Tugas Kelompok GBG
Tugas Kelompok GBG
Tugas Kelompok GBG
Disusun oleh :
Kelompok IX
Pandang Dania (10070112067)
Rachmat Barry (10070112080)
Rexsy Andika Ab (10070112083)
Rosi Indra Suari (10070112091)
Muhammad Iqbal (10070112095)
Venus Rozul Fawaz (10070112096)
Haikal Taufiqul (10070112101)
Oleh
Kelompok IX
Mahasiswa S1 Program Studi
Teknik Pertambangan – UNISBA
Bismillahirrahmaanirrahiim
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas laporan awal dari dengan baik sampai saat ini.
Tak lupa pula kita ucapkan Shalawat dan salam kepada Nabi besar
Muhammad SAW karena berkat beliaulah yang membawa dunia ini dari
kegelapan hingga terang menerang sampai saat ini. Penulis berterima kasih
kepada tim assisten, rekan-rekan mahasiswa jurusan teknik pertambangan atas
bantuan dan motivasinya.
Mudah mudahan laporan yang penulis buat dapat berguna bagi
mahasiswa atau siapa saja yang membacanya. Saya sebagai penulis minta maaf
bila dalam Laporan ini ada kata-kata atau penulisan yang tidak sesuai.
Akhirul kalam, semoga laporan yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi
kita semua, khususnya bagi penyusun sendiri.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ................................................................................................... i
2.1 Topografi
Secara topografi kota Bandung terletak pada ketinggian rata-rata ±791 m
diatas permukaan laut, titik tertinggi berada didaerah utara dengan ketinggian
±1,050 mdpl dan titik terendah berada disebelah selatan dengan ketinggian
±675 mdpl. Diwilayah bandung bagian selatan permukaan relatif datar,
sedangkan diwilayah kota bagian utara berbukit-bukit. Kondisi topografi kota
bandung secara umum miring dari utara ke selatan.
2.2 Geomorfologi
Secara geomorfologi dapat dibagi kurang lebih menjadi daerah kratogen
di sebelah barat dan timur, dan sisanya termasuk teritorial dengan tektogen kuat
(Sutarjo Sigit, 1962). Bagian pertama dicirikan oleh gerakan epirogenetik,
permukaan planasi dan laut dangkal; bagian terakhir dicirikan oleh neotektonik
aktif (Katili dan Tjia,1968) yang menghasilkan busur kepulauan dan palung laut
dalam dan basin (Katili,1991). Banyak data geofisikal baru tentang evolusi
tektonik Indonesia oleh Hall dan Blundel (1994), Bergman, S.C. et al, (1996).
Tektonik lempeng mempengaruhi morfostruktur di Indonesia. Lempeng
tektonik dimaksud terdiri atas tiga sistem utama berikut:
1. Lempeng Asia Tenggara (atau Lempeng Sunda), terutama berupa
kontinen, tetapi di bagian timur berupa laut; diantaranya Lempeng Laut
Sulawesi dan lidah Nusa Tenggara-Maluku Selatan yang melengkung
berpengaruh terhadap Indonesia.
2. Lempeng India-Australia, terdiri dari bagian subduksi oseanik di sisi barat
dan bagian tubrukan kontinen di sisi timur.
3. Lempeng Lautan Pasifik Barat, yang menunjam di bawah kontinen Asia,
tetapi di daerah ini terdiri dari sejumlah lempeng yang lebih kecil.
Diantaranya, dari timur arah ke barat: Lempeng Caroline, Lempeng Laut
Filipina dan sisanya lempeng Maluku Utara yang mempengaruhi
Indonesia.
Situasi di Pulau Jawa, terbentang tegak lurus terhadap gerakan lempeng
tektonik, yang sangat berbeda dengan Sumatera. Pulau Jawa sebagian besar
dicirikan oleh depresi tengah yang lebar dan agak rendah membentang arah
Timur – Barat, yang ditumbuhi oleh gunung api strato dan jauh berbeda dengan
Pulau Sumatera (Pannekoek, 1949). Di sisi selatan dibatasi oleh seseri plato
yang terselang-seling dan miring ke arah selatan (Pannekoek, 1938, 1947), dan
tersusun oleh batu gamping dan menutupi batuan vulkanik yang lebih tua.
Bagian yang sebanding dengan di Pulau Jawa hanya terdapat di Blok Bengkulu.
Satu zone perbukitan lipatan terletak di bagian utara depresi tengah dan mirip
dengan di zone Sumatra Timur. Perbukitan lipatan tersebut mewakili sayap utara
dari geosinklin yang berkembang antara busur vulkanik dan Lempeng Asia
Tenggara. Tanpa memperhitungkan daripada gunung api stratonya, Pulau Jawa
secara substansial lebih rendah dibanding Pulau Sumatra.
