Kep Anak Bu Satya - KLP 7
Kep Anak Bu Satya - KLP 7
Kep Anak Bu Satya - KLP 7
OLEH KELOMPOK 7 :
DENPASAR
2023
A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Diabetes Mellitus Tipe-1 merupakan kelainan sistemik akibat gangguan
metabolism glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini disebabkan
oleh kerusakan sel B pancreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga
produksi insulin berkurang atau berhenti.
Diabetes Mellitus tipe-1 (Diabetes Juveneli), dahulu disebut Insuli Dependent
Diabetes Mellitus (IDDM diabetes yang tergantung pada insulin), dicirikan dengan
rusaknya sel B penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans sehingga terjadi
kekurangan insulin pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak
maupun orang dewasa.
Dalam kondisi normal, system kekebalan tubuh akan menyerang dan
membentangi tubuh dari bakteri dan membentangi substansi-substansi atau virus yang
menyusup ke dalam tubuh. Namun pada diabetes tipe-1, tanpa alasan yang pasti,
system imun yang menyerang prankreas serta menghancurkan sel beta dan
menyebabkan terhambatnya produksi hormone insulin.
Penderita diabetes tipe-1 hanya memproduksi insulin dalam jumlah yang
sangat sedikit atau bahkan tidak sama sekali. Akibat glukosa dalam darah semakin
meningkat (hiperglikemia) dan sel-sel tubuh tidak mendapatkan asupan energy yang
cukup, kondisi tersebut dapat menyebabkan:
1) Dehidrasi
Tingginya kadar gula dalam darah akan meningkatkan frekuensi urinasi
(buang air kecil) sebagai reaksi untuk mengurangi kadar gula. Saat gula darah
keluar bersama urine, tubuh juga akan kehilangan banyak air, sehingga
mengakibatkan dehidrasi.
2) Kehilangan Berat Badan
Gula dalam darah (glukosa) merupakan sumber energy bagi tubuh. Glukosa
yang terbuang bersama urin juga mengandung banyak nutrisi dan kalori yang
diperlukan tubuh manusia. Oleh karena itu penderita diabetes tipe-1 juga akan
kehilangan berat badannya secara drastis.
3) Kerusakan Tubuh
Tinggnya level gula dalam darah akan menyebabkan kerusakan pada
jaringan tubuh. Kondisi ini juga akan merusak pembuluh darah kecil pada mata,
ginjal dan jantung. Penderita diabetes beresiko tinggi mengalami serangan jantung
dan stroke.
Sampai saat ini diabetes tipe-1 tidak dapat dicegah. Kebanyakan penderita
diabetes tipe-1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini
mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun renspon tubuh terhadap insulin
umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel B pada diabetes tipe-1 adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel B pancreas. Reksi
imunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
2. Etiologi
Dokter dan para ahli belum mengetahui secara pasti penyebab diabetes tipe-1.
Namun yang pasti penyebab utama diabetes tipe-1 adalah factor genetic atau
keturunan. Resiko perkembangan diabetes tipe-1 akan diwariskan melalui factor
genetic.
1) Factor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe-1 itu sendiri tetapi mewarisi
suatu predisposisi atau kecendrungan genetic kearah terjadinya DM tipe-1.
Kecendrungan genetic ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA (Human Leukosit Antigen). HLA merupakan kumpulan gen yang
bertanggung jawab atas antigen transplantasi dan proses imun lainnya.
2) Factor-factor Imunologi
Adanya respon autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibody
terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing, yaitu autoantibody
terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
3) Factor Lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan
destruksi sel beta.
3. Manifestasi Klinis
Keluhan umum pasien DM seperti polyuria, polydipsia, polifagia pada DM
umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan
akibat komplikasi degenerative kronik pada pembuluh darah dan syaraf.
Manifestasi klinis DM tipe-1 sama dengan manifestasi pada DM tahap awal,
yang sering ditemukan.
1) Polyuria (banyak kencing)
Hal ini disebabkan karena glukosa darah meningkat sampai melampaui daya
serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi osmotic diuresis yang mana gula
banyak menarik cairan dan elektrolit sehingga klien mengeluh banyak kencing.
2) Polidipsi (banyak minum)
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan banyak
karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih banyak minum.
