Draft H-1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 44

PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM PENDAFTARAN TANAH

SISTEMATIS LENGKAP (PTSL) PADA KEBERLANJUTAN


USAHATANI

(Studi Kasus: Desa Sindang Pakuwon, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten


Sumedang)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di


Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Oleh :

RINALDO

150610150116

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2019
LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL :PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM


PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP
(PTSL) PADA KEBERLANJUTAN USAHATANI

NAMA :RINALDO

NPM :150610150116

PROGRAM STUDI :AGRIBISNIS

Jatinangor, 2019

Menyetujui dan Mengesahkan

Ketua Program Studi Ketua Komisi Pembimbing

DR. Iwan Setiawan S.P;M.P Ir.M.Gunardi Judawinata,DEA

NIP. 197302171998021001 NIP. 195911211987011001

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala, karena


atas rahmat dan karunia-Nya peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
dengan baik dan tepat pada waktunya. Judul dari skripsi ini ialah “Pengaruh
Implementasi Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Pada
Keberlanjutan Usahatani” yang dibuat untuk memenuhi syarat dalam
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Penyelesaian penulisan skripsi ini tentu tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ir.M.Gunardi Judawinata,DEA selaku dosen pembimbing di Fakultas


Pertanian Universitas Padjadjaran yang telah membimbing dan berbagi ilmu
selama pengerjaan skripsi.

2. Ir. Yayat Sukayat, Msi, selaku dosen penguji skripsi di Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran yang telah membimbing dan berbagi ilmu selama
pengerjaan skripsi.

3. Adi Nugraha, SP., M.Sc. selaku dosen penguji skripsi di Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran yang telah membimbing dan berbagi ilmu selama
pengerjaan skripsi.

4. Mahra Arari Heryanto,SP., MT. selaku dosen wali di Fakultas Pertanian


Universitas Padjadjaran. Terima kasih atas dukungan dan doa sampai
skripsi ini selesai.

5. Dr. Hepi Hapsari, MS.i selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian
Universitas Padjadjaran.

6. Dr. Iwan Setiawan. S.P., M.Si., selaku Ketua Program Studi Agribisnis yang
telah membantu dan membimbing penulis selama masa perkuliahan baik di
dalam akadaemik maupun keorganisasian penulis.

7. Dr. Ir. H. Sudarjat, M.P. selaku dekan Fakultas Pertanian Universitas


Padjadjaran.

8. Kepada orang tua, kakak dan adik penulis yaitu Ibu (Nurlaela Rofikoh),
Ayah (Amrius), Kakak (Adel Rifky), Adik (Rifansyah Nugraha) yang telah
memberikan dukungan moral dan materi selama penelitian ini berlangsung.

9. Kepada rekan-rekan Pertanian angkatan 2015 khususnya Belalang Tempur,


Nink Cukur, dan Tim Granus yang telah berbagi ilmu dan pengalaman.

10. Kepada rekan-rekan lain yang membantu selama pengerjaan skripsi ini.

Dengan selesainya penyusunan usulan penelitian ini, semoga semua pihak yang
telah mendukung dan mengorbankan waktu dan pikirannya akan mendapat balasan

ii
dari Allah Subhanahu Wata’ala. Semoga usulan penelitian ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.

Jatinangor, 2018

Rinaldo
(150610150116)

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1.5 Kegunaan Penelitian ...................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 7
2.1 Kajian Pustaka .......................................................................................... 7
2.1.1 Teori Land Tenancy Pattern ................................................................... 7
2.1.2 Petani ...................................................................................................... 7
2.1.3 Tanah ...................................................................................................... 8
2.1.4 Agraria .................................................................................................... 9
2.1.5 Lahan ...................................................................................................... 9
2.1.5.1 Kepemilikan Lahan dan Pengelolaan Lahan Pertanian ..................... 11
2.1.6 Reforma Agraria ................................................................................... 11
2.1.7 Kepemilikan Tanah ............................................................................... 13
2.1.8 Hak Akses ............................................................................................. 14
2.1.9 PTSL ..................................................................................................... 14
2.2 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 17
2.3 Alur Pemikiran ............................................................................................ 21
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 23
3.1 Objek dan Tempat Penelitian ..................................................................... 23
3.2 Desain dan Pendekatan Masalah ................................................................ 23
3.3 Definisi Istilah ............................................................................................ 24
3.4 Informan ..................................................................................................... 24
3.5 Teknik Pengumpulan data .......................................................................... 25
3.6 Rancangan Analisis dan Keabsahan Data ................................................... 26

iv
3.6.1 Keabsahan Data .................................................................................... 27
3.7 Jadwal Penelitian ......................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28
LAMPIRAN .......................................................................................................... 32

v
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Konflik Agraria di Indonesia tahun 2017 ................................................. 2


Tabel 2. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 17
Tabel 3. Jadwal Penelitian..................................................................................... 27

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Pemikiran Implementasi Program Pendaftaran Tanah Sistematis


Lengkap (PTSL) Terhadap Kepemilikan Lahan Pada Petani ............................... 22

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Catatan Harian .................................................................................. 32


Lampiran 2. Panduan Wawancara......................................................................... 33
Lampiran 3. Panduan Wawancara......................................................................... 35

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia dalam menjalani kehidupan memerlukan beberapa kebutuhan,
salah satu kebutuhan nya yaitu tanah. Tanah merupakan tempat manusia hidup
dan melakukan aktivitas, sehingga hampir semua kehidupan manusia baik secara
langsung atau tidak langsung dilakukan diatas tanah. Selain untuk menjalani
kehidupan, manusia juga memerlukan tanah di saat kematian. Demikian pula
dalam rangka kepentingan negara, terutama dalam memaksimalkan
pembangunan seperti infrastruktur, pemukiman, dan lain lain. (Riza, 2010).

Tanah sebagai Sumber Daya Alam sangat diperlukan oleh manusia untuk
melakukan usaha, seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan,
pertanian, perkebunan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya. Tanah juga
diperlukan untuk mencukupi kebutuhan, baik yang langsung untuk
kehidupannya seperti untuk tempat tinggal atau bercocok tanam. (Suardi, 2005)

Indonesia dalam mengatur masalah Sumber Daya Alam nya diatur dalam
konstitusi sebagaimana terlihat dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Pasal ini
secara prinsip memberi landasan hukum bahwa bumi dan air serta kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Lebih lanjut, tanah diatur dalam
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA No. 5 Tahun 1960). Pasal 2 Ayat (1)
UUPA menyatakan bahwa “Bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan
alam di dalamnya pada tingkat yang tertinggi dikuasai oleh negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat.”

Pemberdayaan sumber daya alam yang sangat terbatas harus dapat


mengimbangi tingkat pertumbuhan kelahiran manusia yang sedemikian pesat
karena sumber daya alam khususnya tanah bersifat unrenewable atau tidak dapat
di tambah/perbaharui (Syarief, 2012). Sifat unrenewable ini mempunyai arti
bahwa jumlah tanah praktis di Indonesia tidak berubah/tidak bertambah. Akan
tetapi, jumlah populasi penduduk Indonesia terus meningkat. Menurut Badan
Pusat Statistika, pada Agustus 2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai
237,5 juta jiwa. Penduduk yang semakin meningkat dan bertambah setiap
tahunnya membutuhkan tanah yang lebih luas untuk bermacam keperluan.
Permintaan yang tinggi tanpa diimbangi dengan pasokan yang setara akan
melahirkan krisis dan pergesekan yaitu sengketa. Itulah yang terjadi selama ini.

Sengekta kepemilikan tanah dapat kita lihat dalam dua jenis, hal ini
diklasifikasikan dalam unsur yang terlibat didalamnya. Pertama sengketa agraria
yang bersifat Vertikal yaitu sengekta agraria yang disebabkan oleh kebijakan
pemerintah terhadap pemanfaatan tanah. Kedua sengketa tanah bersifat
Horizontal yang melibatkan dua individu atau lebih terkait dengan kepemilikan
hak atas tanah ( Riza, 2010)

1
2

Kepemilikan hak atas tanah yang tidak mempunyai sertifikat menjadi salah
satu faktor dari banyak nya konflik sengketa lahan selain jumlah tanah yang
tidak sesuai dengan jumlah penduduk. Menurut Badan Pertanahan Negara pada
tahun 2017, dari total 126 juta bidang tanah di Indonesia, masih ada 82 juta yang
belum bersertifikat. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat konflik
agraria sering terjadi.

Salah satu konflik agraria terbanyak adalah sengketa lahan di bidang


pertanian. Menurut Konsorium Pembaharuan Agraria pada tahun 2017,
sepanjang 2017 tercatat terjadi 659 konflik agraria, 47% konflik agraria
disebabkan oleh sektor pertanian (Perkebunan, Kehutanan, dan Pertanian)
Tabel 1. Konflik Agraria di Indonesia tahun 2017

NO Penyebab Konflik Jumlah Konflik


1 Perkebunan 208 Konflik
2 Properti 199 Konflik
3 Infrastruktur 94 konflik
4 Pertanian 78 Konflik
5 Kehutanan 30 Konflik
6 Pesisir 28 Konflik
7 Pertambangan 22 Konflik

Sumber : Konsorsium Pembaruan Agraria, 2017

Eksistensi sektor pertanian saat ini mulai terancam, dikarenakan lahan


pertanian saat ini menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin kuat
terutama oleh persaingan peruntukan bagi pengembangan industri dan
pemukiman (Hery Susilowati, Sri dkk. 2012). Masalah penguasaan lahan dan
hak kepemilikan tanah telah banyak dikaji, terutama di negara-negara
berkembang, yang berkaitan dengan proses transformasi perekonomian suatu
negara. Kesimpulan yang dihasilkan adalah bahwa transformasi ekonomi
mempengaruhi laju transaksi lahan, tetapi dampaknya terhadap struktur dan
distribusi penguasaan lahan berikut implikasinya sangat beragam (Khrisnaji,
1991).