Bagian ini merupakan tersempit dari Pulau Jawa. Di Jawa Barat, bagian
selatan, zone yang terangkat miring hanya sebagian yang terwakili dan juga
depresi tengah tidak tampak pada beberapa tempat. Perbedaan substansial dari
barat ke timur tersebut merupakan hasil dari kompartemensasi kontak lempeng
oleh sejumlah sesar normal dengan arah utara-selatan. Situs atau tapak dari
beberapa gunung api dekat pantai barat itu terkait dengan runtuhnya Selat
Sunda, dan kemungkinan juga dapat akibat sesar besar yang miring (SB-UT) di
Jawa Barat, yang membentang mulai pantai timur Teluk Pelabuhan Ratu ke
arah Perbukitan Mesigit di dekat Padalarang (Katili, 1970). Zone selatan yang
terangkat miring ke arah selatan di Jawa Barat dimulai dari sesar tersebut ke
arah timur dengan Plato Jampangnya.
Zone depresi tengah tidak begitu nyata pada bagian tersebut, dapat
dilacak hanya ke arah timur, di daerah Batujajar/Bandung, dimana depresi yang
membentang T-B terjadi pada ketinggian 700 m di atas muka air laut, yang di
sebelah utara dan selatan berbatasan dengan gunungapi Kwarter. Depresi
tersebut semula adalah dataran danau (Koeningswald,1935), yang lebih
mendalam diteliti oleh Dam (1994). Satu sesar normal penting dengan arah T-B
tanpa gerak geser yang disebut dengan sesar Lembang, merupakan batas utara
dari depresi. Gerakan vertikal sesar tersebut mencapai beberapa ratus meter,
yaitu di sebelah timur dan drainase mengarah ke barat dan baratdaya. Sesar
tersebut telah dikaji oleh Nossin et al., (1992). Sesar, dataran danau dan
gunungapi ditunjukkan dalam peta geomorfologi Gambar 2 (Dam, Nossin dan
Voskuil, 1996).
Sumber: ppejawa.com
Gambar 2.1
Peta geomorfologi dataran Bandung, Jawa Barat, dalam Dam,
Nossin dan Voskuil (1966)
Sumber: ppejawa.com
Gambar 2.2
Sesar daerah jawa barat
Dari sekian banyak struktur sesar yang berkembang di Jawa Barat, ada
tiga struktur regional yang memegang peranan penting, yaitu Sesar
Cimandiri, Sesar Baribis dan Sesar Lembang. Ketiga sesar tersebut untuk
pertamakalinya diperkenalkan oleh van Bemmelen (1949) dan diduga
ketiganya masih aktif hingga sekarang.Sesar Cimandiri merupakan sesar
paling tua (umur Kapur), membentang mulai dari Teluk Pelabuhanratu
menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala, Gunung
Tanggubanprahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur laut menuju
Subang. Secara keseluruhan, jalur sesar ini berarah timurlaut-baratdaya
dengan jenis sesar mendatar hingga oblique (miring). Oleh Martodjojo dan
Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokan sebagai Pola Meratus.
1) Sesar Baribis yang letaknya di bagian utara Jawa merupakan sesar naik
dengan arah relatif barat-timur, membentang mulai dari Purwakarta
hingga ke daerah Baribis di Kadipaten-Majalengka (Bemmelen, 1949).
Bentangan jalur sesar Baribis dipandang berbeda oleh peneliti lainnya.
Martodjojo (1984), menafsirkan jalur sesar naik Baribis menerus ke
arah tenggara melalui kelurusan Lembah Sungai Citanduy, sedangkan
oleh Simandjuntak (1986), ditafsirkan menerus ke arah timur hingga
menerus ke daerah Kendeng (Jawa Timur). Penulis terakhir ini
menamakannya sebagai “Baribis-Kendeng Fault Zone”. Secara tektonik
sesar Baribis mewakili umur paling muda di Jawa, yaitu
pembentukannya terjadi pada periode Plio-Plistosen. Selanjutnya oleh
Martodjojo dan Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokan sebagai Pola
Jawa.
2) Sesar Lembang yang letaknya di utara Bandung, membentang
sepanjang kurang lebih 30 km dengan arah barat-timur. Sesar ini
berjenis sesar normal (sesar turun) dimana blok bagian utara relatif
turun membentuk morfologi pedataran (pedataran Lembang). Van
Bemmelen (1949), mengkaitkan pembentukan sesar Lembang dengan
aktifitas Gunung Sunda (G. Tanggubanprahu merupakan sisa-sisa dari
Gunung Sunda), dengan demikian struktur sesar ini berumur relatif
muda yaitu Plistosen.Struktur sesar yang termasuk ke dalam Pola
Sunda umumnya berkembang di utara Jawa (Laut Jawa). Sesar ini
termasuk kelompok sesar tua yang memotong batuan dasar (basement)
dan merupakan pengontrol dari pembentukan cekungan Paleogen di
Jawa Barat.