3) Polifagia (banyak makan)
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar) sehingga untuk memenuhinya klien akan terus makan. Tetapi
walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan tersebut hanya akan berada
sampai pembuluh darah.
4) Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa, maka
tubuh bersama mendapat peleburan zat dari bagian tubuh yang lain yaitu lemak
dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar, maka tubuh selanjutnya akan
memecah cadangan makanan yang ada ditubuh termasuk yang berada dijaringan
otot dan lemak sehingga klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap
kurus.
5) Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa sarbitol
fruktasi)yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
6) Ketoasidosis
Anak dengan DM tipe-1 cepat sekali menjurus kedalam ketoasidosis diabetic
yang disertai atau tanpa koma dengan prognosis yang kurang baik bila tidak
diterapi dengan baik.
4. Patofisiologi
Diabetes tipe-1 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan yang menyerang
orang dengan system imun yang secara genetis merupakan predisposisi untuk
terjadinya suatu respon autoimun yang kuat yang menyerang antigen sel B pancreas.
Factor ekstrinsik yang diduga mempengaruhi fungsi sel B meliputi kerusakan yang
disebabkan oleh virus, seperti virus penyakit gondok (mumps)dan virus coxsackie B4,
oleh agen kimia yang bersifat toksik atau oleh sitotoksin perusak dan antibody yag
dirilis oleh imunosit yang disensitasi.
Suatu kerusakan genetis yang mendasari yang berhubungan dengan replikasi
atau fungsi sel B pancreas dapat menyebabkan predisposisi terjadinya kegagalan sel B
setelah infeksi virus. Lagi pula, gen-gen HLA yang khusus diduga meningkatkan
kerentanan terhadap virus diabetogenik atau mungkin dikaitkan dengan gen-gen yang
merespon system imun tertentu yang menyebabkan terjadinya predisposisi pada
pasien sehingga terjadi respon autoimun terhadap sel-sel pulaunya (islets Langerhans)
sendiri atau yang dikenal dengan istilah autoregresi.
Diabetes tipe-1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadiny ketosis apabila tidak diobati. Diabetes ini muncul ketika pancreas sebagai
pabrik insulin tidak dapat atau kurang mampu memproduksi insulin. Akibatnya,
insulin tubuh kurangatau tidak sama sekali. Penurunan jumlah insulin menyebabkan
gangguan jalur metabolic antaranya penurunan glikolisis (pemecahan glukosa menjadi
air dan karbondioksida), peningkatan glikogenesis (pemecahan glikogen menjadi
glukosa), terjadinya gluconeogenesis. Gluconeogenesis merupakan proses pembuatan
glukosa dari asam amino, laktat dan gliserolyang dilakukan counterregulatory
hormone (glucagon, epinefrin, dan kortisol). Tanpa insulin, sintesis dan pengambilan
protein, trigliserida, asam lemak, dan gliserol dalam sel akan terganggu. Seharusnya
terjadi lipolysis yang menghasilkan badan keton. Glukosa menjadi menumpuk dalam
peredaran darah karena tidak dapat diangkut kedalam sel. Kadar glukosa lebih dari
180 mg/dl ginjal tidak dapat mereabsorbsi glukosa dari glomelurus sehingga timbul
glikosuria.
Biasanya, diabetes tipe ini sering terjadi pada anak dan remaja tetapi kadang-
kadang juga terjadi pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka
yang berusia lanjut ketika hiperglikemia tampak pertama kali. Keadaan tersebut
merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak
terdapat insulin dalam sirkulasi, glucagon plasma meningkat dan sel-sel B pancreas
gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlakukan
pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis,dan
menurunkan hiperglukagonemia dan peingkatan kadar glukosa darah.
Phatway
DM tipe 1 DM Tipe 2
Defisiensi insulin
Fleksibilitas
darah merah
Polyuria
Hipoksia perifer
6. Komplikasi
Komplikasi DM baik pada pada DM tipe-1 maupun tipe-2, dapat dibagi menjadi 2
kategori, yaitu komplikasi akut dan komplikasi menahun.
