Askep-Ca-Paru Kelompok 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 27

konsep dan Asuhan keperawatan pada kanker

paru/ca paru
Mata Kuliah : Keperawatan Dewasa Sistem Kardiovaskular, Respirator Dan
Hematologi
Dosen Pembimbing : Ns. Nuri Nazari, M.Kep

Di susun oleh: kelompok 2 (2B)


1. Ainun Nadirah
2. Zahratul
3. Rahilatul Zahara
4. Destriani Safitri
5. Arinda Soraya
6. Suci Lestari
7. Nazira Safitri
8. Rauzatul Mulia
9. Nurrahman Muttaqin

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES MEDIKA NURUL ISLAM
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan keterbatasan dalam


makalah ini, maka dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati penulis
mengharap kritik dan saran yang membangun sehingga dapat melengkapi
kesempurnaan makalah ini. Banyak pihak yang telah turut memberikan motivasi
dan bantuan serta bimbingan yang penulis terima selama proses penulisan
makalah ini..

Semoga Allah yang Maha Esa memberikan kekuatan dan melimpahkan


segala rahmat dan hidayah-Nya atas segala yang telah kita lakukan.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bisa memberikan manfaat
bagi penulis khususnya maupun pembaca pada umumnya,amiin.

Sigli, 30 Oktober 2022

Penulis
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI..................................................................................................iii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.....................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................1
C. Tujuan..................................................................................................2

