Bab Ii
Bab Ii
Bab Ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
termodifikasi dan ujungnya peka sentuhan. Bila menyentuh galah sulur akan
mulai
6
melingkarinya. Dalam 14 jam sulur itu telah melekat pada galah/ajir (Sunarjono,
2007).
Perakaran tanaman mentimun memiliki akar tunggang dan bulu-bulu akar,
tetapi daya tembusnya relatif dangkal, pada kedalaman sekitar 30 sampai 60 cm.
Oleh karena itu tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan
kelebihan air (Cahyono, 2006).
Bunga mentimun berwarna kuning dan berbentuk terompet, tanaman ini
berumah satu artinya, bunga jantan dan bunga betina terpisah, tetapi masih dalam
satu pohon. Bunga betina mempunyai bakal buah berbentuk lonjong yang
membengkok, sedangkan pada bunga jantan tidak mempunyai bakal buah yang
membengkok. Letak bakal buah tersebut dibawah mahkota bunga (Sunarjono,
2007). Tanaman mentimun memiliki jumlah bunga jantan lebih banyak dari pada
bunga betina, dan bunga jantan muncul lebih awal beberapa hari mendahului
bunga betina. Penyerbukan bunga mentimun adalah penyerbukan menyerbuk
silang, penyerbukan buah dan biji menjadi penentu rendah dan tinggi produksi
mentimun (Milawatie, 2006).
Buah mentimun menggantung dari ketiak antara daun dan batang. Bentuk
ukurannya bermacam-macam antara 8 sampai 25 cm dan diameter 2,3 sampai 7
cm, tergantung varietasnya. Kulit buah mentimun ada yang berbintik-bintik, ada
pula yang halus. Warna buah antara hijau keputih-putihan, hijau muda dan hijau
gelap sesuai dengan varietas. Biji mentimun berbentuk pipih, kulitnya berwarna
putih atau putih kekuning-kuningan sampai coklat. Biji ini dapat digunakan
sebagai alat perbanyakan tanaman (Cahyono, 2006).
Mentimun jepang kultivar Ronaldo F1 menghasilkan buah tipe mentimun
jepang berwarna hijau gelap mengkilat, renyah, dan rasanya tidak pahit. Panjang
buah ± 27 cm, diameter ± 3,9 cm dengan berat ± 270 g/buah. Umur panen ± 44
hari setelah pindah tanam dengan potensi hasil ± 4 kg/tanaman (PT. BISI
International).
Tanaman mentimun dapat ditanam mulai dari datarn rendah sampai dataran
tinggi ± 1.000 meter di atas permukaan laut (Wijoyo, 2012). Menurut Moekasan
dkk. (2014), mentimun akan tumbuh optimal pada tanah yang gembur, banyak
7
kelapa), limbah ternak, limbah industri yang menggunakan bahan pertanian, dan
limbah kota (sampah). Pupuk organik berperan cukup besar dalam memperbaiki
sifat fisik, kimia, dan biologis tanah serta lingkungan. Pupuk organik memiliki
fungsi kimia yang penting seperti penyediaan hara makro (nitrogen, fosfor,
kalium, kalsium, magnesium, dan sulfur) dan mikro seperti zink, tembaga, kobalt,
mangan, dan besi, meskipun jumlahnya relative (Supriadi, 2006).
Di dalam tanah, pupuk organik akan dirombak oleh mikroorganisme
menjadi humus atau bahan organik tanah. Bahan organik berfungsi sebagai
pengikat butiran primer tanah menjadi butiran sekunder dalam bentuk agregat
yang mantap. Meskipun mengandung unsur hara yang rendah, bahan organik
penting dalam meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah, serta dapat
bereaksi dengan ion logam untuk membentuk senyawa kompleks, sehingga ion
logam yang meracuni tanaman atau menghambat penyediaan hara A1, Fe, dan Mn
dapat dikurangi. Penggunaan pupuk organik dapat mengurangi pencemaran
lingkungan karena bahan–bahan organik tersebut tidak dibuang sembarangan
yang dapat mengotori lingkungan terutama pada perairan umum. Penggunaan
bahan organik sebagai pupuk merupakan upaya penciptaan sumber daya alam
yang terbarukan. Bahan organik juga dapat mengurangi unsur hara yang bersifat
racun bagi tanaman serta dapat digunakan untuk mereklamasi lahan bekas
tambang dan lahan yang tercemar (Diah, 2005).
Berbagai hasil penelitian mengindikasikan bahwa sebagian besar lahan
pertanian di Indonesia, baik lahan kering maupun lahan sawah, mempunyai
kandungan bahan organik tanah yang rendah (<2%). Oleh karena itu penggunaan
bahan organik untuk memperbaiki produktivitas lahan perlu digalakkan. Pupuk
organik sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian baik kualitas
maupun kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan
kualitas lahan secara berkelanjutan (Sutanto, 2002). Penggunaan pupuk organik
dalam jangka panjang dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat
mencegah degradasi lahan.