1) Komplikasi Metabolic Akut
1) Ketoasidosis Diabetik (khusus pada DM tipe-1)
Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia
dan glukosuria berat, penurunan glikogenesis, peningkatan glikolisis, dan
peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai penumpukan benda keton,
peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketosis, peningkatan ion
hydrogen dan asidosis metabolic. Glukosuria dan ketonuria juga
mengakibatkan diuresis osmotic dengan hasil akhir dehidasi dan kehilangan
elektrolit sehingga hipertensi dan mengalami syok yang akhirnya klien dapat
koma dan meninggal.
2) Hipoglikemi
Seseorang yang memliki Diabetes Mellitus dikatakan mengalami
hipoglikemia jika kadar glukosa darah kurang dari 50 mg/dl. Hipoglikemia
dapat terjadi akibat lupa atau terlambat makan sedangkan penderita
mendapatkan terapi insulin, akibat latihan fisik yang lebih berat dari biasanya
tanpa suplemen kalori tambahan, ataupun akibat penurunan dosis insulin.
Hipoglikemia umumnya ditandai oleh pucat, takikardi, gelisah, lemah, lapar,
palpitasi, berkeringat dingin, mata berkunang-kunang, tremor, pusing/sakit
kepala yang disebabkan oleh pelepasan epinefrin,juga akibat kekurangan
glukosa dalam otak akan menunjukkan gejala-gejala seperti tingkah laku aneh,
sensorium yang tumpul, dan pada akhirnya terjadi penurunan kesadaran dan
koma.
2) Komplikasi vascular jangka panjang (pada DM tipe-1 biasanya terjadi saat
memasuki tahun ke 5)
1) Mikroangiopaty
Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola
retina (retinopaty diabetic), glomerulus ginjal (nefropaty diabetic), otot-otot
dan kulit. Manifestasi klinis retinopati berupa mikroaneurisma (pelebaran
sakular yang kecil) dari arteriola retina. Akibat terjadi perdarahan
neovasklarisasi dan jaringan parut retina yang dapat mengakibatkan kebutaan.
Menifestasi dini nefropaty berupa protein urin dan hipertensi jika hilangnya
fungsi nefron terus berkelanjutan, pasien akan menderita insufisiensi ginjal
dan uremia. Neuropaty dan katarak timbul sebagai akibat gangguan jalur
poliol (glukosa-sorbitol-fruktosa) akibat kekurangan insulin. Penimbunan
sorbitol dalam lensa mengakibatkan katarak dan kebutaan. Pada jaringan
syaraf terjadi penimbunan sorbitol dan fruktosa dan penurunan kadar
mioinositol yang menimbulkan neuropaty. Neuropaty dapat menyerang saraf-
saraf perifer, saraf-saraf kranial atau system saraf otonom.
2) Makroangiopaty
Gangguang-gangguan yang disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menjadi
penyebab berbagai jenis penyakit vaskuler, gangguan ini berupa:
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada DM tipe-1 dan 2 umumnya tidak jauh
berbeda diantaranya:
1) Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/dl
2) Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
3) Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
4) Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
5) Elektrolit : Natrium mungkin meningkat, atau menurun. Kalium normal atau
peningkatan semu (perpindahan seluler) selanjutnya akan menurun. Fosfor lebih
sering menurun.
6) Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan control DM yang kurang selama 4 bulan terakhir (lama hidup
SDM) dan karenanya sangat bermanfaat untuk membedakan DKA dengan
controltidak adekuat versus DKA yang berhubungan dengan insiden (mis ISK
baru).
7) Gas darah arteri : biasanya menunjukkan PH rendah penurunan pada HCO3
(asidosis metabolic) dengan kompensasi alkalosis respiratorik.
8) Trombosit darah : HT mungkin meningkat (dehidrasi) : leukosit : hemokonsentrasi
merupkan respon terhadap stress atau infeksi.
9) Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi / penurunan fungsi
ginjal).
10) Amylase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pancreatitis
akut sebagai penyebab dari DKA.
11) Insulin darah : mungkin menurun / bahkan sampai tidak ada (pada tipe-1) atau
normal sampai tinggi (pada tipe II) yang mengindikasikan insufisiensi insulin /
atau gangguan dalam penggunaannya (endogen / eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody.
12) Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
13) Urine : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolaritas mungkin meningkat.
14) Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi
pernapasan dan infeksi pada luka.