Pemerintah Indonesia selama ini telah menciptakan berbagai kebijakan dan


program yang bertujuan untuk mengkondisikan besaran dan struktur penguasaan
lahan pertanian agar lebih kondusif. Perluasan lahan pertanian, transmigrasi,
reforma agraria, dan sebagainya telah ditempuh. Akan tetapi secara empiris
ternyata sampai saat ini tujuan untuk menciptakan besaran dan struktur
penguasaan lahan pertanian yang kondusif untuk menunjang pencapaian tujuan
pembangunan pertanian belum sesuai dengan yang diharapkan (Hery Susilowati,
Sri dkk. 2012). Berbagai program untuk menurunkan angka kemiskinan juga
3

telah dilakukan, namun tingkat kemiskinan saat ini masih cukup tinggi. Jumlah
penduduk miskin di Indonesia per Maret 2018 yaitu sebesar 25.949.800, dan
15.805.430 nya adalah penduduk desa. (BPS, 2018)

Penyebab utama kemiskinan penduduk perdesaan yang sebagian besar


berpenghasilan utama sebagai petani adalah karena sebagian besar petani nya
tergolong kedalam petani kecil dengan rata-rata luas penguasaan lahan kurang
dari 0,5 hektar. Jumlah petani kecil secara nasional menurut Sensus Pertanian
2003 mencapai 56,4 persen, yang terdiri dari petani gurem dengan penguasaan
lahan kurang dari 0,1 hektar sebanyak 17,2 persen dan 39,2 persen berada pada
kelompok luas 0,1 – 0,5 hektar. Faktor kunci untuk meningkatkan kesejahteraan
petani agar keluar dari kemiskinan, terutama adalah melalui peningkatan akses
penguasaan lahan (Hery Susilowati, Sri dkk. 2012). Maka dari itu, kebijakan
distribusi lahan yang merupakan perwujudan program reforma agraria demi
keadilan dan kesejahteraan masyarakat merupakan agenda yang harus menjadi
mainstream bangsa.

Hak akses penguasaan lahan dan hak kepemilikan berdasarkan data yang
ada belum mencapai 100% yang artinya masih banyak tanah yang belum
bersertifikat di Indonesia, oleh karena itu untuk mengurangi terjadinya sengketa
tanah dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui kegiatan usahatani nya,
maka pemerintah harus terus mengupayakan program pendaftaran tanah guna
tercapainya kepastian hukum akan hak kepemilikan tanah tersebut.

Organisasi massa di bidang pertanian seperti Serikat Petani Indonesia dan


Aliansi Petani Indonesia beserta dengan organisasi massa pertanian lainnya pada
26 September 2017 melakukan aksi di Jawa Timur yang tertuju kepada
pemerintah dengan tujuan yaitu tercapainya reforma agraria. Aksi tersebut
dilakukan untuk menuntut pemerintah segera merealisasikan tercapai nya
kepastian hukum dan hak akses petani terhadap lahannya dan menuntut
terpenuhi nya kebutuhan petani agar dapat meningkatkan kesejahteraan petani
dan produktivitas petani.¹

Namun, pasca dari perolehan sertifikasi ini masih banyak terdapat masalah.
Salah satu masalah nya adalah dimana para petani bersertifikat dapat menjual
beli lahan nya dengan mudah, karena rasionalisasi utama dari adanya sertifikat
terhadap lahan adalah memperlakukan lahan sebagai komoditas yang mudah
dibeli dan dijual demi akumulasi modal (Akram-Lodhi, 2013, Maura 2013,
Mulyani 2015). Sebagai contoh, (Gordon 1975), melalui penelitian
etnografisnya di Flores, Manggarai, Indonesia, menemukan bahwa, pada 1970-
an, tanah bersertifikat dengan mudah diperjualbelikan antara petani dan orang
kaya baru, yang melihat tanah sebagai investasi utama mereka. Menurut Badan
Pertanahan Nasional (2013), antara 2011-2013, terdapat 2,3 juta transaksi tanah
bersertifikat di Indonesia (Wahid et al., 2015). Transaksi ini mungkin telah
berkontribusi terhadap meningkatnya kesenjangan ekonomi antara orang kaya
dan yang miskin di Indonesia.

¹UU Agraria belum memihak rakyat, petani Jatim tuntut reforma agraria diakses dari
https://www.merdeka.com/peristiwa/uu-agraria-belum-memihak-rakyat-petani-jatim-tuntut-
reforma-agraria.html pada tanggal 15 Februari 2019
4

Selain organisasi masyarakat yang memerjuangkan hak akses terhadap


petani, Pemerintah Pusat turut ikut dalam menetapkan kepastian hukum terhadap
sebidang tanah dalam Nawacita yang merupakan 9 (sembilan) prioritas yang
diutamakan memberikan kebijakan redistribusi lahan untuk terwujudnya
reforma agraria yang memudahkan masyarakat dalam pengurusan sertifikat yang
merupakan tanda bukti hak dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Agraria dan
Tata Ruang/Kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 1
Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Program PTSL merupakan Program Prioritas Nasional pemerintah melalui


Kementerian ATR/BPN dalam mencapai Reforma Agraria. Reforma Agraria
adalah kegiatan penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan
dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadlian melalui penataan aset dan disertai
dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat indonesia (Kementrian
ATR/BPN 2018).

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap atau PTSL adalah kegiatan


pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secacara serentak bagi
semua obyek pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia dalam
satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu, yang
meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis
mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan
pendaftarannya. (Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap)

Program PTSL merupakan inovasi pemerintah melalui Kementerian


ATR/BPN untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat: sandang, pangan, dan
papan. PTSL atau yang populer dengan istilah sertifikasi tanah ini merupakan
wujud pelaksanaan kewajiban pemerintah untuk menjamin kepastian dan
perlindungan hukum atas kepemilikan tanah masyarakat. Selain itu nantinya
masyarakat yang telah mendapatkan sertifikat dapat menjadikan sertifikat
tesebut sebagai modal pendampingan usaha yang berdaya dan berhasil guna bagi
peningkatan kesejahteraan hidupnya.

Salah satu tujuan program PTSL yang dilakukan di desa adalah berusaha
meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat desa tersebut. Hal ini sangat
wajar pemerintah memprioritaskan hak akses untuk lahan pertanian di desa,
karena kegiatan ekonomi di pedesaan sebagian besar didominasi oleh sektor
pertanian (primer), hal ini terlihat dari pangsa tenaga kerja sektor pertanian di
pedesaan yang masih besar, yang mencapai 64,6 persen pada tahun 2005
(Sakernas 2005), meskipun menurun dibandingkan tahun 2003 yang mencapai
67,7 persen (Sakernas 2003). Keterbatasan akses petani terhadap lahan dan
sumberdaya ekonomi lainnya terutama permodalan berakibat pada menurunnya
produktivitas pertanian sehingga bermuara pada menurunnya tingkat
kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan pada umumnya.
5

Desa Sindang Pakuwon di Kecamatan cimanggung, Kabupaten sumedang,


Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu desa yang mengikuti program PTSL.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu dari 33 provinsi di Indonesia yang
mengikuti program PTSL dikarenakan masih tingginya ketimpangan antara
jumlah bidang tanah keseluruhan dan jumlah bidang tanah yang sudah
tersertifikasi nya. Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A. Djalil melaporkan,
perkiraan jumlah bidang tanah di Provinsi Jawa Barat sejumlah lebih dari 19
juta. Dari jumlah tersebut, sebanyak lebih dari 7 juta bidang tanah atau sebesar
35 persen sudah terdaftar. Sementara lebih dari 12,8 juta bidang atau sebesar
64,7 persen belum terdaftar.²

Beberapa ilmuwan pembangunan mengklaim bahwa PTSL dapat


meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sebab PTSL dapat “memengaruhi insentif
investasi dan ketersediaan sumber daya keuangan untuk membiayai investasi,”
terutama di daerah-daerah di mana terdapat banyak bank konvensional (Feder &
Onchan 1987: 311, de Soto, 2000). Menggunakan sertifikat tanah sebagai
jaminan (collateral) memang akan dapat memudahkan seseorang meminjam
uang dari bank untuk menjalankan bisnis dan investasi di berbagai sektor,
termasuk di sektor pertanian itu sendiri (de Soto, 2000; Myers & Hetz, 2004).
Program PTSL juga memiliki fungsi sosial yang dimana berfungsi untuk
mencegah konflik agraria (Deininger et al., 2009).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat dilihat bahwa Program PTSL yang
mempunyai tujuan untuk mempercepat pemberian kepastian hukum dan
perlindungan hukum Hak atas Tanah masyarakat khususnya petani sehingga
dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran petani, tetapi justru dapat
membuka peluang hak-hak tersebut dapat disalahgunakan sehingga tujuan awal
dari program PTSL pun tidak tercapai. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh implementasi program Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap (PTSL) pada keberlanjutan usahatani di Desa
SindangPakuwon, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Provinsi
Jawa Barat.

