LAPORAN Metabolisme Obat
LAPORAN Metabolisme Obat
LAPORAN Metabolisme Obat
I. Tujuan
Mempelajari pengaruh beberapa senyawa kimia terhadap enzim pemetabolisme
obat dengan mengukur efek farmakologinya
II. Dasar Teori
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian pada
umumnya mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat
kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat
diekskresikan dari dalam tubuh.
(Arief,2000)
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat
yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Syarif,1995).
Metabolisme obat mempunyai dua efek penting.
1. Obat menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal
karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam
tubulusginjal.
2. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak
selalu seperti itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif)
daripada obat asli. Sebagai contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk
mengobati ansietas) dimetabolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam,
keduanya aktif. (Neal,2005).
Enzim yang berperan dalam dalam biotransformasi obat dapat dibedakan
berdasarkan letaknya dalam sel, yaitu enzim mikrosom yang terdapat dalam
retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi invitro membentuk kromosom )
dan enzim non mikrosom. Kedua enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam
sel hati, tetapi juga terdapat dalam sel jaringan lain, misalnya: ginjal, paru-paru,
epitel saluran cerna dan plasma. Di lumen saluran cerna juga terdapat enzim non
mikrosom yang dihasilkan flora usus. Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi
glukoronida, sebagian besar reaksi oksidasi obat, serta reksi reduksi dan hidrolisis.
Sedangkan enzim non mikrosom mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa
reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan hidrolisis (Gordon dan Skett,1991).
Walaupun antara metabolisme dan biotransformasi sering dibedakan, sebagian
ahli mengatakan bahwa istilah metabolisme hanya diperuntukkan bagi perubahan-
perubahan biokimia atau kimiawi yang dilakukan oleh tubuh terhadap senyawa
endogen, sedangkan biotransformasi adalah peristiwa yang sama bagi senyawa
eksogen (xenobiotika) (Anonim,1999).
Pada dasarnya,tiap obat merupakan zat asing bagi badan yang tidak diinginkan,
maka badan berusaha merombak zat tadi menjadi metabolit sekaligus bersifat
hidrofil agar lebih lancar diekskresi melalui ginjal. Jadi reaksi biotransformasi
adaah merupakan peristiwa detoksifikasi (Anief,1984).
Obat lebih banyak dirusak di hati meskipun setiap jaringan mempunyai sejumlah
kesanggupan memetabolisme obat. Kebanyakan biotransformasi metabolik obat
terjadi pada titik tertentu antara absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik dan
pembuangannya melalui ginjal. Sejumlah kecil transformasi terjadi di dalam usus
atau dinding usus. Umumnya semua reaksi ini dapat dimasukkan ke dalam dua
katagori utama, yaitu reaksi fase 1 dan fase 2 (Katzung, 1989).
a) Reaksi Oksidasi
Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi pada berbagai molekul
menurut proses khusus tergantung pada masing-masing struktur kimianya, yaitu
reaksi hidroksilasi pada golongan alkil, aril, dan heterosiklik; reaksi oksidasi alkohol
dan aldehid; reaksi pembentukan N-oksida dan sulfoksida; reaksi deaminasi oksidatif;
pembukaan inti dan sebagainya(Anonim,1999). Reaksi oksidasi dibagi menjadi dua,
yaitu oksidasi yang melibatkan sitokrom P450 (enzim yang bertanggungjawab
terhadap reaksi oksidasi) dan oksidasi yang tidak melibatkan sitokrom P450.
b) Reaksi Reduksi
(reduksi aldehid, azo dan nitro). Reaksi ini kurang penting dibanding reaksi oksidasi.
Reduksi terutama berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat), kadang-
kadang pada karbon. (Anonim, 1999). Hanya beberapa obat yang mengalami
metabolisme dengan jalan reduksi, baik dalam letak mikrosomal maupun non
mikrosomal
c) Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)
Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah hidrolisis dari ester
dan amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik mikrosomal dan nonmikrosomal
akan menghidrolisis obat yang mengandung gugus ester. Di hepar,lebih banyak terjadi
reaksi hidrolisis dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis peptidin oleh suatu enzim.
Esterase non mikrosomal terdapat dalam darah dan beberapa jaringan (Anief,1995).
Konjugasi dengan asam glukoronat merupakan cara konjugasi umum dalam proses
metabolisme. Hampir semua obat mengalami konjugasi ini karena sejumlah besar
gugus fungsional obat dapat berkombinasi secara enzimatik dengan asam glukoronat
dan tersedianya D-asam glukoronat dalam jumlah yang cukup pada tubuh
(Siswandono dan Soekardjo,2000). Koenzim antara (UDPGA : uridine
diphosphoglucorinic acid) bereaksi dengan obat dengan bantuan enzim UDP
glukoronosil-transferase (UGT) untuk memindahkan glukoronida ke atom O pada
alkohol, fenol, atau asam karboksilat; atau atom S pada senyawa tiol; atau atom N
pada senyawa2 amina dan sulfonamida.
Metilasi
Reaksi metilasi mempunyai peran penting pada proses biosintesis beberapa
senyawa endogen, seperti norepinefrin, epinefrin, dan histaminserta untuk
proses bioinaktivasi obat. Koenzim yang terlibat pada reaksi metilasi adalah
S-adenosil-metionin(SAM). Reaksi ini dikatalis oleh enzim metiltransferase
yang terdapat dalam sitoplasma dan mikrosom (Siswandono dan
Soekardjo,2000).
Konjugasi Sulfat
Terutama terjadi pada senyawa yang mengandung gugus fenol dan kadang-
kadang juga terjadi pada senyawa alkohol, amin aromatik dan senyawa N-
hidroksi. Konjugasi sulfat pada umumnya untuk meningkatkan kelarutan
senyawa dalam air dan membuat senyawa menjadi tidak toksik (Siswandono
dan Soekardjo,2000).
Asetilasi
Merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amin primer,
sulfonamida, hidrasin, hidrasid, dan amina alifatik primer. Fungsi utama
asetilasi adalah membuat senyawa inaktif dan untuk detoksifikasi
(Siswandono dan Soekardjo,2000)
Tidak semua obat dimetabolisme melalui kedua fase tersebut ada obat yang
mengalami reksi fase I saja(satu atau beberapa macam reaksi ) atau reaksi fase II
saja (satu atau beberapa macam reaksi), tetapi kebanyakan obat dimetabolisme
melalui beberapa reaksi sekaligus atau secara berurutan menjadi beberapa macam
metabolit. Misalnya, fenobarbital membutuhkan reaksi fase I sebagai persyaratan
reaksi konjugasi.
Glukuronid merupakan metabolit utama dari obat yang mempunyai gugus fenol,
alkohol, atau asam karboksilat. Metabolit ini biasanya tidak aktif dan cepat
diekskresi melalui ginjal dan empedu. Glukuronid yang diekskresi melalui
empedu dapat dihidrolisis oleh enzim β-glukuronidase yang dihasilkan oleh
bakteri usus dan obat dibebaskan dapat diserap kembali. Sirkulasi enterohepatik
ini memperpanjang kerja obat (Syarif, 1995)
Kecepatan biotransformasi umumnya bertambah bila konsentrasi obat meningkat,
hal ini berlaku sampai titik dimana konsentrasi menjadi demikian tinggi hingga
seluruh molekul enzim yang melakukan pengubahan ditempati terus-menerus oleh
molekul obat dan tercapai kecepatan biotransformasi yang konstan (Tan Hoan
Tjay dkk., 1978). Disamping konsentrasi adapula beberapa faktor lain yang dapat
mempengaruhi kecepatan biotransformasi, yaitu:
1. Faktor intrinsik
Meliputi sifat yang dimiliki obat seperti sifat fisika-kimia obat, lipofilitas,
dosis, dan cara pemberian. Banyak obat, terutama yang lipofil dapat
menstimulir pembentukan dan aktivitas enzim-enzim hati. Sebaliknya dikenal
pula obat yang menghambat atau menginaktifkan enzim tersebut, misalnya
anti koagulansia, antidiabetika oral, sulfonamide, antidepresiva trisiklis,
metronidazol, allopurinol dan disulfiram (Tan Hoan Tjay dkk., 1978).
2. Faktor fisiologi
Meliputui sifat-sifat yang dimiliki makhluk hidup seperti: jenis atau spesies,
genetik, umur, dan jenis kelamin.
3. Faktor Farmakologi
Meliputi inhibisi enzim oleh inhibitor dan induksi enzim oleh induktor.
Kenaikan aktivitas enzim menyebabkan lebih cepatnya metabolisme
(deaktivasi obat). Akibatnya, kadar dalam plasma berkurang dan
memperpendek waktu paro obat. Karena itu intensitas dan efek
farmakologinya berkurang dan sebaliknya.
4. Faktor Patologi
Menyangkut jenis dan kondisi penyakit. Contohnya pada penderita stroke,
pemberian fenobarbital bersama dengan warfarin secara agonis akan
mengurangi efek anti koagulasinya (sehingga sumbatan pembuluh darah dapat
dibuka). Demikian pula simetidin (antagonis reseptor H2) akan menghambat
aktivitas sitokrom P-450 dalam memetabolisme obat-obat lain.
5. Faktor makanan
Adanya konsumsi alkohol, rokok, dan protein. Makanan panggang arang dan
sayur mayur cruciferous diketahui menginduksi enzim CYP1A, sedang jus
buah anggur diketahui menghambat metabolisme oleh CYP3A terhadap
substrat obat yang diberikan secara bersamaan.
6. Faktor lingkungan
Adanya insektisida dan logam-logam berat. Perokok sigaret memetabolisme
beberapa obat lebih cepat daripada yang tidak merokok, karena terjadi induksi
enzim. Perbedaan yang demikian mempersulit penentuan dosis yang efektif
dan aman dari obat-obat yang mempunyai indeks terapi sempit.
Induksi Enzim
Contoh:
Banyak obat mampu menaikkan kapasitas metabolismenya sendiri dengan induksi
enzim (menaikkan kapasitas biosintesis enzim). Induktor dapat dibedakan menjadi
dua menurut enzim yang di induksinya,antaralain:
1) Jenis fenobarbital
2) Jenis metilkolantrena
Inhibisi enzim
Inhibisi (penghambatan) enzim bisa menyebabkan interaksi obat yang tidak diharapkan.
Interaksi ini cenderung terjadi lebih cepat daripada yang melibatkan induksi enzim
karena interaksi ini terjadi setelah obat yang dihambat mencapai konsentrasi yang cukup
tinggi untuk berkompetisi dengan obat yang dipengaruhi.(Neal,2005)
PROFIL OBAT
1. FENOBARBITAL
Fenobarbital (fee-no-BAR-bih-tal) adalah obat anti-epilepsi yang pertama kali
digunakan pada tahun 1912. Fenobarbital digunakan untuk pengobatan epilepsi tonik-
klonik, epilepsi kompleks atau parsial simpel pada orang dewasa dan anak-anak.
Fenobarbital juga digunakan untuk epilepsi miklonik (myclonic). Obat ini pernah
menjadi obat first line, namun sekarang menjadi obat second-line karena efek samping
yang ditimbulkannya yaitu efek penenang, depresi dan agitasi. Fenobarbital merupakan
obat antiepilepsi atau antikonvulsi yang efektif. Toksisitasnya relatif rendah, murah,
efektif, dan banyak dipakai. Dosis antikonvulsinya berada di bawah dosis untuk
hipnotis. Ia merupakan antikonvulsan yang non-selektive. Manfaat terapeutik pada
serangan tonik-klonik generalisata (grand mall) dan serangan fokal kortika.
Berdasarkan masa kerjanya, turunan barbiturate dibagi menjadi 4, yaitu:
1. Turunan barbiturat dengan masa kerja panjang (6 jam atau lebih)
Contohnya:barbiturat,metarbital,fenobarbital
2.Turunan barbiturat dengan masa kerja sedang (3-6 jam)
Contoh : alobarbital, amobarbital, aprobarbital, dan butabarbital berguna untuk
mempertahankan tidur dalam jangka waktu yang panjang
3.Turunan barbiturat dengan masa kerja pendek (0,5-3 jam)
Contoh : sekobarbital, dan pentobarbital, yang digunakan untuk menimbulkan
tidur untuk orang yang sulit jatuh tidur.
4.Turunan barbiturat dengan masa kerja sangat pendek (<0,5 jam)
Contoh : thiopental yang digunakan untuk anestesi umum.
Mekanisme kerja
Sifat Farmakokinetik
Toksisitas
Sedasi merupakan efek yang tidak diharapkan dari fenobarbital yang paling sering
terjadi yang tampak pada semua pasien pada awal terapi. Tingkat sedasi yang terjadi
berbeda-beda tetapi selama pengobatan kronis berkembang toleransi terhadap efek
ini. Nistagmus dan ataksia terjadi pada dosis belebih. Fenobarbital kadang-kadang
menyebabkan kondisi mudah marah dan hiperaktivitas pada anak-anak, serta agitasi
dan kebingungan pada lanjut usia.Ruam yang mirip scarlet atau morbili, mungkin
disertai dengan manifestasi alergi obat lainnya, terjadi pada 1% sampai 2% pasien.
Dermatitis eksfoliatif jarang terjadi. Hipoprotrombinemia yang disertai hemoragia
teramati pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan fenobarbital selama
kehamilan; vitamin K efektif untuk penanganan atau profilaksis. Anemia
megaloblastik yang berespons terhadap folat dan osteomalasia yang berespons
terhadap vitamin D dosis tinggi terjadi selama terapi epilepsy dengan fenobarbital
jangka panjang, seperti yang terjadi selama pengobatan dengan fenitoin.
Interaksi obat
Interaksi antara fenobarbital dan obat lain biasanya melibatkan induksi sistem enzim
mikrosom hati oleh fenobarbital. Konsentrasi fenobarbital dalam plasma dapat
ditingkatkan sebanyak 40 % selama penggunaanya yang bersaman dengan asam
valproat. Fenobarbital mengurangi kadar carbamazepin, lamotrigin, tiagabin, dan
zonisamide dalam darah; phenobarnital mungkin megurangi konsentrasi ethosuximide
dalam darah; konsentrasi Fenobarbital dalam darah meningkat oleh oxcarbazepin,
juga kadar metabolit aktif oxcarbazepin dalam darah menurun; kadar Fenobarbital
dalam darah seringkali meningkat oleh fenitoin, kadar fenitoin dalam darah seringkali
berkurang tetapi dapat meningkat; efek sedasi meningkat saat barbiturate diberikan
dengan primidone; kadar Fenobarbital dalam darah meningkat oleh valproat, kadar
valproat dalam darah menurun; kadar Fenobarbital dalam darah mungkin berkurang
oleh vigabatrin.
.
Efek samping
2. CIMETIDIN
Cimetidin merupakan antihistamin paenghambat reseptor Histamin H2 yang berperan
dalam efek histamine terhadap sekresi cairan lambung.
Farmakodinamik
Cimetidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Reseptor H2 akan
merangsang sekresi cairan lambung srhingga pada pemberian Cimetidin sekresi cairan
lambung dihambat. Pengaruh fisiologi cimetidin terhadap reseptor H2 lainnya, tidak
begitu penting.Walaupun tidak lengkap cimetidin dan ranitidine dapat menghambat
sekresi cairan lembung akibat rangsangan obat muskarinik atau gastrin. Cimetidin
mengurangi volume dan kadar ion hydrogen cairan lambung. Penurunan sekresi asam
lambung mengakibatkan perubahan pepsinogen menjadi pepsin menurun.
Farmakokinetika
Cimetidin
Bioavailabilitas cimetidin sekitar 70 % sama dengan pemberian IV atau Im ikatan
protein plasma hanya 20 %.Absorbsi simetidin diperlambat oleh makanan sehingga
cimetidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk
memperpanjang efek pada periode paska makan. Absorpsi terutama terjadi pada menit
ke 60 -90. Cimetidin masuk kedalam SSP dan kadarnya dalam cairan spinal 10-20%
dari kadar serum. Sekitar 50-80% dari dosis IV dan 40% dari dosis oral diekskresi
dalam bentuk asal dalam urin. Masa paruh eliminasi sekitar 2 jam.