8. Penatalaksanaan
1) Pemberian Insulin
Yang harus diperhatikan dalam pemberian terapi insulin adalah jenis, dosis,
kapan pemberian, dan cara penyuntikan serta penyimpanan. Terdapat berbagai
jenis insulin berdasarkan asal maupun lama kerjanya, menjadi kerja cepat / rapid
acting, kerja pendek (regular soluble), menengah, panjang, dan campuran.
2) Pengaturan Makanan Diet
1) Komposisi sumber kalori perhari sebaiknya terdiri atas : 50-55% karbohidrat,
10-15% protein (semakin menurun dengan bertambahnya umur), dan 30-35%
lemak.
2) Pembagian kalori per 24 jam diberikan 3 kali makanan utama dan 3 kali
makanan kecil sebagai berikut :
20 % berupa makan pagi
10 % berupa makanan kecil
25 % berupa makan siang
10 % berupa makanan kecil
25 % berupa makan malam
10 % berupa makanan kecil
3) Olahraga
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama kurang lebih
30 menit yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous Rytmical Interval Progresive
Endurance Training) latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki,
jogging, lari, renang dan bersepeda.
4) Obat Hiperglikemi Oral(OHO)
Jika pasien telah melakukan pengaturan makan dan kegiatan jasmani yang teratur,
tetapi kadar glukosa darahnya masih belum baik, dipertimbangkan pemakaian
obat berhasiat hioglikemiak.
Sulfoniurea
Berfungsi untuk menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan
ambang sekresi insulin, meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat
rangsangan glukosa.
Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal,
dianjurkan untuk pasien gemuk.
Inhibitor a glukosidase
Bersifat kompetitif menghambat kerja enzim a glukosidase sehingga
menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pascaprandial.
Insulin sentizing agent
Berfungsi meningkatkan sensitifitas insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
5) Edukasi
Kegiatan edukasi meliputi pemahaman dan pengertian penyakit dan
komplikasinya, memotivasi penderita dan keluarga agar patuh berobat.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
1) Identitas
DM Tipe 1 biasanya rentan terdiagnosis sebelum umur 30 tahun dan
terjadi dengan onset anak-anak, sedangkan DM tipe 2 umunya terjadi setelah
usia 40 tahun dan lebih khas pada golongan dewasa tua, dewasa obesitas, dan
etnik serta ras tertentu.
2) Stastus kesehatan
1. Keluhan utama
2. Riwayat Sosial
3. Riwayat Keluarga
Bagaimana kesehatan keluarganya, apakah ada diantara anggota
keluarganya yang mengalami penyakit tertentu atau dari keluarga pernah
mengalami penyakit diabetes itu sendiri.
c. Pola Aktivitas
e. Pola Eliminasi
f. Pola hubungan
g. Pola Kognitif
i. Pola Seksual
j. Pola Nilai
4) Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
a) Kesadaran
Klien datang ke Rumah Sakit dalam keadaan composmentis (kesadaran
penuh) dan terjadi hipoglikemia akut karena ketidaktepatan dalam
pemakaian insulin eksogen. Pasien umumnya juga mengalami tremor,
pucat, gelisah dan peningkatan denyut nadi (Takikardia).
b) Tanda-tanda vital
Tanda vital yaitu meliputi pernapasan, suhu, tekanan darah dan nadi
dengan karakteristik tekanan darah tinggi apabila disertai hipertensi.
Respiration rate (RR) dalam batas yaitu normal 15-20 kali/menit,
pernapasan dalam atau dangkal, Denyut nadi kuat atau lemah. Dan
terjadi peningkatan suhu tubuh ketika infeksi
2. Pemeriksaan fisik head to toe
1) Kulit
Inspeksi: Menilai warna kulit, melihat ada tidaknya edema dan lesi
Palpasi: Menilai adanya edema, menilai ada tidaknya nyeri tekan,
menilai akral pasien panas, hangat atau dingin, turgor kulit
elastis/tidak.
2) Kepala
Inspeksi: Menilai bentuk kepala, keadaan rambut dan kulit kepala,
ada tidaknya lesi.
Palpasi: Menilai ada tidaknya nyeri tekan dan edema/benjolan.
3) Wajah
Inspeksi: Menilai bentuk wajah, warna kulit wajah dan apakah wajah
pucat/tidak.