1.3 Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut:
1. Apakah fenomena jual beli lahan tersebut terjadi juga di desa Sindang
Pakuwon? Sejauh mana fenomena ini terjadi?
2. Bagaimana pemanfaatan dan pengelolaan lahan pertanian nya? Apa
saja yang melatarbelakangi hal tersebut?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan diatas maka penelitian ini bermaksud untuk:
1. Untuk mengetahui apakah fenomena jual beli lahan tersebut terjadi juga
di desa Sindang Pakuwon dan sejauh mana fenomena ini terjadi
2. Untuk mengetahui bagaimana pemanfaatan dan pengelolaan lahan
pertanian nya dan apa saja yang melatarbelakangi hal tersebut

² Pemerintah Bagikan 7.000 Sertifikat Tanah di Bogor diakses dari


https://properti.kompas.com/read/2018/09/26/060000621/pemerintah-bagikan-7.000-sertifikat-
tanah-di-bogor- pada tanggal 21 Januari 2019
6

1.5 Kegunaan Penelitian


Kegunaan dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
1. Aspek Keilmuan, yaitu dapat menjadi sumber informasi untuk
memperkaya dunia pustaka, dapat dijadikan acuan bagi mahasiswa
lainnya dan sebagai dasar bagi penelitian berkelanjutan terhadap
permasalahan yang berkaitan.
2. Aspek Guna Laksana
a. Pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan
kebijakan yang berkaitan dalam upaya pemberian hak akses dan hak
kepemilikan lahan pertanian di Indonesia.
b. Penulis, dapat meningkatkan wawasan pengetahuan mengenai
pengaruh implementasi program Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) pada keberlanjutan usahatani khususnya di Desa
Sindang Pakuwon, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka


2.1.1 Teori Land Tenancy Pattern
Menurut Wiradi, Land tenancy pattern atau hubungan penggarapan tanah
artinya adalah suatu teori mengenai masalah kelembagaan atau aturan-aturan
setempat mengenai penggarapan tanah yang bukan milik penggarapnya (sewa,
gadai, bagi-hasil, kedokan, dan sebagainya). Padanan dalam bahasa Indonesia
untuk istilah “tenancy” memang belum baku. Wiradi (2010) menggunakan
istilah “penyakapan”.

Indonesia terdiri dari berbagai masyarakat adat yang sangat beragam, dan
karenanya pola atau bentuk-bentuk “tenancy”-nya pun amat beragam. Bahkan
dalam satu masyarakat adat bisa saja terdapat bentuk-bentuk penyakapan yang
bermacam-macam pula.

Untuk membantu peneliti melakukan penelitian mengenai “tenancy”,


enam pertanyaan pokok berikut dapat dijadikan sebagai pedoman awal.
1. Apakah di lokasi penelitian ada praktek-praktek penyakapan? Jika ada, apa
saja ragamnya, dan apa istilah-istilah setempat yang lazim digunakan?
2. Tanah yang bagaimanakah (statusnya, kondisinya) yang biasa tersedia bagi
penyakapan?
3. Siapa pemilik tanah tersebut?
4. Siapa yang menjadi penggarapnya?
5. Jenis tanaman apa saja yang biasanya disakapkan?
6. Aturan-aturan hubungan kerja yang bagaimana yang biasanya diberlakukan?
(misal: apa kewajiban dan hak masingmasing pihak, pemilik tanah maupun
penggarap).

Perlu juga ditambahkan bahwa karena dalam masyarakat agraris itu


persoalan agraria berkaitan erat dengan persoalan kemiskinan
2.1.2 Petani
Petani adalah orang yang seluruh atau sebagian mata pencahariannya di
dapat dari sektor pertanian (Teken. 1984). Menurut Mosher (1978) petani
memiliki beberapa peranan dalam kehidupannya. Dalam sudut pandangnya,
petani mempunya peranan sebagai seorang jurutani (cultivator), pengelola
(manager), dan manusia. Berikut penjelasan peranan petani menurut Mosher:
a. Petani sebagai jurutani (cultivator)
Peranan pertama dari tipe petani adalah memelihara tanaman dan hewan
guna mendapatkan hasil-hasilnya yang bermanfaat.
b. Petani sebagai pengelola (manager)
Peranan lain yang dilakukan petani dalam usahataninya adalah sebagai
pengelola. Apabila keterampilan bercocok-tanam sebagai jurutani pada
umumnya adalah keterampilan tangan, otot, dan mata, maka keterampilan

7
8

sebagai pengelola mencakup kegiatan pikiran didorong oleh kemauan dan


membuat keputusan-keputusan.
c. Petani sebagai manusia
Petani adalah seorang manusia dan menjadi anggota dari dua kelompok
manusia yang penting baginya. Ia anggota sebuah keluarga dan ia pun
anggota masyarakat setempat (desa atau rukun tetangga). Bagaimana petani
itu sebagai manusia, banyak ditentukan oleh keanggotaannya di dalam
kelompok masyarakat itu.

Petani dibedakan menjadi dua, yaitu petani subsisten (peasant) dan


farmer/agrobist. Peasant adalah seorang petani yang memiliki lahan yang relatif
sempit dan sebagian kegiatan usahataninya dilakukan untuk melakukan
pemenuhan kebutuhannya sendiri atau disebut pula petani subsiten. Sedangkan
farmer merupakan seseorang yang mengelola lahan pertanian dan bertujuan
untuk menjual sebagian besar dari hasil kegiatan usahatani mereka guna
mendapatkan keuntungan (Ellis. 1988). Menurut Rodjak (2006), kegiatan
pertanian tidak terlepas dari penggunaan lahan sebagai faktor produksi
pertanian. Dengan demikian petani pun bisa dibedakan menjadi beberapa jenis
yang berdasarkan pada lahan yang diusahakan. Dilihat dari hubungannya dengan
lahan yang diusahakan, maka petani dapat dibedakan atas :
a. Petani pemilik penggarap, ialah petani yang memiliki lahan usaha sendiri
serta lahannya tersebut diusahakan atau digarap sendiri.
b. Petani penyewa, ialah petani yang menggarap tanah orang lain atau petani
lain dengan status sewa.
c. Petani penyakap (penggarap), ialah petani yang menggarap tanah milik
petani lain dengan sistem bagi hasil. Sistem bagi hasil berbeda-beda
tergantung kesepakatan dengan pemilik lahan.
d. Petani penggadai, ialah petani yang menggarap lahan usahatani orang lain
dengan sistem gadai.
e. Buruh tani, ialah petani pemilik lahan atau tidak memiliki lahan usahatani
sendiri yang biasa bekerja di lahan usahatani pemilik atau petani penyewa
dengan mendapat upah berupa uang atau hasil usahatani seperti beras atau
makanan lainnya.

2.1.3 Tanah
Tanah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti
permukaan bumi atau lapisan bumi yang ada diatas, sedangkan menurut Boedi
Harsono (2013) dalam buku hukum agraria Indonesia menjelaskan bahwa tanah
adalah permukaan bumi, yang dalam penggunaannya meliputi juga sebagian
tubuh bumi yang ada dibawahnya dan sebagian dari ruang yang diatasnya.
Dalam bahasa pemerintahan, agraria meliputi tanah baik tanah pertanian maupun
tanah non pertanian. Dalam administrasi pemerintahan cakupan pembahsasan
tentang agraria adalah kerangka kebijakan yang mengatur pengelolaan,
pemanfaatan serta penguasaan dan kepemilikan di bidang pertanahan dalam
rangka membangun struktur sosial masyarakat yang adil dan berkemakmuran.
Menurut UUPA Pasal 4 ayat 1 menjelaskan tanah adalah “Atas dasar hak
menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya
9

macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat
diberikan dan dapat pula dimiliki oleh orang baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain serta badan-badan hukum.”
2.1.4 Agraria
Sebutan agraria selalu dipakai dalam arti yang sama. Dalam bahasa latin
ager berarti tanah sedangkan Agrarius berarti perladangan, persawahan dan
pertanian (Poerwadarminta, 1960, Kamus Latin Indonesia, Yayasan Kanisius,
Semarang). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti
urusan pertanian, atau tanah pertanian, juga urusan kepemilikan tanah, maka
sebutan agraria selalu diartikan tanah dan dihubungkan denga usaha pertanian.
Menurut UUPA 1960, pengertian agraria meliputi bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya. Dalam batas-batas seperti yang ditentukan dalam
pasal 48, bahkan juga meliputi ruang angkasa, yaitu ruang diatas bumi dan air
yang mengandung : tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-
usaha memelihara dan yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang
bersangkutan dengan itu.(Boedi Harsono, 2013).

2.1.5 Lahan
Menurut FAO (1995), lahan merupakan bagian dari bentang alam
(landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik, termasuk iklim,
topografi, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation)
yang semuanya secara potensial berpengaruh terhadap penggunaan lahan.
Menurut Utomo (1992), lahan memiliki ciri - ciri yang unik dibandingkan
dengan sumberdaya lainnya, yakni lahan merupakan sumberdaya yang tidak
akan habis, namun jumlahnya tetap dan dengan lokasi yang tidak dapat
dipindahkan.

Lahan digunakan untuk berbagai kegiatan manusia di dalam memenuhi


kebutuhannya. Menurut Utomo (1992), lahan memiliki dua fungsi dasar, yakni
(1) fungsi kegiatan budaya, yakni lahan merupakan suatu kawasan yang dapat
dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan, seperti pemukiman, baik sebagai
kawasan perkotaan maupun pedesaan, perkebunan, hutan produksi, dan lain lain,
(2) fungsi lindung, yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya
untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada, yang mencakup
sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa
yang bisa menunjang dalam usaha pelestarian budaya.

Menurut Saefulhakim (dalam Ruswandi, 2005), penggunaan lahan


merupakan gambaran perilaku manusia terhadap lahan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan dari penggunaan lahan tersebut. Sesuai dengan pendapat
Bratakusumah (dikutip oleh Ruswandi, 2005) bahwa rencana tataguna lahan
merupakan ekspresi kehendak lingkungan masyarakat mengenai pola tataguna
lahan suatu lingkungan pada masa yang akan datang, sehingga tujuan dari
perencanaan tataguna lahan adalah melakukan penentuan pilihan dan penerapan
salah satu pola tataguna lahan yang terbaik dan sesuai dengan kondisi yang ada
sehingga diharapan dapat mencapai suatu sasaran tertentu.
10

Utomo, et al (1992) mengatakan bahwa secara garis besar penggunaan lahan


dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:

1. Penggunaan lahan dalam kaitan dengan pemanfaatan potensi alaminya,


seperti kesuburan lahan, kandungan mineral atau endapan bahan galian
dibawah permukaannya.
2. Penggunaan lahan dalam kaitannya dengan pemanfaatan untuk ruang
pembangunan, di mana dalam penggunaannya tidak memanfaatkan
potensi alaminya, namun lebih ditentukan oleh adanya hubungan -
hubungan tata ruang dengan penggunaan- penggunaan lain yang telah
ada, diantaranya ketersediaan prasarana dan fasilitas umum lainnya.

