011).
2. Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya
riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik dan mikroskopik. Kriteria mikroskopik apendisitis kronik
adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen
apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa dan adanya sel
inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%. Apendisitis kronik
kadang-kadang dapat menjadi akut lagi dan disebut apendisitis kronik dengan
eksaserbasi akut yang tampak jelas sudah adanya pembentukan jaringan ikat
(Rukmono, 2011).
2.8 DIAGNOSIS
Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini
terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau
rangsangan viseral akibat aktivasi nervus vagus. Obstipasi karena penderita takut
untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika timbul komplikasi. Gejala lain
adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5-38,5 C tetapi jika suhu lebih
tinggi, diduga sudah terjadi perforasi (Departemen Bedah UGM, 2010). Pada
pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi di dapat penderita berjalan membungkuk
sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan
penonjolan perut bagian kanan bawah terlihat pada apendikuler abses
(Departemen Bedah UGM, 2010). Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar
atau sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati
dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri.
Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah adalah :
a. Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan
kuadran kanan bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci
diagnosis.
b. Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri
lepas tekan) adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat
tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan
penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.
c. Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang
menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal.
d. Rovsing sign (+) adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila
dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan
oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi
yang berlawanan.
e. Psoas sign (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh
peradangan yang terjadi pada apendiks.
f. Obturator sign (+) adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal
tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah
hipogastrium (Departemen Bedah UGM, 2010).
Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok pada auskultasi akan terdapat
peristaltik normal, peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis
generalisata akibat apendisitis perforata. Auskultasi tidak banyak membantu
dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis
maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan colok dubur
(Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12 (Departemen Bedah UGM,
2010).
Apendisitis dapat didiagnosis menggunakan skor alvarado yang dapat
dilihat pada tabel 2.1
Tabel 2.1 Gambaran klinis apendisitis akut berdasarkan skor alvarado
Symptoms Score
Nausea/Vomiting 1
Anorexia 1
Signs
Tenderness in RLQ 2
Rebound Pain 1
Elevated Temperature 1
Laboratory Findings
Leucocytosis 2
Total 10
Interpretasi:
Skor 7-10= Appendisitis akut
Skor 5-6= Curiga Appendisitis akut
Skor l-4= Bukan Appendisitis akut
peroral dan diminum sebelum pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk
anak-anak atau 10-12 jam untuk dewasa, hasil apendikogram dibaca oleh
dokter spesialis radiologi.
b. Ultrasonografi (USG)USG dapat membantu mendeteksi adanya kantong
nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan abses hati, pneumonia
basal, atau efusi pleura (Penfold, 2008)
2.12 PROGNOSIS
Angka kematian dipengaruhi oleh usia pasien, keadekuatan persiapan
prabedah, serta stadium penyakit pada waktu intervensi bedah. Apendisitis tak
berkomplikasi membawa mortalitas kurang dari 0,1%, gambaran yang
mencerminkan perawatan prabedah, bedah dan pascabedah yang tersedia saat ini.
Angka kematian pada apendisitis berkomplikasi telah berkurang dramatis menjadi
2 sampai 5 persen, tetapi tetap tinggi dan tak dapat diterima (10-15%) pada anak
kecil dan orang tua. Pengurangan mortalitas lebih lanjut harus dicapai dengan
intervensi bedah lebih dini (Grace, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Oswari, E., 2000. Bedah dan Perawatannya. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah
Edisi 8 Volume 2, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.