Sumber: ppejawa.com
Gambar 2.2
Struktur di daerah jawa
Karena data yang dipakai dalam pembuatan laporan ini adalah data
sekunder yang dimana data ini diperoleh atau didapatkan dari sumber-sumber
yang melakukan penelitian yang sudah ada dan juga bisa di peroleh dari jurnal
buku, laporan dan sebagainnya.
Secara geografis Kota Bandung terletak pada 107° Bujur Timur dan
Lintang Selatan, terletak pada dataran tinggi Bandung dalam wilayah
administratif Propinsi Jawa Barat, dikelilingi oleh kota-kota kecil, yaitu :Kota
Padalarang dan Cimahi di sebalah Barat; Kota Lembang dan Cisarua di sebalah
Utara; Kota Cileunyi di sebelah Timur; Kota Dayeuhkolot dan Soreang di sebelah
selatan. Semua kota-kota kecil tersebut terletak dalam wilayah administratif
Bandung. Daerah datar terletak pada bagian Selatan, dan daerah yang berbukit
terletak bagian Utara, dengan arah kemiringan ke Selatan. Ketinggian Kota
Bandung berkisar antara 675-1.225 m.Titik ketinggian tertinggi terletak di
Bandung Utara, dan terendah terletak di bandung Selatan. Pada bagian Tengah,
rata-rata ketinggiannya adalah 750 m. Wilayah di sekeliling Kota Bandung yang
merupakan daerah relatif datar adalah Gedebage, Tegallega, Karees, dan Buah
Batu, dengan ketinggian berkisar antara 660 m sampai 670 m. Daerah landai
sampai miring adalah wilayah Bojonegara, Cibeureum dan Ujungberung (660-
1.100 m) merupakan daerah yang berbukit-bukit.
Secara geomorfologi dapat dibagi kurang lebih menjadi daerah kratogen
di sebelah barat dan timur, dan sisanya termasuk teritorial dengan tektogen kuat
(Sutarjo Sigit, 1962). Bagian pertama dicirikan oleh gerakan epirogenetik,
permukaan planasi dan laut dangkal; bagian terakhir dicirikan oleh neotektonik
aktif (Katili dan Tjia,1968) yang menghasilkan busur kepulauan dan palung laut
dalam dan basin (Katili,1991). Banyak data geofisikal baru tentang evolusi
tektonik Indonesia oleh Hall dan Blundel (1994), Bergman, S.C. et al, (1996).
Kota bandung termasuk dalam zone depresi tengah, dapat dilacak hanya
ke arah timur, di daerah Batujajar/Bandung, dimana depresi yang membentang
T-B terjadi pada ketinggian 700 m di atas muka air laut, yang di sebelah utara
dan selatan berbatasan dengan gunungapi Kwarter. Cekungan Bandung terdiri
atas berbagai formasi morfologi yang terdiri atas berbagai batuan berumur
Oligosen hingga Resen. Batuan-batuan tersebut dikelompokkan dalam beberapa
formasi (Sampurno, 2004 dan Hutasoit, 2009), sebagai berikut:
Formasi Cibeurum
Formasi Kosambi
Formasi Cikapundung
Endapan Batuan Vulkanik
Endapan Danau Purba
Endapan Alluvial
Pada daerah Bandung ini dilihat dari peta topografinya terdapat sesa
yaitu sesar Lembang yang terletak di utara bandung yang membentang
sepanjang kurang lebih 30 km dengan arah berat-timur. Sesar ini berjenis sesar
normal (sesar turun) dimana blok bagian utara relatif turun membentuk morfologi
pedataran (pedataran Lembang). Van Bemmelen (1949), mengkaitkan
pembentukan sesar Lembang dengan aktifitas Gunung Sunda (G.
Tanggubanprahu merupakan sisa-sisa dari Gunung Sunda), dengan demikian
struktur sesar ini berumur relatif muda yaitu Plistosen. Sesar Lembang ini
termasuk kedalam kelompok sesar tua yang memotong batuan dasar dan
merupakan pengontrok dari pembentukan cekungan Paleogen di jawa barat
.
Sumber : http://kabarnesia.com/wp-content/uploads/2012/09/patahan-lembang.jpg
Foto 4.1
Sesar Lembang
BAB V
KESIMPULAN
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/555/jbptitbpp-gdl-ratihputri-27725-3-2007ta-3.pdf
http://www.informasi-pendidikan.com/2013/08/jenis-data-penelitian.html
http://penjual-mimpi.blogspot.com/2014/09/jenis-jenis-metode-penelitian-
beserta.html