Terkait hal tersebut, Utomo, et al (1992) menjelaskan tentang faktor –


faktor yang menentukan karakterisik penggunaan lahan, antara lain:

1. Faktor sosial dan kependudukan : faktor ini berkaitan erat dengan


peruntukan lahan bagi pemukiman atau perumahan secara luas. Secara
khusus mencakup penyediaan fasilitas sosial yang memadai dan
kemudahan akses akan sarana dan prasarana kehidupan, seperti sumber
ekonomi, akses transportasi, akses layanan kesehatan, rekreasi, dan lain
lain.
2. Faktor ekonomi dan pembangunan : faktor ini apabila dilihat lebih jauh
mencakup penyediaan lahan bagi proyek – proyek pembangunan
pertanian, pengairan, industri, penambangan, transmigrasi, perhubungan
dan pariwisata.
3. Faktor penggunaan teknologi : faktor ini dapat mempercapat ali fungsi
lahan ketika penggunaan teknologi tersebut bersifat menurunkan potensi
lahan. Misalnya pengunaan pestisida dengan dosis yang tinggi pada suatu
kawasan akan dapat menyebabkan kerusakan pada lahan tersebut sehigga
perlu untuk di alih fungsikan.
4. Faktor kebijakan makro dan kegagalan institusional : kebijakan makro
yang diambil oleh pemerintah akan sangat mempengaruhi seluruh
jalannya sistem kehidupan masyarakat dan lingkungannya. Misanya
kebijakan makro yang memicu terjadinya transformasi struktur
penguasaan lahan seperti revolusi hijau dan pembentukan taman
nasional.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar perencanaan penggunaan


lahan dapat berguna, seperti dalam FAO (yang dikutip Ruswandi, 2005) yaitu :

1. Perencanaan harus atas dasar adanya kebutuhan akan perubahan lahan atau
menghindari perubahan perubahan yang tidak diinginkan yang dianggap
akan merugikan, dan harus melibatkan masyarakat setempat yang bertempat
tinggal di sekitar lahan.
2. Harus ada keinginan secara politik dan kemampuan untuk
mengaplikasikannya.
11

2.1.5.1 Kepemilikan Lahan dan Pengelolaan Lahan Pertanian


Lahan pertanian merupakan faktor penentu yang mempengaruhi
produktivitas komoditas pertanian. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi
skala usaha dan akhirnya akan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha
pertanian. Petani yang mempunyai luas lahan yang lebih luas akan lebih mudah
menerapkan inovasi dibandingkan dengan petani yang berlahan sempit. Hal ini
dikarenakan keefektifan dan efisiensi dalam penggunaan sarana produksi
(Soekartawi, 2003). Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah
menerapkan anjuran penyuluhan demikian pula halnya dengan penerapan adopsi
inovasi daripada yang memiliki lahan sempit. Hal ini dikarenakan keefisienan
dalam penggunaan sarana produksi.

Perbedaan status penguasaan lahan juga dapat memberikan pengaruh besar


terhadap sistem pertanian yang berkelanjutan dan status hak sewa atas tanah
dalam kegiatan usahatani. Kepemilikan lahan digolongkan menjadi beberapa
jenis antara lain dibeli, disewa, disakap, pemberian negara, warisan, wakaf dan
lahan sendiri (Karwan, 2003)

Sistem pertanian berkelanjutan mempunyai salah satu komponen penting


yaitu pengelolaan lahan. Pengelolaan lahan pertanian adalah segala tindakan
atau perlakuan yang diberikan pada suatu lahan untuk menjaga dan
mempertinggi produktivitas lahan tersebut dengan mempertimbangkan
kelestariaannya. Tingkat produktivitas lahan sangat dipengaruhi olehkesuburan
tanah, curah hujan, suhu, kelembaban, sistem pengelolaan lahan, serta pemilihan
landcover (Djaenuddin et.al, 2006). Tujuan pengelolaan lahan adalah:

a. Mengatur pemanfaatan sumber daya lahan pertanian secara optimal


b. Mendapatkan hasil maksimal
c. Mempertahankan kelestarian sumber daya lahan
2.1.6 Reforma Agraria
Menurut Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Negara
Reforma Agraria adalah penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan
aset dan disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Reforma Agraria mengatasi berbagai persoalan umum di Bidang Agraria, Sosial,
Ekonomi, Politik, Pertanahan dan Keamanan, yaitu:

1. Ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah.


2. Sengketa dan konflik agraria
3. Alih fungsi lahan pertanian yang masif
4. Turunnya kualitas lingkungan hidup
5. Kemiskinan dan pengangguran
6. Kesenjangan sosial

Upaya perbaikan struktur pemilikan lahan masyarakat tertuang dalam


Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) tahun 1960 yang lebih dikenal luas
sebagai Reforma Agraria (Agrarian Reform). Hakekat reforma agraria adalah
"Penataan kembali (atau pembaruan) struktur pemilikan, penguasaan dan
12

penggunaan tanah/ wilayah, demi kepentingan petani kecil, penyakap, dan


buruhtani tak bertanah" (Wiradi, 2000).

Penataan kembali struktur pemilikan dan penguasaan tanah bahkan dapat


memiliki makna penataan ulang struktur penguasaan tanah yang didalamnya
dapat meliputi aktivitas perbaikan struktur agraria yang timpang, redistribusi
tanah dan pembatasan atau pencegahan konsentrasi penguasaan tanah dan
didalamnya terkandung pula aktivitas untuk menata ulang sistem bagi hasil
dalam kegiatan pertanian dan aktivitas-aktivitas yang diperlukan bagi
tumbuhnya ekonomi rakyat yang kuat, khususnya yang berbasis perdesaan serta
membangun fondasi keadilan sosial yang kokoh, yang sejalan dengan amanah
UUPA 1960. Dengan demikian, istilah landreform dan pembatasan luas
penguasaan lahan maksimal merupakan bagian dari reforma agraria. (Sihaloho
et.al, 2009)

Istilah reforma agraria di Indonesia pada dasarnya sudah ada sebelum


Indonesia merdeka. Sebelas tahun setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1956,
Bung Hatta (Wakil Presiden RI pertama), telah mencanangkan perlunya negara
menjamin agar para petani dipastikan memiliki akses terhadap penguasaan
tanah. Tidak lama kemudian menyusul diundangkannya Undang-Undang Pokok
Agraria 1960, sebagai landasan bagi pelaksanaan landreform (Sihaloho et.al,
2009)

Pengertian Agrarian-Reform atau Reforma Agraria selalu diartikan sebagai


land- reform secara luas adalah upaya perombakan sosial yang dilakukan secara
sadar, guna mentrasformasikan struktur agraria ke arah sistim agraria yang lebih
sehat dan merata bagi pengembangn pertanian dan kesejahteraan masyarakat
desa. Jadi pada dasarnya memang merupakan upaya pembaharuan sosial (Boni
Setiawan dalam Sihaloho 2009)

Menurut Wiradi (2006) lima aspek rasionalisasi dari perlunya reforma agraria
yaitu:

1. Aspek hukum: akan tercipta kepastian hukum mengenai hak-hak rakyat


terutama lapisan bawah, khususnya rakyat tani;

2. Aspek sosial: Struktur yang relatif merata, akan dirasakan lebih adil;

3. Aspek politik: Meredam keresahan, yang pada gilirannya dapat menjadi


perekat persatuan dan kesatuan

4. Aspek psikologis: tercipta suasana “social euphoria” dan “family security”


(menurut istilah A.T. Mosher, 1976), sedemikian rupa sehingga para petani
menjadi termotivasi untuk mengelola usahataninya dengan lebih baik; dan

5. Aspek ekonomi: semua itu pada gilirannya dapat menjadi sarana awal bagi
peningkatan produksi.
Sejalan dengan UUD 1945, Undang- Undang Pokok Agraria Tahun 1960
menyatakan secara jelas bahwa dalam rangka mewujudkan semua ini, maka
13

pembaruan agraria merupakan suatu keharusan. Hal ini juga ditegaskan


kembali dalam Ketetapan MPR No. IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan
Pengelolaan Sumber Daya Alam.

2.1.7 Kepemilikan Tanah


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), milik berarti hak atau
kepunyaan. Kepemilikan dapat diartikan sebagai pemilikan yang mencakup
sekaligus pengelolaan. Kepemilikan merupakan hak atas sesuatu yang telah
dikuasai, sesorang yang dianggap sah memiliki suatu objek dilihat dari bukti
terhadap kepemilikan tersebut. Dalam masyarkat tradisional, bukti
kepemilikan terhadap suatu objek dapat diuji keabsahannya melalui saksi
yang mengetahui suatu objek tersebut telah dimilik seseorang, dan tentunya
kesaksian tersebut harus berkaitan dengan orang yang berkompeten dalam
struktur kemasyarakatan serta bukti yang menguatkan kepemilikan tersebut.
(Harsono, 2013)

Hak Milik Menurut UUPA 1960 adalah hak turun temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Kata terpenuh dan terkuat
bukanlah mengartikan bahwa hak tersebut bersifat mutlak. Tidak terbatas dan
tidak dapat diganggu gugat. Hak milik hanyalah bisa didapatkan oleh warga
Negara Indonesia dan badan-badan hokum yang ditetapkan oleh pemerintah
seperti bank yang didirikan oleh negara, perkumpulan-perkumpulan koperasi
pertanian yang didirikan oleh negara, badan-badan keagamaan yang ditunjuk
oleh Negara dan badan-badan sosial yang ditunjuk oleh negara

Soimin (1994) menjelaskan bahwa pengertian hak milik dapat diartikan


sebagai hak yang dapat diwariskan secara turun temurun secara terus menerus
dengan tidak harus memohon haknya kembali apabila terjadi perpindahan hak.
Hak milik juga dapat diartikan sebagai hak yang terkuat diantara sekian hak-hak
yang ada sebagaimana dijelaskan dalam pasal 50 KUH perdata, hak milik ini
dirumuskan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu
yang dimilik dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap sesuatu yang
dimiliki itu, dengan kedaulatan sepenuhnya selama tidak bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan
yang berhak menetapkannya, selain itu hak milik mestilah tidak menganggu hak-
hak orang lain serta tidak bertentangan dengan kepentingan umum.

Menurut UUPA 1960, ada dua kemungkinan seseorang mendapatkan


kepmilikan tanah yaitu

1. Hak kepemilikan tanah berasal dari konversi tanah-tanah bekas hak


eigendom, apabila pemiliknya setelah diundangkan UUPA 1960
berkewargaan Indonesia (tunggal).
2. Hak kepemilikan berasal dari konversi tanah-tanah bekas hak adat, konversi
hak adat tidak memiliki batas waktu.

Menurut hukum adat hanya masyarakat hukum adat yang dapat menjadi
subjek hak milik atas tanah dalam kewilayahan kekuasaan suku bangsa. Dalam
14

Hukum Adat, hak milik atas tanah terjadi apabila seseorang anggota suku dengan
persetujuan kepala suku masyarakat hukum adat. Hal ini juga berlaku bagi tanah
hutan yang telah dibuka sejak dahulu dan ada saksinya sebelum UUPA 1960
disahkan, hal ini tinggal memberikan sertifikat hak milik saja (Soetiknjo 1994).
2.1.8 Hak Akses
Jesse Ribot dan Nancy Lee Peluso dalam Rural Sociology (2003)
mengatakan bahwa hak akses adalah berbeda dengan hak properti dalam
berbagai hal, mereka menjelaskan bahwa akses adalah kemampuan untuk
mendapatkan keuntungan dari sesuatu objek baik objek material, individu,
institusi, dll. Dengan memfokuskan pada kemampuan daripada hak
sebagaimana dalam teori properti, hak akses akan memberikan ruang yang lebih
luas bagi hubungan sosial yang membuat orang mendapatkan keuntungan dari
sumber daya yang digunakan tanpa melihat dari hak properti.
Konsep akses sendiri dikhususkan untuk memfasilitasi analisis dasar
mengenai siapa yang sesungguhnya mendapatkan keuntungan dari sesuatu dan
bagaimana cara untuk mendapatkan keuntungan tersebut. Dengan memfokuskan
pada sumber daya alam maka Ribot dan Peluso mengeksplor lebih luas tentang
kekuasaan. Kekuasaan melekat pada upaya-upaya melalui mekanisme, proses
dan relasi social. Kekuasaan di sini dilandasi oleh materi, budaya, dan politik
ekonomi yang terjalin dalam bundle dan jaringan kekuasaan yang membentuk
sumber akses. Perbedaan orang dan institusi dapat digambarkan pada
perbedaaan bundle kekuasaan diletakkan dan didasari dalam jaringan
kekuasaan yang membentuk ikatan-ikatan.
2.1.9 PTSL
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian tanda bukti
haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, dan hak milik atas
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. (Peraturan
Mentri ATR/BPN RI No 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap)

Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap yang selanjutnya disingkat PTSL


adalah kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara
serentak bagi semua objek Pendaftaran Tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat
dengan itu, yang meliputi pengumpulan data fisik dan data yuridis mengenai satu
atau beberapa objek Pendaftaran Tanah untuk keperluan pendaftarannya.

PTSL meliputi seluruh objek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik


Indonesia. Objek dari PTSL meliputi seluruh bidang tanah tanpa terkecuali, baik
bidang tanah yang belum ada hak atas tanahnya maupun bidang tanah hak yang
memiliki hak dalam rangka memperbaiki kualitas data pendaftaran tanah dan
15

meliputi bidang tanah yang sudah ada tanda batasnya maupun yang akan
ditetapkan tanda batasnya.

PTSL secara sistematik merupakan pendaftaran tanah yang melibatkan


pemerintah (Badan Pertanahan Nasional) sebagai pelaksana dibantu oleh sebuah
panitia independen. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 8 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan sebagai berikut:

1. Dalam melaksanakan pendaftaran secara sistematik, Kepala Kantor


Pertanahan dibantu oleh sebuah pantia Ajudikasi yang dibentuk oleh Menteri
atau pejabat yang ditunjuk.

2. Susunan Panitia Ajudikasi terdiri atas:


Seorang Ketua Panitia merangkap anggota yang dijabat oleh seorang pegawai
Badan Pertanahan Nasional, dan beberapa orang anggota yang terdiri dari:
a. Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang memunyai
kemampuan pengetahuan di bidang pendaftaran tanah;
b. Seorang pegawai Badan Pertanahan Nasional yang mempunyai
kemampuan pengetahuan di bidang hak-hak atas tanah;
c. Kepala Desa/Kelurahan yang bersangkutan dan atau seorang Pamong
Desa/Kelurahan yang ditunjuknya.

3. Keanggotaan Panitia Ajudikasi dapat ditambah dengan seorang anggota yang


sangat diperlukan dalam penilaian kepastian data yuridis mengenai bidang-
bidang tanah di wilayah desa/kelurahan yang bersangkutan.

4. Dalam melaksanakan tugasnya, Panitia Ajudikasi dibantu oleh satuan tugas


pengukuran dan pemetaan, satuan tugas pengumpul dan yuridis dan satuan
administrasi yang tugas dan susunannya diatur oleh menteri.

Pelaksanaan kegiatan PTSL dilakukan dengan tahapan:

a. perencanaan;
b. penetapan lokasi;
c. persiapan;
d. pembentukan dan penetapan panitia ajudikasi PTSL dan satuan tugas;
e. penyuluhan;
f. pengumpulan data fisik dan pengumpulan data yuridis;
g. penelitian data yuridis untuk pembuktian hak;
h. pengumuman data fisik dan data yuridis serta pengesahannya;
i. penegasan konversi, pengakuan hak dan pemberian hak;
j. pembukuan hak;
k. penerbitan sertifikat hak atas tanah;
l. pendokumentasian dan penyerahan hasil kegiatan; dan
m. pelaporan.

Program PTSL bertujuan untuk mewujudkan pemberian kepastian hukum


dan perlindungan hukum Hak atas Tanah masyarakat berlandaskan asas
sederhana, cepat, lancar, aman, adil, merata dan terbuka serta akuntabel,
16

sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat dan


ekonomi negara, serta mengurangi dan mencegah sengketa dan konflik
pertanahan.

Agar Pelaksanaan PTSL dapat berlangsung secara efiseien dan efektif,


maka Kepala Kantor Pertanahan menetapkan penyebaran target PTSL yang
dikonsentrasikan pada beberapa kabupaten/kota dalam satu provinsi secara
bertahap, Kepala Kantor Wilayah BPN dapat melakukan mobilisasi/penugasan
pegawai dari Kantor Wilayah BPN dan dari Kantor Pertanahan ke Kantor
Pertanahan lain dengan memperhatikan dan mempertimbangkan ketersediaan
sumber daya manusia yang ada di lingkungan Kantor Pertanahan dan Kantor
Wilayah BPN.
17

2.2 Penelitian Terdahulu


Tabel 2. Penelitian Terdahulu

No Nama Judul Permasalahan yang Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


diambil
1 Hanida Pelaksanaan Dalam pelaksanaannya, Secara umum - Menggunakan - Tempat
Gayuh Pendaftaran Tanah Program Pendaftaran pelaksanaan desain Kualitatif penelitian
Saena Sistematis Lengkap Tanah Sistematis Pendaftaran Tanah - Tujuan Penelitian - Metode
(2018) (PTSL) di Lengkap di Kabupaten Sistematis Lengkap pendekatan
Kabupaten Sleman Sleman memiliki di Kabupaten yang digunakan
Berdasarkan banyak kendala yang Sleman dalam
Peraturan Menteri menghambat program pelaksanaannya
Agraria dan Tata Pendaftaran Tanah sudah dapat berjalan
Ruang/Badan Sistematis Lengkap di dengan baik. Hal ini
Pertanahan Kabupaten Sleman. dapat dibuktikan
Nasional Nomor 1 dengan tercapainya
Tahun 2017 target yang
ditetapkan oleh
Kementerian Agraria
dan Tata Ruang
yaitu 26.000 bidang
tanah, meskipun di
lapangan masih
dijumpai beberapa
hambatan atau
kendala. Kendala
yang dominan
adalah terbatasnya
18

tenaga pelaksana dan


terbatasnya waktu
yang ditentukan.
2 Gilbert Implementasi Alokasi Dana Desa Hasil penelitian ini - Objek atau tujuan - Tempat
Yeremia Kebijakan Alokasi yang diberikan oleh menunjukkan bahwa pada topik penelitian
(2017) Dana Desa Tahun Pemerintah Kabupaten implementasi penelitian - Menggunakan
2015 kepada Desa melalui Kebijakan Alokasi - Menggunakan pendekatan
Pemerintah Desa Dana Desa di Desa desain Kualitatif fenomenologi
merupakan bentuk Hegarmanah,
partisipasi Pemerintah Kecamatan
Kabupaten dalam Jatinangor,
mendukung upaya Kabupaten
pembangunan dan Sumedang tahun
kemajuan desa pada 2015 belum berjalan
berbagai bidang, serta optimal, mulai dari
membangkitkan sumber daya yang
kembali nilai-nilai kurang memadai,
kemandirian SOP yang belum
masyarakat desa dengan jelas, keterlambatan
membangun pencairan ADD, dan
kepercayaan penuh adanya kegiatan
kepada masyarakat yang tidak terlaksana
untuk mengelola dan
membangun desanya.
Peneliti ingin
mengetahui
implementasi
Kebijakan Alokasi
19

Dana Desa di Desa


Hegarmanah,
Kecamatan Jatinangor,
Kabupaten Sumedang
3 Bagus Implementasi Bagaimana pelaksanaan Kesimpulan akhir - Menggunakan - Tempat
Hapsoro Peraturan Menteri Pendaftaran Tanah dari hasil penelitian desain Kualitatif penelitian
Mufti Agraria Dan Tata Sistematis Lengkap di ini yaitu menunjukan - Menggunakan
(2018) Ruang/Kepala Kabupaten Kulon Progo bahwa pelaksanaan teknik wawancara
Badan Pertanahan dan faktor apa saja yang PTSL di Desa
nasional nomor 12 menghambat Banjaroya,
tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kecamatan
Pendaftaran Tanah Pendaftaran Tanah Kalibawang,
Sistematik Sistematis Lengkap di Kabupaten Kulon
Lengkap di Desa Desa Banjaroya, Progo telah sesuai
Banjaroya, Kecamatan dengan peraturan
Kecamatan Kalibawang, Kabupaten yang berlaku dalam
Kalibawang, Kulon Progo Peraturan Menteri
Kabupaten Kulon No. 12 Tahun 2017,
Progo tetapi dalam
pelaksanaannya
terdapat Kendala-
kendala berupa
kendala teknis dan
kendala hukum
4 Yoga Tri Pelaksanaan ketimpangan pemilikan Hasil penelitian yang - Menggunakan - Lokasi
Sutomo Redistribusi Tanah tanah sering kali diperoleh adalah metode Kualitatif Penelitian
(2010) Obyek Landreform dijumpai bangsa pihak-pihak - Teknik menguji - Tujuan
Di Desa Sedayu Indonesia. Para petani penerima hak atas keabsahan data Penelitian
20

Kecamatan Tulung tidak memiliki lahan tanah dalam


Kabupaten Klaten pertanian, sedangkan pelaksanaan
golongan ekonomi atas redistribusi tanah di
memiliki banyak Desa Sedayu adalah
bidang-bidang tanah. para petani
Sehingga hal tersebut panggarap dan telah
bertentangan dengan memenuhi syarat-
tujuan UUPA. Untuk syarat dalam Pasal 8
itu maka diadakan dan 9 PP No. 224
program redistribusi Tahun 1961 dan Hak
tanah. Tanah-tanah atas tanah yang
yang dikuasai secara diterima oleh petani
langsung oleh negara penggarap diberikan
dibagikan kepada petani dengan status hak
penggarap melalui milik berdasarkan
program redistribusi Pasal 14 PP No. 224
tanah, dengan harapan Tahun 1961 dengan
untuk dapat membayar harga
meningkatkan taraf tanah yang
hidup para petani bersangkutan sebesar
Rp. 700.000
21

2.3 Alur Pemikiran


Menurut BPN jumlah tanah di Indonesia yang sudah tersertifikasi tidak
sebanding dengan seluruh jumlah tanah yang ada, hal ini termasuk tanah untuk
lahan pertanian. Hal tersebut menandakan bahwa masih banyak petani yang
belum memiliki legalitas atau hak kepemilikan penuh pada lahannya, sehingga
para petani tidak dapat menggunakan secara optimal hak penguasaan lahannya.

Lahan pertanian yang belum tersertifikasi tersebut akan berpengaruh kepada


beberapa macam konflik, salah satu nya adalah sengketa lahan dan turun nya
kesejahteraan petani. Untuk mencegah dan mengatasi konflik tersebut,
pemerintah mengeluarkan program kebijakan yang bernama PTSL (Pendaftaran
Tanah Sistematis Lengkap) yakni adalah program pemerintah melalui
Kementrian ATR/BPN untuk mendaftarkan tanah-tanah dan memberikan
sertifikat tanah secara gratis kepada masyarakat yang mengikuti program ini.
Program ini pun sudah berjalan dari tahun 2017. Namun pada pelaksanaan
nya, ditemukan beberapa fenomena diantaranya para petani yang sudah
mendapatkan sertifikat atas tanah nya, menyalah gunakan kepemilikan lahan
nya. Para petani di beberapa wilayah di Indonesia setelah mendapatkan sertifikat
atas lahan nya, lahan tersebut dijual kembali, atau bahkan digadaikan. Tujuan
dari program PTSL yang berkaitan dengan kesejahteraan petani ini diharapkan
membuat para petani yang sudah memiliki sertifikat dapat mengelola dan
mengembangkan lahannya secara optimal karena dengan adanya legalitas, maka
para petani dapat mendapatkan bantuan dan pinjaman seperti dari bank dan lain
lain yang dimana nanti nya akan meningkatkan kesejahteraan dan
mengoptimalkan usahatani nya tersebut.
Dengan alur pemikiran tersebut, Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui pengaruh implementasi program Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap (PTSL) pada keberlanjutan usahatani. Kepemilikan lahan pertanian di
desa sindang pakuwon apakah sesuai dengan tujuan program PTSL, atau terjadi
penyalahgunaan hak kepemilikan lagi seperti lahannya dijual, disewa atau
digadaikan.
22

Jumlah tanah di Indonesia yang bersertifikat


lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah tanah
yang ada

Hak akses dan hak kepemilikan tanah


berpengaruh terhadap kesejahteraan petani

Pemerintah membuat program PTSL untuk


memberi sertifikat gratis kepada pemilik lahan
khusus nya lahan pertanian

Setelah mendapatkan sertifikat, di beberapa


daerah di Indonesia sertifikat tersebut banyak
digunakan sebagai alat jual beli lahan

Tujuan PTSL tidak berjalan optimal

Pengaruh Implementasi Program PTSL pada


keberlanjutan usahatni di desa SindangPakuwon

Gambar 1. Alur Pemikiran Implementasi Program Pendaftaran Tanah


Sistematis Lengkap (PTSL) Terhadap Kepemilikan Lahan Pada Petani
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Objek dan Tempat Penelitian


Objek penelitian adalah masalah atau tema yang sedang di teliti oleh peneliti
(Idrus, 2009). Pada penelitian ini, yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah
pengaruh implementasi program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL)
pada keberlanjutan usahatani di Desa Sindang Pakuwon.

Penentuan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive)


dikarenakan Desa Sindang Pakuwon merupakan salah satu desa yang mengikuti
Program PTSL. Pemilihan Petani dilahan yang tersertifikasi melalui program
PTSL sebagai objek penelitian adalah karena petani-petani di lahan tersebut
yang berkaitan dengan implementasi dari pengelolaan dan kepemilikan lahannya
dari program PTSL itu sendiri
3.2 Desain dan Pendekatan Masalah
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kulitatif. Menurut Moleong (2004)
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena, tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang ilmiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka penelitian kualitatif adalah bersifat


deskriptif yang dijabarkan dalam bentuk kata-kata dan bahasa dimana dalam
penggunaannya harus disertai dengan metode-metode ilmiah yang ada. Cara
ilmiah tersebut mengandung arti bahwa suatu penelitian itu didasarkan pada ciri-
ciri keilmuan, yaitu rasional, empirik, dan sistematis.
Alasan peneliti memilih jenis penelitian kualitatif adalah karena penelitian
kualitatif mengarahkan peneliti untuk langsung melakukan pengamatan di
lapangan untuk melihat situasi dan kondisi yang unik dalam proses implementasi
program PTSL di Desa Sindang Pakuwon, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten
Sumedang.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan studi kasus (case
study). Arikunto (2013) mengemukakan bahwa metode studi kasus sebagai salah
satu pendekatan deskriptif, adalah penelitian yang dilakukan secara intensif,
terperinci dan mendalam terhadap suatu individu, lembaga atau gejala tertentu
dengan daerah atau subjek yang sempit.
Penelitian ini menggambarkan fakta-fakta tentang pengaruh implementasi
program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada keberlanjutan
usahatani di Desa Sindang Pakuwon yang diikuti dengan argumen yang kuat.
Proses menggambarkan tersebut dapat diperoleh melalui wawancara, observasi,
dan studi dokumentasi. Dalam penelitian ini, peneliti langsung mendatangi
sumber data, hal ini sejalan dengan pernyataan bahwa dalam penelitian
kualitatif, peneliti sebagai key instrument.

23
24

3.3 Definisi Istilah


1. Kepemilikan Lahan
Kepemilikan dapat diartikan sebagai pemilikan yang mencakup sekaligus
pengelolaan. Kepemilikan merupakan hak atas sesuatu yang telah dikuasai,
sesorang yang dianggap sah memiliki suatu objek dilihat dari bukti terhadap
kepemilikan tersebut (Harsono, 2013). Informasi yang ingin diperoleh dari
kepemilikan lahan adalah setelah petani mendapatkan sertifikat dari program
PTSL, apakah yang dilakukan para petani tersebut atas hak kepemilikan
lahannya? Apakah lahan tersebut dijual, disewa, digadai, digarap orang lain, atau
di garap dan dikembangkan oleh petani itu sendiri? Serta apa motivasi para
petani dalam melakukan hal tersebut?

2. PTSL
Program PTSL pada lahan pertanian merupakan program pemerintah yang
membagikan sertifikat secara gratis kepada pemilik lahan pertanian tersebut.
Informasi yang ingin diperoleh dari ini adalah bedasarkan apa orang orang yang
dipilih mengikuti program tersebut, serta bedasarkan apa Desa Sindang
Pakuwon dipilih menjadi salah satu tempat yang mengikuti program PTSL, dan
bagaimana teknis dan persiapan nya di daerah tersebut?

3. Petani
Petani adalah orang yang seluruh atau sebagian mata pencahariannya di
dapat dari sektor pertanian (Teken. 1984). Informasi yang ingin diperoleh adalah
petani yang mengikuti program PTSL adalah petani yang seperti apa? Petani
pemilik penggarap, penyewa, penyakap, penggadai, atau buruh tani?

4. Sertifikat
Informasi yang ingin diperoleh adalah setelah adanya sertifikat atas lahan
pertaniannya, bagaimana pengaruh nya terhadap usahatani para petani? Apakah
sertifikasi berpengaruh baik, berpengaruh buruk, atau tidak berpengaruh?

5. Luas Lahan
Informasi yang ingin diperoleh dari luas lahan adalah berapa luas lahan
pertanian petani tersebut? Apakah ukuran luas lahan berpengaruh terhadap
motivasi petani dalam menggunakan hak kepemilikan lahan nya?
3.4 Informan
Moleong (2010) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai informan, yaitu
orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Sejalan dengan definisi tersebut,
Moeliono (1993) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai orang yang diamati
sebagai sasaran penelitian. Informan dalam penelitian adalah orang atau pelaku
yang benar-benar tahu dan menguasai masalah, serta terlibat langsung dengan
masalah penelitian.

Penelitian ini menggunakan desain kualitatif dan penulis menggunakan


teknik purposive dalam penentuan informan untuk penelitian ini. Menentukan
informan dengan teknik purposive ialah pengambilan sampel sumber data
25

dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling tahu tentang
apa yang diharapkan sehingga sesuai dengan apa yang ingin di teliti dalam
penelitian tersebut. Untuk penentuan informan saat di lapangan, dilakukan
dengan teknik snowball, dimana orang pertama akan memberikan arahan kepada
peneliti untuk mencari informasi kepada orang-orang yang terjun langsung
dalam kegiatan sesuai masalah penelitian. Teknik ini menjadi alternatif ketika
peneliti tidak menemukan key informant pada saat penelitian di lapangan (Idurs,
2009)

Informan yang dapat memberikan informasi terkait penelitian ini adalah


petani yang lahan nya sudah tersertifikasi melalui program PTSL di Desa
Sindang Pakuwon, BPN Kabupaten Sumedang, Pemerintah Desa Sindang
Pakuwon, Pemerintah Kecamatan Cimanggung, serta pelaku lainnya yang
terkait.
3.5 Teknik Pengumpulan data
Teknik pengumpulan data merupakan salah satu langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah studi kepustakaan (library research) dan studi lapangan (field
research).
1. Studi kepustakaan (library research), yaitu pengumpulan data dengan
mempelajari berbagai buku-buku, dokumen-dokumen serta laporan yang
berkaitan dengan masalah penelitian, guna memperoleh data sekunder yang
akan dijadikan landasan teori dalam melihat dan membahas kenyataan yang
ditemui dalam penelitian di lapangan.
2. Studi lapangan (field research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengadakan pengamatan langsung ke objek yang diteliti. Melakukan
penelitian langsung ke lapangan berguna untuk mengetahui permasalahan
yang terjadi sekaligus untuk memperoleh data primer yang dibutuhkan.

Data dan informasi dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara:

1. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang
dilakukan secara sistematis (Idrus, 2009). Pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti adalah pengamatan terlibat, artinya peneliti melibatkan diri dalam
kegiatan subjek penelitian, tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan yang
bersangkutan (Idrus, 2009). Instrumen yang dapat digunakan pada saat observasi
seperti lembar pengamatan dan panduan pengamatan. Observasi yang dilakukan
dalam penelitian ini dilakukan untuk pengaruh implementasi program
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada keberlanjutan usahatani di
Desa Sindang Pakuwon.

2. Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data dan informasi dengan
mengadakan tanya jawab langsung kepada subjek yang diteliti atau kepada
perantara yang mengetahui permasalahan dari subjek yang sedang diteliti. Lexy
26

J. Moleong (2010) mengungkapkan bahwa wawancara merupakan percakapan


dengan maksud tertentu. Wawancara dibagi ke beberapa jenis, salah satu jenis
wawancara nya adalah wawancara mendalam (in-depth interview). Peneliti
memilih menggunakan wawancara yang mendalam ini bertujuan
mengumpulkan informasi yang complex, yang sebagian besar berisi pendapat,
sikap, dan pengalaman pribadi (Sulistyo Basuki, 2006).

3. Studi Dokumen
Menurut John W Craswell (2003), dalam proses penelitian. Peneliti
mungkin mengumpulkan dokumen. Dokumennya bisa dalam berbentuk apa saja
seperti dokumen publik (koran, laporan resmi, hasil putusan), Dokumen Pribadi
(catatan harian, rekaman, dan foto).

4. Studi Literatur
Studi literatur merupakan pengumpula data dan informasi yang kita
dapatkan melalui hasil tulisan orang lain yang berkaitan dengan penelitian kita
seperti skripsi, jurnal, artikel, situs-situs internet, data-data yang berkaitan
dengan penelitian kita yang telah dipublikasikan.
3.6 Rancangan Analisis dan Keabsahan Data
Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah model analisis interaktif
yang diajkuan oleh Miles dan Huberman. Menurut Miles dan Huberman (dalam
Idrus, 2009), Model interaktif ini terdiri dari kegiatan pengumpulan data dan tiga
jenis kegiatan analisis, yaitu:
1. Tahap Pengumpulan Data
Tujuan dari Pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan demi mencapai tujuan penelitian. Tahap analisis atau pengumpulan
data ini dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi,
pengumpulan dokumen, dan studi literatur.

2. Tahap Reduksi
Peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai dalam tahap mereduksi
data. Tahap ini dilakukan dengan merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Contohnya
yaitu meringkaskan data kontak langsung dengan orang, kejadian dan situasi di
lokasi penelitian, pengkodean, pembuatan catatan obyektif, membuat catatan
reflektif, membuat catatan marginal, penyimpanan data, membuatan memo,
menganalisis antarlokasi dan pembuatan ringkasan sementara antar lokasi

3. Tahap Analisis Data


Pada tahap ini peneliti akan menganalisi data dengan menggunakan teori
Land Tenancy Pattern yaitu mengetahui bagaimana proses dan hubungan antara
aturan-aturan setempat dengan penyakapan atau penggarapan tanah yang ada di
Desa Sindang Pakuwon
27

4. Tahap Penyajian Data


Penyajian data dilakukan untuk memudahkan memahami apa yang terjadi
dan merencanakan kerja selanjutnya. Pada penyajian data, data yang diperoleh
disajikan dalam bentuk teks narasi. Melalui penyajian data tersebut, data dapat
tersusun dalam pola hubungan sehingga akan semakin mudah dipahami. Pada
tahapan ini dikembangkan model-model seperti mendeskripsikan konteks dalam
penelitian, mendeskripsikan perkembangan antar waktu, dan daftar kejadian

5. Tahap Penarikan Kesimpulan dan Keabsahan Data


Pada tahap ini dilakukan penarikan kesimpulan dari hasil penyajian data.
Penelitian kualitatif biasanya kesimpulan mungkin dapat menjawab rumusan
masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak menjawab
rumusan masalah. Kesimpulan awal yang dikemukakan dapat bersifat sementara
jika masih mengalami perubahan saat pengumpulan data berikutnya dan dapat
bersifat kredibel jika sudah didukung bukti yang valid dan konsisten.
Kesimpulan hasil penelitian yang diambil dari hasil reduksi dan panyajian data
adalah merupakan kesimpulan sementara. Kesimpulan sementara ini masih
dapat berubah jika ditemukan bukti-bukti kuat lain pada saat proses verifikasi
data di lapangan

3.6.1 Keabsahan Data


Keabsahan atau validasi data adalah salah satu syarat yang harus dimiliki
dalam analisis data. Dalam penelitian ini peneliti memakai teknik triangulasi
data dan triangulasi subjek sebagai teknik untuk menguji validitas data.
Suatu data dikatakan valid atau reliabel ketika data tersebut sudah jenuh.
Data jenuh artinya kapan, dan dimanapun ditanyakan kepada informan
(triangulasi data) dan kepada siapa pun pertanyaan diajukan (triangulasi subjek)
hasil jawaban tetap konsisten sama. (Idrus, 2009)

3.7 Jadwal Penelitian


Tabel 3. Jadwal Penelitian

NO Kegiatan Waktu
1. Persiapan Penelitian Januari-Maret 2019
2. Pengumpulan Data Informasi Maret-April 2019
3. Pengolahjan Data Informasi Maret-Mei 2019
4. Penulisan Skripsi Januari-Juli 2019
DAFTAR PUSTAKA

Agroklimat Tim PPT. 1993. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan. Bogor. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat

Akram-lodhy, A.H. (2013). Hungry for Change: Farmers, Food Justice and
Agrarian Question. Canada: Hignell Book Printing.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:


Rineka Cipta.

Badan Pusat Statistik. 2018. Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Menurut


Wilayah dan Lapangan Usaha Utama

Badan Pusat Statistik. Sensus Pertanian 2003. BPS. Jakarta.

Badan Pusat Statistika Indonesia 2010, Laporan Sensus Penduduk 2010

Creswell, Jhon W, 2003, Research Design Qualitative, Quantitative, and Mixed


Methods Approaches, Thousan Oaks, SAGE Publications

de Soto, H. (2000). The Mystery of Capital: Why Capitalism Triumphs in the


West and Fails Everywhere Else?, London: Black Swan Publisher

Deininger, K., Ali, D. A., & Alemu, T. (2008). Impacts of Land Certification
Ontenure Security, Investment, and Land Markets: Evidence from Ethiopia.
Djaenuddin, D et.al. 2003. Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan
pengembangan Pertanian. Bogor

Elliot et al. 2000. Educational Psychology: Efective Teaching, Effective


Learning, 3rd edition. United States of America: Mc Graw Hill Companies.
Ellis, F. 1998. Peaseant Economics, Farm Houshold and Agrarian
Development. Cambridge University Press.

Feder, G., & Onchan, T. (1987). Land ownership security and farm investment
in Thailand. American Journal of Agricultural Economics, 69(2), 311-320.

Gordon, J.L. (1975). The Manggarai: Economic and Social Transformation in


an Eastern Indonesia Society, PhD Thesis at Harvard University Cambridge,
Massachusetts.

Harsono, Boedi, 2013, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Universitas Trisakti

https://kbbi.web.id/milik diakses pada tanggal 15 Februari 2019

28
29

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta: Erlangga.

Jesse Ribot dan Nancy Lee Peluso. 2003. Rural Sociological Society

Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994, Edisi Kedua Cetakan Ketiga, Balai
Pustaka, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Jakarta)

Karwan A.Salikin 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Yogyakarta: Kanisius

Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN)

Konsorsium Pembaharauan Agraria, 2017, Konflik Agraria tahun 2017

Krishnaji. N. 1991. Land Market on Dispossession of Peasantry. Indian Journal


of Agricultural Economics

Lexy J. Moleong. 2005. metodologi penelitian kualitatif, Bandung: Remaja


Rosdakarya

Makmun, A. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Rosda Karya Remaja

Maura, M.J.S.B. (2013). Land Title Program in Brazil: Are There Any Changes
to Happiness?, The Journal of Socio-Economics 45, 196-203.

Moeliono, M Anton. 1993. Tata bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.

Moleong, L. J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosda


Karya

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.
Mosher, A.T. 1978. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. C.V. Yasaguna.
Jakarta. Penyadur, S Krisnandhi dan Bahrin Samad.

Muhajir Utomo,dkk, 1992, Pembangunan dan Pengendalian Alih Fungsi Lahan,


Lampung:Universitas Lampung

Mulyani, L (2015). Gambling with the State: Land Titles mauraand Personhood
Rights among the Urban Poor in Indonesia, Asian Journal of Law and
Society 2, 1: 285-300.

Myers, G., & Hertz, P.E. (2004). Property Rights and Land Privatization: Issues
for Success in Mongolia, Laporan untuk USAID Mongolia.

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional


Nomor 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap
30

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997

Poerwadarminta, J. 1960. Kamus Latin Indonesia. Semarang: Yayasan Kanisius

Riswandi, Agus. 2005. Dampak Konversi Lahan Pertanian Terhadap


Perubahan Kesejahteraan Petani Dan Perkembangan Wilayah. Bogor:
Institut Pertanian Bogor

Riza, Zulhelmy. 2010, Analisis Sengketa Kepemilikan Tanah Dalam Prespektif


Politik Agraria, Skipsi, Jurusan Administrasi Publik Universitas Islam
Negri Syarif Kasim Riau
Rodjak, Abdul. 2006. Manajemen Usahatani. Bandung : Pustaka Giratuna

Sardiman, A. 2000. Interaksi & Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali


Pers.

Sihaloho, M et.al. 2009. Reforma Argraria dan Revitalisasi Pertanian di


Indonesia: Studi Kasus Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura di
Jawa Barat.

Sitorus Santun. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: Tarsito.

Soekartawi. 2003. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis


CobbDouglas. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.

Soetiknjo, Imam. 1994. Politik Agraria Nasional. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press.

Soimin, Soedharyo. 1994. Status Hak Dan Pembebasan Tanah. Jakarta : Sinar
Grafika.

Suardi, Hukum Agraria, Badan Penerbit IBLAM, Jakarta, 2005, hlm.1

Sugiyono, 2013. Metode Penelitian Kuantitatif,Kualitatif, dan R&D, Bandung,


Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

Sulistyo-Basuki. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra dan


Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2003

Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2005


31

Susilowati, S dan Maulana, M. 2012. Luas Lahan Usahatani dan Kesejahteraan


Petani: Eksistensi Petani Gurem dan Urgensi Kebijakan Reforma Agraria.
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Bogor

Syarief, Elza. 2012. Menuntaskan Sengketa Tanah Melalui Pengadilan Khusus


Pertanahan. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia

Tap MPR IX/2001 Pasal 2


Teken, I.B. 1984. Meningkatkan Taraf Hidup Petani Kecil. Makalah
disampaikan dalam Diskusi Panel Hari Jadi Fakultas Pertanian Unpad ke
25. Faperta Unpad, Bandung.

The State Of Food and Agriculture. 1995. AGRICULTURAL TRADE:


ENTERING A NEW ERA?. David Lubin Memorial Library. Rome Italy

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 33 ayat 3 tentang


Perekonomian dan Kesejahteraan Sosial

Uno, Hamzah. 2007. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta:Bumi Aksana

UUPA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria Pasal 2
Ayat 1

Wahid, F., Sæbø, Ø., & Furuholt, B. (2015, May). The Use of Information
System in Indonesia’s Land Management. Proceedings of the 13th
International Conference on Social Implications of Computers in
Developing Countries, Negombo, Sri Lanka.

Wiradi, G 2000, Reforma agraria: perjalanan yang belum berakhir, Pustaka


Pelajar, Yogyakarta.

Wiradi, Gunawan. 2006. "Socio-Economic Rationale" Bagi Reforma Agraria.


Disampaikan Dalam Simposium Agraria Nasional "Pembaruan Agraria
Untuk Keadilan Sosial, Kemakmuran Bangsa dan Keberlanjutan Negara
Kesatuan Republik Indonesia", 15 November 2006 di Medan.

Wiradi, Gunawan. 2009. Metodologi Studi Agraria: Karya Terpilih Gunawan


Wiradi. Bogor: Sajogyo Institute
32

LAMPIRAN

Lampiran 1. Catatan Harian


Hari Kegiatan Keterangan
33

Lampiran 2. Panduan Wawancara

PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM PENDAFTARAN TANAH


SISTEMATIS LENGKAP (PTSL) PADA KEBERLANJUTAN
USAHATANI
(Studi kasus Desa Sindang Pakuwon, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten
Sumedang, Provinsi Jawa Barat)
Panduan Wawancara untuk Petani yang mengikuti program PTSL di Desa
Sindang Pakuwon
Profil Informan
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Tingkat Pendidikan :

Daftar Pertanyaan Wawancara


Kepemilikan Lahan
1. Apakah anda mengetahui tentang penyuluhan bagaimana seharusnya anda
memanfaatkan lahan anda setelah mendapatkan sertifikat?
2. Setelah mendapatkan sertifikat, apakah yang anda lakukan terhadap lahan
anda?
3. Mengapa anda memilih untuk memperlakukan lahan anda untuk seperti itu?
4. Mengapa anda tidak memilih pilihan lain untuk lahan anda?
5. Apa saja kendala atau permasalahan setelah anda memperlakukan
kepemilikan lahan anda untuk seperti itu?
PTSL
6. Apa saja yang anda ketahui tentang PTSL?
7. Apa saja yang anda ketahui tentang pemilihan petani yang ber hak
mengikuti program PTSL?
8. Apa saja yang anda ketahui tentang pemilihan desa Sindang Pakuwon
sebagai desa yang mengikuti program PTSL?
9. Apakah program PTSL melibatkan petani langsung saat tahap persiapan
nya?
10. Apakah program PTSL melibatkan petani langsung saat tahap pelaksanaan
nya?
11. Apakah program PTSL membantu kelancaran usahatani anda?
12. Setelah mendapatkan sertifikat, adakah program lanjutan dari PTSL untuk
keberlangsungan usahatani anda?

Petani
13. Apakah anda petani pemilik, pemilik penggarap, penyewa, penggadai, atau
buruh tani?
14. Sejak kapan anda menjadi petani yang seperti itu?
34

15. Apakah dengan status petani anda diuntungkan dengan ada nya program
PTSL?
Sertifikat
16. Apakah anda merasakan dampak positif dari adanya sertifikat?
17. Apakah anda merasakan dampak negatif dari adanya sertifikat?
18. Adakah perubahan terhadap lahan anda setelah memiliki sertifikat?
19. Apakah menurut anda mempunyai sertifikat adalah hal yang penting?

Luas Lahan
20. Berapakah luas lahan pertanian anda yang tersertifikasi melalui program
PTSL?
21. Apakah luas lahan menjadi salah satu motivasi anda untuk memperlakukan
lahan anda setelah mengikuti program PTSL?
35

Lampiran 3. Panduan Wawancara

PENGARUH IMPLEMENTASI PROGRAM PENDAFTARAN TANAH


SISTEMATIS LENGKAP (PTSL) PADA KEBERLANJUTAN
USAHATANI
(Studi kasus Desa Sindang Pakuwon, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten
Sumedang, Provinsi Jawa Barat)
Panduan Wawancara untuk BPN Kabupaten Sumedang
Profil Informan
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Tingkat Pendidikan :

Daftar Pertanyaan Wawancara


Kepemilikan Lahan
1. Apakah ada penyuluhan bagaimana seharusnya para petani memperlakukan
kepemilikan lahan setelah mendapatkan sertifikat?
PTSL
2. Apakah program PTSL khususnya untuk lahan pertanian di Desa Sindang
Pakuwon berjalan dengan lancar?
3. Apa saja faktor yang menentukan pemilihan petani yang ber hak mengikuti
program PTSL?
4. Apa saja faktor yang menentukan pemilihan desa Sindang Pakuwon sebagai
desa yang mengikuti program PTSL?
5. Apakah program PTSL melibatkan petani langsung saat tahap persiapan
nya?
6. Apakah program PTSL melibatkan petani langsung saat tahap pelaksanaan
nya?
7. Kendala apa saja yang dihadapi saat tahap persiapan program PTSL di Desa
Sindang Pakuwon?
8. Kendala apa saja yang dihadapi saat tahap pelaksanaan program PTSL di
Desa Sindang Pakuwon?

Anda mungkin juga menyukai