Titik Impas
Titik Impas
Titik Impas
“TITIK IMPAS”
Disusun Oleh :
1. ARIQ RAIHAN (190462201102)
2. JESSIKA TAMBA (190462201087)
3. ELDA RAHAYU (180461201065)
4. SUYANI (190462201093)
FAKULTAS EKONOMI
AKUNTANSI 2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat
dan hidayah yang telah dilimpahkan-Nya, Sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik, yang bertemakan tentang ” Titik Impas” .
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh ibu
Asri Eka Ratih selaku dosen kami. Kami menyadari bahwa makalah yang kami selesaikan ini
masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, masukan yang bersifat membangun akan sangat
membantu penyusun untuk semakin mengevaluasi kekurangannya.
Ucapaan terimakasih tidak lupa juga kami haturkan kepada dosen pembimbing mata
kuliah ini serta teman teman dan semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan
makalah ini kami ucapkan terimakasih, semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat
untuk kita semua.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................3
BAB 1......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................................4
1.3 Tujuan.........................................................................................................................5
BAB 2.....................................................................................................................................6
LANDASAN TEORI..............................................................................................................6
BAB III....................................................................................................................................31
PENUTUP...............................................................................................................................31
1.1 Kesimpulan................................................................................................................31
1.2 Saran..........................................................................................................................31
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................32
3
BAB 1
PENDAHULUAN
Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba. Laba dalam suatu bisnis
merupakan tujuan utama dan pening dalam perusahaan. Keuntungan merupakan salah satu
ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu perusahaan.
Mengingat upaya meraih laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus direncanakan lebih
dahulu dengan baik. Pihak manajemen suatu perusahaan harus mengerahkan dan
mengarahkan seluruh unit dalam perusahaan untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapat
laba. Dengan demikian seluruh peserta dan unit usaha turut bertanggng jawab dalam
mencapai tujuan bisnis tersebut.
Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat mempengaruhi tingkat
laba yang diperoleh perusahaan, yakni :
1. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa yang
dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi (cost of
goods sold).
2. Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual.
Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan unsur
tesebut, sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha mengendalikan ketiga hal
tersebut. Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh barang yang diproduksi dapat dijual.
Dalam rangka menentukan penghasilan, diasumsikan bahwa barang yang diproduksi habis
terjual seluruhnya.
Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya pihak manajemen dapat
melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang paling minimum. Di lain pihak
volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan ke tingkat yang paling maksimum, sehingga
barang yang diproduksi habis terjual. Adapun penentuan harga jual ditetapkan dengan meraih
tingkat keuntungan per-unit yang memadai, sehingga harga jualnya dapat dijangkau
masyarakat-konsumen.
Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari keuntungan tersebut harus
didasarkan pada berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada tahap
perencanaan produksi, manajemen perusahaan harus menentukan lebih dahulu tingkat
produksi yang paling minimum agar perusahaan tidak rugi. Dengan kata lain pada tahap awal
perencanaan produksi harus di dasarkan kepada upaya jangan rugi atau minimal impas.
4
Maksud dari impas adalah total penghasilan (total revenue) perusahaan sama dengan total
biaya yang dikeluarkan ( TR = TC ).
1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah “Titik Impas” adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
akuntansi manajemen dan memahami Manfaat serta cara kerja titik impas.
5
BAB 2
LANDASAN TEORI
1.1 Titik Impas
Sering pula disebut sebagai BEP adalah titik impas di mana laba yang dihasilkan
memiliki nilai yang sama dengan nilai yang dibutuhkan untuk proses produksi. Dapat
dikatakan, titik impas adalah kondisi dimana jumlah keseluruhan pendapatan sama dengan
jumlah keseluruhan pengeluaran dalam setiap produksi barang atau jasa. Pada posisi ini, laba
akan bernilai nol mutlak, atau orang awam menyebutnya dengan istilah balik modal.
Break even point adalah posisi dimana perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak
menderita kerugian. BEP atau titik impas sangat penting bagi manajemen untuk mengambil
keputusan untuk menarik produk atau mengembangkan produk, atau untuk menutup anak
perusahaan yang tidak menguntungkan. Dengan kata lain, suatu usaha dikatakan impas jika
jumlah pendapatan atau revenue (penghasilan) sama dengan jumlah biaya, atau apabila laba
kontribusi hanya dapat digunakan untuk menutup biaya tetap saja.
Menurut Djarwanto dalam buku Dr. H. Rusdiana, M.M, Break even point adalah suatu
keadaan impas, yaitu apabila telah disusun perhitungan laba dan rugi suatu periode tertentu,
perusahaan tidak mendapat keuntungan dan tidak menderita rugi.
Horngren dkk mengatakan bahwa Break even point atau titik impas merupakan suatu
tingkat penjualan dimana laba operasinya adalah nol: Total pendapatan sama dengan total
pengeluaran.