BAB II : PEMBAHASAN

A. Definisi Ca Paru...................................................................................3
B. Epidemiologi Ca Paru..........................................................................3
C. Etiologi Ca Paru...................................................................................4
D. Manifestasi Klinis Ca Paru..................................................................7
E. Patofisiologi Ca Paru...........................................................................9
F. Pencegahan Ca Paru...........................................................................10
G. Asuhan Keperawatan Ca Paru............................................................12
BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................................................23
B. Saran...................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................24
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kanker paru adalah penyakit pertumbuhan jaringan yang tidak
dapat terkontrol pada jaringan paru. Tumor ini timbul pada epitel organ
respirasi (bronkus, bronkiolus, alveolus). Pertumbuhan ini dapat
menyebabkan metastasis pada jaringan yang berdekatan dan infiltrasi ke
luar jaringan paru (Fauci et al., 2008).
Lebih dari 90% tumor paru primer merupakan tumor ganas, dan
sekitar 95% tumor ganas ini merupakan karsinoma bronkogenik. Bila kita
menyebut kanker paru maka yang yang dimaksud adalah karena sebagian
besar tumor ganas primer system pernafasan bagian bawah bersifat epiteal
dan berasal dari mukosa percabangan bronkus.
Meskipun pernah diaggap sebagai suatu keganasan yang jarang
terjadi, insidensi kanker paru di negara indrustri telah menjadi meningkat
sampai tahap epidemik sejak tahun 1930. Sebagia statistic yang
mengejutkan itu disebutkan pada bagian awal bagian ini. Kanker paru
sekarang ini telah menjadi penyebab utama kematian akibat kanker pada
laki-laki maupun perempuan. Insidensi tertiggi terjadi pada usia 55-56
tahun. Peningkatan ini diyakini berkaitan dengan makin tingginya
kebiasaan merokok kretek yang sebenarnya sebagian besar dapat dihindari.
Maka dari itu kami menyusun makalah ini supaya memahami akan
pentingnya kesehatan dan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan
setelah mengetahui bahaya penyakit kanker paru, penyebab terjadinya dan
akibat apa yang akan ditimbulkan dari penyakit kanker paru, serta untuk
perawat sendiri dapat mengetahui asuhan keperawatan yang terbaik untuk
memaksimalkan perawatan terhadap pasien kanker paru.
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi Ca Paru?
2. Apa epidemiologi Ca Paru?
3. Apa saja etiologi Ca Paru?
4. Apa manifestasi Klinis Ca Paru?
5. Bagaimana patofisiologi Ca Paru?
6. Bagaimana pencegahan Ca Paru?
7. Bagaimana Asuhan Keperawatan Ca Paru?
C. TUJUAN
1. Untuk Mengetahui definisi Ca Paru?
2. Untuk Mengetahui epidemiologi Ca Paru?
3. Untuk Mengetahui etiologi Ca Paru?
4. Untuk Mengetahui manifestasi Klinis Ca Paru?
5. Untuk Mengetahui patofisiologi Ca Paru?
6. Untuk Mengetahui pencegahan Ca Paru?
7. Untuk Mengetahui Asuhan Keperawatan Ca Paru?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Kanker paru adalah neoplasma ganas yang muncul dari epitel
bronkus (Brashers Valentina L., 2008: 113). Kanker paru adalah kanker
pada lapisan epitel saluran napas (karsinoma bronkogenik) (Corwin
ElizabethJ., 2009: 576). Kanker paru (bronchogenic carcinoma) adalah
penyakit yang ditandai dengan tidak terkendalinya pertumbuhan sel dalam
jaringan paru, terutama sel-sel yang melapisi bagian pernapasan (Atiyeh
Hashemi,dkk, 2013: 165).
Kanker Paru dalam arti luas adalah semua penyakit keganasan di
paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri (primer) atau
penyebaran (metastasis) tumor dari organ lain. Definisi khusus untuk
kanker paru primer yakni tumor ganas yang berasal dari epitel (jaringan
sel) saluran napas atau bronkus. Sedangkan menurut National Cancer
Institute, kanker paru adalah kanker yang terbentuk pada jaringan di paru,
biasanya di lapisan sel-sel saluran udara (Syahruddin, 2006).
B. Epidemiologi
Menurut American Cancer Society, sekitar 1,6 juta kasus baru
terjadi pada tahun 2008, terhitung sekitar 13% dari total diagnosis kanker.
Pada pria, tingkat kanker paru-paru kejadian tertinggi di Amerika Utara,
Eropa, Asia Timur, Argentina, dan Uruguay dan tingkat terendah adalah di
sub-Sahara Afrika. Pada wanita, prevalensi kanker paru tertinggi terdapat
di Amerika Utara, Eropa Utara, Australia, Selandia Baru, dan Cina.
(American Cancer Society, 2011).
Di seluruh dunia, diantara jenis kanker lain, kanker paru
merupakan penyebab utama kematian pada pria dan penyebab kedua
kematian pada wanita, dengan perkiraan 951.000 kematian pada pria dan
427.400 kematian pada wanita pada tahun 2008 (American Cancer
Society, 2011).
Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di Amerika
Serikat tahun 2002 dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan
13% dari semua 8 kanker baru yang terdiagnosis) dengan 154.900
kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat kanker), di Inggris
prevalensi kejadiannya mencapai 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia
menduduki peringkat 4 kanker terbanyak, di RS kanker Dharmais Jakarta
tahun 1998 menduduki peringkat ketiga sesudah kanker payudara dan
leher Rahim. Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) life time
risk 1:13 dan pada perempuan 1:20 (Sudoyo dkk., 2007).
Di beberapa negara Barat, di mana epidemi tembakau mencapai
puncaknya pada pertengahan abad lalu, seperti Amerika Serikat, Inggris
dan Finlandia, tingkat kanker paru menurun pada pria dan tetap pada
wanita. Sebaliknya, di Cina, Korea, dan beberapa negara di Afrika, tingkat
kanker paru cenderung terus meningkat setidaknya untuk beberapa dekade
berikutnya (American Cancer Society, 2011).
C. Etiologi

Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau


inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan
faktor penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti kekebalan
tubuh, genetik, dan lain-lain (Sudoyo dkk, 2007).
Berikut ini adalah berbagai etiologi yang dapat memicu dan
mempercepat pertumbuhan dari kanker paru :
1) Rokok
Merokok merupakan faktor risiko yang paling penting untuk
kanker paru, terhitung sekitar 80% dari kasus kanker paru pada pria dan
50% pada wanita di seluruh dunia. Hubungan kausal antara merokok
dengan kanker paru telah dibuktikan dengan studi epidemiologis yang
dilakukan pada tahun1950 dan 1960. Zat karsinogen dalam tembakau
rokok meliputi polynuclear aromatic hydrocarbons (PAHs), N-
nitrosamine, amin aromatik, senyawa organik (contoh: benzene,
acrylonitrile) dan anorganik (contoh: arsen, asetaldehid), dan polonium
210. Dari laporan beberapa penelitian mengatakan bahwa perokok pasif
pun akan berisiko terkena kanker paru. Anak-anak yang terpapar asap
rokok selama 25 tahun pada usia dewasa akan terkena risiko kanker paru
dua kali lipat dibandingkan dengan yang tidak terpapar, dan perempuan
yang hidup dengan suami/pasangan perokok juga risiko terkena kanker
paru 2-3 kali lipat. Diperkirakan 25% kanker paru dari bukan perokok
berasal dari perokok pasif (American Cancer Society, 2011; Sudoyo dkk,
2007; Pass et al., 2005).
2) Polusi udara
Polutan pada udara pada daerah urban telah diteliti sebagai agen
penyebab potensial dalam peningkatan epidemi kanker paru di negara-
negara industri. Produk-produk pembakaran dari bahan bakar mesin,
terutama hidrokarbon polisiklik menjadi perhatian khusus. Seseorang yang
terpapar asap tar batubara ketika sedang bekerja di ruang terbuka terjadi
peningkatan risiko kanker paru sekitar 50% setelah 20 tahun terpapar, dan
150% meningkat setelah 40 tahun. Benzopiren telah digunakan sebagai
indeks pengganti paparan udara yang dihasilkan oleh bahan bakar mesin
dan berhubungan dengan tingkat mortalitas kanker paru (Pass et al., 2005).
3) Asbestos
Ada berbagai teori yang berhubungan dengan kanker paru karena
asbes. Salah satu teori menyimpulkan bahwa serat asbes berperan untuk
memfasilitasi pengenalan karsinogen lain seperti asap rokok pada sel.
Serat melakukannya dengan mengikat surfaktan kemudian membuat lipid
lapisan ganda yang memungkinkan solubilisasi karsinogen hidrofobik
seperti hidrokarbon polisiklik. Ini kemudian memungkinkan paparan
konsentrasi tinggi jangka panjang bahan-bahan karsinogen pada epitel
paru (Pass et al., 2005). Paparan asbestos meningkatkan risiko kanker paru
sebanyak 9 kali lipat. Kombinasi paparan asbestos dengan asap rokok
meningkatkan risiko kanker paru sebanyak 50 kali lipat. Kanker jenis lain
yang dikenal sebagai mesothelioma (suatu jenis kanker pada lapisan pleura
atau peritoneum) juga sangat terkait dengan paparan asbestos. Periode
laten untuk perkembangan kanker paru terkait asbes adalah lebih dari 20
tahun. Risiko kanker paru di antara mereka yang terpapar asbes tampaknya
tergantung pada jenis serat, ukuran serat, paparan lingkungan, dan bukti
asbestosis pada gambaran radiologi (Stoppler, 2011; Pass et al., 2005).
4) Penyakit paru nonneoplasma (inflamasi kronis, penyakit paru
obstruktif kronis, fibrosis paru)
Resiko kanker paru dilaporkan meningkat pada orang-orang
dengan riwayat TB, fibrosis paru seperti pada silikosis, atau bronkitis
kronis dan emfisema. Peningkatan risiko kanker paru-paru setelah
diagnosis TB telah dilaporkan dalam studi kohort dan kasus-kontrol (Pass
et al., 2005).
The International Agency for Research on Cancer (IARC) telah
mengklasifikasikan silika sebagai kemungkinan zat karsinogen paru.
Menghirup silika menyebabkan fibrosis pada kedua paru dan kanker pada
tikus, Ada sebanyak sepuluh studi kohort yang mengindikasikan bahwa
penyakit paru obstruktif kronik merupakan prediktor independen untuk
risiko kanker paru, dan beberapa studi melaporkan peningkatan risiko
kanker paru pada orang dewasa dengan asma (Pass et al., 2005).
5) Nutrisi: Antioksidan dan Lemak
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa β-karoten lebih
protektif pada perokok berat, sementara yang lain telah menemukan bahwa
β-karoten dan karotenoid lebih protektif pada mantan perokok atau bukan
perokok. Dalam studi kasus-kontrol berdasarkan populasi kanker paru di
kalangan non perokok yang dilakukan di negara bagian New York, Holick
et al., Menyimpulkan bahwa peningkatan konsumsi buah-buahan dan
sayuran mentah (tidak dimasak) dikaitkan dengan penurunan risiko kanker
paru secara signifikan. Diet β karoten, secara bermakna dikaitkan dengan
penurunan risiko kanker paru diantara pria dan wanita yang tidak merokok
(Pass et al., 2005). Peningkatan risiko kanker paru-paru telah dilaporkan
berhubungan dengan asupan tinggi lemak dan kolesterol, atau dengan
