Sikap Dan Prasangka
Sikap Dan Prasangka
Sikap Dan Prasangka
A. Sikap
Pengertian Sikap
1. Crider dkk: evaluasi positif atau negatif terhadap orang, objek, peristiwa atau ide-ide
tertentu
3. Dengan kata lain merupakan suatu kecenderungan untuk bertindak atau merespons bila
individu dihadapkan pada suatu rangsang tertentu
Komponen Sikap
Komponen Afektif: perasaan senang, tidak senang dan perasaan emosional lain sebagai
akibat dari proses evaluatif yang dilakukan
Komponen Perilaku: sikap selalu diikuti dengan kecenderungan untuk berpoila perilaku
tertentu (disonansi sikap: ketidakcocokan perilaku seseorang dengan sikapnya)
Ada banyak jalur untuk seorang individu memiliki sikap tertentu, jalur-jalur tersebut adalah:
Inilah belajar berdasarkan asosiasi. Jika sesuatu (stimulus) muncul maka anda berharap adanya
sesuatu yang lain (stimulus kedua) mengikutinya. Artinya, sesuatu diasosiasikan dengan yang
lain. Misalnya Anda mula-mula bersikap netral terhadap anjing. Anda tidak menyukainya, juga
tidak membencinya. Namun kemudian Anda tahu bahwa penggemar anjing dikenal sebagai
orang-orang yang memiliki kelas sosial tinggi. Maka kemudian anda jadi bersikap positif karena
Anda juga memandang positif kelas sosial tinggi.
Ini adalah prinsip dimana sikap tertentu muncul karena adanya imbalan atas perilaku yang
diharapkan, dan adanya hukuman jika berperilaku tidak seperti yang diharapkan. Misalnya di
dalam rumah, anda diharapkan untuk bertindak tanpa kekerasan dalam kondisi apapun. Maka,
ketika anda melakukan kekerasan, anda akan dimarahi. Jika anda tidak melakukan kekerasan
anda akan dipuji bahkan diberi hadiah. Nah, karenanya anda akan membentuk sikap positif
terhadap nilai kekerasan. Sebaliknya kekerasan akan disikapi negatif.
Pemodelan (modeling).
Inilah belajar melalui peniruan atau observasi. Anda memiliki sikap tertentu karena mengamati
dan meniru orang lain. Jika orang lain bersikap positif terhadap minuman keras (meminumnya
sering-sering), anda juga bersikap positif (meminumnya juga). Boleh jadi Anda meniru dari yang
anda ketahui secara langsung, maupun secara tidak langsung melalui media massa atau orang
lain. Lagipula umumnya orang lebih banyak menerima pendapat, gagasan, dan sikap orang lain
daripada menghindarinya.
B. Prasangka
Pengertian:
1. Baron & Byrne (1991): sikap (biasanya negatif) kepada anggota kelompok tertentu yang
semata-mata didasarkan pada keanggotaan mereka dalam kelompok
2. Daft (1999): kecenderungan untuk menilai secara negatif orang yang memiliki perbedaan
dari umumnya orang dalam hal seksualitas, ras, etnik, atau yang memiliki kekurangan
kemampuan fisik
3. Sikap yang melibatkan perasaan-perasaan negatif terhadap objeknya yang juga beberapa
ciri penting lainnya, seperti:
Evaluasi terhadap objek lebih didasaarkan pada stereotipe (kepercayaan tentang atribut
pribadi sekelompok orang), bukan pada fakta yang tersediamengenai objek tersebut.
Stereotipe: (Matsumoto (1996)) generalisasi kesan yang kita miliki mengenai seseorang
terutama karakter psikologis atau sifat kepribadian
Sulit diubah berdasarkan pengetahuan atau fakta-fakta baru mengenai objeknya, serta
adanya keengganan untuk verifikasi
Komponen Prasangka:
Perasaan (feeling): tergantung pada prasangka yang timbul, jika prasangka positif maka
perasaan juga positif, namun karena kebanyakan prasangka bersifat negatif maka
perasaan yang ditimbulkan juga negatif
Sikap maupun Prasangka merupakan hasil dari proses belajar. Dapat terjadi karena
pengalamannya sendiri dalam objek-objek sikapnya, tetapi juga dapat diperoleh karena
orangtua atau masyarakat (termasuk sekolah) juga sumber-sumber lain (buku, film dll) yang
mengajarkan fakta-fakta tertentu mengenai objek sikap tersebut.
Usaha-usaha untuk mengubah sikap (teritama yang negatif) dapat dilakukan juga melalui
proses belajar.
Meskipun demikian, telah dibuktikan berkali-kali bahwa perubahan kognitif yang tidak disertai
dengan perubahan afektif, tidak akan menghasilkan perubahan tingkah laku.
C. Emosi
Pengertian:
William James (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai keadaan budi
rohani yang menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh.
Goleman, 1999 (dalam DR. Nyayu Khodijah) mendefinisikan emosi sebagai suatu
keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak..
Kleinginna & Kleinginna (dalam DR. Nyayu Khodijah) mencatat ada 92 definisi yang
berbeda tentang emosi. Namun disepakati bahwa keadaan emosional adalah suatu
reaksi kompleks yang melibatkan kegiatan dan perubahan yang mendalam serta
dibarengi dengan perasaan yang kuat.
Teori-Teori Emosi
Walgito, 1997 (dalam DR. Nyayu Khodijah), mengemukakan tiga teori emosi, yaitu :
Teori Sentral
Menurut teori ini, gejala kejasmanian merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu;
jadi individu mengalami emosi terlebih dahulu baru kemudian mengalami perubahan-
perubahan dalam kejasmaniannya. Contohnya : orang menangis karena merasa sedih
Teori Periferal
Teori ini dikemukakan oleh seorang ahli berasal dari Amerika Serikat bernama William James
(1842-1910). Menurut teori ini justru sebaliknya, gejala-gejala kejasmanian bukanlah
merupakan akibat dari emosi yang dialami oleh individu, tetapi malahan emosi yang dialami
oleh individu merupakan akibat dari gejala-gejala kejasmanian. Menurut teori ini, orang tidak
menangis karena susah, tetapi sebaliknya ia susah karena menangis.
Teori Kepribadian
Menurut teori ini, emosi ini merupakan suatu aktifitas pribadi, dimana pribadi ini tidak dapat
dipisah-pisahkan dalam jasmani dan psikis sebagai dua substansi yang terpisah. Karena itu,
maka emosi meliputi pula perubahan-perubahan kejasmanian. Misalnya apa yang dikemukakan
oleh J. Linchoten.
Fungsi Emosi
Energizer: sebagai pembangkit energi. Emosi dapat memberikan kita semangat dalam
bekerja bahkan juga semangat untuk hidup. Contohnya : perasaan cinta dan sayang.
Namun, emosi juga dapat memberikan dampak negatif yang membuat kita merasakan
hari-hari yang suram dan nyaris tidak ada semangat untuk hidup.Contohnya : perasaan
sedih dan benci.
Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian yaitu:
Emosi positif (emosi yang menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan perasaan
positif pada orang yang mengalaminya, diataranya adalah cinta, sayang, senang,
gembira, kagum dan sebagainya.
Emosi negatif (emosi yang tidak menyenangkan), yaitu emosi yang menimbulkan
perasaan negatif pada orang yang mengalaminya, diantaranya adalah sedih, marah,
benci, takut dan sebagainya.
Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara,
diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dengan
penciptaan kegembiraan belajar.
Menurut Meier, 2002 (dalam DR. Nyayu Khodijah, 2006) kegembiraan belajar seringkali
merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi. Kegembiraan
berarti bangkitnya pemahaman dan nilai yang membahagiakan pada diri si pembelajar. Selain
itu, dapat juga dilakukan pengembangan kecerdasan emosi pada siswa. Kecerdasan emosi
merupakan kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya secara sehat terutama dalam
berhubungan dengan orang lain.
Istilah ini pertama kali dilontarkan pada tahun 1990 oleh Psikolog Peter Salovey dari Harvard
University dan John Mayer dari University of Hampshire Amerika untuk menerangkan kualitas-
kualitas emosional yang tampaknya penting bagi keberhasilan, seperti:
Kemandirian Kesetiakawanan
Karakteristik EQ:
Penekanan dalam salah satu aspek dalam EQ akan mendatangkan efek bola salju