Menurut Henry Simamora Titik Impas adalah volume penjualan dimana jumlah
pendapatan dan jumlah bebannya sama, tidak ada laba maupun rugi bersih.
Menurut Hansen dkk,Titik Impas (break even point) adalah titik dimana total pendapatan
sama dengan total biaya, titik dimana laba sama dengan nol.
Halim dkk mendefinisikan impas merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan
suatu kondisi usaha, pada saat perusahaan tidak memperoleh laba tetapi tidak menderita rugi.
Sedangkan seperti dikatakan Mulyadi Impas (break-even) adalah keadaan suatu usaha
yang tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
break even point merupakan suatu titik, dimana jumlah biaya sama dengan jumlah
pendapatan. Titik impas berkaitan dengan batas keamanan (Margin of Safety). Margin of
safety menurut Abdul Halim dan Bambang S “Margin keamanan adalah selisih antara
rencana penjualan (dalam unit atau satuan uang) dengan impas (dalam unit atau satua uang)
6
penjualan”. Margin of safety memberikan informasi tentang seberapa jauh realisasi penjualan
dapat turun dari rencana penjualan agar perusahaan tidak menderita kerugian. Penurunan
realisasi penjualan dari rencana penjualan maksimum harus sebesar magin of safety agar
perusahaan tidak menderita kerugian.
Margin of safety menurut Bambang Riyanto (2010 :366) adalah: “margin of safety
merupakan angka yang menunjukkan jarak penjualan yang direncanakan atau budget sales
dengan penjualan break even. Dengan demikian maka margin of safety adalah juga
menggambarkan jarak batas jarak, dimana jika penjualan melampaui batas tersebut maka
penjualan akan mengalami kerugian”.
Sementara itu analisis impas(Break Event Point) adalah suatu cara untuk mengetahui
volume penjualan minimum agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum
memperoleh laba (dengan kata lain labanya sama dengan nol). Dalam analisis break even
point memerlukan informasi mengenai penjualan dan biaya yang dikeluarkan. Laba bersih
akan diperoleh bila volume penjualan melebihi biaya yang harus dikeluarkan, sedangkan
perusahaan akan menderita kerugian bila penjualan hanya cukup untuk menutup sebagian
biaya yang dikeluarkan, dapat dikatakan dibawah titik impas. Analisis break even point tidak
hanya memberikan informasi mengenai posisi perusahaan dalam keadaaan impas atau tidak,
namun analisis break even point sangat membantu manajemen dalam perencanaan dan
pengambilan keputusan.
Tujuan analisis titik impas adalah untuk mengetahui tingkat aktivitas dimana
pendapatan hasil penjualan sama dengan jumlah semua biaya variabel dan biaya tetapnya.
Analisa break even adalah teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara volume
penjualan dan profitabilitas.Analisa ini disebut juga sebagai analisa impas, yaitu suatu
metode untuk menentukan titik tertentu dimana penjualan dapat menutup biaya, sekaligus
menunjukkan besarnya keuntungan atau kerugian perusahaan jika penjualan melampaui atau
berada di bawah titik tersebut. Analisis break even adalah penting bagi manajemen untuk
mengetahui hubungan antara biaya, volume dan laba, khususnya informasi mengenai jumlah
penjualan minimum dan besarnya penurunan realisasi penjualan dari rencana penjualan agar
perusahaan tidak menderita kerugian. Bila asumsi dasar salah satunya mengalami perubahan,
maka akan berpengaruh pada posisi titik impas, sehingga perubahan tersebut akan
berpengaruh juga terhadap laba perusahaan. Analisis break even point digunakan oleh
manajer sebagai sebuah perkiraan bukan kepastian, karena banyak perusahaan yang tidak
memenuhi asumsi-asumsi dasar secara tepat. Analisa ini penting dalam tahap perencanaan
manajemen keuangan, karena hubungan antara biaya-volume-laba (oleh karenanya, analisa
BEP juga disebut sebagai Cost-Profit-Volume Analysis) dapat dipengaruhi oleh proporsi
investasi dalam aktiva tetap, dan perubahan rasio aktiva tetap terhadap aktiva variable
ditentukan saat rencana keuangan disusun.
Dengan kata lain, bila perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak
akan muncul masalah break even. Ini terkait dengan sifat dari biaya variable dan tetap itu
sendiri. Analisis break even merupakan suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan
antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena, analisa
tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan volume kegiatan, maka analisa
tersebut sering pula disebut „Cost Profit Volume analysis” (CPV analysis).Dalam
perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan “profit-planning approach” yang
7
mendasarkan pada hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan (revenue).
Analisis break even point adalah suatu cara untuk mengetahui volume penjualan minimum
agar suatu usaha tidak menderita rugi, tetapi juga belum memperoleh laba dengan kata lain
sama dengan nol). Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam analisa impas adalah biaya-biaya
operasi seperti gaji staf, biaya penyusutan/depresiasi (yang termasuk biaya operasi tetap), dan
komisi penjualan, bahan baku& upah tenaga kerja langsung (sebagai contoh biaya operasi
variabel).
termasuk biaya operasi sebab biaya bunga termasuk biaya keuangan. Oleh karenanya, sebagai
langkah awal pembahasan difokuskan pada rencana operasi perusahaan, yaitu perhitungan
BEP Operasional. Tahap selanjutnya adalah pembahasan tentang rencana pembiayaan atau
BEP Finansial.Dengan demikian pula, analisa break even ini terkait dengan konsep Degree of
Operating Leverage (DOL) & Degree of Financial Leverage (DFL).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan
muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru muncul
apabila suatau perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya
tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan
volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan
meskipun ada perubahan volume produksi. Adapun biaya yang termasuk golongan biaya
variabel pada umumnya adalah bahan mentah, upah buruh langsung (direct labor), komisi
penjualan. Sedangkan yang termasuk golongan biaya tetap pada umumnya adalah depresiasi
aktiva tetap, sewa, bunga utang, gaji pegawai, gaji pimpinan, gaji staf research, dan biaya
kantor. Karena adanya unsur variabel di satu pihak dan unsur tetap di lain pihak, maka dapat
terjadi bahwa suatu perusahaan dengan volume produksi tertentu menderita kerugian, karena
penghasilan penjualannya hanya menutup biaya variabel dan sebagian biaya tetap. Ini berarti
bahwa bagian dan penghasilan penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap tidak
cukup untuk menutup biaya tetapnya.
Operating leverage terjadi setiap waktu di mana suatu perusahaan mempunyai biaya
tetap yang harus ditutup betapapun besar biaya volume kegiatannya.“Leverage” dapat
didefinisikan sebagai penggunaan aktiva atau dana untuk penggunaan mana perusahaan harus
menutup biaya tetap atau membayar biaya tetap. Ada dua macam leverage, yaitu “operating
leverage” dan „financial leverage “.Operating laverage bersangkutan dengan penggunaan
8
aktiva atau operasinya perusahaan yang disertai dengan biaya tetap. Dikatakan
bahwaoperating leverage itu menghasilkan leverage yang “favorable” atau positif kalau
revenue setelah dikurangi biaya variabel (contribution to fixed cost) lebih besar daripada
biaya tetapnya. Dikatakan bahwa operasinya perusahaan yang disertai dengan biaya tetap itu
(operating leverage) merugikan atau menghasilkan leverage yang negatif kalau “contribution
to fixed cost-nya lebih kecil daripada biaya tetapnya.
Dikatakan bahwa operasinya pemsahaan yang disertai dengan biaya tetap itu dalam
keadaan break-even kalau “contribution to fixed cost-nya tepat sama besarnya dengan biaya
tetapnya sebagaimana telah diuraikan di muka. Asumsi Dasar Analisis Break Even Point
(BEP) asumsi yang mendasari analisis break even point menurut Horngren et All.adalah
sebagai berikut:
2. Manajer menggolongkan setiap biaya ( atau komponen biaya gabungan ) baik sebagai
biaya variabel maupun biaya tetap.
Merupakan kombinasi produk yang membentuk total penjualan. Sedangkan menurut Mulyadi
beberapa asumsi yang berpengaruh dalam Analisa break even poinadalah sebagai berikut:
2. Harga jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan.
Analisis Break Even Point berguna apabila beberapa asumsi dasar dipenuhi.Dalam kenyataan
yang sebenarnya lebih banyak asumsi yang tidak dapat dipenuhi. Namun demikian perubahan
9
asumsi ini tidak mengurangi validitas dan kegunaan analisa BEP sebagai suatu alat bantu
pengambilan keputusan. Hanya saja diperlukan suatu modifikasi tertentu dalam
penggunaannya.
BEP amatlah penting jika kita membuat sebuah usaha agar kita tidak mengalami kerugian,
baik itu usaha yang bergerak di bidang jasa atau manufaktur. Berikut manfaatdari BEP:
3. Untuk mengetahui hubungan volume penjualan yang diproduksi, harga jual dan
biaya-biaya yang dikeluarkan, sehingga laba rugi perusahaan akan diketahui.
4. Untuk mengetahui jumlah penjualan minimum (dalam unit produk maupun satuan
uang) agar perusahaan tidak menderita rugi.
6. Mengganti sistem laporan yang tebal dengan grafik yang mudah dibaca dan
dimengerti.
8. Sebagai bahan atau dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan terhadap hal-
hal berikut :
menderita rugi.
Sekalipun Analisa break even ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat
dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa
10
break even point ini antara lain : asumsi tentang linearity, kliasifikasi cost dan
penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek:
Pada umumnya baik harga jual per unit maupun variabel cost per unit, tidaklah
berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan. Dengan perkataan lain, tingkat
penjualan yang melewati suatu titik tertentu hanya akan dicapai dengan jalan
menurunkan harga jual per unit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan garis renevue
tidak akan lurus, melainkan melengkung. Disamping itu variabel operating cost per
unit juga akan bertambah besar dengan meningkatkan volume penjualan mendekati
kapasitas penuh. Hal ini bisa saja disebabkan karena menurunnya efesiensi tenaga
kerja atau bertambah besarnya upah lembur.
2. Klasifikasi biaya
Kelemahan kedua dari analisa break even point adalah kesulitan di dalam
mengklasifikasikan biaya karena adanya semi variabel cost dimana biaya ini tetap
sampai dengan tingkat tertentu dan kemudian berubah-ubah setelah melewati titik
tersebut.
Kelemahan lain dari analisa break even point adalah jangka waktu penerapanya
yang terbatas, biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi selama
setahun. Apabila perusahaan mengeluarkan biaya-biaya untuk advertensi ataupun
biaya lainnya yang cukup besar dimana hasil dari pengeluaran tersebut (tambahan
investasi) tidak akan terlihat dalam waktu yang dekat sedangkan operating cost sudah
meningkat, maka sebagai akibatnya jumlah pendapatan yang harus dicapai menurut
analisa break even point agar dapat menutup semua biaya-biaya operasi yang
bertambah besar juga.
Kelemahan dari analisa break even point yang lain adalah bahwa hanya ada satu
macam barang yang diproduksi atau dijual. Jika lebih dari satu macam maka
kombinasi atau komposisi penjualannya (sales mix) akan tetap konstan. Jika dilihat di
11
jaman sekarang ini bahwa perusahaan untuk meningkatkan daya saingnya mereka
menciptakan banyak produk, jadi sangat sulit dan ada satu asumsi lagi yaitu harga jual
persatuan barang tidak akan berubah berapa pun, jumlah satuan barang yang dijual,
atau tidak ada perubahan harga secara umum.Analisa break even pointjangka waktu
penerapanya terbatas, biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi
operasi selama setahun. Apabila perusahaan mengeluarkan biaya-biaya untuk
advertensi ataupun biaya lainnya yang cukup besar dimana hasil dari pengeluaran
tersebut (tambahan investasi) tidak akan terlihat dalam waktu yang dekat sedangkan
operating cost sudah meningkat, maka sebagai akibatnya jumlah pendapatan yang
harus dicapai menurut analisa break even point agar dapat menutup semua biaya-
biaya operasi yang bertambah besar juga.
Break even point umumnya dapat dihitung dengan tiga metode yaitu Metode
persamaan, metode margin kontribusi dan metode grafis. Ketiga metode tersebut pada
dasarnya adalah pendekatan yang mempunyai hasil akhir sama, akan tetapi ketiga metode
tersebut memiliki perbedaaan pada bentuk dan variasi dari persamaan laporan laba rugi
kontribusi. Dibawah ini akan diuraikan tiga Metode, sehingga akan jelas perbedaanya:
1.Metode Persamaan
Px = a + bx
Keterangan:
Dari persamaan diatas, dapat diuraikan menjadi rumus break even point sebagai
12
Berikut :
BEP (Unit) = a / p – b
Pada keadaaan titik impas laba operasinya sama dengan nol, sehingga akan menghasilkan
jumlah produk ( dalam satuan unit maupun satuan uang penjualan ) yang dijual mencapai titik
impas ditambah biaya tetap.
Menurut Simamora Metode Kontribusi Unit merupakan variasi metode Persamaan. Setiap
unit atau satuan produk yang terjual akan menghasilkan jumlah margin kontribusi tertentu
yang akan menutup biaya tetap. Metode kontribusi unit adalah metode jalan pintas dimana
harus diketahui nilai margin kontribusi. Margin Kontribusi adalah hasil pengurangan
pendapatan dari penjualan dengan biaya variabel.Sedangkan rasio margin kontribusi adalah
margin kontribusi dibagi dengan penjualan. Untuk mencari titik Impas rumusnya adalah
sebagai berikut:
3. Metode Grafis
Manajer dapat menggambarkan titik impas melalui grafis. Grafis titik impas akan
menunjukkan volume penjualan pada sumbu x atau garis horizontal dan biaya akan terletak
pada sumbu y atau garis vertikal. Sedangkan titik impas akan terletak pada perpotongan
antara garis pendapatan dan garis biaya. Garis sebelah kiri garis impas menunjukkan sisi
kerugian, sebaliknya sisi kanan menunjukkan sisi laba usaha. Dengan menggunakan metode
grafis manajer dapat menghindari metode matematis pada waktu tingkat penjualan yang
berbeda tengah dipertimbangkan. Metode grafis akan membantu manajer dalam
mengevaluasi akibat perubahan volume tahun lalu dan dapat memproyeksikan volume
penjualan pada tahun yang akan datang.
13
Menurut Simamora grafis titik impas mempunyai beberapa hal penting yaitu selama harga
jual melebihi biaya variabel ( margin kontribusinnya positif), maka penjualan yang lebih
banyak akan menguntungkan perusahaan, baik dengan meningkatkan laba ataupun
mengurangi kerugian. Oleh karena itu, perusahaan lebih baik tetap beroperasi karena
kerugian mereka akan lebih besar lagi jika perusahaan menghentikan atau menutup kegiatan
usahanya, hal ini pada umumnya sering terjadi pada bisnis musiman.
PT. Laksamana Raja di Laut memiliki data biaya dan rencana produksi seperti berikut ini :
Dari data PT. Laksamana Raja di Laut tersebut dapat dihitung Break Even Point (BEP)
sebagai berikut:
1. Metode Persamaan
Di mana:
BEP (Rupiah) = Break Even Point dalam Rupiah
14
a = Biaya Tetap
bx = Biaya Variabel per Unit x Kapasitas produksi Penuh
px = Harga Jual per Unit x Kapasistas Produksi Penuh
Di mana:
BEP (Rupiah) = Break Even Point dalam Rupiah
a = Biaya Tetap
b = Biaya Variabel per Unit
p = Harga Jual per Unit
15
2. Metode Kontribusi Unit
16
4. Metode Grafis
Dalam menentukan titik Break Even Point (BEP) menggunakan metode grafis dapat
dilakukan dengan beberapa langkah yaitu:
Maka dapat digambarkan Break Even Point (BEP) dalam bentuk grafis sebagai berikut:
17
Keterangan:
FC : Biaya Tetap dalam produksi penuh
VC : Biaya Variabel dalam produksi penuh
S : Penjualan dalam produksi penuh
Jumlah yang tertera dalam grafik, baik itu harga maupun jumlah produksi
diasumsikan dalam ribuan rupiah.
Dalam menghitung Break Even Point (BEP) kita dapat menggunakan metode
persamaan, metode kontribusi unit, maupun metode grafis. Apapun metode yang kita
gunakan hasilnya sama. Contoh kasus di atas telah membuktikan ketiga metode yang
digunakan menghasilkan Break Even Point (BEP) rupiah sebesar Rp 665.000.000,00 dan unit
sebesar 7.000 unit.
18
Dari hasil hitungan Break Even Point (BEP) PT. Laksamana Raja di Laut tersebut
menunjukkan bahwa apabila perusahaan mau mendapat keuntungan, maka harus
memproduksi atau menjual barang dalam jumlah di atas 7.000 unit sampai batas kapasitas
penuh yaitu 15.000 unit. Apabila perusahaan memproduksi atau menjual produk di bawah
jumlah 7.000 unit dipastikan perusahaan menderita kerugian.
Misalnya apabila perusahaan memproduksi sebanyak 8.000 unit maka dapat dihitung
sebagai berikut:
Penjualan 8.000 unit x Rp 95.000 = Rp 760.000.000,00
Biaya = biaya tetap + biaya variabel = Rp 140.000.000,00 + (8.000 x Rp 75.000.000,00) = Rp
140.000.000,00 + Rp 600.000.000,00 = Rp 740.000.000,00.
Sehingga laba/keuntungan yang didapatkan: Penjualan – biaya = Rp 760.000.000,00 – Rp
740.000.000,00 = Rp 20.000.000,00.
Dan jika memproduksi sebanyak 6.000 unit maka dapat dihitung sebagai berikut:
Penjualan 6.000 unit x Rp 95.000 = Rp 570.000.000,00
Biaya = biaya tetap + biaya variabel = Rp 140.000.000,00 + ( 7.000 x Rp 75.000,00) = Rp
140.000.000,00 + Rp 525.000.000,00 = Rp 665.000.000,00
Sehingga kerugian yang diderita oleh peruahaan: Penjualan – Biaya + Rp 570.000.000,00 –
Rp 665.000.000,00 = (Rp 95.000.000,00).
Dalam dunia usaha tidak terkecuali unit perusahaan dari waktu ke waktu
akanmengalami perubahan yang dapat terjadi dalam bulan, triwulan maupun perbedaan
kondisi dari tahun ke tahun disebabkan oleh faktor internal perusahaan maupun eksternal
perusahaan termasuk pengaruh kebijaksanaan pemerintah. Untuk mengatasi hal ini pimpinan
perusahaan harus dinamis, peka terhadap perubahan, mempunyai pengetahuan dan
pengalaman dalam membuat alternatif pemecahan masalah sehingga tepat dan akurat di
dalam mengambil keputusan khususnya dalam hal untung rugi perusahaan.
19
a. volume produk yang dijual yang langsung mempengaruhi volume produksi, volume
produksi mempengaruhi laba.
b. Harga jual produk yang mempengaruhi volyme penjualan.
c. Biaya yang menentukan harga jual untuk mencapai tingkat laba yang dikehendaki.
Perencanaan laba jangka pendek dilakukan oleh manajemen dalam proses penyusunana
anggaran perusahaan. Dalam proses penyusunan anggaran, manajemen selalu menghadapi
pertanyaan “what if’ yaitu pertanyaan apa yang akan terjadi jika sesuatu dipilih oleh
manajemen. Perencanaan laba jangka pendek dapat dilaksanakan dengan mudah jika
didasarkan pada laporan laba-rugi projeksian, yang disusun berdasarkan metode variable
costing. Oleh karena itu dalam perencanaan laba jangka pendek, Hubungan antara biaya,
volume & laba memegang peranan penting karena merupakan teknik untuk menghitung
dampak perubahan harga jual, volume penjualan & biaya terhadap laba untuk membantu
manajemen dalam proses penyusunan anggaran. Manajemen mempertimbangkan berbagai
usulan kegiatan yang berakibat terhadap perubahan harga jual, volume penjualan, biaya
variabel dan atau biaya tetap yang akhirnya akan berdampak terhadap laba bersih. Dampak
terhadap laba bersih ini yang menjadi salah satu pertimbangan penting manajemen dalam
memutuskan berbagai usulan kegiatan dalam proses penyusunan anggaran perusahaan. Alat
analisis yang mampu memberikan kontribusi yang sangat besar dalam proses penyusunan
anggaran dan berbagai parameter yang bermanfaat untuk perencanaan laba jangka pendek
yaitu:
1. Impas
Impas memberikan informasi tingkat penjualan suatu usaha yang labanya sama
dengan nol. Paramater ini memberikan informasi kepada manajemen, dari jumlah
target pendapatan penjualan yang dianggarkan, berapa pendapatan penjualan
minimum yang harus dicapai agar usaha perusahaan tidak mengalami kerugian.
2. Margin of safety
Memberikan informasi berapa volume penjualan yang dianggarkan atau pendapatan
penjualan tertentu maksimum boleh turun agar suatu usaha tidak menderita rugi.
20
Berbagai parameter tersebut memberikan bantuan yang penting bagi manajemen
dalam mempertimbangkan berbagai usulan kegiatan dalam proses penyusunan
anggaran perusahaan.
Dalam proses perencanaan laba jangka pendek manajemen memerlukan informasi
akuntansi diferensial untuk mempertimbangkan dampak perubahan volume penjualan,
harga jual & biaya terhadap laba perusahaan. Analisis impas & analisis biaya volume
laba merupakan teknik untuk membantu manajemen dalam perencanaan laba jangka
pendek. Untuk memberikan gambaran proses perencanaan laba jangka pendek,
berikut ini diberikan
Contoh 1 .
Departemen anggaran PT.X menyajikan laporan L/R projeksian (Projected Income
Statement ) untuk tahun anggaran 20X2 sbb:
PT. X
Laporan Laba Rugi Projeksian
Tahun Anggaran 20X2
Jumlah %
Dalam proses penyusunan anggaran induk perusahaan, laporan L/R yang disusun
dengan metode variable costing yang membantu manajemen puncak dalam
mempertimbangkan usulan kegiatan yang diajukan oleh manajemen menengah.
Keputusan jangka pendek umumnya menyangkut penambahan / pengurangan volume
kegiatan. Dari laporan L/R yang disusun menurut metode variabel costing,
manajemen dapat memperoleh pemanfaatan dari alat-alat analisis diatas yaitu :
1. Impas
Dari lap.L/R diatas target pendapatan (revenues) yang diharapkan perusahaan Rp.
500.000.000, dari target tersebut manajemen memerlukan informasi berapa
pendapatan minimum yang harus dicapai perusahaan untuk tahun anggaran yang
akan datang agar tidak rugi. Dari target tersebut diatas impas dapat dihitung
sebesar Rp. 375.000.000 ( Rp. 500.000.000 / 40 % ). Angka tersebut diatas
menunjukkan bahwa dari target pendapatan penjualan (revenues) yang
21
direncanakan sebesar Rp. 500.000.000 minimum perusahaan harus dapat menjual
Rp. 375.000.000 agar perusahaan tidak rugi.
Jika perusahaan mampu memperoleh pendapatan penjualan diatas impas,
perusahaan baru dapat menghasilkan laba. Semakin rendah impas berarti semakin
besar kemungkinan perusahaan memperoleh kesempatan untuk mendapatkan laba.
2. Margin Of Safety
Dari target pendapatan penjualan tersebut, manajemen memerlukan informasi
berapa
jumlah maksimum penurunan target pendapatan penjualan boleh terjadi, agar
penurunan
tersebut tidak mengakibatkan perusahaan menderita kerugian. Untuk menjawab
pertanyaan tersebut manajemen memerlukan informasi margin of safety dari
anggaran
laba projeksian tahun anggaran yang akan datang. Dari data dalam contoh 1.
karena
impas diatas sebesar 375.000.000, maka jumlah maksimum penurunan target
pendapatan penjualan yang tidak menyebabkan perusahaan mengalami kerugian
adalah
Rp. 125.000.000 ( Rp. 500.000.000 – Rp. 375.000.000 ) atau 25%
(Rp.125.000.000/Rp.500.000.000).
- Semakin besar margin of safety semakin besar kesempatan perusahaan
memperoleh laba, semakin kecil margin of safety semakin rawan perusahaan
terhadap penurunan target pendapatan penjualan.
- Jika margin of safety ratio, yang merupakan ratio antara margin of safety dan
pendapatan penjualan sebesar 25%, berarti penurunan target pendapatan
penjualan sedikit diatas 25% telah menyebabkan perusahaan menderita
kerugian.
22
tidak mampu membayar biaya tunainya.
A B C Total
Volume penjualan 500 300 200 1000
Pendapatan penjualan Rp.700.000 Rp.500.000 Rp.1.000.000 Rp. 2.500.000
Biaya Variabel 300.000 500.000 600.000 1.400.000
Laba kontribusi Rp.400.000 Rp.300.000 Rp.400.000 Rp.1.100.000
Biaya tetap 800.000
Laba bersih Rp. 300.000
Laba kontribusi perunit Rp. 800 Rp. 1.000 Rp. 2.000 Rp. 1.100
Produk Konsumsi Jumlah produk yang Contribition margin Contribition margin Peringkat
Jam mesin yang dihasilkan per perunit produk perjam mesin
perunit produk jam mesin 1: (1) 2x3
23
Laba kontribusi perunit sumber daya yang langka
Dari contoh diatas seolah-olah produk C menghasilkan laba kontribusi perunit sebesar
Rp.2000 yang memiliki kemampuan tertinggi untuk memberikan kontribusi dalam menutup
biaya tetap & untuk menghasilkan laba. Kemampuan produk dalam menutup biaya tetap &
menghasilkan laba tidak diukur hanya atas dasar informasi laba kontribusi perunit, namun
diukur dari laba kontribusi perunit yang dihubungkan dengan pemanfaatan sumber daya yang
langka.Contoh dapat dilihat pada gambar.
Dari gambar tersebut ternyata produk A menduduki peringkat pertama dalam kemampuan
memanfaatkan sumberdaya yang langka ( jam mesin )untuk menutup biaya tetap &
menghasilkan laba. Setiap jam mesin yang dimanfaatkan untuk memproduksi produk A
mampu menghasilkan laba kontribusi sebesar Rp. 760 per jam mesin.
1. Impas
Titik impas yaitu menentukan volume penjualan dimana jumlah pendapatan
samadengan jumlah beban sehingga laba sama dengan nol. Titik impas dapat dinyatakan
dalam bentuk persamaan matematis atau menggunakan margin kontribusi. Metode persamaan
matematis memanfaatkan data-data dari laporan laba rugi yang disusun dengan format
margin kontribusi. Metode ini menggunakan pendekatan matematis untuk menggambarkan
perubahanunsur-unsur biaya, volume dan laba.dalam metode ini, diasumsikan bahwa harga
jual dan biaya variabel per unit adalah kostan sedangkan biaya tetap secara konstan tetap
tetapi biaya tetap perunit akan berubah tergantung tingkat kegiatan, akibatnya laba/unit akan
berbeda pula.
Persamaannya : Laba = Penjualan – (Biaya Variabel + Biaya Tetap)
Atau : Penjualan = biaya variabel + biaya tetap + laba
Untuk menentukan berapa unit yang harus terjual untuk mencapai titik impas dapat dihitung
dengan cara:
24
4. Degree Of Operating Leverage (DOL)
b.Biaya Tetap
Biaya tetap Biaya tetap adalah biaya yang jumlahnya tidak berubah, terlepas dari
perubahantingkat aktivitas dalam kisaran relevan (relevant range) tertentu.
Ciri-ciri biaya tetap yang telah ditentukan adalah
(1) bersifat jangka panjang
(2) tidak dapat dikurangi secara mendadak dalam jangka pendek tanpa mempengaruhisecara
serius kegiatan perusahaan.
c.Biaya semi variabel
Biaya semi variabel ( biaya campuran) merupakan biaya yang mengandung unsur-
unsur biaya variabel dan biaya tetap. Biaya ini terjadi karena hubungan jumlah biaya dengan
basis aktivitas disebut fungsi biaya memiliki unsur yang tetap perubahan volume
aktivitas.Langkah yang dapat dilakukan manajemen untuk memisahkan biaya semi variabel
menjadi biaya variabel dan biaya tetap yaitu:
25
1.tentukan variabel-variabel yang bersifat tidak bebas dan bebas yaitu total biayasemivariabel
dan tingkat kegiatan yang relevan.
2.ambil sampel atas variabel-variabel tersebut di masa lalu
3. buatlah observasi pada sebuah grafik yang disebut diagram pencar (scatter diagram)
4.gunakan salah satu metode untuk memisahkan biaya campuran (metode titik tertinggidan
terendah, metode scattergraph, metode kuadrat terkecil dan metode biaya berjaga)
5.evaluasi hasilnya untuk menetukan ketelitiannya
6.gunakan persamaan Y = a + bx untuk menyusun prediksi yang cerdas, keputusan
yangrasional dan evaluasi yang bermanfaat.Untuk memisahkannya digunakan beberapa
metode yaitu:
a. Metode titik tertinggi dan terendah, Metode ini baik digunakan untuk perusahaan
yang biaya semivariabelnya fluktuasinya mudah sekali (perubahannya) dari bulan ke bulan,
yaitu dengan meghubungkan perubahan antara jam mesin tertinggi dengan jam
mesinterendah dalam kegiatan dengan perubahan biayanya yang terjadi.
Contoh:
Mesin Biaya Pemeliharaan
Jam Mesin Tingkat Aktivitas tertinggi (juni) 8000 $9800
Tingkat Aktivitas terendah (Maret) 5000 $7400
Perubahan 3000 $2400
Jadi untuk biaya pemeliharaan biaya variabel per unit $ 0.8 , dengan ini dapat digunakan
untuk menghitung elemen biaya tetap.
Biaya tetap = Total biaya – biaya variabel = $ 9.800 – ($0.8 X 8000 jam mesin) = $ 3.400
b. Metode diagram pencar, Metode diagram pencar berusaha memperhitungkan lebih banyak
titiktitik biaya dan kegiatan yang ada agar garis biaya yang ditarik di antara duatitik akan
lebih mewakili berbagai tingkat biaya dan kegiatan dapat menggambarkankeadaan yang lebih
relistis.
c. Metode kuadrat terkecil , Persamaan garis lurus yang digunakan dalam metode kuadrat
terkecil adalah : Y = a + bX dengan,
Y = variabel tidak bebas (total biaya campuran)
a = garis intercep vertikal (total biaya tetap)
b = slope garis (tarif biaya variabel)
X = variabel bebas (tingkat kegiatan)
26
Rumus dari persamaan tersebut sebagai berikut:
d. Metode biaya berjaga, Metode biaya berjaga ini mencoba menghitung berapa biayayang
harus dikeluarkan apabila perusahaan di tutup untuk sementara (tidak berproduksisama
sekali), biaya berjaga ini merupakan biaya tetap. Selama proses produksi berjalan, biaya yang
dikeluarkan dikurangi biaya berjaga tersebut merupakan biaya variabel.
Contoh: Pada tingkat produksi 10.000 jam mesin untuk bulan Agustus 2014
dengandikeluarkan biaya Rp.80.000. berdasarkan data apabuila perusahaan tidak berproduksi,
biaya yang dikeluarkan Rp.30.000 per bulan.
Total biaya pada tingkat 10.000 jam mesin Rp.80.000,-
Biaya tetap (biaya berjaga) Rp.30.000,-
Biaya variabel Rp.50.000,-
Biaya variabel perjam mesin + Rp.50.000 : 10.000 + Rp.5 per jam mesin,bila dinyatakan
dalamfungsi biaya sebagai berikut: y = 30.000 + 5x
27
2.volume atau tingkat aktivitas
3. biaya variable per unit
4.total biaya tetap
5. bauran produk yang terjual
Dalam analisis biaya volume dan laba ada beberapa asumsi penting yaitu (Hansen
Mowen2005:292):
1. analisis mengasumsikan fungsi pendapatan dan fungsi biaya berbentuk linear
2. analisis mengasumsikan bahwa harga, total biaya tetap dan biaya variabel perunit dapat
diidentifikasikan secara akurat dan tetap konstan sepanjang rentangyang relevan
3. analisis mengasumsikan bahwa apa yang diproduksi dapat dijual
4. untuk analisis multi produk, diasumsikan bahwa bauran penjualan diketahui
5. diasumsikan bahwa harga jual dan biaya diketahui dengan pasti.
28