indeks lemak perut yang tinggi. Namun, hubungan positif diet kolesterol
dan risiko kanker paru belum digambarkan dalam studi tentang kadar
kolesterol serum. Shekelle dan rekan memiliki hipotesis bahwa serum
kolesterol rendah, tidak tinggi, adalah prediktif dari peningkatan risiko
kanker paru, terutama di sub-kelompok penduduk dengan asupan rendah β
karoten. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Alavanja dkk pada
perokok perempuan di Missouri, telah dicatat hubungan yang signifikan
antara asupan lemak jenuh dengan kanker paru. Meskipun hubungan
positif dengan makanan berlemak, risiko kanker paru tidak berhubungan
dengan peningkatan massa tubuh (Pass et al., 2005).
6) Paparan Radon
Radon adalah gas inert yang dihasilkan dari hasil peluruhan
uranium. paparan radon merupakan faktor risiko untuk kanker paru pada
penambang uranium. Sekitar 2-3% dari kanker paru setiap tahun
diperkirakan disebabkan oleh paparan radon. paparan rumah tangga
terhadap radon, terbukti menyebabkan kanker paru. The US National
Research Council‟s Report of the Sixth Committee on Biological Effects
of Ionizing Radiation telah memperkirakan paparan radon menyebabkan
2100 kasus baru kanker paru tiap tahunnya, sementara lainnya
berkontribusi terhadap 9100 orang yang merokok. (Tan, 2011).
7) Interaksi Gen-Lingkungan
Faktor genetik dan lingkungan mempengaruhi risiko kanker paru.
Gen-gen yang mempengaruhi kerentanan terhadap kanker mungkin terdiri
dari alel heterogen pada satu lokus atau kombinasi alel pada lokus ganda.
Dalam studi agregasi familial kanker paru, Lilienfeld dan Tokuhata
melaporkan peningkatan secara signifikan risiko kematian akibat kanker
paru antara kerabat dari penderita kanker paru yang tidak merokok
dibandingkan dengan kerabat yang tidak merokok yang cocok dengan
kontrol usia, ras, dan jenis kelamin (Pass et al., 2005).
D. Manifestasi Klinis
Gejala klinis kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau
nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh
dengan pengobatan biasa pada “kelompok risiko” harus ditindak lanjuti
untuk prosedur diagnosis kanker paru.
Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung,
seperti batuk, hemoptisis, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk
merupakan gejala tersering (60-70%) pada kanker paru.
Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi
pleura, efusi perikard, sindorm vena kava superior, disfagia, Pancoast
syndrome, paralisis diafragma. Pancoast syndrome merupakan kumpulan
gejala dari kanker paru yang tumbuh di sulkus superior, yang
menyebabkan invasi pleksus brakial sehingga menyebabkan nyeri pada
lengan, sindrom Horner (ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis).
Keluhan suara serak menandakan telah terjadi kelumpuhan saraf
atau gangguan pada pita suara. Gejala klinis sistemik yang juga kadang
menyertai adalah penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu
makan menurun, demam hilang timbul. Gejala yang berkaitan dengan
gangguan
Rekomendasi Skrining Pemeriksaan low-dose CT scan dilakukan
pada pasien risiko tinggi yaitu pasien usia > 40 tahun dengan riwayat
merokok ≥30 tahun dan berhenti merokok dalam kurun waktu 15 tahun
sebelum pemeriksaan [rekomendasi A], atau pasien ≥50 tahun dengan
riwayat merokok ≥20 tahun dan adanya minimal satu faktor risiko lainnya
[rekomendasi B].
Neurologis (sakit kepala, lemah/parese) sering terjadi jika telah
terjadi penyebaran ke otak atau tulang belakang. Nyeri tulang sering
menjadi gejala awal pada kanker yang telah menyebar ke tulang. Terdapat
gejala lain seperti gejala paraneoplastik, seperti nyeri muskuloskeletal,
hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-lain
Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker
paru dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor dan
penyebarannya. Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula,
leher dan aksila menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB atau tumor
di dinding dada, kepala atau lokasi lain juga menjadi petanda penyebaran.
Sesak napas dengan temuan suara napas yang abnormal pada pemeriksaan
fisik yang didapat jika terdapat massa yang besar, efusi pleura atau
atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding dada dengan
pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan
bendungan pada vena kava superior (SVKS). Sindroma Horner sering
terjadi pada tumor yang terletak si apeks (pancoast tumor). Thrombus pada
vena ekstremitas ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak
dan gangguan sistem hemostatis (peningkatan kadar D-dimer) menjadi
gejala telah terjadinya bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda patah
tulang patologik dapat terjadi pada kanker yang bermetastasis ke tulang.
Tanda-tanda gangguan neurologis akan didapat jika kanker sudah
menyebar ke otak atau tulang belakang.

E. Patofisiologi
1) Paparan Karsinogen
Tembakau mengandung lebih dari 300 jenis zat berbahaya dan 40
jenis karsinogen kuat. hidrokarbon aromatik dan NNK poli-nitrosamin
diketahui menyebabkan kerusakan DNA dengan membentuk adduct DNA
pada hewan. Benzopiren menginduksi sinyal molekuler seperti AKT, juga
menyebabkan mutasi pada gen p53 dan gen supresor tumor lainnya. Teori
saat ini menunjukkan bahwa serangkaian keracunan seluler mengganggu
reproduksi genetik. Gejalanya berkembang mulai dari pertumbuhan tidak
beraturan yang tidak terkontrol yang berhubungan dengan proses
fisiologis. Sebuah studi oleh Ito dkk menilai pergeseran jenis histologis
kanker paru di Jepang dan Amerika Serikat dalam hubungannya dengan
pergeseran dari rokok kretek dengan rokok filter. Studi menetapkan bahwa
pergeseran jenis rokok hanya untuk mengubah tipe kanker paru yang
paling sering, dari karsinoma sel kecil ke adenokarsinoma.
2) Kerentanan Genetik
Baru-baru ini, teknik molekuler canggih telah mengidentifikasi
amplifikasi onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor pada karsinoma
non sel kecil. Kelainan yang paling penting yang terdeteksi adalah mutasi
yang melibatkan ras keluarga onkogen. ras keluarga onkogen memiliki 3
anggota: ras H, ras-K, dan ras-N. Gen ini mengkode protein pada
permukaan bagian dalam dari membran sel dengan aktivitas GTPase dan
mungkin terlibat dalam transduksi sinyal. Studi yang dilakukan pada tikus
menunjukkan keterlibatan mutasi ras dalam patogenesis molekul
karsinoma non sel kecil. Studi pada manusia menunjukkan bahwa aktivasi
rasial memberikan kontribusi untuk perkembangan tumor pada pasien
dengan kanker paru. Mutasi gen ras terjadi hampir secara eksklusif pada
adenokarsinoma dan ditemukan dalam 30% kasus. Mutasi ini tidak
diidentifikasi dalam adenokarsinoma yang berkembang pada bukan
perokok. mutasi K-ras tampaknya merupakan faktor prognostik
independen.
F. Pencegahan
Prinsip upaya pencegahan lebih baik dari sebatas pengobatan. Terdapat
3 Tingkatan pencegahan dalam epideemiologi penyakit kanker paru,
yaitu :
1. Pencegahan Primordial (Pencegahan Tingkat Pertama)
Pencegahan terhadap etiologi (penyebab) penyakit.
Pencegahan primer dilakukan pada orang yang sehat (bebas
kanker).
Langkah nyata yang dapat dilakukan adalah memberikan
informasi kepada masyarakat tentang pencegahan kanker.
Upaya yang dapat dilakukan adalah Upaya Promosi
Kesehatan, upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat
yang memungkinkan penyakit kanker paru tidak dapat berkembang
karena tidak adanya peluang dan dukungan dari kebiasaan, gaya
hidup maupun kondisi lain yang merupakan faktor resiko untuk
munculnya penyakit kanker paru. Misalnya : menciptakan
prakondisi dimana masyarakat merasa bahwa merokok itu
merupakan kebiasaan yang tidak baik dan masyarakat mampu
bersikap positif untuk tidak merokok. Seseorang perokok yang
telah berhasil berhenti 10 tahun lamanya berarti telah dapat
menurunkan risiko 30 -50 persen untuk terkena kanker paru.
Selain itu, senantiasa menjaga daya tahan tubuh melalui
pola hidup sehat (olahraga teratur, tidur cukup, hidup bebas stress
serta pola makan sehat), dan makan suplemen secara teratur.
2. Pencegahan Tingkat Kedua
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan
pada orang yang sudah sakit. Tujuannya adalah untuk mencegah
perkembangan penyakit lebih lanjut dari penyakit serta membatasi
terjadinya kecacatan. Upaya yang dilakukan adalah
a) Diagnosis Dini : misalnya dengan Screening.
b) Pengobatan : misalnya dengan Kemotherapi, Pembedahan atau
iradiasi.
 Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti
penyakit paru lain, untuk mengankat semua jaringan yang
sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi
paru – paru yang tidak terkena kanker.
 Radiasi
Radioterapi adalah penggunaan sinar pengion dalam upaya
mengobati penderita kanker. Prinsip radioterapi adalah
mematikan sel kanker dengan memberikan dosis yang tepat
pada volume tumor / target yang dituju dan menjaga agar
efek radiasi pada jaringan sehat disekitarnya tetap
minimum
 Kemoterapi
Kemoterapi adalah upaya untuk membunuh sel-sel kanker
dengan mengganggu fungsi reproduksi sel. Kemoterapi
merupakan cara pengobatan kanker dengan jalan
memberikan zat/obat yang mempunyai khasiat membunuh
sel kanker.
3. pencegahan tingkat ketiga
Pencegahan tersier adalah upaya meningkatkan angka
kesembuhan, angka survival (bertahan hidup), dan kualitas hidup
dalam pengobatan kanker berupa penatalaksanaan terapi
rehabilitatif, paliatif, dan bebas rasa sakit. Misalnya penderita
kanker stadium lanjut membutuhkan terapi paliatif, yaitu terapi
yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
penderita kanker, baik dengan radioterapi atau dengan obat-obatan.
G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin,tempat tinggal (alamat), pekerjaan,
pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan sanitasi
kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien
mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada
pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas,
rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat
tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas sertabatuk
non produktif.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang dirasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada,
keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat
mendorong penderita untuk mencari pengobatan.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Keadaan atau penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang
mungkin sehubungan dengan kanker paru antara lain ISPA, efusipleura
serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada kanker paru yang menderita
penyakit tersebut sehingga diteruskan penularannyadan riwayat
merokok.
f. Riwayat Psikososial

Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara


mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang
dilakukan terhadap dirinya. Pada penderita yang status ekonominya
menengah ke bawah dansanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan
padatnya dan riwayat merokok.
g. Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit
mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi
kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat
kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-
obatan bisa menjadi factor predisposisi timbulnya penyakit.
Pada klien dengan kanker paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
2) Pola nutrisi dan metabolic
Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu
melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk
mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan
kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama di RS pasien
dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan
akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen.
Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses
penyakit.pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah.
Pada klien dengan kanker paru biasanya mengeluh anoreksia,
nafsu makan menurun (Marilyn. E. Doenges, 1999).
3) Pola eliminasi
Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai
kebiasaan miksi dan defekasi sebelum dan sesudah masuk
RumahSakit. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien
akan lebih banyak bedrest sehingga akan menimbulkan
konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen
menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus
degestivus.
4) Pola aktivitas dan latihan
Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang
terpenuhi dan klien akan cepat mengalami kelelahan pada
aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi
aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi
kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.
5) Pola tidur dan aktivitas
Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh
akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan
istitahat,selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari
lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit,
dimana banyakorang yang mondar-mandir, berisik dan lain
sebagainya. Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada
penderita kanker paru mengakibatkan terganggunya
kenyamanan tidur dan istirahat(Marilyn. E. Doenges, 1999).
6) Pola hubungan dan peran
Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami
perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga,
pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang
ibuyang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya.
Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami
perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan
interpersonal pasien. Klien dengan kanker paru akan
mengalami perasaan asolasi (Marilyn. E. Doenges, 1999).

7) Pola sensori dan kognitif


Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan,
dan pendengaran) tidak ada gangguan.
8) Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang
tadinyas ehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri
dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan
beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya
dan mematikan. Dalam halini pasien mungkin akan kehilangan
gambaran positif terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak
napas biasanya akan meningkatkan emosidan rasa kawatir klien
tentang penyakitnya (Marilyn. E. Doenges,1999).
9) Pola reproduksi dan kebutuhan seksual
pasien dalam hal ini hubungan seks intercour seakan terganggu
untuk sementara waktu karena pasien berada dirumah sakit dan
kondisi fisiknya masih lemah.Pada penderita CA paru pada
pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan
dan nyeri dada.
10) Pola penanggulangan stress
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya
pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang
mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya. Dengan
adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
11) Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan
dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini
adalah suatu cobaan dari Tuhan.

h. Berdasarkan Sistem-Sistem Tubuh


1) sistem pernafasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai :
Inspeksi : Adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, napas pendek, krekel/mengi
pada inspirasi dan ekspirasi.
Palpasi : Fremitus suara meningkat.
Perkusi : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki
basah,kasar dan nyaring.
2) sistem kardiovaskular
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal
beradapada ICS – 5 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1
cm.Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pembesaran jantung. Palpasi untuk menghitung frekuensi jantung
(health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur
tidaknyadenyut jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu
getaranictus cordis. Perkusi untuk menentukan batas jantung
dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan untuk
menentukan adakah pembesaran jantung di ventrikel
kiri.Auskultasi untuk menentukan suara jantung I dan II tunggal
ataugallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala
payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah. Biasanya terdapat JVD, Bunyi
jantung : gesekan perikardial
3) sistem neurologis

Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping


jugadiperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau
somnolen atau comma. refleks patologis dan bagaimana dengan
refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu
dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan dan
pengecapan.
4) sistem gastrointestinal
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau
datar, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol
atautidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-
benjolan atau massa. Auskultasi untuk mendengarkan suara
peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35 kali permenit. Pada
palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen,
adakah massa (tumor,feces), turgor kulit perut untuk mengetahui
derajat hidrasi pasien,apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba.
Perkusi abdomennormal tympanik, adanya massa padat atau cairan
akanmenimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta,
tumor).
5) sistem muscoloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial,
palpasipada kedua ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi
periferserta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan
inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot
kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
6) sistem integument
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit hygiene, warna,
adatidaknya lesi pada kulit. Pada palpasi perlu diperiksa mengenai
kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian tekture
kulit(halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui
derajathidrasi seseorang.
7) sistem pengindraan
8) sistem genetalia
i. Pemeriksaan Tambahan
1) Sputum culture : untuk memastikan apakah keberadaan
M.Tuberculosis ada atau tidak sehingga membedakan antara tb dan
ca paru.
2) pemeriksaan laboratorium
 darah
Adanya kurang darah, sel – sel darah putih serta laju
endapdarah meningkat terjadi pada proses aktif.
 sputum
Ditemukan adanya sputum yangterdapat pada penderita
kanker paru yang biasanyadiambil pada pagi hari.
2. Analisa Data
Data Etiologi Masalah
1. Batuk yang Faktor predisposisi Ketidakefektifan
tidak efektif bersihan jalan napas
2. Dispnea Inflamasi di sal. nafas
3. Gelisah
4. Kesulitan Spasme bronkus

verbalisasi
5. Mata terbuka Peningkatan sekret di

lebar bronkiolus

6. Ortopnea
Meningkatnya
7. Penurunan
sputum
bunyi napas
8. Perubahan
Batuk
frekuensi napas
9. Perubahan pola
napas Bersihan jalan tidak
10. Sianosis efektif
11. Sputum dalam
jumlah yang
berlebihan
12. Suara napas
tambahan

3. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan : (obstruksi
jalan napas)
a. penyakit ca paru
b. mucus berlebihan
c. sekresi yang tertahan
d. spasme jalan napas
e. adanya jalan napas buatan
f. benda asing dalam jalan napas
g. eksudat dalam alveoli

ditandai dengan :
1. Batuk yang tidak efektif
2. Dispnea
3. Gelisah
4. Kesulitan verbalisasi
5. Mata terbuka lebar
6. Ortopnea
7. Penurunan bunyi napas
8. Perubahan frekuensi napas
9. Perubahan pola napas
10. Sianosis
11. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
12. Suara napas tambahan
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa NIC & Indikator NOC
Keperawatan
Ketidakefektifan Tujuan : setelah 1. Manajemen jalan nafas
bersihan jalan dilakukan asuhan Aktifitas-aktifitas:
napas keperawatan 1 x 24 a. Posisikan pasien untuk
berhubungan jam masalah memaksimalkan
dengan : Ketidakefektifan ventilasi.
a. Penyakit bersihan jalan napas, b. Buang sekret dengan
ca paru Teratasi memotivasi pasien
b. Mucus Kriteria hasil: untuk melakukan batuk.
berlebihan Status pernapasan : c. Intruksikan bagaimana
c. Sekresi kepatenan jalan agar bisa melakukan
yang napas batuk efektif.
tertahan Indikator S. d. Auskultasi suara nafas,
d. Spasme T catat area yag
jalan napas Frekuensi 5 ventilasinya menurun
e. Adanya napas atau tidak ada dan
jalan napas Irama 5 adanya suara tambahan.
buatan pernapasan e. Kelola pemberian
f. Benda Kedalaman 5 bronkodilator sebagai
asing inspirasi mestinya.
dalam Kemampuan 5 f. Monitor status
jalan napas untuk pernafasan dan
g. Eksudat mengeluarka oksigenasi, sebagai
dalam n sekret mestinya
alveoli Keterangan: 2. peningkatan (manajemen)
h. Hyperplasi 1: deviasi berat dari batuk
a pada kisaran normal
dinding 2: deviasi yang akvitas-aktivitas:
bronkus cukup berat dari a. Dampingi pasien untuk
kisaran normal bisa duduk pada posisi
3: deviasi sedang dengan kepala sedikit
Ditandai dari kisaran normal lurus, bahu relaks dan
dengan: 4: deviasi ringan dari lutut ditekuk /posisi
1. Batuk kisaran normal fleksi.
yang tidak 5: tidak ada deviasi b. Dukung pasien untuk
efektif dari kisaran normal melakukan nafas
2. Dispnea Indikator S.T dalam,tahan selama 2
3. Gelisah Suara 5 detk, bungkukkan ke
4. Kesulitan nafas depan, tahan 2 detik
verbalisasi tambahan dan batukkan 2-3 kali.
5. Mata Batuk 5 c. Minta pasien untuk
terbuka Akumulas 5 menarik nafas dalam
lebar i sputum beberapa kali,keluarkan
6. Ortopnea Keterangan: perlahan dan batukkan
7. Penurunan 1 : sangat berat diakhir
bunyi 2 : berat ekhalasi(penghembusan
napas 3 : cukup ).
8. Perubahan 4 : ringan d. Tekan perut dibawah
frekuensi 5 : tidak ada xifhoid dengan tangan
napas terbuka sembari
9. Perubahan mebantu pasien untuk
pola napas fleksi ke depan selama
10. Sianosis batuk.
11. Sputum e. Minta pasien untuk
dalam batuk dilanjutkan
jumlah dengan beberapa
yang periode nafas dalam.
berlebihan
12. Suara 3. monitor pernafasan
napas aktivitas-aktivitas:
tambahan a. Monitor kecepatan,
irama,kedalaman, dan
kesulitan bernafas.
b. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru.
c. Catat perubahan pada
saturasi O2, volume
tidak akhir CO2, dan
perubahan nilai analisa
gas darah dengan tepat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kanker paru (bronchogenic carcinoma) adalah penyakityang
ditandai dengan tidak terkendalinya pertumbuhan sel dalam jaringanparu,
terutama sel-sel yang melapisi bagian pernapasan (Atiyeh Hashemi,dkk,
2013: 165).Menurut American Cancer Society, sekitar 1,6 juta kasus baru
terjadi pada tahun 2008, terhitung sekitar 13% dari total diagnosis
kanker.Penyebab pasti kanker paru belum diketahui, tapi paparan atau
inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik merupakan
faktor penyebab utama di samping adanya faktor lain seperti kekebalan
tubuh, genetik, dan lain-lain (Sudoyo dkk, 2007).Gejala klinis kanker paru
tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri dada (gejala respirasi) yang
muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa pada
“kelompok risiko” harus ditindak lanjuti untuk prosedur diagnosis kanker
paru. Patofisiologi yaitu Paparan Karsinogen dan kerentanan genetik.
Pemeriksaan penujang yaitu Pemeriksaan Patologi Anatomik dll.
Penatalaksanaan umum dengan manajemen terapi seperti kemoterapi dll.
Pencegahannya ada pencegahan tingkat pertama, kedua, dan ketiga.
B. Saran
Sebaiknya kita sebagai perawat mengetahui tentang Ca paru
supaya bisa maksimal melayani pasien dan melakukan asuhan
keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, S. (2005). PATOFISIOLOGI : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit


Volume2. Jakarta: EGC.

Jusuf A, H. A. (2015). Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Kanker Paru


Jenis Karsinoma Bukan Sel Keci Di Indonesia. Jakarta: PPDI & POI.

Padila. (2012). Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha


Medika.

Fauci et.al. 2008. Harrison’s : Principles Of Internal Medicine. 17th Edition.


USA: The Mcgraw-Hill Companies.

Brashers, Valentinal, L. 2008. Aplikasi Klinis Patofisioligis Pemeriksaan Dan


Manajemen Edisi 2, Terjemahan. Jakarta : ECG

Corwin, Elizabeth, J. 2009. Buku Saku Patofisiologis Edisi 3. Jakarta : ECG

Sudoyono. Aru. W. Ddk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4, Jilid 1.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Marlyn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. ECG: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai