Draft H-1
Draft H-1
Draft H-1
SKRIPSI
Oleh :
RINALDO
150610150116
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2019
LEMBAR PENGESAHAN
NAMA :RINALDO
NPM :150610150116
Jatinangor, 2019
i
KATA PENGANTAR
2. Ir. Yayat Sukayat, Msi, selaku dosen penguji skripsi di Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran yang telah membimbing dan berbagi ilmu selama
pengerjaan skripsi.
3. Adi Nugraha, SP., M.Sc. selaku dosen penguji skripsi di Fakultas Pertanian
Universitas Padjadjaran yang telah membimbing dan berbagi ilmu selama
pengerjaan skripsi.
5. Dr. Hepi Hapsari, MS.i selaku Ketua Departemen Sosial Ekonomi Pertanian
Universitas Padjadjaran.
6. Dr. Iwan Setiawan. S.P., M.Si., selaku Ketua Program Studi Agribisnis yang
telah membantu dan membimbing penulis selama masa perkuliahan baik di
dalam akadaemik maupun keorganisasian penulis.
8. Kepada orang tua, kakak dan adik penulis yaitu Ibu (Nurlaela Rofikoh),
Ayah (Amrius), Kakak (Adel Rifky), Adik (Rifansyah Nugraha) yang telah
memberikan dukungan moral dan materi selama penelitian ini berlangsung.
10. Kepada rekan-rekan lain yang membantu selama pengerjaan skripsi ini.
Dengan selesainya penyusunan usulan penelitian ini, semoga semua pihak yang
telah mendukung dan mengorbankan waktu dan pikirannya akan mendapat balasan
ii
dari Allah Subhanahu Wata’ala. Semoga usulan penelitian ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca.
Jatinangor, 2018
Rinaldo
(150610150116)
iii
DAFTAR ISI
iv
3.6.1 Keabsahan Data .................................................................................... 27
3.7 Jadwal Penelitian ......................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 28
LAMPIRAN .......................................................................................................... 32
v
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
Tanah sebagai Sumber Daya Alam sangat diperlukan oleh manusia untuk
melakukan usaha, seperti untuk tempat perdagangan, industri, pendidikan,
pertanian, perkebunan, pembangunan sarana dan prasarana lainnya. Tanah juga
diperlukan untuk mencukupi kebutuhan, baik yang langsung untuk
kehidupannya seperti untuk tempat tinggal atau bercocok tanam. (Suardi, 2005)
Indonesia dalam mengatur masalah Sumber Daya Alam nya diatur dalam
konstitusi sebagaimana terlihat dalam Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945. Pasal ini
secara prinsip memberi landasan hukum bahwa bumi dan air serta kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Lebih lanjut, tanah diatur dalam
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA No. 5 Tahun 1960). Pasal 2 Ayat (1)
UUPA menyatakan bahwa “Bumi, air, dan ruang angkasa termasuk kekayaan
alam di dalamnya pada tingkat yang tertinggi dikuasai oleh negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh rakyat.”
Sengekta kepemilikan tanah dapat kita lihat dalam dua jenis, hal ini
diklasifikasikan dalam unsur yang terlibat didalamnya. Pertama sengketa agraria
yang bersifat Vertikal yaitu sengekta agraria yang disebabkan oleh kebijakan
pemerintah terhadap pemanfaatan tanah. Kedua sengketa tanah bersifat
Horizontal yang melibatkan dua individu atau lebih terkait dengan kepemilikan
hak atas tanah ( Riza, 2010)
1
2
Kepemilikan hak atas tanah yang tidak mempunyai sertifikat menjadi salah
satu faktor dari banyak nya konflik sengketa lahan selain jumlah tanah yang
tidak sesuai dengan jumlah penduduk. Menurut Badan Pertanahan Negara pada
tahun 2017, dari total 126 juta bidang tanah di Indonesia, masih ada 82 juta yang
belum bersertifikat. Hal tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat konflik
agraria sering terjadi.
telah dilakukan, namun tingkat kemiskinan saat ini masih cukup tinggi. Jumlah
penduduk miskin di Indonesia per Maret 2018 yaitu sebesar 25.949.800, dan
15.805.430 nya adalah penduduk desa. (BPS, 2018)
Hak akses penguasaan lahan dan hak kepemilikan berdasarkan data yang
ada belum mencapai 100% yang artinya masih banyak tanah yang belum
bersertifikat di Indonesia, oleh karena itu untuk mengurangi terjadinya sengketa
tanah dan meningkatkan kesejahteraan petani melalui kegiatan usahatani nya,
maka pemerintah harus terus mengupayakan program pendaftaran tanah guna
tercapainya kepastian hukum akan hak kepemilikan tanah tersebut.
Namun, pasca dari perolehan sertifikasi ini masih banyak terdapat masalah.
Salah satu masalah nya adalah dimana para petani bersertifikat dapat menjual
beli lahan nya dengan mudah, karena rasionalisasi utama dari adanya sertifikat
terhadap lahan adalah memperlakukan lahan sebagai komoditas yang mudah
dibeli dan dijual demi akumulasi modal (Akram-Lodhi, 2013, Maura 2013,
Mulyani 2015). Sebagai contoh, (Gordon 1975), melalui penelitian
etnografisnya di Flores, Manggarai, Indonesia, menemukan bahwa, pada 1970-
an, tanah bersertifikat dengan mudah diperjualbelikan antara petani dan orang
kaya baru, yang melihat tanah sebagai investasi utama mereka. Menurut Badan
Pertanahan Nasional (2013), antara 2011-2013, terdapat 2,3 juta transaksi tanah
bersertifikat di Indonesia (Wahid et al., 2015). Transaksi ini mungkin telah
berkontribusi terhadap meningkatnya kesenjangan ekonomi antara orang kaya
dan yang miskin di Indonesia.
¹UU Agraria belum memihak rakyat, petani Jatim tuntut reforma agraria diakses dari
https://www.merdeka.com/peristiwa/uu-agraria-belum-memihak-rakyat-petani-jatim-tuntut-
reforma-agraria.html pada tanggal 15 Februari 2019
4
Salah satu tujuan program PTSL yang dilakukan di desa adalah berusaha
meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat desa tersebut. Hal ini sangat
wajar pemerintah memprioritaskan hak akses untuk lahan pertanian di desa,
karena kegiatan ekonomi di pedesaan sebagian besar didominasi oleh sektor
pertanian (primer), hal ini terlihat dari pangsa tenaga kerja sektor pertanian di
pedesaan yang masih besar, yang mencapai 64,6 persen pada tahun 2005
(Sakernas 2005), meskipun menurun dibandingkan tahun 2003 yang mencapai
67,7 persen (Sakernas 2003). Keterbatasan akses petani terhadap lahan dan
sumberdaya ekonomi lainnya terutama permodalan berakibat pada menurunnya
produktivitas pertanian sehingga bermuara pada menurunnya tingkat
kesejahteraan petani dan masyarakat pedesaan pada umumnya.
5
Indonesia terdiri dari berbagai masyarakat adat yang sangat beragam, dan
karenanya pola atau bentuk-bentuk “tenancy”-nya pun amat beragam. Bahkan
dalam satu masyarakat adat bisa saja terdapat bentuk-bentuk penyakapan yang
bermacam-macam pula.
7
8
2.1.3 Tanah
Tanah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti
permukaan bumi atau lapisan bumi yang ada diatas, sedangkan menurut Boedi
Harsono (2013) dalam buku hukum agraria Indonesia menjelaskan bahwa tanah
adalah permukaan bumi, yang dalam penggunaannya meliputi juga sebagian
tubuh bumi yang ada dibawahnya dan sebagian dari ruang yang diatasnya.
Dalam bahasa pemerintahan, agraria meliputi tanah baik tanah pertanian maupun
tanah non pertanian. Dalam administrasi pemerintahan cakupan pembahsasan
tentang agraria adalah kerangka kebijakan yang mengatur pengelolaan,
pemanfaatan serta penguasaan dan kepemilikan di bidang pertanahan dalam
rangka membangun struktur sosial masyarakat yang adil dan berkemakmuran.
Menurut UUPA Pasal 4 ayat 1 menjelaskan tanah adalah “Atas dasar hak
menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya
9
macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah yang dapat
diberikan dan dapat pula dimiliki oleh orang baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain serta badan-badan hukum.”
2.1.4 Agraria
Sebutan agraria selalu dipakai dalam arti yang sama. Dalam bahasa latin
ager berarti tanah sedangkan Agrarius berarti perladangan, persawahan dan
pertanian (Poerwadarminta, 1960, Kamus Latin Indonesia, Yayasan Kanisius,
Semarang). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), agraria berarti
urusan pertanian, atau tanah pertanian, juga urusan kepemilikan tanah, maka
sebutan agraria selalu diartikan tanah dan dihubungkan denga usaha pertanian.