Palpasi: Menilai ada tidaknya nyeri tekan
4) Mata
Inspeksi: Menilai apakah pandangan kabur/tidak, menilai
konjungtiva, pupil, sklera, dan kebersihan mata.
Palpasi: Menilai ada tidaknya nyeri tekan
5) Hidung
Inspeksi: Menilai ada tidaknya lesi, pernapasan cuping hidung, ada
tidaknya secret/cairan yang menumpuk, silia merata/tidak, ada
tidaknya polip/benjolan.
Palpasi: Menilai ada tidaknya nyeri tekan pada sinus.
6) Mulut
Inspeksi: Menilai mukosa bibir kering/lembab, warna bibir ada
sianosis/tidak, kebersihan mulut, ada tidaknya stomatitis, ada
tidaknya gigi berlubang ataupun gigi yang tertanggal.
Palpasi: Menilai ada tidaknya nyeri tekan.
7) Telinga
Inspeksi: Melihat apakah telingan simetris, ada tidaknya lesi, ada
tidaknya cairan/pendarahan yang keluar, ada tidaknya bau pada
telinga.
Palpasi: Menilai ada tidaknya nyeri tekan.
8) Leher
Inspeksi: Melihat kesimetrisan leher, ada tidaknya lesi, ada tidaknya
bendungan vena jugularis.
Palpasi: Menilai ada tidaknya nyeri tekan, pembesaran kelenjar tiroid
atau kelenjar limfe.
9) Dada
Paru-paru
Inspeksi: Menilai kesimetrisan pengembangan paru kanan dan kiri,
ada tidaknya ada pembengkakan/luka.
Palpasi: Menilai ada tidaknya retraksi dinding dada, taktil vocal
premitus, ada tidaknya nyeri tekan.
Perkusi: Mengetuk bagian ICS 2,4,6 midclavicula linea sinistra
(dallness) dekstra (sonor)
Auskultasi: Mendengarkan suara nafas px, apakah vesikuler atau ada
mengi.
Jantung
Inspeksi: Menilai apakah iktus kordis terlihat atau tidak, ada tidak ada
pembengkakan/luka.
Palpasi: Menilai tempat terabanya iktus kordis, ada tidaknya nyeri
tekan.
Perkusi: Menilai suara ketukan pada ICS 3,4,5 midcalvucula line
sinistra (dallness), dekstra (tidak terdeteksi)
Auskultasi: Menilai BJ 1,2 apakah tunggal regular atau ada suara
tambahan
10) Abdomen
Inspeksi: Melihat keadaan perut dan ada tidaknya asites, ada tidaknya
pembengkakan/luka.
Auskultasi: Menilai bunyi bising usus
Perkusi: Apakah suara perkusi perut timpani atau pekak.
Palpasi: Menilai ada tidaknya nyeri tekan
11) Genetalia
Inspeksi: Melihat kebersihan genetalia, ada tidaknya cairan yang
keluar dari genetalia.
12) Anus dan Rektum
Inspeksi: Melihat keadaan dan kebersihan anus dan rectum
13) Ekstremitas
Atas
Menilai apakah ada keterbatasan gerakan oleh pasien, ada
benjolan/tidak, simetris/tidak antara kanan dan kiri.
Bawah
Menilai apakah ada keterbatasan gerakan oleh pasien, ada
benjolan/tidak, simetris/tidak antara kanan dan kiri.
Edukasi :
a. Anjurkan diet
yang
diprogramkan
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
dengn ahli gizi
untuk
menetukan
jumlh kalori dan
jenis nutsisi
yang dibutuhkan
jika perlu.
Setelah
2. Perfusi Observasi Observasi
jaringan dilakukan
1. Periksa sirkulasi 1. Mengidentifikasi
perifer tindakan
tidak efektif perifer (mis. nadi adanya sumbatan
keperawatan
perifer, edema, pada sirkulasi
selama …x...