Interaksi Obat
Cimetidin terikat ole sitokrom P-450 sehingga menurunkan aktivitas enzim mikrosom
hati, sehingga obat lain akan terakumulasi bila diberikan bersama Cimetidin.
Contohnya: warfarin, fenitoin, kafein, fenitoin, teofilin, fenobarbital, karbamazepin,
diazepam, propanolol, metoprolol dan imipramin. Simetidin dapat menghambat
alkhohol dehidrogenase dalam mukosa lambung dan menyebabkan peningkatan
alkohol serum. Obat ini tak tercampurkan dengan barbiturat dalam larutan IV.
Simetidin dapat menyebabkan berbagai gangguan SSP terutama pada pasien lanjut
atau dengan penyakit hati atau ginjal.
Indikasi
Cimetidin digunakan untuk mengobati tukak lambung dan tukak duodenum. Akan
tetapi manfaat terapi pemeliharaan dalam pencegahan tukak lambung belum diketahui
secara jelas. Efek penghambatannya selama 24 jam, Cimetidin 1000 mg/hari
menyebabkan penurunan kira-kira 50%, sedangkan terhadap sekresi malam hari,
menyebabkan penghambatan 70% dan 90%.
3. DIAZEPAM
Farmakologi
Tempat yang pasti dan mekanisme kerja benzodiazepin belum diketahui pasti, tapi
efek obat disebabkan oleh penghambatan neurotransmitter g-aminobutyric acid
(GABA). Obat ini bekerja pada limbik, talamus, hipotalamus dari sistim saraf pusat
dan menghasilkan efek ansiolitik, sedatif, hipnotik, relaksan otot skelet dan
antikonvulsan. Benzodiazepin dapat menghasilkan berbagai tingkatk depresi SSP-
mulai sedasi ringan sampai hipnosis hingga koma.
EfekSamping :
Efek samping pada susunan saraf pusat : rasa lelah, ataksia, rasa malas, vertigo, sakit
kepala, mimpi buruk dan efek amnesia.
Efek lain : gangguan pada saluran pencernaan, konstipasi, nafsu makan berubah,
anoreksia, penurunan atau kenaikan berat badan, mulut kering, salivasi, sekresi
bronkial atau rasa pahit pada mulut.
4. CURCUMIN
Mekanisme kerja kurkumin sesungguhnya masih belum bisa dijelaskan tapi rupanya dia
dapat terikat dengan enzim aminopeptidase N, (APN) dan menghambat aktivitas
enzimatiknya. APN adalah suatu enzim yang terdapat pada jaringan membran di dalam
tubuh (dikenal sebagai zinc-dependent metalloproteinase) dan bertanggung jawab
terhadap angiogenesis dan pertumbuhan tumor. APN tersebut yang berfungsi
membongkar protein pada permukaan sel jaringan tubuh sehingga sel kanker dapat
mengambil alih kedudukan sel jaringan tadi dan tumbuh tak terkendali. Dugaan
sementara, kemungkinan besar ikatan tak jenuh (ikatan rangkap), alfa dan beta di
sekitar gugus keton pada kurkumin membentuk ikatan kovalen dengan dua nukleofil
asam amino yang terdapat pada situs aktif APN dan mampu menghambat (inhibit)
aktivitasnya secara tak-dapat balik (irreversible).
Sekarang ini bahkan senyawa kurkumin telah masuk fase pertama uji coba klinis untuk
menahan kanker usus besar. Walaupun hasil penelitian ini juga menginpirasi kalangan
ilmuwan untuk meniru atau memodifikasi sruktur kurkumin, namun kelebihan senyawa
kurkumin hasil isolasi dari kunyit adalah sifatnya yang alami dan kemungkinan hanya
sedikit memberikan efek samping terhadap penderita kanker.
Alat :
1. Timbangan
2. Spett injeksi 0,1-1ml
3. Stopwatch
Bahan :
4. Fenobarbital
5. Mencit@kelompok 4 ekor
Perlakuan selama 3 Diberi diazepam 0,5% Diberi curcumin 1% scr Diberi cimetidin 1%
hari,mencit diberi secara IP PO, kemudian setelah 1 secara PO, kemudian
fenobarbital 2% scr jam pemberian mencit setelah 1 jam
IP.stelah 3 hari mencit diberi diazepam 0,5% pemberian mencit
perlakuan diberi secara PO diberi diazepam
diazepam 0,5% dg dosis 0,5% secara IP
80mg/kgBB scr IP
3 - -
4 10,00 81,00
Rata-rata X 11,45 92,72
SD + 89.99884
Diazepam 0,5% 1 9 188
2 51,5 9,54
3 - -
4 12,00 105,5
Rata-rata X 24,17 101,013
SD + 89.13064
Curcumin 1% D= 1 5,00 108
50 mg/kgBB +
Diazepam 0,5% 2 5,00 150,04
D= 30 mg/kgBB
3 2,00 120,3
4 5,00 55,0
Rata-rata X 4,25 108,325
+ 19,84776
SD
Cimetidin 1% D= 1 5,00 100
90 mg/kgBB +
Diazepam 0,5% 2 3,12 74,3
D= 30 mg/kgBB
3 3,40 102,60
4 4,00 70
Rata-rata X 3,88 86,7250
SD + 8,47716
VII. PEMBAHASAN
MEKANISME KERJA
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan
neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat,
terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan
oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin
akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi
berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya
interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat,
dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA,
saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang
mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan
hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk
dirangsang berkurang.
Sebelum dilakukan penyuntikan terhadap hewan uji, terlebih dulu dilakukan
perhitungan dosis. Untuk setiap hewan uji akan mendapatkan dosis yang berbeda-
beda tergantung dari berat badan masing-masing hewan uji tersebut. Semakin
besar dan berat maka dosis yang diberikan semakin besar pula. Setelah didapatkan
dosis individu maka dihitung volume pemberian obat. Volume pemberian obat
dihitung dengan cara membandingkan antara dosis individu dengan stock,
sehingga didapatkan volume obat yang akan disuntikkan ke mencit.
Kelompok I dengan bobot mencit 19,6 gram mendapat suntikan Curcumin 1%
dan Diazepam 0,5%. Volume diazepam yang disuntikkan 0,12 ml. Mekanisme
Curcumin berperan sebagai obat penghambat metabolisme yaitu menghambat
secara langsung, dengan akibat peningkatan kadar obat yang menjadi substrat dari
enzim yang dihambat juga secara langsung. Untuk mencegah terjadinya toksisitas,
diperlukan penurun dosis obat yang bersangkutan atau bahkan tidak boleh
diberikan secara bersama penghambatnya akan berakibat membahayakan.
Hambatan yang umumnya bersifat kompetitif juga bersifat non kompetitif. Dalam
praktik kali ini digunakan diazepam, dimana akan dihambat efek utama dari
diazepam bila diberikan bersamaan dengan cimetidin dan curcumin.
Kelompok II dengan bobot mencit 20,3 gram mendapat suntikan
Cimetidin 1 % dan Diazepam 0,5 %. Volume diazepam yang disuntikkan 0,12 ml.
Pemberian Cimetidin diberikan secara peroral, setelah jeda waktu selama 30
menit lalu diberikan diazepam secara intraperitonial. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui perubahan senyawa obat menjadi lebih polar dan sukar larut dalam
lemak, sehingga obat tersebut mudah larut dalam air. Pada inhibitor, 1 jam
sebelumnya diberikan Simetidin setelah itu diberikan diazepam karena kadar
puncak Simetidin pada plasma dicapai setelah 1 jam. Simetidin mempunyai daya
kerja menghambat enzim sitokrom P450, maka menghambat metabolisme
diazepam sehingga kerja diazepam dalam hewan uji lebih lama.
Chart Title
Series1
927,167 867,250
101,013 108,325
m am m m
epa ep epa epa
iaz z az az
la +D Di
a
+Di +Di
it in di
n
rb m
a r cu eti
b m
no Cu Ci
Fe