Menurut UUPA 1960, pengertian agraria meliputi bumi, air, dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya. Dalam batas-batas seperti yang ditentukan dalam
pasal 48, bahkan juga meliputi ruang angkasa, yaitu ruang diatas bumi dan air
yang mengandung : tenaga dan unsur-unsur yang dapat digunakan untuk usaha-
usaha memelihara dan yang terkandung di dalamnya dan hal-hal lainnya yang
bersangkutan dengan itu.(Boedi Harsono, 2013).
2.1.5 Lahan
Menurut FAO (1995), lahan merupakan bagian dari bentang alam
(landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik, termasuk iklim,
topografi, hidrologi, dan bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation)
yang semuanya secara potensial berpengaruh terhadap penggunaan lahan.
Menurut Utomo (1992), lahan memiliki ciri - ciri yang unik dibandingkan
dengan sumberdaya lainnya, yakni lahan merupakan sumberdaya yang tidak
akan habis, namun jumlahnya tetap dan dengan lokasi yang tidak dapat
dipindahkan.
1. Perencanaan harus atas dasar adanya kebutuhan akan perubahan lahan atau
menghindari perubahan perubahan yang tidak diinginkan yang dianggap
akan merugikan, dan harus melibatkan masyarakat setempat yang bertempat
tinggal di sekitar lahan.
2. Harus ada keinginan secara politik dan kemampuan untuk
mengaplikasikannya.
11
Menurut Wiradi (2006) lima aspek rasionalisasi dari perlunya reforma agraria
yaitu:
2. Aspek sosial: Struktur yang relatif merata, akan dirasakan lebih adil;
5. Aspek ekonomi: semua itu pada gilirannya dapat menjadi sarana awal bagi
peningkatan produksi.
Sejalan dengan UUD 1945, Undang- Undang Pokok Agraria Tahun 1960
menyatakan secara jelas bahwa dalam rangka mewujudkan semua ini, maka
13
Hak Milik Menurut UUPA 1960 adalah hak turun temurun, terkuat dan
terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah. Kata terpenuh dan terkuat
bukanlah mengartikan bahwa hak tersebut bersifat mutlak. Tidak terbatas dan
tidak dapat diganggu gugat. Hak milik hanyalah bisa didapatkan oleh warga
Negara Indonesia dan badan-badan hokum yang ditetapkan oleh pemerintah
seperti bank yang didirikan oleh negara, perkumpulan-perkumpulan koperasi
pertanian yang didirikan oleh negara, badan-badan keagamaan yang ditunjuk
oleh Negara dan badan-badan sosial yang ditunjuk oleh negara
Menurut hukum adat hanya masyarakat hukum adat yang dapat menjadi
subjek hak milik atas tanah dalam kewilayahan kekuasaan suku bangsa. Dalam
14
Hukum Adat, hak milik atas tanah terjadi apabila seseorang anggota suku dengan
persetujuan kepala suku masyarakat hukum adat. Hal ini juga berlaku bagi tanah
hutan yang telah dibuka sejak dahulu dan ada saksinya sebelum UUPA 1960
disahkan, hal ini tinggal memberikan sertifikat hak milik saja (Soetiknjo 1994).
2.1.8 Hak Akses
Jesse Ribot dan Nancy Lee Peluso dalam Rural Sociology (2003)
mengatakan bahwa hak akses adalah berbeda dengan hak properti dalam
berbagai hal, mereka menjelaskan bahwa akses adalah kemampuan untuk
mendapatkan keuntungan dari sesuatu objek baik objek material, individu,
institusi, dll. Dengan memfokuskan pada kemampuan daripada hak
sebagaimana dalam teori properti, hak akses akan memberikan ruang yang lebih
luas bagi hubungan sosial yang membuat orang mendapatkan keuntungan dari
sumber daya yang digunakan tanpa melihat dari hak properti.
Konsep akses sendiri dikhususkan untuk memfasilitasi analisis dasar
mengenai siapa yang sesungguhnya mendapatkan keuntungan dari sesuatu dan
bagaimana cara untuk mendapatkan keuntungan tersebut. Dengan memfokuskan
pada sumber daya alam maka Ribot dan Peluso mengeksplor lebih luas tentang
kekuasaan. Kekuasaan melekat pada upaya-upaya melalui mekanisme, proses
dan relasi social. Kekuasaan di sini dilandasi oleh materi, budaya, dan politik
ekonomi yang terjalin dalam bundle dan jaringan kekuasaan yang membentuk
sumber akses. Perbedaan orang dan institusi dapat digambarkan pada
perbedaaan bundle kekuasaan diletakkan dan didasari dalam jaringan
kekuasaan yang membentuk ikatan-ikatan.
2.1.9 PTSL
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap adalah rangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur,
meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta
pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai
bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun, termasuk pemberian tanda bukti
haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya, dan hak milik atas
satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. (Peraturan
Mentri ATR/BPN RI No 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Tanah Sistematis
Lengkap)
meliputi bidang tanah yang sudah ada tanda batasnya maupun yang akan
ditetapkan tanda batasnya.
a. perencanaan;
b. penetapan lokasi;
c. persiapan;
d. pembentukan dan penetapan panitia ajudikasi PTSL dan satuan tugas;
e. penyuluhan;
f. pengumpulan data fisik dan pengumpulan data yuridis;
g. penelitian data yuridis untuk pembuktian hak;
h. pengumuman data fisik dan data yuridis serta pengesahannya;
i. penegasan konversi, pengakuan hak dan pemberian hak;
j. pembukuan hak;
k. penerbitan sertifikat hak atas tanah;
l. pendokumentasian dan penyerahan hasil kegiatan; dan
m. pelaporan.
23
24
2. PTSL
Program PTSL pada lahan pertanian merupakan program pemerintah yang
membagikan sertifikat secara gratis kepada pemilik lahan pertanian tersebut.
Informasi yang ingin diperoleh dari ini adalah bedasarkan apa orang orang yang
dipilih mengikuti program tersebut, serta bedasarkan apa Desa Sindang
Pakuwon dipilih menjadi salah satu tempat yang mengikuti program PTSL, dan
bagaimana teknis dan persiapan nya di daerah tersebut?
3. Petani
Petani adalah orang yang seluruh atau sebagian mata pencahariannya di
dapat dari sektor pertanian (Teken. 1984). Informasi yang ingin diperoleh adalah
petani yang mengikuti program PTSL adalah petani yang seperti apa? Petani
pemilik penggarap, penyewa, penyakap, penggadai, atau buruh tani?
4. Sertifikat
Informasi yang ingin diperoleh adalah setelah adanya sertifikat atas lahan
pertaniannya, bagaimana pengaruh nya terhadap usahatani para petani? Apakah
sertifikasi berpengaruh baik, berpengaruh buruk, atau tidak berpengaruh?
5. Luas Lahan
Informasi yang ingin diperoleh dari luas lahan adalah berapa luas lahan
pertanian petani tersebut? Apakah ukuran luas lahan berpengaruh terhadap
motivasi petani dalam menggunakan hak kepemilikan lahan nya?
3.4 Informan
Moleong (2010) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai informan, yaitu
orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi
tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Sejalan dengan definisi tersebut,
Moeliono (1993) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai orang yang diamati
sebagai sasaran penelitian. Informan dalam penelitian adalah orang atau pelaku
yang benar-benar tahu dan menguasai masalah, serta terlibat langsung dengan
masalah penelitian.
dengan pertimbangan tertentu yakni sumber data dianggap paling tahu tentang
apa yang diharapkan sehingga sesuai dengan apa yang ingin di teliti dalam
penelitian tersebut. Untuk penentuan informan saat di lapangan, dilakukan
dengan teknik snowball, dimana orang pertama akan memberikan arahan kepada
peneliti untuk mencari informasi kepada orang-orang yang terjun langsung
dalam kegiatan sesuai masalah penelitian. Teknik ini menjadi alternatif ketika
peneliti tidak menemukan key informant pada saat penelitian di lapangan (Idurs,
2009)
1. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas pencatatan fenomena yang
dilakukan secara sistematis (Idrus, 2009). Pengamatan yang dilakukan oleh
peneliti adalah pengamatan terlibat, artinya peneliti melibatkan diri dalam
kegiatan subjek penelitian, tanpa mengakibatkan perubahan pada kegiatan yang
bersangkutan (Idrus, 2009). Instrumen yang dapat digunakan pada saat observasi
seperti lembar pengamatan dan panduan pengamatan. Observasi yang dilakukan
dalam penelitian ini dilakukan untuk pengaruh implementasi program
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) pada keberlanjutan usahatani di
Desa Sindang Pakuwon.
2. Wawancara
Wawancara adalah cara pengumpulan data dan informasi dengan
mengadakan tanya jawab langsung kepada subjek yang diteliti atau kepada
perantara yang mengetahui permasalahan dari subjek yang sedang diteliti. Lexy
26
3. Studi Dokumen
Menurut John W Craswell (2003), dalam proses penelitian. Peneliti
mungkin mengumpulkan dokumen. Dokumennya bisa dalam berbentuk apa saja
seperti dokumen publik (koran, laporan resmi, hasil putusan), Dokumen Pribadi
(catatan harian, rekaman, dan foto).
4. Studi Literatur
Studi literatur merupakan pengumpula data dan informasi yang kita
dapatkan melalui hasil tulisan orang lain yang berkaitan dengan penelitian kita
seperti skripsi, jurnal, artikel, situs-situs internet, data-data yang berkaitan
dengan penelitian kita yang telah dipublikasikan.
3.6 Rancangan Analisis dan Keabsahan Data
Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah model analisis interaktif
yang diajkuan oleh Miles dan Huberman. Menurut Miles dan Huberman (dalam
Idrus, 2009), Model interaktif ini terdiri dari kegiatan pengumpulan data dan tiga
jenis kegiatan analisis, yaitu:
1. Tahap Pengumpulan Data
Tujuan dari Pengumpulan data adalah untuk memperoleh informasi yang
dibutuhkan demi mencapai tujuan penelitian. Tahap analisis atau pengumpulan
data ini dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, observasi,
pengumpulan dokumen, dan studi literatur.
2. Tahap Reduksi
Peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai dalam tahap mereduksi
data. Tahap ini dilakukan dengan merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, mencari tema dan polanya. Contohnya
yaitu meringkaskan data kontak langsung dengan orang, kejadian dan situasi di
lokasi penelitian, pengkodean, pembuatan catatan obyektif, membuat catatan
reflektif, membuat catatan marginal, penyimpanan data, membuatan memo,
menganalisis antarlokasi dan pembuatan ringkasan sementara antar lokasi
NO Kegiatan Waktu
1. Persiapan Penelitian Januari-Maret 2019
2. Pengumpulan Data Informasi Maret-April 2019
3. Pengolahjan Data Informasi Maret-Mei 2019
4. Penulisan Skripsi Januari-Juli 2019
DAFTAR PUSTAKA
Agroklimat Tim PPT. 1993. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan. Bogor. Pusat
Penelitian Tanah dan Agroklimat
Akram-lodhy, A.H. (2013). Hungry for Change: Farmers, Food Justice and
Agrarian Question. Canada: Hignell Book Printing.
Deininger, K., Ali, D. A., & Alemu, T. (2008). Impacts of Land Certification
Ontenure Security, Investment, and Land Markets: Evidence from Ethiopia.
Djaenuddin, D et.al. 2003. Kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas pertanian.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan
pengembangan Pertanian. Bogor
Feder, G., & Onchan, T. (1987). Land ownership security and farm investment
in Thailand. American Journal of Agricultural Economics, 69(2), 311-320.
28
29
Jesse Ribot dan Nancy Lee Peluso. 2003. Rural Sociological Society
Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1994, Edisi Kedua Cetakan Ketiga, Balai
Pustaka, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Jakarta)
Maura, M.J.S.B. (2013). Land Title Program in Brazil: Are There Any Changes
to Happiness?, The Journal of Socio-Economics 45, 196-203.
Moeliono, M Anton. 1993. Tata bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Mulyani, L (2015). Gambling with the State: Land Titles mauraand Personhood
Rights among the Urban Poor in Indonesia, Asian Journal of Law and
Society 2, 1: 285-300.
Myers, G., & Hertz, P.E. (2004). Property Rights and Land Privatization: Issues
for Success in Mongolia, Laporan untuk USAID Mongolia.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pendaftaran Tanah
Sistematis Lengkap
Soimin, Soedharyo. 1994. Status Hak Dan Pembebasan Tanah. Jakarta : Sinar
Grafika.
UUPA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Pokok Agraria Pasal 2
Ayat 1
Wahid, F., Sæbø, Ø., & Furuholt, B. (2015, May). The Use of Information
System in Indonesia’s Land Management. Proceedings of the 13th
International Conference on Social Implications of Computers in
Developing Countries, Negombo, Sri Lanka.
LAMPIRAN
Petani
13. Apakah anda petani pemilik, pemilik penggarap, penyewa, penggadai, atau
buruh tani?
14. Sejak kapan anda menjadi petani yang seperti itu?
34
15. Apakah dengan status petani anda diuntungkan dengan ada nya program
PTSL?
Sertifikat
16. Apakah anda merasakan dampak positif dari adanya sertifikat?
17. Apakah anda merasakan dampak negatif dari adanya sertifikat?
18. Adakah perubahan terhadap lahan anda setelah memiliki sertifikat?
19. Apakah menurut anda mempunyai sertifikat adalah hal yang penting?
Luas Lahan
20. Berapakah luas lahan pertanian anda yang tersertifikasi melalui program
PTSL?
21. Apakah luas lahan menjadi salah satu motivasi anda untuk memperlakukan
lahan anda setelah mengikuti program PTSL?
35