pengisian kapiler, perifer
menit/jam
warna, suhu, ankle-
diharapkan brachial index) 2. Meminimalisir
perfusi perifer
2. Identifikasi faktor tejadinya
kembali
risiko gangguan gangguan
adekuat sirkulasi (mis. sirkulasi yang
dengan criteria diabetes, perokok, dapat
hasil: orang tua, hipertensi mengakibatkan
1. Denyut dan kadar kolesterol masalah
perifer tinggi kesehatan
meningk
at
3. Monitor 3. Mengidentifik
dengan asi tanda dan
panas,
skala 5 kemerahan, gejala
(1-5) nyeri, gangguan
2. Warna bengkak sirkulasi
kulit pucat pada perifer
menurun ekstremitas Terapeutik
dengan Terapeutik 1. Mencegah terjadinya
skala 5 (1- edema
4. Hindari
5) 2. Menjaga sirkulasi
pemasangan infus perifer tetap adekuat
3. Pengisian atau pengambilan 3. Mengurangi edema
kapiler darah di area dan tekanan vena
membaik keterbatasan
dengan perfusi 4. Menghindari
skala 5 kontaminasi agen
(1-5) 5. Hindari
pecetus infeksi
pengukuran
4. Akral tekanan darah
5. Menjaga sirkulasi
membai pada ekstremitas
perifer tetap
k dengan
adekuat
membai keterbatasan
Edukasi
k perfusi
dengan 1. Merokok dapat
6. Hindari
skala 5 menyebabkan
penekanan dan
(1-5) pemasangan terjadinya
Turgor kulit tourniquet pada vasokontriksi
membaik dengan area yang pembuluh darah
skala 5 (1-5) cedera 2. Aktivitas fisik
7. Lakukan pencegahan membantu
infeksi
memperlancar
8. Lekukakn perawatan
kaki dan kuku sistem peredaran
darah
Edukasi
3. Meningkatkan
9. Anjurkan berhenti
merokok dilatasi pembuluh
darah sehingga
perfusi jaringan
dapat diperbaiki
4. Menjaga sirkulasi
tetap adekuat
5. Kolestrol tinggi
dapat mempercepat
terjadinya
arterosklerosis
Setelah dilakukan Manajemen nyeri Observasi
3. Nyeri Akut
keperawatan (I.08238) - agar mengetahui skala
selama ...x24 jam a. Identifikasi nyeri pada pasien
diharapkan tingkat lokasi, - agar mengetahui lokasi,
nyeri menurun karakteristik,dura karakteristik, durasi,
Kriteria hasil : si, frekuensi, kualitas,
Keluhan frekuensi,kualitas intensitas
nyeri , intesintas nyeri Terapeutik :
menurun b. Identifikasi skala - untuk mengalihkan rasa
Meringis nyeri nyeri yang dirasakan
menurun c. Identifikasi faktor oleh pasien
Gelisah yang - untuk mengontrol
menurun memperberat dan lingkungan mengetahui
Frekuensi memperingan penyebab, periode, dan
nadi membaik nyeri pemicu nyeri
Pola nafas d. Berikat tehnik - untuk meredakan nyeri
membaik non farmakologis pada pasien
Nafsu untuk Kolaborasi :
makan membaik mengurangi rasa - untuk mempercepat
Tekanan nyeri (mis proses penyembuhan pada
darah membaik akupresur,terapi pasien
Pola tidr music,
membaik biofeedback,
terapi pijat)
e. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
f. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
9. Pelaksanaan
Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan yang diberikan kepada
pasien sesuai dengan rencana keperawatan yang telah ditetapkan tergantung pada situasi dan
kondisi pasien saat itu. Pelaksanaan rencana keperawatan berfokus pada keseimbangan fisiologis
dengan membantu pasien dalam keadaan sehat maupun sakit sehingga dapat meningkatkan
kualitas hidup pasien.
Pada pelaksanaan atau implementasi ini terdiri dari tindakan mandiri, saling ketergantungan atau
kolaborasi dan tindakan rujukan/ketergantungan. Pelaksanaan atau implementasi disesuaikan
dengan rencana tindakan keperawatan. Sebelum melaksanakan tindakan yang sudah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan sesuai atau
tidak.
10. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi disusun
menggunakan SOAP dimana :
S : pasien mengungkapkan ungkapan perasaan atau keluhan yang di keluhkan secara subjektif
oleh pasien atau keluarga setelah diberikan implemetasi keperawatan
O : keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang
dilihat secara objektif
A : analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif pasien
P : planning perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi atau
perencanaan yang ditambahkan oleh rencana tindakan keperawatan yang ditentukan
sebeleumnya
DAFTAR PUSTAKA
PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tarwoto. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin. Jakarta: CV.
Trans Info Media.