2.1.3 Pupuk kandang
9
Pupuk kandang adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak.
Kualitas pupuk kandang sangat tergantung pada jenis ternak, kualitas pakan
ternak, dan cara penampungan pupuk kandang. Penambahan pupuk kandang dapat
meningkatkan kesuburan dan produksi pertanian. Hal ini disebabkan tanah lebih
banyak menahan air sehingga unsur hara akan terlarut dan lebih mudah diserap
oleh buluh akar. Sumber hara makro dan mikro dalam keadaan seimbang yang
sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Unsur mikro
yang tidak terdapat pada pupuk lainnya bisa disediakan oleh pupuk kandang,
misalnya S, Mn, Co, Br, dan lain-lain.
Pupuk kandang yang berasal dari ayam atau unggas memiliki kandungan
unsur hara yang lebih besar dari pada jenis ternak yang lain. Penyebabnya adalah
kotoran padat pada unggas tercampur dengan kotoran cairnya. Umumnya,
kandungan unsur hara pada urine selalu lebih tinggi dari pada kotoran padat.
Ciri-ciri pupuk kandang yang baik dapat dilihat secara fisik atau kimiawi.
Ciri fisiknya yakni berwarna kehitaman, cukup kering, tidak mengandung dan
tidak berbau menyengat. Ciri kimiawinya adalah C/N rasio kecil (bahan
pembentuknya sudah tidak terlihat) dan temperaturnya relatif stabil.
Menurut Novizan (2002), Efek dari kelebihan pupuk kandang akan
menimbulkan pencemaran nitrat (NO3) dan ammonia (NH3) sehingga
menyebabkan eutrofikasi (eutropication). Di samping itu sering pula tidak tersedia
bagi tanaman, karena diserap oleh mikroorganisme untuk kebutuhan hidupnya.
Keuntungan pemakaian pupuk kandang antara lain:
a) Dapat memperbaiki kesuburan fisika tanah melalui perubahan struktur.
b) Dapat memperbaiki kesuburan kimia tanah karena mengandung unsur N, P,K,
Ca, Mg, dan Cl.
c) Dapat meningkatkan kegiatan mikroorganisme tanah yang berarti
meningkatkan kesuburan biologis.
d) Dalam pelapukan sering mengeluarkan hormon yang merangsang pertumbuhan
tanaman, seperti auxin, gibberellin dan cytokinin.
2.1.4 Kotoran puyuh
10
Salah satu alternative pupuk kandang yang dapat digunakan adalah pupuk
kandang kotoran burung puyuh. Kotoran yang di buang begitu saja pada tempat-
tempat terbuka akan menyebabkan pencemaran lingkungan karena baunya lebih
menyengat dari pada kotoran ayam atau unggas lainnya, namun demikian kotoran
burung puyuh masih bisa dimanfaatkan untuk dibuat pupuk yang sangat baik
untuk tanaman sayuran dan tanaman hias (Listyowati dan Roospitasari, 2009).
Kotoran burung puyuh baunya lebih menyengat dibandingkan kotoran ayam
atau unggas lainnya, Menurut Listyawati dan Roospitasari (2009), kotoran burung
puyuh cukup baik untuk pupuk, karena ransum makanannya mengandung unsur
hara makro (Ca, P, N, K dan CI) dan unsur hara mikro (Fe, Cu, Zn, Mn, Se, dan
Mo) dalam jumlah cukup. Ransum buatan pabrik komposisinya terbukti baik,
sehingga kotorannya pun bila dijadikan pupuk akan bermanfaat bagi tanaman
karena mengandung unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman.
karena itu penggunaan pupuk anorganik harus dibatasi dan kembali menggunakan
bahan-bahan organik, salah satunya pupuk kandang kotoran puyuh.
Beberapa penelitian menyebutkan pemanfaatan kotoran puyuh sebagai
pupuk kandang berpengaruh baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.
Pemberian pupuk organik kotoran puyuh memberikan pengaruh nyata terhadap
semua variabel pengamatan pada tanaman mentimun budidHaya dalam polybag
(Susi S. S. dkk, 2019). Pupuk kandang kotoran puyuh berpengaruh nyata pada
pengamatan tinggi tanaman dan luas daun tanaman sawi putih (Mariana, 2012).
3.3 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran, maka hipotesis yang diajukan dala
penelitian ini adalah:
1. Adanya pengaruh pemberian pupuk kandang kotoran puyuh pada
pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun.
2. Diketahui dosis pupuk kandang kotoran puyuh yang berpengaruh paling
baik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun.